Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinant of Food Security and Vulnerability on Sub Optimal Area in South Sumatera Riswani 1 *) Andy Mulyana * Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya *): Tel./Faks. +628153556317 *) Corresponding author : Riswani_Johan@yahoo.co.id ABSTRAK Ketahanan pangan yang dibangun berdasarkan tiga pilar utamanya, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan, dalam pencapaiannya sampai saat ini masih menjadi permasalahan di Sumatera Selatan. Pilar ketersediaan yang identik dengan pengadaan produksi pangan cenderung tidak bermasalah pada wilayah-wilayah yang banyak memiliki lahan pangan optimal meskipun terdapatan caman konversi lahan ke aktivitas non pertanian. Pada wilayah-wilayah yang di dominasi lahan sub optimal yang dicerminkan dengan dominasi lahan lebak dan pasang surut menjadi menarik untuk diketahui kondisinya apakah lebih buruk dari wilayah yang didominasi lahan optimal berikut determinannya sehingga tertuang dalam tujuan penelitian ini. Guna mencapai tujuan yang diharapkan, metode survey dipilih peneliti untuk digunakan, yang aplikasinya melalui pengumpulan dan analisis data sekunder yang telah diolah Tim FSVA Sumsel dengan menggunakan pendekatan 9 indikator ketahanan dan kerentanan pangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada wilayah sentra beras dengan dominasi lahan sub optimal yaitu Kabupaten Banyuasin mayoritas masih didominasi oleh kecamatan dan desa dengan prioritas 2 dan 3 untuk kondisi kerentanan pangan. Wilayah dengan prioritas rentan pangannya pada prioritas 2 dan 3 dalam penilaian kondisi ketahanan dan kerawanan pangan dianggap lebih rentan terhadap kerawanan pangan dibandingkan kelompok prioritas 4-6. Artinya secara keseluruhan, berdasarkan penilaian 3 pilar utama ketahanan pangan yaitu pilar ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan, wilayah yang didominasi lahan sub optimal perlu mendapat perhatian untuk pencapaian ketahanan pangan karena cenderung masih tergolong wilayah rentan pangan pada prioritas 2 dan 3, meskipun kondisi tersebut tidak merata di seluruh desa yang ada. Kata kunci : ketahanan pangan, pangan, Kabupaten Banyuasin PENDAHULUAN Kabupaten Banyuasin adalah salah satu wilayah produsen pangan di Provinsi Sumatera Selatan yang sebaran potensi lahannya didominasi oleh jenis lahan sub optimal, yang produktifitas lahannya dalam menghasilkan komoditi lahan diduga lebih rendah dari jenis lahan optimal. Menurut BKP-Kementerian Pertanian dan WFP (2009), dalam pengukuran ketahanan pangan suatu wilayah, kemampuan menghasilkan produksi pangan merupakan salah satu factor penentu pada aspek ketersediaan pangan, yang juga memberikan andil dalam menentukan kerentanan rumah tangga tersebut terhadap kerawanan pangan. 2-1
Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, sangat penting untuk mengetahui siapa, berapa banyak, dimana mereka berada dan mengapa rumah tangga rentan terhadap kerawanan pangan dan gizi. Sejak tahun 2002, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan World Food Programme (WFP) memperkuat analisis ini melalui pengembangan peta ketahanan pangan dan gizi yang berfungsi sebagai instrumen pemetaan yang komprehensif terkait kerawanan pangan dan gizi di seluruh wilayah. Penyusunan ini digunakan untuk meningkatkan akurasi penentuan sasaran, menyediakan informasi untuk para penentu kebijakan sehingga dapat meningkatkan kualitas perencanaan dan program dalam mengurangi kerawanan pangan dan gizi. Terkait dengan kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba melakukan analisis tersebut pada wilayah produsen pangan namun didominasi lahan sub optimal yang diduga rentan terhadap kondisi rawan pangan. Analisis tersebut diwujudkan dalam dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan kondisi ketahanan dan kerentangan pangan, serta menentukan prioritas ketahanan dan kerentanan pangan pada wilayah yang dominan lahan sub optimalnya ini, berikut factor determinan yang menyebabkan wilayah ini berada prioritas ketahanan dan kerentanan pangan yang didapat. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banyuasin yang dipilih secara purposive karena wilayah ini secara topografi, 80% didominasi lahan sub optimal berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Waktu pelaksanaan dilakukan pada tahun 2014. Dalam pelaksanaannya, kajian ini menggunakan metode deskriptif analitis, dimana peneliti mengadopsi 9 indikator yang digunakan Tim FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014 untuk mendeskripsikan kondisi tiga dimensi ketahanan pangan dan gizi di wilayah lahan sub optimal di Sumatera Selatan, sekaligus menentukan determinannya. Analisis dilakukan berdasarkan ketersediaan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi yang kompeten dan dikoordinir melalui Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Selatan. Indikatorindikator yang diadopsi dari Tim FSVA Provinsi Sumatera Selatan dan digunakan untuk keperluan kajian ini terdiri dari: (1) Aspek ketersediaan pangan menggunakan indikator; rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubikayu +ubijalar, (2) Aspek akses pangan menggunakan indicator ; persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, persentase desa yg tak memiliki akses penghubung yang memadai, dan persentase rumah tangga tanpa akseslistrik, (3) Aspek pemanfaatan pangan menggunakan indikator ; angka harapan hidup pada saat lahir, persentase balita tinggi kurang (Stunting), perempuan buta huruf, persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, persentase keluarga yang tinggal di desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan. Untuk lebih mempertajam analisis kerentanan terhadap kerawanan pangan digunakan metode analisis Principal Component Analysis dan Analisis Gerombol (Cluster Analysis), satu metodologi statistik lagi juga diterapkan, yaitu Analisis Diskriminan (Discriminant Analysis). HASIL A. Kondisi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten Banyuasin Dari hasil penelitian dan analisis data sekunder yang telah dilakukan dapat dideskiripsikan kondisi ketahanan pangan dan kerentanan pangan yang diukur dari 9 indikator di wilayah Kabupaten Banyuasin yang cukup representatif untuk mewakili wilayah lahan sub optimal di Sumatera Selatan seperti yang disajikan pada tabel-tabel deskripsi berikut ini. 2-2
Tabel 1. Hasil pengukuran aspek ketersediaan pangan melalui indikator rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar per kecamatan di Kabupaten Banyuasin, 2014 No 1 Kecamatan ProduksiRera tapadi 2011-2013 ProduksiR eratajagun g 2011-2013 Produk sirerat aubika yu&ub ijalar 2011-2013 Produk si Total Sereali apokok Total Populas i (2012) Produk sibersi hsereal ia/ Kapita/ Hari (g) RasioKonsumsi Normatifterhada pproduksibersih RantauBayur 41.266,26 229,00 422,62 41.918 39.950 2.875 0,10 2 Betung 1.643,93 72,83 828,67 3.091 68.846 123 2,44 3 PulauRimau 51.886,62 832,90 239,80 52.959 39.089 3.712 0,08 4 TungkalIlir 16.336,27 1.078,06 1.503,0 5 18.917 23.666 2.190 0,14 5 Banyuasin III 4.192,19 132,04 725,37 5.496 86.821 173 1,73 6 TalangKelapa 3.609,00 606,19 1.635,6 3 5.851 125.22 3 128 2,34 7 TanjungLago 33.647,84 7.471,66 479,38 41.599 36.277 3.142 0,10 8 Banyuasin I 22.242,88 2.612,63 574,88 25.430 71.012 981 0,31 9 Rambutan 15.397,27 361,28 387,80 16.146 42.644 1.037 0,29 10 Muara Padang 39.986,09 851,65 397,32 41.235 30.248 3.735 0,08 11 MuaraSugihan 70.587,22 2.265,72 228,34 73.081 37.582 5.328 0,06 12 Makarti Jaya 36.173,37 41,88 86,38 36.302 33.359 2.981 0,10 13 Air Salek 46.135,51 300,62 586,30 47.022 29.355 4.389 0,07 14 Banyuasin II 32.500,03 128,97 231,88 32.861 145.81 6 617 0,49 15 MuaraTelang 96.748,83 593,00 787,46 98.129 53.654 5.011 0,06 RerataBanyuasin 34.156,89 1.171,89 607,66 36.002 57.569 2.428 1,00 Tabel 1 di atas menguraikan kondisi ketersediaan pangan di Kabupaten Banyuasin yang diukur dari rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung+ubikayu+ubijalar. Dari pengukuran tersebut didapata nilai rasio untuk Kabupaten Banyuasin yang merefleksikan nilai rerata dari 15 kecamatan yang diukur sebesar 1,00. Angka ini menunjukkan bahwa pada aspek ketersediaan pangan, Kabupaten Banyuasin berada pada kriteria (range) ketiga dari enam kriteria (range) pembagian range kondisi ketahanan dan kerentanan pangan dari aspek ketersediaan pangan, yang terdiri dari kelompok ketahanan sangat baik (<0,50), baik (0,50-0,75), sedang (0,75-1,00), rentan pangan rendah (1,00-1,25), rentan pangan tinggi (1,25-1,50) dan rentan pangan sangat 2-3
