KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA. Ir. Ernywati Badaruddin, MP Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

dokumen-dokumen yang mirip
BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

IV. METODE PENELITIAN

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

KONSERVASI SATWA LIAR

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan

III. METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PERANAN KONSERVASI TRADISIONAL TERHADAP KERAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA DESA DI KECAMATAN LEITIMUR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

DAFTAR PUSTAKA. Heyne K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

Transkripsi:

KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT Plawangan Turgo as a Natural Tourism Park in one of the preservation area of birds in Yogyakarta. Research about birds was conducted in this area with two sample plots (Plot 5 and Plot 7). T he objectives of this research were to know diversity of birdsv and the habitat condition by knowing the trees which are used by birds. Line transect was used for birds observation and inventory of trees species for the birds habitat. Results of the research showed that in the area of the research was found 48 species that were include on 22 families. The research area consist of Natural Forest (Plot 5) and Plantation Forest (Plot 7). In Natural Forest (Plot 5) was found 21 families that consisted of 44 species of birds and 26 species of trees, while in Plantation Forest (Plot 7) 17 families and 22 species of birds and 12 species of trees. Keywords: diversity, habitat, bird Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi. Keadaan geografis, wilayah yang luas, ekosistem, dan letak negara Indonesia, menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Sujatnika, 1995). Negara Indonesia kaya akan satwa burung dan menduduki peringkat keempat negara yang kaya jenis satwa burung, serta menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah jenis satwa burung endemik. Tercatat ada 1.539 jenis satwa burung di Indonesia atau 17% dari seluruh jenis satwa burung di dunia, dan dari jumlah tersebut, terdapat 381 jenis yang merupakan jenis endemik Indonesia (Sujatnika, 1995). Satwa burung mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, selain memiliki nilai keindahan, juga berperanan penting membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji, serta sebagai pengatur (pengontrol) ekosistem. Satwa burung berfungsi sebagai predator bagi hama dan penyakit (Alikodra, 1980). Satwa burung perlu dipertahankan karena bila terjadi kepunahan pada satu jenis maka akan terjadi ketidakseimbangan lingkungan. Sehubungan dengan ini, satwa burung perlu dilindungi kelestariannya agar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh manusia untuk kesejahteraan, dengan tetap memperhatikan upaya konservasi. Salah satu upaya konservasi yang telah ditempuh adalah melalui penetapan suatu kawasan menjadi kawasan pelestarian alam seperti Taman Wisata Alam. Taman Wisata Alam berfungsi sebagai kawasan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan dapat dikembangkan sebagai wahana untuk keparawisataan dan rekreasi. Kebijaksanaan pemerintah dalam menempatkan sektor kepariwisataan sebagai salah satu prioritas pembangunan menciptakan iklim yang sangat baik. Pengembangan objek wisata alam dan daya tariknya ditunjang oleh kekhasan objek, seperti memiliki jenis-jenis burung yang khas. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keanekaragaman hayati maupun non hayati yang tinggi. Sehubungan dengan potensi yang ada, maka di daerah ini terdapat beberapa objek wisata alam yang tersebar mulai dari daerah pe-

