I. PENDAHULUAN. Indonesiasudah merupakan kejahatan yang membudaya (cultural

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Kasus Korupsi PD PAL

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu persoalan terbesar yang sedang di hadapi bangsa indonesia saat ini,banyak di antara Pakar Hukum mengatakan bahwa korupsi di Indonesiasudah merupakan kejahatan yang membudaya (cultural corruption),karena dalam peraktiknya telah begitu erat dengan perilaku dan kebiasaan hidup sehari-hari para pejabat dan penyelenggaraan negara di indonesia,hal ini kemudian di perkuat oleh data dari Pacific Economic and Risk Consultancy yang mengtakan bahwaa pada tahun 2005 indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara terkorup di asia,dan lahan korupsi yang tetbesar terjadi pada sektor pengadaan barang dan jasa. Hal ini sangat memperihatinkan pada saat indonesiasedang mengalami keterpurukan ekonomi dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar dalam sistem perdagangan internasional,justru sektor pengadaan barang dan jasa yang menjadi pilar dalam pembangunan menjadi sarang para koruptor. Tindak pidana korupsi terhadap keuangan negara yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah merupakan suatu tindak pidana seperti yang kita ketahui korupsi merupakan suatu peristiwauniversal telah terjadi sejak awal perjalanan kehidupan

2 masyarakat,dan nampak di mana saja. Apalagi dikaitkan dengan dana-dana pembangunan atau proyek pengdaan barang. Karena itu apapun alasannya,apakah itu di sengaja ataupun tidak sengaja atau akibat adanya kesalahan prosedur atau sistem tetapi askhirnya berakibat menimbulkan kerugian terhadap negara secara finansial dapat dikatakan sebagai suatu tindakan korupsi. Bentuk-bentuk penyelewengan terhadap keuangan negara itu pula dapat bermacam-macam seperti : penambahan anggaran untuk keparluan untuk pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, ataupun penyalahgunaan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya kareana jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga menimbulkan kerugian pada keuangan negara 1. Penerapan dan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus dilaksanakan secara tegas,lugas,dan tepat berdaarkan kepada nilai keadilan dan kebenaran,bukan berdasarkan pada suatu kepentingan. Hal tersebut sangat berperan penting dalam mewujudkan ketertiban kepastian hukum dan kedamaian dalam masyarakat. Jadi setiap pejabat atau aparatur negara di daerah mana sajayang terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau penyelewengan terhadap anggaran keuangan negara sudah sepatutnya di berikan sanksi yang tegas berupa pidana,baik yang berdasarkan pada ketentuan KUHP maupun berdasakan peraturan atau ketentuan yang di tetapkan mengenai tindak pidana korupsi sebagaimanayang telah di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. 1.Pasal 3 UU No.3 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3 Zaman sekarang ini kegiatan pemberantasan korupsi belum berjalan baik,hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat tentang kasus-kasus yang di duga suatu tindakan korupsi tetapi penangananya masih lambat dan akhirnyapun kasusnya menghilang begitu saja. Serta putusan hakim dalam tindak pidana korupsi di nilai masih terlalu ringan,jauh dari rasa keadilan dan kebenaran yang selama ini di harapkan masyarakat. Posisi seorang hakim dalam sistem penegakan hukum berada pada titik yang sngat sentral,kondisi ini mengharuskan para hakim atupun calon hakim untuk membekali dirinya dengan pengetahun yang luas dan ekstra. Mengingat Legal Spirit Undang-Undang korupsi, sebagai usaha untuk memberantas korupsi sebagai suatu kejahatan yang luyar biasa yang amat sulit pembuktiannya dan melibatkan pelaku-pelakuyang memegang jabatan,kekuasaan dan wewenang. Contoh Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 22 / PID.TPK / 2012 / PN.TK., Sebagai berikut : 2 Terdakwa Wendy Melfa, SH. MH. bin Ismail Afta (alm) selaku wakil Bupati Lampung Selatan periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 dan sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan nomor : 72.A/TAPEM/HK-LS/2007 tanggal 30 Januari 2007, bersama-sama dengan Henry Anggakusuma bin Anggakusuma selaku Direktur PT Naga Intan (yang berkas perkaranya dilakukan penuntutan secara terpisah) dan Adi Lumakso selaku Koordinator Tim Pengadaan Tanah untuk PT PLN Pikitring Sumbagsel tahun 2007, pada waktu antara tanggal 1 2.Hasil Prariset di Pengadilan Negeri Tanjungkarang,Tgl 5-02-2013.

