Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan Belief Matematika

dokumen-dokumen yang mirip
AlphaMath Mathematics Education, 2(2) November 2016 ABSTRACT: Keyword: Belief, Mathematical communications, Learning model PENDAHULUAN

ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATERI INTEGRAL

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Metode Two Stay Two Stray

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

Penggunaan Model Kooperatif Tipe CIRC Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

Eksperimentasi Model Pembelajaran RME, NHT, dan MPL Terhadap Hasil Belajar Siswa SMPN 3 Balikpapan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

Unnes Journal of Mathematics Education

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI WRITING TO LEARN PADA SISWA SMP 4

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TPS BERBASIS RME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT DI SMP

MODEL LEARNING CYCLE 5E SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

Ramadhani. Universitas Muslim Nusantara Al-Wasliyah Medan Abstrak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN TTW

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

Pengaruh Model Pembelajaran TAI terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN CONNETED MATHEMATICS PROJECT (CMP)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Abstract

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MODEL RECIPROCAL TEACHING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VISUALIZATION AUDITORY KINESTHETIC (VAK)TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTS AL-I ANAH KOSAMBI

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BELIEFS SISWA PADA PEMBELAJARAN OPEN-ENDED DAN KONVENSIONAL

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STATISTIK PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving),

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2012

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER)

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI SISWA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penerapan Model Missouri Mathematics Project terhadap Kemampuan Komunikasi. matematika siswa SMK Dwi Sejahtera Pekanbaru.

EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN SELF CONFIDENCE MATEMATIS SISWA ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MODEL POLYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Formulate Share Listen Create (FSLC) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATHEMATICAL PROBLEM POSING SISWA SMA

P-34 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

PERBANDINGAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA YANG MENDAPATKAN METODE PEMBELAJARAN PSI DENGAN KONVENSIONAL

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA. Oleh :

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF CONFIDENCE

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENGARUH METODE MIND MAPPING DAN KETRAMPILAN PROSES TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

STRATEGI FORMULATE SHARE LISTEN CREATE UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MATHEMATICAL PROBLEM POSING SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN. Arisan Candra Nainggolan

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

IMPLEMENTASI STRATEGI THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP 1 KARAWANG TIMUR

Respon Mahasiswa terhadap Desain Perkuliahan Geometri yang Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

P - 64 KEMAMPUAN SPASIAL SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DENGAN MEDIA GEOGEBRA

Aisyah Nasution. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Gunung Leuser Kutacane

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

IMPLEMENTASI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MTS KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Transkripsi:

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan Belief Matematika Lely Lailatus Syarifah Muhammad Arie Firmansyah PM - 60 (FKIP, Universitas Muhammadiyah Tangerang) lelysyarifah@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran learning cycle dan model pembelajaran langsung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan menggunakan desain faktorial 2 x 2 treatment by level. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes komunikasi matematis dan angket belief matematika. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas delapan (VIII) Sekolah Menengah Pertama (SMPN) di Kota Tangerang pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sampel diambil dalam penelitian ini dengan teknik multistage random sampling. Teknik analisis menggunakan two way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran learning cycle menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung, 2) Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran langsung dan model pembelajaran learning cycle dengan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, 3) Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi, 4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah. Dengan demikian, yang menjadi saran atas hasil penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran learning cycle berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada siswa yang memiliki belief matematika tinggi. Kata Kunci: Belief, Komunikasi Matematis, Model Pembelajaran I. PENDAHULUAN Kegiatan proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang bernilai edukatif dengan kesan humanis. Nilai demikianlah yang dibutuhkan dalam mewarnai interaksi yang terjadi antara siswa dengan lingkungan belajarnya, khususnya dengan pendidik dan antar sesama siswa beserta seluruh perangkat belajarnya. Harapan sekaligus kerisauan setiap pendidik adalah bagaimana materi pelajaran yang disampaikan dapat dipahami secara tuntas atau diamalkan bahkan siswa dapat lebih lanjut mengembangkannya. Mewujudkan hal ini tidak hanya dapat dengan menerapkan kurikulum, bentuk penilaian, model, metode, pendekatan, atau alat bantu mengajar terhadap semua siswa, akan tetapi pendidik perlu mengedepankan nilai karsa dan rasa (belief dan rasa tanggung jawab), [1] fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan. Siswa perlu belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi untuk ranah praktis sangat kuat, teliti, dan tidak menggamangkan. Oleh karena itu perlulah siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya malalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Belajar matematika bagi siswa juga MP 399