28 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 gunungan di bagian Utara hingga pantai di bagian Selatan. Salah satu objek wisata alam pegunungan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah, Taman Wisata Alam Plawangan Turgo yang terletak di kawasan wisata Kaliurang dengan luas 117,50 Ha. Dasar Hukum Penunjukan, berdasarkan pada SK. Menteri Pertanian no.357/ Kpts/Um/8/1975, tanggal 20 Agustus 1975 dan, penetapannya pada tahun 1989 berdasarkan pada SK. Menteri Kehutanan no.758/kpts-ii/1989, tanggal 18 Desember 1989. Penunjukan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo yang diperuntukkan sebagai tempat rekreasi dan pendukung kehidupan ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Taman Wisata Alam Plawangan Turgo sebagai tempat rekreasi akan menimbulkan berbagai pengaruh, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diperoleh adalah menambah devisa bagi negara, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat sekitar kawasan tersebut. Frekuensi dan jumlah pengunjung yang datang dibandingkan dengan luas kawasan akan berpengaruh negatif terhadap keberadaan satwa burung yang melakukan berbagai aktivitas hariannya. Melihat latar belakang yang ada, maka dilakukan suatu penelitian mengenai kekayaan jenis satwa burung di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo di Yogyakarta. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Mengetahui keragaman jenis satwa burung yang menggunakan Taman Wisata sebagai habitat. 2. Mengetahui kondisi habitat dengan melihat jenis pohon yang digunakan oleh satwa burung sebagai habitatnya. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi dan masukan bagi instansi terkait untuk mengetahui kekayaan jenis satwa burung yang ada di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo. Data ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan untuk mengantisipasi jenis-jenis burung yang sudah mengalami penurunan populasi, dapat diperkecil. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah keragaman satwa burung dan vegetasi yang terdapat di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Peta Thematik kawasan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo - Kompas - Teropong Binoculair - Kamera - Meter - Buku panduan pengenalan burung-burung di Jawa dan Bali. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo. Lokasi penelitian berada di Petak 7 (hutan tanaman) yang merupakan Hutan Wisata dan di Petak 5 (hutan alam) yang merupakan Cagar Alam. Penelitian dilaksanakan selama1 bulan Penataan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan metoda jalur/transek, untuk pengamatan satwa burung dan menginventarisir jenis pohon yang membentuk hutan dalam kawasan tersebut. Pembuatan transek dibuat secara sistematis dengan arah Utara Selatan sesuai dengan topografi dari area penelitian yaitu mulai dari landai sampai berbukit. Lebar jalur/transek untuk inventarisasi jenis pohon adalah 20 M, sedangkan untuk pengamatan satwa burung adalah 50 M. Luas area penelitian di petak 7 adalah 69,50 Ha. Intensitas sampling yang dipakai pada area ini adalah 25%, sehingga didapati 7 jalur dan 173 plot. Petak 7 merupakan hutan tanaman dan didominasi oleh jenis Altingia exelsa, Pinus merkusii dan Schima wallichii. Luas area penelitian di petak 5 adalah 21,6 Ha dan intensitas sampling yang digunakan adalah 25%, sehingga terdapat 5 jalur dan 54 plot. Petak 5 adalah kawasan hutan alam yang didominasi oleh jenis Agathis damara, Erythrina lithosperma, Ficus variegata dan Castanopsis argentea. Keragaman Dan Habitat Satwa Burung Di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo Yogyakarta

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 29 Metoda Pengambilan Data Metoda pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan terhadap satwa burung yang dilakukan sepanjang hari yaitu mulai dari pagi jam 05.30 9.30 WIB, dan sore hari dari jam 14.00 18.00 WIB. Waktu pengamatan ini, disesuaikan dengan waktu aktif dari satwa burung. Data yang dicatat adalah jenis-jenis satwa burung dan jumlahnya yang ditemukan secara langsung di jalur pengamatan. Data yang diperlukan di dalam analisa jenis pohon adalah jenis pohon, dan keadaan biologis seperti berbunga atau berbuah. Metoda Analisis Data Perbedaan keanekaragaman jenis satwa burung diketahui dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon dan Weaver, sebagai berikut : H = indeks keanekaragaman jenis burung. pi = Ni/N. Ni = jumlah burung jenis ke i. N = jumlah total individu semua jenis burung. Hubungan antara keragaman jenis burung dengan kerapatan vegetasi dari beberapa jenis pohon yang digunakan sebagai habitat untuk mencari makan, bermain (bertengger) dan tidur dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut : Y = keragaman jenis burung. X = kerapatan vegetasi dari beberapa jenis pohon yang digunakan satwa burung untuk habitat. A dan b = koefisien regresi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keragaman Jenis Satwa Burung Keragaman jenis satwa burung di lokasi penelitian diperoleh dengan menghitung indeks keragaman jenis, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks keanekaragaman jenis dari satwa burung di lokasi penelitian. H = indeks keanekaragaman jenis. Keragaman jenis satwa burung yang tinggi terdapat di Petak 5 karena satwa burung lebih menyukai areal ini sebagai habitatnya. Hal ini disebabkan karena : (a) vegetasi yang ada pada lokasi ini adalah vegetasi hutan alam. (b). Letaknya agak jauh dari terminal tempat pengunjung wisata, sehingga satwa burung memilih tempat ini sebagai habitatnya untuk melakukan aktivitas harian tanpa ada gangguan dari manusia. (c). Keragaman vegetasi pada lokasi ini sangat mendukung satwa burung untuk melakukan aktivitas hariannya karena, sebagian besar dari vegetasi yang ada digunakan sebagai sumber pakan dan tempat untuk bermain (bertengger) serta tempat untuk tidur. (d). Kerapatan vegetasi cukup tinggi untuk dijadikan sebagai habitat terutama untuk tempat berlindung (cover) yang merupakan komponen habitat utama bagi satwaliar. Keragaman jenis terendah terdapat di Petak 7 karena : (a). Vegetasi yang ada di daerah ini adalah vegetasi hutan tanaman. (b). Lokasi ini terletak dekat terminal pengunjung wisata sehingga, pada lokasi ini terdapat aktivitas manusia setiap hari seperti, pengunjung wisata, penebangan kayu (pohon) yang sudah kering untuk kayu bakar, dan pengambilan rumput untuk makanan ternak. Dengan adanya kegiatan tersebut di dalam hutan maka, aktivitas satwa burung akan terganggu sehingga pada lokasi ini, hanya terlihat beberapa jenis satwa burung saja yang melakukan aktivitasnya. Jenis-jenis