4 Pebruari 2007 sampai dengan tanggal 07 Nopember 2007 atau setidak-tidaknya pada waktu antara bulan Januari - sampai dengan bulan Desember 2007, bertempat di Kantor Bupati Kabupaten Lampung Selatan Jalan Indra Bangsawan No 1 Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Hotel Sheraton Jalan Wolter Monginsidi No 175 Bandar Lampung, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, penyalahgunaan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Setidak-tidaknya pada suatu tempat yang berdasarkan Pasal 5 jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 1, Pasal 3 angka (5), jo Pasal 4 Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 022/KMA/SK/ II/2011 tanggal 07 Februari 2011 tentang Pengoperasian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang, masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, melakukan atau turut serta melakukan, telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, secara melawan hukumyaitu tidak melakukan Inventarisasi/pengukuran ulang terhadap luas tanah milik PT Naga Intan yang haknya akan dilepaskan, tidak menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan milik PT Naga Intan dan harga transaksi pasaran

5 tanah yang berada disekitar lokasi untuk menentukan harga besaran ganti rugi serta memerintahkan anggota panitia pengadaan tanah membuat berita acara pengadaan tanah, berita acara pembayaran dan berita acara pelepasan hak terlebih dahulu sebelum pembayaran dilakukan, yang bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Akibat perbuatan terdakwa yang mengakibatkan kerugian negara sebesar kurang lebih RP.16.830.000.000,- (enam belas milyar delapan ratus tiga puluh juta rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar Rp 2.480.000.000,- (dua milyar empat ratus delapan puluh juta rupiah) sesuai dengan perhitungan kerugian negara dari Ahli pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dengan surat Nomor : 648/S/XVIII.BPL/12/2012 tanggal 16 Agustus 2012. Perbuatan yang di lakukan terdakwa Wendy Melfa, SH. MH. Tersebut telah di ajukan ke pengadilan dengan tuntutan telah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dengan Nomor putusan 22 / PID.TPK / 2012 / PN.TK sebagaimana di atur dan di ancam pidana Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah di rubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6 Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di artikan penyertaan dalam Tindak Pidana, Dipidan sebagai pelaku Tindak Pidana.Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. 3 Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan 4 {empat} tahun penjara dan denda sebesar Rp 200.000.000 {Dua ratus juta rupiah} terhadap Terdakwa Wendi Melfa sesuai dengan perbuatan yang telah di lakukannya telah merugikan Negara sebesar Rp 16.830.000.000 (Enam belas milyar delapan ratus tiga puluh juta rupiah). Tujuan panetapan putusan hakim berupa pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi atau penyelewengan wewenang jabatan adalah agar dapat menjamin terwujudnya penyelenggaraan keuangan Negara yang bersih dan berwibawa sehingga azas efisien, efektifitas dan akuntabilitasdalam pengelolaan keuangan Negara dapat terwujud secara nyata. Pemidanaan terhadap pejabat daerah yang melakukan penyalahgunaan wewenang jabatan dan penyelewengan keuangan negara juga sangat penting untuk menjamin adanya penegakan hukum yang sama kepada semua pihak demi terwujudnya keadilan hukum di dalam masyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menganalisa dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan Judul : Analisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Putusan Pengdilan Negeri No. 22 / PID.TPK / 2012 / PN.TK). 3.Pasal 55 ayat (1) KUHP.

7 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : a) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana korupsi No. 22 /PID.TPK / 2012/ PN.TK? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi Nomor No. 22 / PID.TPK / 2012 / PN.TK? 2. Ruang Lingkup Berdasarkan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian penulisan skripsi ini adalah: a. Ruang lingkup dalam skripsi ini adalah kajian substansi hukum pelaksanaan pidana,khususnya yang bekaitan dengan tindak pidana koropsi b. Ruang lingkup penelitian iniadalah pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk menetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana korupsi Nomor 22 /PID.TPK / 2012/ PN.TK. b. Untuk mengetahui Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi Nomor 22 / PID.TPK / 2012/ PN.TK. 2. Kegunaan Penelitian a) Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian skripsi ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dalam pengkajian Ilmu hukum,khususnya mengenai Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi di kabupaten Lampung Selatandidasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah di rubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi b) Kegunaan Praktis Kegunaan penulisan skripsi ini selain untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan masyarakat dan penulis sendiri, serta di harapkan penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbanganpemikiran kepada penegak hukum dalam menangani perkara Tindak Pidana Korupsi.

