PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN PANTAI PEJEM PULAU BANGKA BATHYMETRY MAPPING IN THE COASTAL WATERS PEJEM OF BANGKA ISLAND Khoirul Effendi 1, Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng 2, Arief Pratomo, ST, M.Si 2 Mahasiswa 1, Dosen Pembimbing 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji e-mail : rupe.002@gmail.com ABSTRAK Pulau Bangka merupakan bagian yang terangkat dari Paparan Sunda dengan luas 11.534,142 Km 2 dan berada di wilayah Sumatera. Setiap daerah kepulauan memiliki aktifitas pelayaran laut sebagai salah satu sarana transportasi yang menghubungkan suatu daerah ke daerah yang lain. Perairan Pejem yang berada di bagian utara pulau Bangka merupakan perairan laut yang sering digunakan untuk berbagai aktifitas tersebut dalam skala lokal maupun digunakan dalam pelayaran berskala Nasional. Kondisi wilayah yang seperti ini memerlukan data kedalaman perairan sebagai referensi jalur pelayaran sepanjang perairan laut Pejem agar sesuai dengan keselamatan pelayaran. Data kedalaman di dapatkan melalui penelitian batimetri dan pasang surut.sebagai kontrol vertikal untuk penentuan nilai kedalaman pada peta batimetri. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah pembuatan peta batimetri, menggambarkan kondisi dasar perairan dan membuat peta jalur pelayaran di Perairan Pejem. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus - 6 Oktober 2015 di Perairan Pejem Pulau Bangka. Kegiatan pemeruman dengan singlebeam echosounder ODOM CV 100 serta dilakukan pengukuran pasang surut di pesisir pantai Pejem. Materi yang dijadikan objek studi dalam penelitian ini meliputi batimetri dan pasang surut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak HYDROpro, Surfer, dan ArcGIS. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedalaman perairan lokasi penelitian berkisar antara 0 30,3 m. Peta batimetri pada area survey 1 :25.000 ditampilkan pada jarak 2 m dari garis pantai menuju ke laut sampai dengan kedalaman 30 m. Tipe pasang surut di perairan ini adalah harian tunggal dengan nilai Formzahl 4,90. Jalur pelayaran di perairan ini disarankan dibagi dalam 3 jalur yaitu: jalur 1 = kedalaman -2 sampai dengan - 16 m, jalur 2 = kedalaman -16 sampai -22 m dan jalur 3 = kedalaman -22 sampai -30 m. kapal yang akan melintas dijalur pelayaran disesuaikan dengan berat draft kapal x koreksi bruto. Kata Kunci : Pasang Surut, Batimetri, jalur Pelayaran, Perairan Pejem Pulau Bangka. ABSTRACT Bangka Island is the part of raised shelf in Sunda-land, with extensive 11.534,142 km 2. It belongs in Sumatera region. Every archipelago s area had marine shipping activities as transportation access that connected an area with another area. Pejem Waters is located in north of Bangka Island. Pejem Waters is frequently used for shipping in local and international scale. This condition need a bathymetry data as reference for safety shipping lines. The depth data obtained through bathymetry research and tidal as a control for stipulation depth in bathymetry map. The purpose of this research is to make a bathymetry map, to describe submarine topography and shipping line at Pejem Waters. This research was conducted from 18 august 6 october 2015. The method used to obtained submarine topograhphy data is sounding method with single beam ODOM CV 100 along taking tidal data at coastal area in Pejem Waters. This research included bathymetry and tidal. The Processing data is using software HYDROpro, Surfer, and ArcGIS. The result of this research showed that seabed depth in Pejem Waters ranged from 0 30,3 m. The bathymetry map in the