30 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 yang ada pada lokasi ini adalah jenis burung yang tingkat sosialisasinya tinggi seperti, gagak kampung, tekukur, kedasi, kepodang, kutilang, srigunting hitam, burung cabe, dan gelatik batu. (c). Keragaman vegetasi yang ada pada lokasi ini sangat rendah, sehingga aktivitas harian dari satwa burung hanya dilakukan pada saat kegiatan bermain (bertengger) saja. (d). Kerapatan vegetasi pada lokasi ini cukup tinggi tetapi, sebagian besar vegetasi tersebut tidak digunakan sebagai habitat dari satwa burung hanya digunakan untuk tempat bermain (bertengger) saja. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap satwa burung di lokasi Petak 5 dan Petak 7 ditemukan 5 jenis yang sudah dilindungi, yaitu : bututut (Megalaima corvine), cekakak gunung/jawa (Halcyon cyanoventris), elang hitam (Ictinactus malayensis), elang Jawa (Spizaetus bartelsi), dan madu gunung (Aethopyga eximia). Hasil pengamatan satwa burung di kedua lokasi penelitian, ditemukan 48 jenis yang dikelompokan dalam 22 famili. Petak 5 memiliki 44 jenis dari 21 famili dan Petak 7 memiliki 22 jenis dari 17 famili yang secara jelas dapat dilihat pada Tabel 2. Habitat Satwa Burung Berdasarkan hasil pengamatan, pohon Tabel 2. Jenis satwa burung yang ditemukan di kedua lokasi penelitian. Keragaman Dan Habitat Satwa Burung Di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo Yogyakarta