ISBN. 978-602-73403-1-2 merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian tersebut. Siswa harus diberi pengertian bahwa matematika adalah ilmu yang selalu mencari kebenaran, lalu kemudian mengkomunikasikan ide gagasannya, dimana siswa bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima setelah ditemukan temuan-temuan atau pengetahuan-pengetahuan baru yang mengoreksi konsep sebelumnya. Bila sudah begini gagasan kontemporer inilah yang menjadikan siswa bukan sekadar obyek dalam proses belajar mengajar, tetapi juga memposisikannya sebagai subyek aktif, dua peran ini seperti dua raga dalam satu jiwa yang saling melengkapi, bukan malah bertentangan. Maka dari itu dibutuhkannya suatu model pembelajaran yang menjamin gagasan ini tumbuh sesuai dengan niat awal yang berlandaskan karakter tanggung jawab. Sanjaya [2] menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan di dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematikanya dan mengeksplorasi ide-ide matematika. Oleh karena itu siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Hal ini berarti pendidik harus berkompeten untuk mendorong siswa agar mampu berkomunikasi dengan melihat aspek model pembelajaran dan belief siswa. Baroody [3] menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di lingkungan sekolah. Pertama, mathematics as language, dimana matematika tidak hanya sekadar alat bantu berpikir, alat bantu menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, matematika merupakan alat pengukur untuk merubah macam-macam pemikiran dengan jelas, benar, dan singkat. Kedua mathematics learning as social activity, dimana matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antara siswa dengan pendidik. Aspek ini merupakan bagian penting untuk menumbuhkan potensi matematika siswa. Ini menggambarkan bahwa sebegitu bermaknanya kemampuan matematika dalam membangun konsep sosial dan pemahaman matematika yang sekaligus menumbuhkan kemampuan soft skills pada siswa dan pendidik. komunikasi matematislah yang dapat menolong pendidik memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengkoneksikan pemahaman konsep mereka dalam proses belajar matematika, begitupun selaras dengan ini, siswa mampu memahami setiap pengetahuan yang di berikan oleh pendidik, apalagi pedidik dalam kegiatan ini adalah sebagai fasilitator, keadaan ini akan menjadi inheren ketika aspek humanis (belief) yang selaras dengan proses belajar dimainkan perannya secara tepat. Gagasan ini sederhana, tetapi konsepnya kokoh dan sejalan dengan (National Council of Teacher of Mathematics) NCTM [4], bahwa dalam matematika kemampuan komunikasi merupakan kekuatan fundamental yang harus dimiliki pelaku dan atau pengguna matematika dalam proses belajar mengajar matematika. Belief matematika memiliki pengaruh yang penting bagi perilaku manusia. Belief exert a powerful influence on students evaluation of their own ability, on their willingness to engage in mathematical tasks [5], belief merupakan suatu kekuatan yang berpengaruh dalam evaluasi siswa untuk mengukur kemampuan yang mereka miliki, misalnya dalam tugas matematika, dan pada pokok masalah matematika. belief have strong relationship to both affective and cognitive processes that are important in mathematics education [6]. Hal ini berarti bahwa keyakinan, sikap, dan nilai tampaknya terhubung secara logis, maksudnya adalah belief matematika merupakan suatu kesatuan dengan sikap dan nilai. Pada kenyataannya siswa masih memiliki hambatan dalam membangun kemampuan komunikasi. Kasus ini sudah kerap kali di temukan dalam proses pembelajaran, dimana siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika oleh karena faktor dalam diri siswa tersebut (belief), yang mengakibatkan kesulitan dalam mengomunikasikan ide gagasannya. Bergerak dari permasalahan ini, peran pendidik sebagai fasilitator yang berkompeten (menguasai ranah psikologis dan kognitif) akan sangat berperan. Keadaan ini diharapkan mampu mendorong terjadinya proses belajar secara optimal sehingga siswa dapat belajar secara aktif. Agar pembelajaran matematika dapat berjalan secara optimal, maka pendidik perlu memberikan tugas matematik yang tepat, mendorong berlangsungnya belajar bermakna (meaningful learning), mengatur diskursus atau percakapan (discourse), dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif [7]. Usaha perbaikan proses pembelajaran, sebaiknya melalui upaya pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran yang diduga dapat memperbaiki kualitas proses serta kemampuan komunikasi matematis adalah model pembelajaran MP 400