tinggi (>1,50). Artinya tingkat ketahanan pangan Kabupaten Banyuasin dari aspek ketersediiaan pangan berada pada kategori sedang (0,75-1,00). Tabel 2. Hasil pengukuran aspek akses pangan Kabupaten Banyuasin, 2014 No Indikator Aspek Akses Pangan Nilai Rerata (%) 1 Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan 12,37 2 Persentasedesaygtakmemilikiaksespenghubung 72,18 yang memadai 3 Persentase rumah tangga tanpa akses listrik 8,19 Hasil pengukuran kondisi ketahanan pangan dari aspek akses pangan yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin rerata berada pada kategori baik dari indikator persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, kategori rentan pangan tinggi pada indikator persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai, dan berada pada kategori ketahanan pangan sangat baik pada indikator persentase rumah tangga tanpa akses listrik. Tabel 3. Hasil pengukuran aspek pemanfaatan pangan Kabupaten Banyuasin, 2014 No Indikator Aspek Pemanfaatan Pangan Nilai indikator Rerata 1 Angka harapan hidup pada saat lahir (tahun) 69,10 2 Persentasebalitatinggikurang /Stunting (%) 39,86 3 Perempuan Buta Huruf (%) 5,16 4 Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih (%) 24,06 5 Persentase keluarga yang tinggal di desadenganjaraklebih 68,35 dari 5 km dari fasilitas kesehatan (%) Kondisi ketahanan pangan dari aspek pemanfaatan pangan yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin berada pada criteria baik untuk indicator angka harapan hidup, berada pada criteria rentan pangan untuk indikator stunting, criteria tingkat ketahanan baik untuk persentase perempuan buta huruf, berada pada criteria ketahanan pangan baik pada indicator persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih dan berada pada criteria rentan pangan tinggi untuk indicator fasilitas kesehatan. B. Faktor Determinan Penentu Prioritas Kondisi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Dari hasil perhitungan nilai komposit berdasarkan skor dari masing-masing indikator yang diperoleh dan bobot dari masing-masing indicator didapat bahwa Kabupaten Banyuasin yang diukur dari rerata nilai yang didapat dari 15 kecamatan terhadap 9 indikator ketahanan pangan berada pada prioritas 2. Interpretasi hasil analisis komposit yang diterapkan FSVA tingkat provinsi (Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian dan World Food Programme, 2009) menunjukkan bahwa wilayah yang berada pada kelompok Prioritas 1-3 dianggap lebih rentan terhadap kerawanan pangan dibandingkan kelompok Prioritas 4-6, dan Kabupaten Banyuasin yang diukur dari 9 indikator tersebut berada pada kelompok Prioritas 1-3 (Prioritas 2). 2-4
PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin sebagai wilayah yang didominasi lahan sub optimal kondisi ketahanan dan kerentanan pangannya pada aspek ketersediaan pangan berada pada kondisi sedang tingkat ketahanan pangannya, namun sudah hampir mengarah pada kondisi rentan pangan rendah karena dari hasil perhitungan terhadap indikator-indiktor yang digunakan memiliki nilai 1,00, yang berada pada kelompok range 0,75-1,00 (ketahanan pangan sedang), namun mendekati kelompok rentan pangan rendah (1,00-1,25). Artinya ketersediaan serelia di tingkat rumah tangga di wilayah ini meskipun tergolong sedang namun nyaris mendekati rentan pangan, sehingga memerlukan perhatian khusus mengingat wilayah ini adalah wilayah produsen pangan. Pada aspek akses pangan yang diukur dari 3 indikator menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin berada pada kriteria ketahanan baik dari dua indikator (persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dan persentase rumah tangga tanpa akses listrik), namun mendapat ancaman dari indikator persentase desa yg tak memiliki akses penghubung yang memadai yang kondisi menunjukkan berada pada kriteria rentan pangan tinggi. Artinya pada aspek akses pangan, wilayah ini masih bermasalah terhadap akses penghubung antar wilayah yang memadai terutama dari wilayah produsen pangan menuju wilayah konsumen pangan yang cenderung belum lancar. Kondisi ini dapat dimaklumi karena wilayah dengan dominasi lahan sub optimal memang mayoritas terdiri dari lahan lebak