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 31 yang sering digunakan sebagai tempat untuk bermain (bertengger), mencari makan, dan istirahat tidur adalah, Pinus merkusii, Erythrina lithosperma, Albizzia falcataria, Altingia exelsa, Schima wallichii, Cassia javanica, Cinchona pubeschens, Agathis damara, Castanopsis argentea, dan Ficus variegata. Untuk lebih jelasnya tentang aktivitas harian dari satwa burung yang berhubungan dengan jenis pohon, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penggunaan beberapa jenis pohon menurut aktivitas harian dari satwa burung di lokasi penelitian. *** = sering digunakan. * = jarang digunakan. ** = sedang digunakan. - = tidak digunakan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa pohon yang digunakan sebagai habitat untuk mencari makan oleh satwa burung adalah, jenis Erythrina lithosperma, Cinchona pubeschens, dan Ficus variegata karena, pada saat penelitian jenis E. lithosperma dan jenis C. pubeschens sedang berbunga. Sedangkan jenis F. variegata sedang berbuah. Jenis-jenis satwa burung yang terlihat pada jenis pohon E. lithosperma dan C. pubeschens adalah, srigunting kecil, perenjak daun, cekakak gunung, kacamata biasa, kutilang, jalak suren, betet, gagak hutan, kedasi, srigunting hitam, kipasan gunung, perenjak kuning, madu gunung, gelatik batu, sepah gunung, walet sapi, sikatan belang, bututut, bultok dan kepodang hitam. Sedangkan untuk pohon F. variegata ditemukan jenis-jenis burung seperti, jalak suren, bututut, bultok, gagak hutan, gagak kampung, tekukur, kepodang hitam, dan geri besar. Berdasarkan jenis makanan pada satwa burung, maka MackKinnon (1990) membuat klasifikasi jenis pakan yaitu, pemakan segala (omnivorus), pemakan biji (granivorus), pemakan serangga (insectivorus), pemakan nectar (nectarivorus), pemakan daging (carnivorus), dan pemakan tumbuhan (herbivorus). Jenis-jenis satwa burung yang terlihat di pohon E.lithosperma dan pohon C. pubeschens termasuk di dalam jenis omnivorus, herbivorus, insectivorus, nectarivorus, dan jenis satwa burung yang terdapat di pohon F. variegata termasuk didalam jenis omnivorus. Jenis yang dominan didalam menggunakan ke tiga jenis pohon di atas sebagai sumber pakan bagi mereka adalah, jenis satwa burung pemakan segala/omnivorus. Hal ini karena jenis omnivorus dapat memakan berbagai jenis makanan dan juga jenis ini dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya, dibandingkan dengan jenis insectivorus, nectarivorus, dan herbivorus yang mempunyai makanan yang terbatas. Menurut Alikodra (1990) bahwa, beberapa jenis satwaliar memakan berbagai macam sumber makanan tetapi ada organisme yang mempunyai jenis makanan yang terbatas. Organisme yang makanannya beraneka ragam akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Hasil analisis statistik untuk menguji hubungan antara keragaman satwa burung dengan kerapatan (jumlah) untuk pohon E. lithosperma, C. pubeschens, dan F. variegata, diperoleh persamaan regresi untuk pohon Erythrina lithosperma adalah, Y = 35,22 + 3,93x dengan koefisien korelasi (r) = 0,84 dan beda nyata pada taraf 0.01, pohon Cinchona pubeschens diperoleh persamaan regresi, Y = 39,35 + 3,56x dengan koefisien korelasi (r) = 0,70 dan beda nyata pada taraf 1 %, pohon Ficus variegata diperoleh persamaan regresi, Y = 51,3 + 6,8x dengan koefisien korelasi (r) = 0,51 dan beda nyata pada taraf 5 %. Koefisien korelasi dari ketiga jenis pohon ini menunjukan hasil yang positif, sehingga menandakan bahwa makin banyak pohon E. lithosperma, C. pubeschens, dan pohon F. variegata di dalam hutan maka, makin meningkat keragaman jenis satwa burung. Hal ini disebabkan karena ketiga jenis pohon diatas merupakan sumber pakan bagi jenis satwa burung pemakan segala (omnivorus), jenis herbivorus, jenis nectarivorus dan jenis insectivorus. Secara umum dari intensitas perjumpaan jenis burung pada keseluruhan lokasi penelitian, dijumpai keragaman jenis burung pemakan se-

32 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 gala dan jenis burung pemakan serangga lebih tinggi dari keragaman jenis burung lainnya. Hal ini disebabkan karena, pada lokasi/daerah penelitian ketersediaan sumber makanan bagi kedua jenis burung tersebut cukup tinggi, terutama pada lokasi di Petak 5. Jenis pohon yang digunakan satwa burung untuk tempat bermain/bertengger dan istirahat tidur adalah, pohon Albizzia falcataria, Altingia exelsa, Cassia javanica, Agathis damara, dan Castanopsis argentea. Dari hasil analisis statistik, diperoleh persamaan regresi untuk pohon Castanopsis argentea adalah, Y = 33,56 + 5,78x dengan koefisien korelasi (r) = 0,86 dan beda nyata pada taraf 1%, pohon A. damara didapati persamaan regresi, Y = 33,35 + 4,18x dengan r = 0,85 dan beda nyata pada taraf 1%, pohon A. falcataria diperoleh persamaan regresi, Y = 46,95 + 7,27x dengan r = 0,77 dan beda nyata pada taraf 1%, persamaan regresi untuk pohon Cassia javanica adalah, Y = 49,56 + 16x dengan r = 0,69 dan beda nyata pada taraf 1%, dan pohon Altingia exelsa diperoleh persamaan regresi, Y = 38,88 0,7x dimana r = 0,69 dan beda nyata pada taraf 5%. Hasil pengamatan jenis satwa burung dengan jenis pakan, tercantum pada Tabel 4. Koefisien korelasi dari jenis pohon C. argentea, A. damara, A. falcataria, A. exelsa, dan C. javanica menunjukan hasil yang positif artinya, makin banyak jenis-jenis ini didalam hutan maka makin meningkat keragaman satwa burung didalam hutan. Ini disebabkan karena pohon-pohon tersebut baik sekali digunakan oleh satwa burung sebagai cover/pelindung. Menurut Alikodra (1990) bahwa, vegetasi merupakan faktor yang sangat penting bagi satwaliar untuk tempat berlindung/sebagai cover karena, untuk menjamin berlangsungnya berbagai kegiatan, dan untuk mempertahankan kehidupannya, diperlukan pelindung/cover. Kehadiran pelindung sangat diperlukan dan peranannya sangat penting bagi proses kelestarian suatu populasi. Setiap jenis satwa liar memerlukan pelindung yang berbeda-beda, walaupun ada beberapa yang tumpang tindih. Umumnya, cover berfungsi sebagai tempat hidup dan berkembang biak tetapi, cover bisa juga berfungsi sebagai tempat bersembunyi atau berlindung dari bahaya seperti, serangan predator, pemburu, hujan dan sebagainya. Per- Tabel 4. Jenis-jenis burung dengan jenis pakan di lokasi penelitian. bedaan kondisi habitat satwa burung di lokasi penelitian, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan kondisi habitat satwa burung di lokasi penelitian. H = Indeks Keragaman Jenis. Pada Tabel 5, terlihat keragaman jenis pohon dan keragaman jenis burung yang tinggi terdapat di Petak 5 dan di Petak 7 terlihat sangat rendah. Hal ini disebabkan karena, area Petak 7 Keragaman Dan Habitat Satwa Burung Di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo Yogyakarta