survey area is 1: 25.000 that showed a distance in 2 m from coastline into ocean depth of 30 m. the tide is included in tide prevailing diurnal type with Formzahl value 4,90. This shipping lines suggested in Pejem Waters are divided into three lines. First line = -2m until -16m, second lines= -16m until -22m and third= -22 until -30m. the ships that pass in shipping lines adjusted by the weight draft x bruto correction. Keyword : Tidal, Bathymetry, Shipping Line, Pejem Waters Bangka Island PENDAHULUAN Latar Belakang Laut di dalam suatu Negara mempunyai arti dan peranan penting, terlebih bagi Negara yang memiliki keadaan geografis berbentuk kepulauan seperti Indonesia. Laut Indonesia selain memiliki sumberdaya hayati, juga merupakan jalur lalu lintas pelayaran nasional maupun internasional. Hal ini menjelaskan perlunya pemetaan wilayah lautan di Indonesia. Pemetaan lautan terkait dengan kebijakan nasional yang mengatur pengelolaan wilayah laut. Lautan disini merupakan satu kesatuan dari permukaan, kolom air sampai kedasar dan bawah dasar laut. Data dan peta batimetri merupakan data penting serta dibutuhkan untuk pengelolaan lautan dan pengembangan wilayah pesisir secara terpadu. Informasi batimetri sangat penting bagi aktivitas kelautan, pengembangan pesisir dan penelitian kelautan. Batimetri mempelajari pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya dan peta batimetri merupakan peta yang menggambarkan perairan beserta kedalamannya (Setiyono, 1996). Pulau Bangka merupakan bagian yang terangkat dari Paparan Sunda. Pulau dengan luas 11.534,142 Km 2 ini dikelilingi oleh Pulau Sumatera dan Selat Bangka di sebelah barat daya, Pulau Belitung di sebelah timur, Pulau Kalimantan di sebelah timur laut, Kepulauan Riau di sebelah barat laut, Laut Cina Selatan di sebelah utara serta Laut Jawa di sebelah tenggara. Secara administrasi pulau Bangka termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Tania, 2009). Setiap daerah kepulauan memiliki aktifitas pelayaran laut sebagai salah satu sarana transportasi yang menghubungkan suatu daerah ke daerah yang lain. Perairan Pejem yang berada di bagian utara pulau Bangka merupakan perairan laut yang sering digunakan untuk berbagai aktifitas tersebut dalam skala lokal maupun digunakan dalam pelayaran berskala Nasional. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian dan pemetaan batimetri untuk analisis keadaan perairan yang dapat digunakan sebagai potensi lokasi jalur pelayaran dan memetakan kondisi perairan laut dan pantai yang ada di Indonesia khususnya di daerah yang terletak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang digunakan sebagai jalur pelayaran kapal yang berlayar di dekat pesisir pulau Bangka. Perumusan Masalah Data kedalaman atau batimetri perairan dapat ditentukan dan diolah salah satunya adalah dengan menggunakan singlebeam echosounder Odom CV-100. Karena alat ini biasa digunakan untuk mengukur kedalaman suatu perairan dengan menggunakan pancaran tunggal sebagai pemancar dan penerima sinyal dari gelombang bunyi yang kemudian dilakukan beberapa koreksi untuk mendapatkan nilai kedalaman yang sebenarnya. Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada penggambaran batimetri dengan koreksi fenomena pasang surut. Dengan pendekatan demikian hasil penelitian diharapkan
