KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO. Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3

dokumen-dokumen yang mirip
KEMAMPUAN MENULIS TEKS NARASI TENTANG PENGALAMAN LIBUR SEKOLAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BERMANI ILIR KABUPATEN KEPAHIANG

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

FILM PENDEK SEBAGAI MEDIA UNTUK MENINGKATKAN PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN ORANG LAIN DI KELAS X-4 SMAN 02 BATU

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 35 PADANG MENULIS KEMBALI DONGENG YANG DIPERDENGARKAN E- JURNAL ILMIAH NUZUL FITRIA NIM.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII DENGAN MENERAPKAN METODE BELANJA KATA DI SMPN SATU ATAP PENGAMPON

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 SUTERA ARTIKEL ILMIAH

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMPN 1 UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK TAHUN PELAJARAN 2011/2012

HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMBACA APRESIATIF DENGAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA PEMBANGUNAN LABOLATORIUM UNP

HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMAHAMI TEKS CERITA PENDEK DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA SEMEN PADANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SUGESTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 SIJUNJUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH SMP KABUPATEN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2014/2015

KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU. Oleh

THE STUDENTS ABILITY IN WRITING SCRIPT AT THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP NEGERI 36 PEKANBARU.

KISI-KISI SOAL. Tahun Pelajaran : 2014/ Menentukan persamaan isi berita.

Keterampilan Menulis Naskah Drama Berdasarkan Novel Populer Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan ARTIKEL ILMIAH

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI TEKNIK BERMAIN DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN TEKNIK KERANGKA TULISAN DAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 15 PADANG

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

ANALISIS KEMAHIRAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TANJUNGPINANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULISKAN KEMBALI CERITA YANG PERNAH DIBACA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 01 TUREN DENGAN MEDIA KOMIK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan.

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERSERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 SIJUNJUNG ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun

I. PENDAHULUAN. semakin modern, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas serta kreativitas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi. 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara

ABSTRACT. Kata kunci: membaca, membaca apresiatif cerpen, menulis teks cerpen

BAB I PENDAHULUN. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

HUBUNGAN PENGUASAAN DIKSI DENGAN KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 15 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari (Dalman, 2015: 1). Dengan bahasa itulah manusia dapat

KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK OLEH SISWA KELAS IXB SMP NEGERI 7 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

KONTRIBUSI PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 IV NAGARI BAYANG UTARA KABUPATEN PESISIR SELATAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Ayunda Riska Puspita 1 Heri Suwignyo 2 Karkono 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK COPY THE MASTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SUNGAI TARAB E- JURNAL ILMIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yakni,

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DI SMPN 19 PADANG

KONTRIBUSI KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERPEN TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS XI SMAN 16 PADANG

Nuraini 1) 1) Staf Pengajar SMP Negeri 1 Kebonagung Kabupaten Demak

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 SIJUNJUNG DENGAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA JURNAL ILMIAH

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

2014 PENERAPAN METODE MENULIS BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK CERPEN DENGAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 18 PADANG ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lebih terfokus. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain.

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS IIIB MI ALMAARIF 03 LANGLANG SINGOSARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA LAGU DAERAH SUMBAWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMAN 1 SEKONGKANG

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

HUBUNGAN MINAT BACA FIKSI DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS CERITA MORAL/FABEL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SIJUNJUNG

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia sastra, selain tema, plot, amanat, latar, ataupun gaya bahasa, penokohan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

PENERAPAN MEDIA PHOTO STORY

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA LAGU PADA SISWA KELAS VIIIB SMP NEGERI 1 NGUTER, SUKOHARJO

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN BULAK 1 BENDO MAGETAN. Cerianing Putri Pratiwi 1

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya penguasaan yang menggunakan bahasa lisan, sementara

Ririn Budi U. K. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen... Halaman Volume 1, No. 2, September 2016

SILABUS. Nama Sekolah : SMA Negeri 3 Medan Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : XII / 1 Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

Transkripsi:

KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang E-mail: Ayukuning11@gmail.com ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis cerita berbahasa Jawa pada aspek gaya bahasa, latar, alur, tokoh, dan tema. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif. Data penelitian berupa skor hasil menulis cerita berbahasa Jawa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo belum mampu dalam menulis cerita berbahasa Jawa. Kata kunci: kemampuan menulis, cerita berbahasa Jawa, pembelajaran bahasa Jawa ABSTRACT: This research aims to description the students ability in writing story in Javanese. In this case, it focuses on the language style, setting, plot, and theme. This research used descriptive quantitatif approach. The data was taken by assesing the 9th grade students of SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo result of writing the story in Javanese. The result of this research showes that those students are not capable enough to write the story in Javanese. Keyword: ability to write, Java-language story, Javanese learning Kemampuan menulis sangat penting bagi kehidupan manusia. Kemampuan menulis sering menjadi bahan pembicaraan umum, bahkan menjadi bahan kajian oleh para ahli, khususnya ahli bahasa, di zaman modern ini. Seseorang yang mampu menulis, dapat memanfaatkan kemampuannya untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui tulisan. Menggunakan tulisan, mereka dapat mengungkapkan berbagai pikiran, perasaan, dan kemauan kepada orang lain tanpa harus berhadapan secara langsung (Nurchasanah dan Widodo, 1993:5). Menggunakan tulisan, orang lain dapat berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran mereka, selain itu menulis juga dapat digunakan untuk merekam atau mencatat sebuah kejadian. Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing (Utomo, Sumiyati, & Suwandi, 1997:1). Salah satu rumusan Standar Kompetensi dalam Standar Isi kurikulum pelajaran muatan lokal bahasa Jawa SMP kelas IX pada kemampuan 1) Ayuningtiastutik adalah mahasiswa Sastra Indonesia Program Studi S1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2) Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 3) Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 1

berbahasa pada aspek menulis adalah mengungkapkan pikiran, perasaan dan gagasan dalam bentuk prosa dan puisi. Di dalam SKL juga dikemukakan beberapa kompetensi yang berhubungan dengan menulis, yaitu melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan, surat dinas, petunjuk, rangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan baris, resensi, karangan, karya lmiah sederhana, pidato, surat pembaca, berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, drama, dan cerpen. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih salah satu pembelajaran menulis yaitu menulis cerita. Ada dua penelitian tentang pengajaran menulis. Pertama, dilakukan oleh Laksono (2010) dengan judul Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Siswa Kelas X SMAN 1 Nganjuk. Kedua, berjudul Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA NU Ma Arif Pandaan dengan Menggunakan Pengalaman Pribadi oleh Panglipur (2010). Persamaan penelitian Laksono (2010) dan Panglipur (2010) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti aspek menulis. Perbedaan penelitian Laksono (2010) dan Panglipur (2010) dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, pada penelitian pertama dan kedua, hasil kemampuan menulis dikhususkan pada penulisan paragraf eksposisi dan penulisan cerpen, sedangkan pada penelitian ini dikhususkan pada cerita berbahasa Jawa dan sampel yang digunakan bukan siswa kelas X SMA melainkan siswa kelas IX SMP. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan menulis cerita berbahasa Jawa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo dari segi penggunaan gaya bahasa, penggarapan latar, kelogisan alur, penggambaran tokoh, dan pengembangan tema. METODE Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif. Penelitian ini menggambarkan kemampuan siswa kelas IX SMP dalam menulis cerita berbahasa Jawa. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil karangan siswa dalam menulis cerita berbahasa Jawa. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa tes dan rubrik penilaian. Kriteria penilaian dalam instrumen berupa pedoman penilaian, yaitu (1) kemampuan dalam segi gaya bahasa, (2) kemampuan dalam menggarap latar cerita, (3) kemampuan dalam kelogisan alur yang digunakan, (4) kemampuan menggambarkan tokoh, dan (5) kemampuan dalam mengembangkan tema. Kriteria penilaian tersebut berdasarkan pada aspek-aspek yang dinilai dengan rentang skor. Pengumpulan data menggunakan teknik tes. Wujud data penelitian ini berupa data verbal tentang kemampuan menulis cerita berbahasa Jawa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo yang diperoleh dari pendeskripsian skor hasil menulis siswa. Pada teknik analisis data terdapat beberapa persiapan yang harus dilakukan, yaitu (1) persiapan, mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi/siswa, mengecek kelengkapan data, mengecek macam isian data, (2) tabulasi, memberikan skor serta mengubah jenis data, dan (3) penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian, mengolah data sesuai dengan aturan pendekatan penelitian yang digunakan. 2

