BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BUPATI KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MALANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

WALIKOTAA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUANN IZIN GANGGUAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN BULUNGAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN PEMAKAMAN

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN DAN FASILITAS UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 1 Tahun 2014 Seri: B BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2002 IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulungan Tahun 2012 2032, telah ditetapkan kawasan-kawasan tertentu yang menjadi Ruang Terbuka Hijau dan Dekorasi Kota; b. bahwa untuk membuat pedoman dalam rangka melaksanakan kewenangan dan pengelolaan taman atau ruang terbuka hijau dan dekorasi kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pertamanan dan Dekorasi Kota; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); - 1 -

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah; 5. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulungan Tahun 2012 2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2013 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 4); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUNGAN dan BUPATI BULUNGAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bulungan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom Kabupaten Bulungan. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten Bulungan. 4. Bupati adalah Bupati Bulungan. 5. Dinas adalah Dinas yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang Pertamanan. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Dinas Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan PMK. 7. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Persero, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya. 8. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat - 2 -

pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 9. Pertamanan Kota adalah hasil segala kegiatan dan atau usaha penataan ruang yang memanfaatkan unsur-unsur alam dan binaan manusia yang bertujuan menciptakan keserasian, keteduhan, keindahan, kesegaran lingkungan, kenyamanan dan pembentukan wadah kegiatan rekreasi luar ruang. 10. Dekorasi Kota adalah sarana penunjang keindahan kota yang berupa lampu Penerangan Taman dan dekorasi taman. 11. Taman Kota adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota yang mempunyai batas tertentu, ditata dengan serasi, lestari dan indah dengan menggunakan material taman, material buatan dan unsur-unsur alam untuk menjadi fasilitas sosial kota, pengaman sarana kota dan mampu menjadi areal penyerapan air. 12. Jalur Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau untuk keserasian lingkungan dengan tujuan konservasi tanah, lingkungan peresapan air, perlindungan areal khusus dan penyegaran udara yang terletak disepanjang jalan. 13. Penghijauan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kondisi lahan beserta semua kelengkapannya dengan melakukan penanaman pohon pelindung,perdu/ semak hias dan rumput/penutup tanah dalam upaya melestarikan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. 14. Pohon Pelindung adalah tanaman keras yang pertumbuhan batangnya mempunyai garis tengah minimal 10 cm, berketinggian minimal 3 m sampai tajuk daun, bercabang banyak, bertajuk lebar serta dapat memberikan naungan terhadap sinar matahari dan juga berfungsi sebagai penyerap gas berbahaya, penyimpan air tanah serta penghasil oksigen, di antaranya terdiridari Pohon Trembesi, Bungur, Tanjung, Sonokembang, Asem, Glodogan dan sejenisnya. 15. Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan. 16. Kebun Bibit adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota yang digunakan sebagai tempat penangkaran bibitpohon pelindung dan bibit tanaman hias. 17. Iklim mikro adalah keberadaaan ekosistim setempat yang mempengaruhi kelembaban dan curah hujan setempat sehingga temperature menjadi terkendali, termasuk radiasi matahari dan kecepatan angina. 18. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. - 3 -

BAB II KEDUDUKAN, DAN FUNGSI PERTAMANAN KOTA DAN DEKORASI KOTA Bagian Kesatu Pertamanan Kota Pasal 2 (1) Kedudukan Pertamanan kota merupakan sarana pemanfaatan lahan terbuka hijau guna memperindah, menjaga keasrian dan kelestarian lingkungan yang berupa: a. Taman Kota; b. Jalur Hijau; c. Hutan Kota; d. Kebun Bibit; atau e. sarana lain yang berkaitan dengan pertamanan dan keindahan kota. (2) Pertamanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk: a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika kota; b. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; c. mengurangi pencemaran dan peningkatan suhu udara di perkotaan; d. mendukung kelestarian keanekaragaman hayati dan sebagai upaya penyelamatan lahan kritis; atau e. mencukupi kebutuhan tanaman bagi Taman Kota, Jalur Hijau dan Hutan Kota. Bagian Kedua Dekorasi Kota Pasal 3 (1) Kedudukan Dekorasi Kota merupakan kelengkapan sarana kota dalam rangka memperindah kota. (2) Dekorasi Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk: a. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; b. memperindah ruang kota dan Taman Kota; atau c. mendukung ketertiban dan keamanan kota. BAB III PENGELOLAAN PERTAMANAN KOTA DAN DEKORASI KOTA Bagian Kesatu Pengelolaan Pertamanan Kota Pasal 4 (1) Pengelolaan Pertamanan Kota menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah melalui Dinas dan/atau instansi terkait mulai dari perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, pengembangan dan pengawasan serta pengendalian. (2) Dalam melaksanakan pengelolaan Pertamanan Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melalui Dinas dan/atau - 4 -