dapat menjelaskan bagaimana pola batimetri perairan laut Pejem. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah pembuatan peta batimetri, menggambarkan kondisi dasar perairan dan membuat peta jalur pelayaran di Perairan Pejem sebagai acuan untuk analisis dalam aktifitas jalur pelayaran nelayan lokal maupun pelayaran Nasional di perairan Utara Pulau Bangka. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pada penelitian ini tahap survey lapangan dilakukan selama 50 hari yaitu pada tanggal 18 Agustus s/d 6 Oktober 2015 bersamaan dengan Kegiatan Survey Hidrografi dan Pemetaan Lingkungan Pantai Indonesia oleh BIG (Badan Informasi Geospasial). Lokasi penelitian terletak di perairan utara pulau Bangka yaitu Pantai Pejem. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Metode Penelitian Materi dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan meliputi data hasil pemeruman, data pasang surut dan data garis pantai. Sedangkan data sekunder merupakan pelengkap data primer yang mendukung penelitian yaitu citra satelite Landsat. Pengolahan data pasang surut dengan metode Least Square menggunakan Software Matlab. Koreksi antara kedalaman lajur perum utama, garis shallow dan dan pasang surut menggunakan Ms. Excel, selanjutnya setelah semua data di koreksi data garis pantai bersama dan data kedalaman yang telah dikoreksi diolah dengan Surver 10 untuk dimodelkan dan di kontur lalu pembuatan layout peta menggunakan ArcGIS 10. sehingga didapatkan gambaran mengenai batimetri Perairan Pejem. Pemeruman Pelaksanaan pemeruman di lapangan menggunakan alat perum singlebeam echosounder ODOM CV 100. Prinsip kerja dari alat ini seperti perum gema, gelombang akustik
yang dipancarkan kedasar laut lalu diterima lagi oleh receiver tranduser dengan waktu tertentu. Lajur perum utama dibuat berupa garis-garis lurus yang posisinya tegak lurus dengan garis pantai. Interval antara lajur utama 1 cm skala survey, yaitu 250 meter pada skala 1:25.000. Gambar 2. Jarak lajur perum Kontrol horizontal pemeruman untuk penentuan posisi menggunakan Garmin GPSmap dan menggunakan software Hydropro untuk pemandu aktivitas pemeruman. Pasang Surut Data pasut diperoleh dari data pengamatan selama periode survey dengan pengamatan pasang surut dengan keterangan: 1) Posisi Stasiun Pasut : 105 O 54 56,95 BT, 1 O 31 20,36 LS 2) Kedudukan : Pesisir pantai pejem 3) Alat yang digunakan : Palem Pasut 4) Interval pengamatan : 1 jam. Garis pantai Data garis pantai di peroleh dengan metode Terestris yaiutu dengan cara menyusuri wilayah pantai lokasi penelitian menggunakan alat GPS. Koordinat pantai dicatat dan disimpan dengan GPS Navigasi untuk kemudian di gabungkan dalam peta batimetri. Metode Analisa Data Koreksi Data Pasang Surut Metode yang digunakan adalah metode Least Square data pasang surut 29 piantan. Berikut ini formula yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut: a. Mean Sea Level (MSL) MSL = So (1) b. Mean Low Water Level (MLWL) MLWL = S 0 - ( M 2 + K 1 + O 1 ) (2) c. Mean High Water Level (MHWL) MHWL = S 0 + ( M 2 + K 1 + O 1 ) (3) d. Zo Selisih MSL ke muka surutan Chart Datum dihitung dengan persamaan: Zo = Ai (4) e. Chart Datum (CD) Chart datum ditentukan untuk menentukan titik 0 pada peta, pada umumnya direkomendasikan penggunaan LAT sebagai muka surutan Chart Datum. CD = MSL Zo (5)