HASIL Hasil penelitian yang dipaparkan meliputi: (1) kemampuan menggunakan gaya bahasa, (2) kemampuan menggarap latar, (3) kemampuan menentukan alur yang logis, (4) kemampuan menggambarkan tokoh, dan (5) kemampuan mengembangkan tema. Kemampuan menggunakan gaya bahasa. Persentase kualifikasi kemampuan menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan kualifikasi sangat tinggi dalam menggunakan gaya bahasa dalam menulis cerita berbahasa Jawa (cerkak) adalah sebanyak 15 siswa (41,7%). Sebanyak 17 siswa (47,2%) mendapatkan kualifikasi tinggi dan sisanya sebanyak 2 siswa (5,5%) mendapatkan kualifikasi rendah. Berdasarkan frekuensi siswa yang mendapatkan kualifikasi sangat tinggi sebesar 15 siswa (41,7%) maka ditentukan bahwa kemampuan penggunaan gaya bahasa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo belum mampu. Kemampuan menggarap latar. Persentase kualifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 9 siswa (25%) berkualifikasi sangat tinggi. Siswa yang mendapat kualifikasi tinggi sebanyak 14 siswa (38,9%) dan siswa yang berkualifikasi rendah untuk kemampuan penggarapan latar sebanyak 13 siswa (36,1%). Berdasarkan frekuensi kemampuan penggarapan latar siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo dikatakan belum mampu. Kemampuan menentukan alur yang logis. Persentase kualifikasi menunjukkan kemampuan siswa dalam segi kelogisan alur untuk kemampuan menulis cerita dengan menggunakan bahasa Jawa adalah mendapatkan kualifikasi sangat tinggi sebanyak 9 siswa (25%) dari 36 subjek penelitian. Sebanyak 14 siswa (38,9%) mendapat kualifikasi tinggi dan sebanyak 13 siswa (36,1%) berkualifikasi rendah. Berdasarkan frekuensi kualifikasi disimpulkan bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi belum mampu dalam menulis cerita berbahasa Jawa dari segi kelogisan alur. Kemampuan menggambarkan tokoh. Persentase kualifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 5 siswa (13,9%) mendapat kualifikasi sangat tinggi, 29 siswa (80,5%) mendapatkan kualifikasi tinggi, dan sisanya sebanyak 2 siswa (5,5%) mendapat kualifikasi rendah. Berdasarkan frekuensi kualifikasi disimpulkan bahwa kemampuan penggambaran tokoh siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo dikatakan belum mampu. Kemampuan mengembangkan tema. Persentase kualifikasi menunjukkan siswa yang mendapat kualifikasi sangat tinggi untuk aspek pengembangan tema sebanyak 28 siswa (77,8%) dari 36 subjek penelitian, sedangkan sisanya sebanyak 7 siswa (19,4%) berkualifikasi tinggi dan 1 siswa (2,8%) berkualifikasi rendah. Berdasarkan kualifikasi dan frekuensi tersebut maka disimpulkan bahwa siswa SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo mampu dalam mengembangkan tema pada tes menulis cerita berbahasa Jawa. PEMBAHASAN Kemampuan Penggunaan Gaya Bahasa dalam Menulis Cerita Berbahasa Jawa Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo belum mampu dalam menggunakan gaya bahasa. 3