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 learning cycle. Model pembelajaran learning cycle banyak diterapkan karena efektifitasnya dievaluasi melalui metode penilaian yang berguna untuk mengungkapkan integritas konsep dalam pikiran siswa, pada model pembelajaran learning cycle terdapat 5 fase pembelajaran, yaitu engage, explore, explain, expand, dan elaborate_[8]. Model pembelajaran learning cycle dianggap akan mungkin lebih membaik, ketika memilih alternatif solusi terhadap kerisauan dan masalah yang telah di tunjukkan sebelumnya adalah dengan menerapkan pembelajaran menggunakan model learning cycle, karena pembelajaran model ini lebih menarik dan menantang, dimana siswa diberikan tanggung jawab untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri, mengemukakan pendapat maupun ide-idenya, dan dapat belajar dengan aktif mandiri yang berlandaskan karakter tanggung jawab. Dalam setiap langkah pembelajarannya pun model pembelajaran learning cycle mencerminkan adanya interaksi baik antara siswa dengan guru, maupun interaksi antar siswa. Terutama pada tahapan explanation yaitu siswa mengomunikasikan hasil pengamatan dan pemahamannya. Berdasarkan pokok-pokok latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung? 1. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa? 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah? Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran model learning cycle terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari belief matematika pada siswa kelas VIII SMPN Kota Tangerang. Belief matematika dikelompokkan kedalam siswa yang memiliki belief matematika tinggi dan belief matematika rendah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung. 2. Pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. 3. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi. 4. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan pembelajaran model learning cycle dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan bagi kajian teoritis khususnya yang berkaitan dengan perlakuan model pembelajaran learning cycle dan model pembelajaran langsung, dalam komunikasi matematis dan belief matematika. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Teknik analisis data yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2 treatment by level. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan dua perlakuan yaitu model pembelajaran learning cycle pada kelas eksperimen 1 dan model pembelajaran langsung pada kelas eksperimen 2. Untuk menetapkan kelompok yang memiliki belief matematika tinggi dan belief matematika rendah, berdasarkan hasil tes belief matematika, skor yang diperoleh diurutkan dari skor tertinggi ke skor terendah. Waktu penelitian secara garis besar terbagi dalam tiga tahap, yaitu: 1) Tahap perencanaan meliputi pendahuluan, penyusunan proposal penelitian, pembuatan instrument penelitian, dan rancangan pelaksanaan pembelajaran, 2) tahap pelaksanaan dilakukan dengan member perlakuan berbeda kepada keduan kelompok yaitu kelompok eksperimen 1 memperoleh pembelajaran dengan model learning cycle, sedangkan kelompok eksperimen 2 memperoleh model pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Masing-masing kelompok diberikan tes belief matematika yang kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang MP 401