f. Tipe Pasang Surut Setelah didapat nilai reduksi antara Menurut Ongkosongo dan Suyarso (1989), sifat pasang surut di perairan dapat ditentukan dengan rumus Formzahl, yang berbentuk : (6) kedalaman saat pemeruman dengan nilai pasang surut, selanjutnya menentukan nilai kedalaman yang sebenarnya: (8) Keterangan: Batimetri Hasil Pemeruman D = Kedalaman sebenarnya Keakuratan data batimetri dikaitkan dengan dt = Kedalaman yang terkoreksi tranduser data posisi dan juga data kedalaman yang teramati rt = Reduksi (koreksi) pasang surut dan disebut titik fiks. Dari beberapa titik fiks itu Pemetaan maka dibuatlah peta batimetri yang Setelah data pemeruman di koreksi dengan hasil menggambarkan kodisi topografi dari permukaan dasar laut dan memerlukan data pasang surut sebagai data referensi kedalaman. Data yang diperoleh pada saat pemeruman akan disimpan kedalam memory dalam format analisis pasang surut dan data pengukuran pasang surut lalu data kedalaman dan garis pantai di olah dengan software Surfer.10 sehingga di dapatkan peta kontur serta topografi dasar perairan kemudian di layoutkan menjadi sebuah peta.txt. Setelah didapatkan kedalaman hasil batimetri dengan ArcGIS.10. Kemudian dibuat pemeruman, selanjutnya koreksi kedalaman peta rencana jalur pelayaran perairan dengan dengan data pasang surut menggunakan MS perhitungan kedalaman perairan dari peta Excel, dengan nilai kedalaman dari echosounder batimetri tersebut. dikoreksi dengan nilai dari reduksi yang sesuai HASIL DAN PEMBAHASAN dengan kedudukan permukaan laut saat dilakukan Pasang Surut pengukuran. Pengamatan Pasang Surut )) (7) Keterangan: Dari hasil pengamatan pasang surut di dapatkan rt = Reduksi (koreksi) pada waktu t data ketinggian air minimal pada ukuran skala TWLt = True Water Level pada waktu t bernilai 32 cm dan ketinggian maksimal sebesar MSL = Mean Sea Level atau rerata tinggi 418 cm. Data pasut selama 29 piantan diolah permukaan laut menggunakan metode Kuadrat Terkecil (Least Zo = Selisih MSL ke muka surutan Chart Square) menggunakan Software Matlab.10. Datum Tabel 1. Konstanta Harmonik Pasang Surut, Pejem Konstanta M 2 S 2 N 2 K 1 O 1 M 4 MS 4 K 2 P 1 Harmoik: (m) 0,041 0,120 0,035 0,505 0,283 0,004 0,003 0,133 1,255 (Sumber: Survey Lapangan, 2015). Tipe Pasang Surut Berdasarkan konstanta harmonik pasut tersebut dapat dibuat analisa Pasang Surut dengan persamaan (6) sebagai berikut: Sifat Pasang Surut F = 4,90 Dari perhitungan menggunakan rumus menggunakan rumus Formzahl berdasarkan Formzahl tersebut, diperoleh nilai lebih dari 3,00.
Sehingga sifat/tipe Pasang Surut di lokasi penelitian pantai pejem adalah diurnal. Tipe pasut perairan pejem yang termasuk didaerah selat karimata memiliki tipe pasang surut (diurnal). ini ditandai dengan pasang surut yang terjadi satu kali sehari, yaitu sekali pasang dan sekali surut. Hasil olahan data pasang surut sesuai dengan Elevasi Muka Air Berdasarkan perhitungan dengan Purbandono dan Djuriansah (2005) bahwa menggunakan konstanta harmonik akan didapatkan nilai elevasi muka air sebagai berikut: Tabel 2. Nilai-nilai Elevasi Berdasarkan Konstanta Harmonik Ket Zo MHWL MSL MLWL CD Elevasi 2,38 3,32 2,49 1,66 0,11 (Sumber: Survey Lapangan, 2015). Batimetri Pemeruman Pengukuran kedalaman dasar laut pada penelitian ini menghasilkan data utama berupa waktu pemeruman, posisi titik fiks perum (data xy) dan data kedalaman (data z). Titik fiks pemeruman yang telah didapatkan pada penelitian ini berupa sebaran hasil pemeruman yang ditampilkan pada gambar 4. Berdasarkan hasil survey pada Area skala 1:25.000 diperoleh Gambar 3. Sketsa Nilai Elevasi Pasang Surut kedalaman (batimetri) 3-30,2 m. Gambar 4. Peta Titik-Titik Pemeruman (Sumber: Survey Lapangan, 2015).