Walaupun ada siswa yang berkualifikasi lebih tinggi, siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo tidak dapat dikatakan mampu karena jumlah siswa yang mencapai SKM tidak ada 75%. Hal ini juga karena SKM yang ditentukan oleh sekolah terlalu tinggi yaitu 85, jika dibandingkan dengan SKM sekolah lain siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi mungkin dapat dikatakan mampu. Keraf (2010:129) menjelaskan bahwa gaya bahasa memiliki bermacammacam fungsi: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa dibedakan atas dua macam kelompok yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Selain itu Sumardjo dan Saini (1988:92) mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Seperti yang dikatakan oleh Aminuddin (1987:72) bahwa gaya bahasa mengandung pengertian cara seseorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Berdasarkan temuan hasil analisis cerita siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo dalam penggunaan gaya bahasa masih kurang. Gaya bahasa yang digunakan siswa IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo umumnya kurang bervariasi. Beberapa ada yang menggunakan majas dalam cerita yang dibuat. Beberapa gaya bahasa yang digunakan misalnya personifikasi dan hiperbola. Lingkungan di sekolah maupun di rumah masih menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Apalagi menurut guru bahasa daerah di sekolah tersebut banyak siswa yang bahasa ibunya bukan bahasa Jawa melainkan bahasa Indonesia. Dari 52,8% siswa yang berkategori kurang dalam menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa masih belum dapat menimbulkan imajinasi di benak pembaca. Ketidakbervariasian gaya bahasa ini dikarenakan siswa kurang memiliki banyak kosa kata dalam bahasa Jawa. Porsi penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah lebih banyak di bandingkan penggunaan bahasa Jawa. Kemampuan Penggarapan Latar dalam Menulis Cerita Berbahasa Jawa Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo tidak mampu dalam menggarap latar. Hal tersebut dapat dibuktikan dari persentase ketercapaian siswa. Siswa yang berkategori sangat tinggi sebanyak 9 siswa (25%), siswa yang berkualifikasi tinggi sebanyak 14 siswa (38,9%), dan sisanya sebanyak 13 siswa (36,1%) berkualifikasi rendah. Walaupun perbandingan antara siswa berkualifikasi rendah dengan yang berkualifikasi tinggi lebih besar yang berkualifikasi tinggi, siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo tidak dapat dikatakan mampu karena belum mencapai SKM yang telah ditentukan. Latar sering diartikan dengan lokasi peristiwa dalam sebuah cerita. Menurut Tarigan (1986:158) latar tidak terbatas pada lokasi fisik sesuatu karya sastra, latar juga dapat mencakup lingkungan manusia. Sementara itu Aminuddin (1987:71) juga menyebutkan bahwa setting tertentu meliputi (1) tempat, (2) waktu, (3) peristiwa, dan (4) benda-benda. Berdasarkan temuan hasil analisis cerita siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi dalam penggarapan latar masih kurang. Latar yang digunakan siswa IX 4

SMP Negeri 1 Candi jarang sekali memasukkan waktu, suasana, atau benda-benda sebagai latar dalam cerita yang dibuat. Umumnya yang sering sekali dijadikan latar adalah latar tempat. Jika ada latar waktu dan tempat, latar tersebut masih belum terlihat jelas masih sekedar disebutkan saja. Tidak ada keterangan yang mendukung latar tersebut, seperti keadaan saat ditempat itu atau pada waktu sebuah peristiwa terjadi. Ada yang cukup baik dalam menggunakan latar cerita, menggunakan latar tempat, waktu dan suasana. Namun jumlah yang terbilang baik ini sedikit. Latar seharusnya tidak berfokus pada latar tempat saja. Sumardjo dan Saini (1988:74) mengatakan bahwa setting dalam fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Kemampuan Menentukan Kelogisan Alur dalam Menulis Cerita Berbahasa Jawa Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo dalam menulis cerita dari aspek kelogisan alur dikatakan kurang mampu. Hal ini dibuktikan dengan besarnya persentase kategori kurang dibandingkan siswa yang termasuk dalam kategori baik. Siswa yang termasuk dalam kualifikasi sangat tinggi sebanyak 10 siswa (27,8%), siswa yang berkualifikasi tinggi sebanyak 24 siswa (66,7%), dan sisanya sebanyak 2 siswa (5,5%) berkualifikasi rendah. Ini karena SKM berada dalam kualifikasi sangat tinggi, maka walaupun jumlah siswa yang berkualifikasi tinggi banyak, siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo tidak dapat dikatakan mampu. Setiap fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu pertengahan, menuju suatu akhir; atau dengan istilah lain dari suatu eksposisi melalui komplikasi menuju resolusi (Tarigan, 1986:138). Pengertian alur dalam cerpen umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa yang menjalin suatu peristiwa sehingga menjadi suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). Siswa dikatakan belum mampu karena dalam cerita tahapan alur yang digunakan masih belum lengkap dan tidak ada unsur kejutan pada cerita tersebut. Alur yang logis memiliki tahapan-tahapan, meskipun tahapan itu tidak runtut. loban (dalam Aminuddin, 1987:85) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot dimulai dari (1) situasi awal, (2) pengembangan cerita, dan diakhiri dengan (3) klimaks. Situasi awal yang dimaksud Loban disini ialah tahap perkenalan. Diteruskan dengan pengembangan cerita, yaitu intirk-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik berada dalam kadar nasibnya sendiri-sendiri. Siswa SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo sebenarnya sudah memahami alur dengan baik, ini terlihat pada tulisan mereka. Dalam hasil tulisan siswa selalu ada tahapan-tahapan alur, mulai dari perkenalan hingga penyelesaian. Hanya saja siswa-siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo ini kebanyakan ingin segera menyelesaikan cerita yang ditulis, sehingga penyelesaian cerita terlihat kurang baik dan kurang ada kejutan bagi pembaca. Hal ini mungkin karena pelajaran menulis cerita berbahasa Jawa baru diterima di kelas IX SMP. 5