ISBN. 978-602-73403-1-2 meliputi uji coba instrumen, proses eksperimen, dan mengumpulkan data. Akhir pembelajaran dilakukan pengambilan data terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dengan instrumen yang telah disediakan pada tahap perencanaan, 3) Tahap penyelesaian meliputi proses analisis data terhadap nilai kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan dengan beberapa tahap antara lain melakukan prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Kemudian dilakukan uji terhadap hipotesis penelitian. Pengambilan atau penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik multistage random sampling yaitu dengan mengumpulkan nama-nama SMPN di kota Tangerang kemudian melakukan purposive random sampling. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua instrumen, variabel terikat yaitu kemampuan komunikasi matematis digunakan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis berupa uraian. Sedangkan pada variabel atribut yaitu belief matematika, menggunakan instrumen non tes, yaitu angket belief matematika dalam bentuk rating scale dengan 5 pilihan jawaban. Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji hipotesis penelitian teknik Analisis Varians (ANAVA) dua jalur. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian yang digunakan untuk analisis berupa data hasil kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran learning cycle (MLC) dan model pembelajaran langsung (MPL). Berdasarkan analisis deskriptif terhadap data penelitian, diperoleh data yang disajikan kedalam beberapa kelompok yaitu data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran learning cycle (A1), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran langsung (A2), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang memiliki belief tinggi (B1), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang memiliki belief rendah (B2), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran learning cycle dan memiliki kemampuan belief matematika tinggi (A1B1), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran langsung dan memiliki belief matematika tinggi (A2B1), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran learning cycle dan memiliki belief matematika rendah (A1B2), data kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran langsung dan memiliki belief matematika rendah (A2B2). Berdasarkan hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan terhadap kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle pada siswa yang memiliki belief matematika tinggi (A1B1) sebanyak 20 orang, diperoleh jangkauan skor 39 dengan skor tertinggi sebesar 100 dan skor terendah sebesar 61, nilai modus 94 dan mediannya 89 ukuran pemusatan datanya diperoleh rata-ratanya 86, sedangkan untuk ukuran penyebarannya diperoleh standar deviasinya 11,088 dan variansnya 122,947. hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan terhadap kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung pada siswa yang memiliki belief matematika tinggi (A2B1) sebanyak 20 orang, diperoleh jangkauan skor 44 dengan skor tertinggi sebesar 94 dan skor terendah sebesar 50, nilai modus 78 dan mediannya 75 ukuran pemusatan datanya diperoleh rata-ratanya 72,25, sedangkan untuk ukuran penyebarannya diperoleh standar deviasinya 13,898 dan variansnya 193,145. hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan terhadap kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle pada siswa yang memiliki belief matematika rendah (A1B2) sebanyak 20 orang, diperoleh jangkauan skor 56 dengan skor tertinggi sebesar 100 dan skor terendah sebesar 44, nilai modus 67 dan mediannya 69,5 ukuran pemusatan datanya diperoleh rata-ratanya 73,95 sedangkan untuk ukuran penyebarannya diperoleh standar deviasinya 15,995 dan variansnya 255,839. hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan terhadap kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung pada siswa yang memiliki belief matematika rendah (A2B2) sebanyak 20 orang, diperoleh jangkauan skor 44 dengan skor tertinggi sebesar 94 dan skor terendah sebesar 50, nilai modus 72 dan mediannya 72 ukuran pemusatan datanya diperoleh rata-ratanya 73,55, sedangkan untuk ukuran penyebarannya diperoleh standar deviasinya 12,163 dan variansnya 147,945. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara kelompok siswa yang diberikan pembelajaran model learning cycle dengan kelompok siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Penerapan model pembelajaran yang berbeda juga memberikan konsekuensi pada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu juga, perbedaan tingkat belief matematika juga memberikan konsekuensi pada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa. Perhitungan data kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model MP 402

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 learning cycle dan model pembelajaran langsung dengan menggunakan ANAVA dua jalur, hasil perhitungan ANAVA dengan berbantu SPSS 21 pada kedua kelompok data di atas menunjukkan bahwa nilai sig. = 0,021 < 0,05 pada taraf signifikansi 0,05. Hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi model learning cycle berbeda dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan komunikasi matematis siswa jika dikelompokkan berdasarkan belief matematika. Nilai rata-rata menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle sebesar 79,975 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung sebesar 72,9. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa yang saling dipengaruhi model pembelajaran dan belief matematika menimbulkan adanya pengaruh interaksi. Hal ini dapat dilihat pada faktor interaksi antara model pembelajaran dengan belief matematika diperoleh nilai sig = 0,029 < 0,05 pada taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh interaksi yang sangat signifikan antara faktor model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan kata lain, model pembelajaran dan belief matematika secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis. Secara grafik, interaksi antara model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Belief Matematika Siswa terhadap Kemampuan Komunikasi Berdasarkan Gambar 1. menunjukkan bahwa model learning cycle (MLC) sesuai untuk kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari rerata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan MLC lebih tinggi daripada MPL pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi. Gambar 1. juga mengindikasikan bahwa siswa dari kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi memperoleh manfaat paling besar dalam pembelajaran MLC jika dibandingkan dengan siswa dari kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah. Hipotesis penelitian yang ketiga untuk menguji pengaruh sederhana dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang memiliki belief matematika tinggi yang diberi pembelajaran model learning cycle lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberi pembelajaran langsung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi memiliki nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 86 pada siswa yang diajar dengan model learning cycle sedangkan rata-rata siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung sebesar 72,25. Hal ini berarti bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran learning cycle lebih tinggi daripada siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran langsung untuk siswa yang memiliki belief matematika tinggi. MP 403