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 33 adalah area hutan wisata dengan vegetasi hutan tanaman yang merupakan hutan produksi dengan fungsi utama adalah menghasilkan kayu untuk kebutuhan masyarakat disekitar hutan. Dengan demikian, jenis-jenis yang ditanam adalah jenis-jenis tertentu saja yang dapat menghasilkan kayu sehingga, jenis yang ada di Petak 7 tentu sedikit bila dibandingkan dengan jenis yang ada di Petak 5. Hasil inventarisasi terlihat bahwa penyebaran individu dari tiap jenis pohon tidak merata yaitu, ada yang dominan dan ada yang jarang. Hal ini yang menyebabkan keragaman jenis pohon pada area di petak 7 sangat rendah. Menurut Deshmukh (1992) bahwa, keragaman akan tinggi jika, populasi-populasi itu satu dengan yang lain sama dalam kelimpahannya dan bukan beberapa sangat dominan sedangkan yang lain sangat jarang. Lokasi petak 7 merupakan tempat wisata dan pengambilan kayu bakar bagi masyarakat disekitar hutan. Kegiatan ini akan mengganggu aktivitas dari satwa burung karena, adanya suara/bunyi yang disebabkan oleh penebangan kayu dan manusia sehingga satwa burung yang ada di petak 7 adalah burung yang tingkat sosialisasinya tinggi yaitu, bisa melakukan aktivitas bersama dengan adanya manusia. Dengan demikian, akan mempengaruhi keragaman jenis burung. Selain itu, area ini memiliki jenis pohon yang bukan untuk jenis pakan bagi satwa burung kecuali, jenis Erythrina lithosperma yang sedang berbunga. Makanan merupakan faktor utama bagi kehidupan satwa burung untuk mendapatkan energi agar bisa melakukan aktivitas hariannya. Untuk itu, lokasi petak 7 memiliki satwa burung dengan keragaman yang sangat rendah karena, pada lokasi ini sumber pakan yang tersedia bagi satwa burung sangat rendah. Petak 5 memiliki keragaman jenis burung dan jenis pohon yang tinggi karena lokasi ini termasuk didalam kawasan Cagar Alam dimana vegetasi yang terdapat di area ini adalah vegetasi hutan alam yang terdiri dari berbagai jenis vegetasi. Penyebaran dari tiap jenis pohon di lokasi ini adalah secara merata artinya, tidak ada jenis yang dominan dan tidak ada jenis yang jarang. Hal inilah yang membuat keragaman jenis pohon tinggi di lokasi ini. Dengan adanya keragaman jenis pohon yang tinggi maka, ketersediaan sumber pakan bagi satwa burung cukup tinggi sehingga, menyebabkan beraneka macam satwa burung yang datang untuk mencari makan dan mengakibatkan keragaman jenis satwa burung yang tinggi. Selain itu, pada lokasi ini terdapat stratifikasi tajuk hutan yang beragam dimana pada setiap lapisan tajuk hutan terdapat jenis burung yang berbeda sehingga akan menghasilkan keragaman jenis burung yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Alikodra (1990) menyatakan bahwa, suatu masyarakat satwa liar dapat dibedakan menurut perbedaan lapisan tajuk hutan. Hutan terdiri dari stratum semak belukar, stratum diantara semak belukar dengan pohon, dan stratum tajuk hutan. Vegetasi Berdasarkan hasil inventarisasi, jenis pohon yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 29 jenis dengan perincian di Petak 7 ada 12 jenis dan di Petak 5 ada 27 jenis. Hasil inventarisasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Kekayaan jenis vegatasi yang rendah pada Petak 7 disebabkan karena areal ini merupakan hutan tanaman dalam pengembangan kawasan wisata, sedangkan areal Petak 5 merupakan kawasan hutan alam. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Keragaman jenis satwa burung yang terdapat di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo, ditemukan 48 jenis satwa burung yang digolongkan dalam 22 famili. Pada Petak 5 (Hutan Alam) terdapat 44 jenis satwa burung dari 22 famili dan pada Petak 7 (Hutan Tanaman) terdapat 22 jenis satwa burung yang berasal dari 17 famili. 2. Pohon Erythrina lithosperma, Cinchona pubeschens, Albizzia falcataria, Cassia javanica, Agathis damara, Ficus variegata, Altingia exelsa, dan Castanopsis argentea merupakan jenis vegetasi yang digunakan oleh satwa burung sebagai habitat didalam melakukan aktivitas hariannya.