9 D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang di maksud dengan kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang di jadikan dasar untuk mengdakan identifikasi terhadapdimensi-dimensi sosial yang di anggap relevan oleh peneliti (soejono soekanto, 1986 :125). 4 Kata teoritis adalah adjectiva dari kata teori. Teori adalah anggapan yang teruji kebenaranmya, atau pendapat/cara/aturan untuk melakukan sesuatu,atau asas/hukum umum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan, atau keterangan mengenai suatu peristiwa/kejadian. Pertimbangan Hakim atau pengadilan adalah gebonden vrijheid, kebebasan terikat/terbatas karena di beri batas oleh Undang-undang yang berlaku dalam batas terntu. Hakim memiliki kebebasan dalam menetapkan dan menentukan batas dan jenis pidana (strafsoort), ukuran pidana atau berat ringannya pidana (srafmaat),cara pelaksanaan pidana (straf modus) dan kebebasan untuk menentukan hukum (rechtvinding). Secara asumtif peranan hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam pasal 28 Undang-undang nomor 4 Tahun 2004 Jo. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan 4. Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas IndonesiaPress, Jakarta 1995, Hal 124-125.

10 Kehakiman yang menyatakan Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. 5 Pembahasan permasalahan dalam skripsiini di dasarkan padapertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dan proses pekerjaannya aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah hakim dan jaksadalam melaksanakan putusan pengadilan terhadapsuatu tindak pidana. Pengertian pertanggungjawaban pidana, yaitu di teruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, secarasubjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat dalam Undang-undang untuk di kenai pidana atas perbuatannya itu. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana terdiri dari tiga (3) syarat, yaitu: a) Kemampuan bertanngungjawab atau dapat di pertanggungjawabkan dari si pembuat pidana. b) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat pidana. c) Adanya perbuatan melawan hukum yaitiu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya, yaitu: Disengajadan sikap kurang hati-hati atau lalai. 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman

11 Pengertian dari putusan pengadilan, yaitu pernyataan hakim yang di ucapkan dalasm sidang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebes maupun lepas dari segala tuntutan dalam hal serta menurut cara yang di atur oleh perundangundangan. 6 Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan terjadinya suatu tindak criminal yang menyebabkan orang tersebutmenanggpidana atas perbuatannya, dimana prbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan nilai-nilai moral masyarakat, norma hukum dan perundangundangan yang berlaku. 7 Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atu perekonomian negara, atau setiap orang menguntungkan diri sendiri atu orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ( Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Hakim mempunyai kebebasan sepenuhnyauntuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnyasuatu pidana hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum dan pidana yang di atur dalam Undang-undang 6. Pasal 1 Butir 11 KUHAP. 7. Kartini Kartono, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2001, Hal 127

12 untuk tiap-tiap pidana (Sudarto, 1986:78). 8 Maka dengan berlakunya KUHAP peranan hakim dalam menciptakan keputusan-keputusan yang tepat dipertanggung jawabkan. Berarti masalah pemidanaan sepenuhnya merupakan kekuasaan dari hakim. Hakim dalam melaksanakan tugasnya menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus mempertimbangkan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : Pasal 183 menentukan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 184 menentukan: (1) Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. 8. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Cet 4. Alumni, Bandung, 1986, Hal 74.

13 2. Konseptual Kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang brkaitan dengan istilah (Soejono Soekanto, 1986 : 32). 9 Dalam koseptual ini penilis menguaraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini di tujukan untuk memberikan kesatuan pahaman yaitu : a. Analisis adalah suatu proses berfikir manusia tentang suatu kejadian atau peristiwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau pristiwa tersebut. 10 b. Pertanggungjawaban Pidana adalah penderitaan yang sengaja di bebankan kepadaorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat dalam Undang-undang pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. 11 c. Pelaku adalah Menurut Hukum Pidana pelaku dapat diartikan sebagai mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan. 12 d. Subjek tindak pidana korupsi yaitu setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999). 13 9. Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, universitas Indonesia Press, Jakarta, 1995, Hal 32, 10. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, Hal 37. 11.Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, Hal 11. 12. Pasal 55 KUHP.

14 e. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang melakukan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001). 14 f. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di ucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yaitu dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh perundang-undangan. 15 F. Sistematika Penaulisan Untuk mempermudah dan memahami penulisan secara keseluruhan maka sistematika penulisan di susun sebagai berikut: 1. PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah dari penulisan skripsi, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan koseptualdan di akhiri dengan sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab tinjauan pustaka sebagai pengantar dalam memahami pengertian umum tentang pokok-pokok bahasan yang merupakan tinjauan yang bersifat 13.Pasal ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 Sebagai Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999. 14. Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 15. Pasal 1 Butir 11 KUHAP.

15 teoritis yang nantinya akan di pergunakan sebagai penunjang pembahasan yang akan di lakukan dan bahan studi bandingan teori dan praktek. III. METODE PENELITIAN Bab ini memuat metode penelitian yang meliputi langkah-langkah yang di ambil dalam penelitian ini adalah pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.