ISBN. 978-602-73403-1-2 Hipotesis penelitian yang keempat untuk menguji pngaruh sederhana adalah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memiliki belief matematika rendah yang diajar dengan model learning cycle lebih rendah dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. nilai signifikansi antara kemampuan komunikasi matematis pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah sebesar 0,930. Nilai signifikansi ini lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah diterima. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah. Berdasarkan pengujian hipotesis pertama membuktikan bahwa kemampuan komunikasi matematis pada kedua kelompok yang diberi perlakuan berbeda memiliki perbedaan yang signifikan. Model pembelajaran learning cycle lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung dan hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi antara model pembelajaran dan belief matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis data baik dari analisis deskriptif maupun uji statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan kemampuan komunikasi dan belief matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran learning cycle (MLC) dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung (MPL). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran learning cycle (MLC) lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung (MPL). Temuan ini sejalan dengan kajian teori yang dikemukakan sebelumnya. Hasil analisis data menunjukkan bahwa model pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Artinya, terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa, jika siswa dikelompokkan berdasarkan model pembelajaran. Hal ini dimungkinkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dipicu oleh model learning cycle (MLC) yang dalam pelaksanaan pembelajarannya selalu memperhatikan prinsip dan karakteristik MLC. Melalui MLC, pembelajaran difokuskan pada menemukan sendiri (mengonstruk) pengetahuan siswa secara mandiri mengenai materi matematika dengan perantara masalah kontekstual yang dikemas dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Kegiatan lain dalam MLC yang tidak kalah penting adalah adanya diskusi kelompok. Dengan berdiskusi secara kelompok maka antar siswa akan saling membantu untuk memahami materi pelajaran, sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data juga menunjukkan adanya interaksi antara model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini berarti model pembelajaran dan belief matematika secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle cocok untuk diterapkan sebagai alternatif model pembelajaran matematika dalam kemampuan komunikasi matematis siswa. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa model pembelajaran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan komunikasi matematis jika diterapkan pada siswa yang memiliki belief matematika yang berbeda pula. Adanya interaksi membuktikan bahwa masing-masing pembelajaran memberi pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan komunikasi matematis jika diterapkan pada kelompok siswa yang memiliki tingkatan belief matematika yang berbeda. Analisis data di atas dapat menjelaskan bahwa dalam pemberian pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkatan belief matematika akan sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Penerapan model pembelajaran dimaksud untuk memberikan pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis. Namun, model pembelajaran dan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis memiliki efektifitas pada level yang berbeda. Kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi model learning cycle lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran langsung, begitu juga pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah, pembelajaran dengan model learning cycle memiliki nilai yang lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model pembelajaran langsung Belief merupakan titik awal, alasan siswa dalam melakukan proses matematika, semakin besar kemampuan logika yang dimiliki maka semakin besar belief yang dimiliki begitupun berlaku sebaliknya Belief matematika siswa dipengaruhi oleh individu tersebut dan lingkungannya, terutama lingkungan dalam pembelajaran matematika, Dalam situasi ini komunikasi matematis dapat berperan positif bagi perkembangan belief siswa, dimana perannya sebagai penghantar aktif siswa dalam lingkungan belajar. MP 404