34 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 Tabel 6. Jenis-jenis Pohon yang Terdapat di Lokasi Penelitian. 3. Pohon Ficus variegata, Cinchona pubeschens dan Erythrina lithosperma merupakan jenis vegetasi yang digunakan oleh satwa burung sebagai sumber pakan. 4. Satwa burung yang dominan di Taman Wisata berdasarkan jenis makanannya adalah jenis omnivorus dan insektivorus. 5. Jenis satwa burung yang sudah dilindungi di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo adalah Magalaima corvine, Halcyon cyanoventris, Ictinactus malayensis, Spizaetus bartelsi, dan Aethopyga eximia. Saran 1. Taman Wisata Alam Plawangan Turgo memiliki keanekaragaman jenis satwa burung yang tinggi, maka perlu membatasi pengunjung untuk tidak memasuki lokasi yang merupakan tempat aktivitas satwa burung yang peka terhadap kehadiran manusia. 2. Pengambilan kayu bakar dan rumput untuk pakan ternak sebaiknya dilakukan pada lokasi yang bukan merupakan tempat aktivitas dari satwa burung, terutama pada saat musim berkembang biak. 3. Sebaiknya dibuat zonasi dengan penempatan batas (pagar) yang jelas antara Lokasi Taman Wisata Alam Plawangan Turgo dengan areal sekitarnya untuk lebih mudah dalam mengawasi pengunjung yang masuk. Keragaman Dan Habitat Satwa Burung Di Taman Wisata Alam Plawangan Turgo Yogyakarta

Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 35 DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1980. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.. 1990. Pengelolaan Satwaliar. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. Anonymous, 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Jakarta. Brower, J.E. dan Zar, J.H. 1984. Field and Laboratory Methods For General Ecology. Second Edition. Wm. C. Brown Publishers Dubuque. Iowa. Deshmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika (terjemahan : Kuswata Kartawinata dan Sarkat Danimiharja). Edisi Pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta. Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit IPB. Bogor. MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Burung-burung di Jawa dan Bali. (terjemahan : Sukianto Lusli dan Yeni Aryadi Mulyani). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. McNaughton, J. dan Larry, L.W. 1998. Ekologi Umum. (terjemahan : Sunaryo Pringgoseputro dan B. Sringandono). Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. (terjemahan : Ir. Tjahjono Samingan, MSc). Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Resoedarmo, S.K. 1987. Pengantar Ekologi. Remaja Karya. Jakarta. Soerianegara, I. Dan Indrawan, A. 1977. Ekologi Hutan Indonesia. IPB. Bogor. Sujatnika, et al., 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia. PHPA - Birdlife International Indonesia Programme. Jakarta.