dan pasang surut yang sebagian besar masih mengandalkan transportasi air yang sangat dpengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Pada aspek pemanfaatan pangan yang diukur dari 5 indikator menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin cenderung berada pada kondisi ketahanan pangan baik untuk 3 indikator, namun bermasalah pada dua indiktor lainnya, yaitu persentase balita tinggi kurang /stunting dan persentase keluarga yang tinggal di desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan. Kedua indikator ini menunjukkan angka persentase yang tinggi dengan kelompok kriteria rentan pangan. Artinya dari aspek pemanfaatan pangan, wilayah ini belum berada pada kondisi baik karena masih banyak ditemui balita tinggi badan kurang (39%) dan masih bermasalah masih banyaknya jumlah persentase keluarga yang tinggal di desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (68%). Kedua permasalahan ini patut menjadi perhatian dalam pembenahan, karena dapat menyebabkan wilayah ini dari aspek pemanfaatan pangan tergolong wilayah rentan pangan. Hasil penilaian secara keseluruhan dari ketiga aspek tersebut berdasarkan bobot penilaiannya menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuasin berada kelompok Prioritas 2 yang meskipun belum termasuk wilayah rentan pangan namun sudah memasuki area terancam rentan pangan. Perbaikan terhadap indkator-indikator yang masih bermasalah karena nilainya masih berada pada kelompok rentan pangan, harus menjadi prioritas dalam pembangunan guna mengejar posisi prioritas ketahanan pangan yang masih berada pada kelompok yang rentan terhadap ancaman rawan pangan (kelompok prioritas 1-3), menjadi berada pada kelompok prioritas 4-6 yang relatif aman dari ancaman rawan pangan. Pembenahan utama yang harus dilakukan adalah pada indikator ketersediaan yang masih belum berada pada posisi aman, dan pada dua aspek lainnya yang masih lemah pada indikator yang terkait kesehatan Balita dan dukungan infrastruktur jalan dan sarana kesehatan. Namun demikian, satu hal yang harus dipahami adalah bahwa sebuah kabupaten yang diidentifikasikan sebagai relatif lebih tahan pangan (kelompok prioritas 4-6) tidak berarti semua desa-desa di dalamnya juga tahan pangan. Demikian juga, tidak semua penduduk di daerah yang termasuk sebagai kelompok Prioritas 1-3 tergolong rawan pangan. Disarankan bahwa tindak lanjut di tingkat desa dilakukan untuk lebih mengidentifikasikan daerah mana yang benar-benar rawan pangan. Untuk itu, ke depan 2-5
kajian mendalam perlu dilakukan guna mendapatkan kondisi sampai di tingkat desa agar program pembangunan ketahanan pangan yang dilakukan benar-benar tepat sasaran dan memberikan solusi sampai menyentuh tingkat pedesaan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yang menjawab pencapaian dari tujuan kajian, yaitu : 1. Kondisi ketahanan pangan Kabupaten Banyuasin yang diukur dari tiga aspek ketahanan pangan masih berada pada prioritas 2, yang tergolong pada kelompok prioritas 1-3 yang cenderung lebih rentan terhadap kondisi rawan pangan. 2. Faktordeterminan yang menjadi penentu posisi prioritas Kabupaten Banyuasin masih berada pada kelompok prioritas 2 adalah persentase desa yg tak memiliki akses penghubung yang memadai, persentase balita tinggi kurang /stunting dan persentase keluarga yang tinggal di desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan, yang ketiganya menunjukkan kondisi yang cenderung masih bermasalah. DAFTAR PUSTAKA Badan Ketahanan Pangan - Kementerian Pertanian dan World Food Programme (WFP). 2009. Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA). Badan Ketahanan Pangan - Kementerian Pertanian dan World Food Programme (WFP). 2009. Food Insecurity Atlas (FIA). Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. 2014. Sumatera Selatan dalam Angka 2010-2014. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Selatan. 2013. Neraca Bahan Makanan Badan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Sumatera Selatan (RPJMD)Tahun 2013-2018. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Selatan. 2013. Renstra Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Selatan. KementerianPertanianRepublik Indonesia. 2013. Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. 2-6