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Dari hasil analisis data juga ditemukan bahwa terdapat perbedaan selisih kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran learning cycle dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung pada belief matematika tinggi dan rendah pada taraf signifikansi 0,05. Dapat disimpulkan bahwa secara umum model pembelajaran dan belief matematika memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis. Hal ini mungkin terjadi karena dipicu oleh bahan ajar yang berbasis konstruktivisme dan menuntut siswa untuk berani dan penuh keyakinan diri dalam mengerjakan LKS dan mempresentasikannya. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan bagi kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle memperoleh manfaat yang lebih besar dalam kemampuan komunikasi matematis dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi. Model learning cycle merupakan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada siswa yang memiliki belief matematika tinggi, sehingga kemampuan komunikasi matematisnya pun juga akan tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi model learning cycle lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika tinggi. Nilai rata-rata menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran model learning cycle pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah lebih tinggi daripada siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok siswa siswa yang memiliki belief matematika rendah yang diberi model learning cycle sama seperti kelompok siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Hasil penelitian membuktikan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis pada kedua kelompok. Siswa yang diberi model pembelajaran langsung hanya menjadi pendengar bagi guru yang menjelaskan materi pelajaran. Siswa cenderung mencatat apa yang dijelaskan gurunya yang terkadang tanpa disertai pemahaman mengenai materi tersebut. Hal ini ditambah dengan siswa yang memiliki belief rendah kurang termotivasi untuk bertanya dan memahami materi. Berbeda dengan kelompok pada model pembelajaran langsung, kelompok siswa yang diajar dengan model learning cycle melakukan kerjasama dan diskusi kelompok dalam memahami materi pelajaran dan memecahkan masalah yang diberikan. jadi dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diberi model learning cycle dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki belief matematika rendah. IV. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian pemberian pembelajaran model learning cycle lebih efektif jika dbandingkan dengan pembelajaran langsung dalam komunikasi matematis dan belief matematika. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa model pembelajaran dan belief matematika secara bersamasama mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis, mengimplikasikan bahwa guru dalam mengajarkan mata pelajaran matematika perlu memilih model pembelajaran yang tepat. Selain memilih model pembelajaran yang tepat, guru juga harus memperhatikan karakteristik siswa khususnya belief matematikanya. Hal ini mengimplikasikan bahwa setiap model pembelajaran ada kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oleh karena itu, perlu adanya usaha guru untuk memanfaatkan masing-masing kelebihan itu. Berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan adanya pengaruh interaksi model pembelajaran dengan belief matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis, maka guru diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan belief matematika. Hal ini juga dapat digunakan oleh guru untuk menyesuaikan penggunaan model pembelajaran pada siswa untuk melihat kemampuan komunikasi matematis dan belief matematika. Uraian-uraian di atas mengimplikasikan perlunya guru menguasai beberapa model pembelajaran dan mengenali belief matematika siswa. Hal ini akan memudahkan guru untuk menjalankan program pembelajaran terhadap siswa tersebut. Penelitian ini juga mengungkap bahwa model learning cycle lebih baik untuk kemampuan komunikasi matematis. Bagi peneliti lain hendaknya penelitian ini dapat dikombinasikan dengan berbagai jenis model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. MP 405

ISBN. 978-602-73403-1-2 DAFTAR PUSTAKA [1] E. Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA, 2003. [2] W. Sanjaya. Strategi Pembelajaran.Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2011. [3] A. Baroody. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. New York: Macmillan Publishing Company. 1993. [4] National Council of Teacher Mathematics (NCTM). Principles and Standards for School Mathematics. Reston Virginia: NCTM. 2000. [5] A. McDonough, Peter Sullivan.. Seeking insights into young children's beliefs about mathematics and learning. Educational Studies in Mathematics, Vol. 87, 2014,pp. 279-296. [6] U. Sumarmo, Dian Anggareni. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMK melalui Pendekatan Kontekstual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Bandung: Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol 2, 2013. [7] Leder, G. C., E. Pehkonen, G. Torner. Belief: A Hiden Variable in Mathematics Education?. Netherlands: Kluwer Academic Publisher, 2002. [8] I. Bilgin.dkk. The Effect of 5E Learning Cycle on Mental Ability of Elementary Students. Hatay: Journal of Baltic Science Education Vol. 12, 2013. MP 406