Kemampuan Menggambarkan Tokoh dalam Menulis Cerita Berbahasa Jawa Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo tidak mampu dalam menggambarkan tokoh. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya persentase siswa yang termasuk dalam kategori sangat tinggi masih terbilang kurang dibandingkan yang berkualifikasi rendah dan tinggi. Siswa yang termasuk dalam kualifikasi sangat tinggi sebanyak 5 siswa (13,9%), siswa yang berkualifikasi tinggi sebanyak 29 siswa (80,5%), dan sisanya sebanyak 2 siswa (5,5%) berkualifikasi rendah. Banyaknya siswa yang berkualifikasi tinggi tidak dapat mempengaruhi pengukuran kemampuan karena belum mencapai SKM yang ditentukan. Aminuddin (1987:79) mengatakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam sebuah cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:165) tokoh adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari hasil tes menulis yang dikerjakan oleh siswa SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo, beberapa ada yang menunjukan bahwa siswa tersebut mampu menggambarkan tokoh dalam ceritanya. Sebenarnya siswa sudah mampu menggambarkan tokoh yang melahirkan peristiwa dalam cerita dan tokoh yang memiliki watak, namun penggambaran yang dilakukan belum maksimal. Watak tokoh masih terlihat buram. Ini disebabkan siswa masih kurang pengetahuan dalam menggambarkan dan memunculkan tokoh dalam cerita. Boulton mengatakan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu berbagai macam (dalam Aminuddin, 1987:79). Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupn pelaku yang egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam menggambarkan tokoh siswa kelas IX SMP 1 Negeri Candi Sidoarjo masih belum mampu. Ini karena siswa sekedar menggambarkan tokoh dengan keterangan watak. Padahal watak tokoh bisa digambarkan dengan cara tokoh itu berdialog atau dengan gambaran tingkah laku tokoh. Kekurangan ini karena siswa tidak banyak referensi cerita berbahasa Jawa, sehingga siswa tidak mampu menggambarkan tokoh dengan media bahasa Jawa. Kemampuan Mengembangkan Tema dalam Menulis Cerita Berbahasa Jawa Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo mampu dalam mengembangkan tema. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya persentase siswa yang termasuk dalam kategori sangat tinggi memiliki jumlah paling banyak. Siswa yang termasuk dalam kualifikasi sangat tinggi sebanyak 28 siswa (77,8%), siswa yang berkualifikasi tinggi sebanyak 7 siswa (19,4%), dan sisanya sebanyak 1 siswa (2,8%) berkualifikasi rendah. Sumardjo dan Saini (1988:56) menjelaskan bahwa tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menuliskan ceritanya bukan sekedar ingin bercerita, tetapi ingin mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang dikatakannya itu 6

bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Sejalan dengan Sumardjo dan Saini, Aminuddin (1987:91) mengungkapkan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Siswa SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo sudah mampu mengembangkan tema dalam menulis cerita dengan menggunakan bahasa jawa, khususnya kelas IX. Aminuddin (1987:92) mengatakan bahwa keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Hal ini menegaskan bahwa pengembangan tema merupakan ide cerita yang memepengaruhi rangkaian cerita, yaitu tema selalu tergambar dalam tahapantahapan cerita (awal, konflik, klimaks). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian, dapat ditarik lima kesimpulan sebagai berikut. Pertama, kemampuan menggunakan gaya bahasa dalam menulis cerita berbahasa Jawa menunjukkan bahwa siswa belum mampu menulis cerita berbahasa Jawa. Siswa yang berkategori sangat tinggi sebanyak 15 siswa (41,7%), sebanyak 17 siswa (47,2%) berkualifikasi tinggi, dan sisanya 2 siswa (5,5%) berkualifikasi rendah. Penilaian ini didasarkan pada gaya bahasa membentuk gambaran dibenak pembaca dan kata yang digunakan membentuk perincian karakter. Kedua, kemampuan menggarap latar dalam menulis cerita berbahasa Jawa menunjukkan bahwa siswa kelas IX SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo belum mampu menulis cerita dengan menggunakan bahasa Jawa. Siswa yang berkualifikasi sangat tinggi sebanyak 9 siswa (25%), 14 siswa (38,9%) berkualifikasi tinggi, dan sisanya 13 siswa (36,1%) berkualifikasi rendah. Penilaian ini didasarkan pada kerealistisan, penggambaran tempat, waktu dan suasana. Ketiga, kemampuan menentukan alur yang logis dalam menulis cerita berbahasa Jawa menunjukan bahwa siswa belum mampu. Siswa yang berkualifikasi sangat tinggi sebanyak 9 siswa (25%), 14 siswa (38,9%) berkualifikasi tinggi, dan sisanya 13 siswa (36,1%) berkualifikasi rendah. Keempat, kemampuan menggambarkan tokoh dalam menulis cerita berbahasa Jawa dikatakan belum mampu. Ini dibuktikan dari persentase kualifikasi kemampuan siswa. Sebanyak 5 siswa (13,9%) berkualifikasi sangat tinggi, 29 siswa (80,5%) berkualifikasi tinggi, dan 2 siswa (5,5%) berkualifikasi rendah. Penilaian ini berdasarkan indikator penilain yang mengharuskan tokoh yang digambarkan melahirkan peristiwa dalam cerita, tokoh dapat menggambarkan lingkungan sekitar dalam cerita dan setiap tokoh menggambarkan watak yang dimiliki. Kelima, kemampuan mengembangkan tema dalam menulis cerita berbahasa Jawa dikatakan mampu, karena setengah lebih bagian, sebesar 77,8% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Penilaian ini didasarkan hubungan tema yang masih berkaitan dengan isi cerita, dan masih tergambar pada tahapan cerita. 7

Saran Berdasarkan lima kesimpulan di atas, terdapat tiga saran yang ditujukan kepada (1) guru bahasa daerah, (2) kepala sekolah, dan (3) peneliti lanjutan. Pertama, kepada guru bahasa daerah. Temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merencanakan rencana atau materi pembelajaran bahasa daerah. Pembelajaran bahasa daerah khususnya pada kompetensi dasar menulis cerita akan lebih berhasil jika dikemas secara menarik dan tidak membosankan. Selain itu mata pelajaran bahasa daerah juga sangat penting sebagai sarana pelestarian bahasa Jawa. Kedua, kepada Kepala SMP Negeri 1 Candi disarankan untuk mengupayakan media dan sarana yang menunjang pembelajaran bahasa daerah terutama menulis cerita. Mengingat bahasa jawa yang digunakan siswa SMP Negeri 1 Candi masih sangat kurang dan kebanyakan dari siswa masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Kepala Sekolah dapat menyediakan media seperti buku tentang keterampilan menulis, kumpulan cerkah, atau majalah berbahasa Jawa. Ketiga, kepada peneliti selanjutnya. Temuan penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam penelitian sejenis. Peneliti selanjutnya dapat memperluas temuan dengan menambah kajian dan penemuan yang lebih akurat tentang menulis cerita berbahasa Jawa. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: YA3. Keraf, G. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Laksono, F.A. 2010. Kemampuan Menulis Pargraf Eksposisi Siswa Kelas SMAN 1 Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Nurchasanah & Widodo.1993. Keterampilan Menulis dan Pengajarannya. Malang: IKIP Malang. Nurgiyantoro, B. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Panglipur, W.R. 2010. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA NU Ma Arif Pandaan dengan Menggunakan Pengalaman Pribadi. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Sumardjo, J. & Saini K.M. 1988. Apresiasi Kasusastran. Jakarta: PT Gramedia. Tarigan, H.G. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung. Utomo, E., Sumiyati & Suwandi. 1997. Pokok-Pokok Pengertian dan Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 8