Koreksi Batimetri Data batimetri yang didapatkan dari hasil pemeruman harus terlebih dahulu dikoreksi dengan faktor koreksi utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasang surut. Sesuai dengan publikasi IHO nomer 44 mengenai Standart Survey Hidrografi data analisis pasang surut yang digunakan sebagai faktor koreksi adalah MSL dan Z 0 sehinga didapatkan muka surutan (Chart Datum). Data kedalaman hasil pemeruman dikoreksi dengan data pasang surut menggunakan MS Excel, dengan nilai kedalaman dari echosounder dikoreksi dengan nilai dari reduksi yang sesuai dengan kedudukan permukaan laut saat dilakukan pengukuran sesuai dengan persamaan 7. Setelah didapat nilai reduksi antara kedalaman saat pemeruman dengan nilai pasang surut, selanjutnya menentukan nilai kedalaman yang sebenarnya sesuai dengan persamaan 8. Garis Pantai Data koordinat garis pantai diperoleh dengan metode Terestris, yaitu dengan cara menyusuri wilayah pantai lokasi penelitian. Dari hasil penelitian dilapangan didapatkan koordinat garis pantai dimulai dari koordinat 48M 592703, 9831390 UTM atau 105 49'59.872"E, 1 31'31.615"S sampai dengan 48M 611220, 9826606 UTM atau 105 59'59.395"E, 1 34'6.602"S. Tipe pantai dilokasi penelitian adalah pantai berpasir dan berbatu-batu. Peta Kontur Batimetri Setelah data hasil pemeruman dikoreksi didapatkan kontur batimetri yang ditampilkan pada Gambar 5 dengan interval 2 meter. Data titik garis pantai digabungkan dalam data olahan batimetri untuk dijadikan titik acuan koordinat garis pantai di lokasi penelitian. Selanjutnya dibuat Model 3D untuk menganalisa topografi permukaan dasar laut sesuai dengan kontur batimetri lokasi penelitian (Gambar 6). Proses pembuatan kontur batimetri dan Model 3D menggunakan software Surfer 11. Gambar 5. Peta Kontur Batimetri Interval 2 Meter (Sumber: Survey Lapangan, 2015).
Gambar 6. Topografi dasar laut perairan Pejem. (Sumber: Survey Lapangan, 2015). Peta Jalur Pelayaran Pertimbangan penentuan jalur pelayaran laut ditinjau dari faktor kedalaman, oseanografi, huruf dan angka yang memiliki keterangan informasi digunakan untuk keselamatan dalam jalur pelayaran di Perairan Pejem. Jalur pelayaran dan draft kapal. Untuk keselamatan jalur yang direkomendasikan untuk perairan pejem pelayaran disajikan dalam sebuah peta jalur dibagi dalam 3 jalur. pelayaran (gambar 7) dibuatlah simbol berupa Gambar 7. Jalur Pelayaran Perairan Pejem. (Sumber : Survey Lapangan 2015)
Penentuan batas aman kapal yang berlayar pada jalur tertentu dihitung berdasarkan jenis dan draft kapal dengan menambahkan total draft dengan ruang kebebasan bruto (20% x draft). Jenis dan draft kapal menurut Akura dan Takahashi dalam Triatmojo (2009). Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran lapangan dan analisa dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Hasil perhitungan bilangan Formzahl didapatkan nilai F = 4,90 yang berarti tipe pasang surutnya adalah Diurnal. 2. Nilai elevasi muka air laut di Perairan Pejem didapatkan nilai MSL = 2,49, Z0 = 2,38, MHWL = 3,32, MLWL = 1,66 dan CD = 0,11 3. Dari hasil pemeruman batimetri di Perairan Pejem berkisar antara 3 m hingga 30,2 meter. 4. Jalur pelayaran diperairan pejem dibagi menjadi tiga kategori, pertama pada kedalaman -2 m sampai dengan -16 m digunakan untuk pelayaran nelayan dan masyarakat setempat, jalur pelayaran kedua dapat dilintasi oleh kapal-kapal yang melintas diperairan pejem dengan batas kedalaman sampai -16 hingga -22 m yang dapat digunakan oleh pelayaran berskala lokal. Selanjutnya jalur pelayaran ketiga dapat digunakan oleh kapal yang berskala nasional maupun internasional karena memiliki kedalaman di bawah -22 m. Ongkosongo, Otto S.R dan Suyarso. 1989. Pasang-Surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Jakarta, 257 hlm. Poerbandono dan Djunarsjah, E. 2005. Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama, Bandung, 163 hlm. Setiyono, Heryoso. 1996. Kamus Oseanografi. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 210 hlm. Tania Dina, 2009. Sebaran Endapan Plaser Timah Daerah Laut Cupat Dan Sekitarnya, Perairan Bangka Utara, Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009 Triatmodjo, B. 2009. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta. 488 hlm. DAFTAR PUSTAKA Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P,. dan Sitepu M. J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta IHO (International Hydrographic Organization). 2005. Manual on Hydrography. International Hydrographic Bureau, Monaco.