instansi terkait dapat menjalin kemitraan dengan kelembagaan, masyarakat atau pelaku pembangunan lainnya. (3) Pengelolaan Pertamanan Kota dilaksanakan berdasarkan perencanaan Tata Ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan wajib memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pasal 5 Pengelolaan Pertamanan Kota bertujuan untuk: a. mempertahankan, memelihara dan melindungi pertamanan dari kerusakan dan alih fungsi baik karena tindakan manusia; dan b. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pertamanan sebagai sarana kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Pasal 6 (1) Guna mewujudkan Pengelolaan Pertamanan Kota secara efektif dan memiliki nilai kemanfaatan yang besar, maka setiap orang atau Badan yang membangun diwajibkan menanam pohon atau tanaman di depan bangunan dalam pekarangan. (2) Jumlah pohon atau tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan keluasan kavling tanah dengan ketentuan: a. rumah tinggal: 1. jenis kavling dengan ukuran luas kurang dari 120 (seratus dua puluh) m² wajib ditanami paling sedikit 1 (satu) Pohon Pelindung dan/atau tanaman produktif dan penutup tanah/ rumput; 2. jenis Kavling dengan ukuran luas 120 (seratus dua puluh) m² sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) m² wajib ditanami paling sedikit 1 (satu) Pohon Pelindung dan/atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput; 3. jenis Kavling dengan ukuran luas 240 (dua ratus empat puluh) m² sampai dengan 500 (lima ratus) m² wajib ditanami paling sedikit 2 (dua) Pohon Pelindung dan/atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput; 4. jenis Kavling dengan ukuran luas lebih dari 500 (lima ratus) m² wajib ditanami paling sedikit 3 (tiga) Pohon Pelindung dan/atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput; atau 5. terhadap luas kavling yang tidak dimungkinkan untuk ditanami pohon Penghijauan wajib ditanami dengan sistem pot dan/atau tanaman gantung lainnya. b. setiap penghuni atau pihak yang bertanggung jawab atas rumah/bangunan atau persil yang terbangun diwajibkan untuk menghijaukan halaman/ pekarangan atau persil; c. setiap pengembang perumahan berkewajiban untuk mewujudkan taman dan Penghijauan pada lokasi Jalur Hijau sesuai dengan rencana tapak/site plan yang telah disahkan oleh Bupati; dan d. bangunan kantor, hotel, industri/ pabrik, Bangunan Perdagangan dan sejenisnya diwajibkan: - 5 -

1. untuk bangunan yang mempunyai luas tanah antara 120 m² sampai dengan 240 m² wajib ditanami paling sedikit 1 (satu) Pohon Pelindung dan atau tanaman produktif, perdu dan semak hias; 2. jenis kavling dengan ukuran luas lebih dari 240 m² wajib ditanami paling sedikit 3 (tiga) Pohon Pelindung dan atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/ rumput dengan jumlah yang cukup; 3. setiap bangunan wajib diimbangi dengan tanaman pelindung dan atau tanaman produktif, dengan jenis tanaman disesuaikan dengankondisi fisik bangunan, yang secara teknis ditentukan oleh instansi yang membidangi; dan 4. setiap jalan dalam kawasan ditanami tanaman penghijau. Pasal 7 Dalam Pengelolaan Pertamanan Kota setiap penghuni atau pihak yang bertanggung jawab atas rumah/bangunan diwajibkan: a. memelihara pohon atau tanaman dan memotong rumput sesuai batas halaman/ pekarangan rumah/bangunan secara periodik; dan b. memelihara, mengatur dan mengawasi tanamannya agar tidak mengganggu kepentingan umum. Bagian Kedua Pengelolaan Dekorasi Kota Pasal 8 Pengelolaan Dekorasi Kota bertujuan untuk: a. menjaga keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; b. mempertahankan, memelihara dan memperindah ruang kota; dan c. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Dekorasi Kota sebagai penunjang keindahan, ketertiban dan keamanan kota. Pasal 9 (1) Penataan Dekorasi Kota menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah. (2) Setiap orang atau Badan dapat mengelola Dekorasi Kota dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Daerah. (3) Syarat dan tata cara perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IV PEMANFAATAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA Bagian Kesatu Pemanfaatan Pertamanan Pasal 10 (1) Pemanfaatan Pertamanan milik Daerah merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. (2) Setiap orang dapat melakukan pemanfaatan Pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin dari Bupati. - 6 -

(3) Setiap orang dapat memotong pohon atau tanaman yang termasuk dalam kawasan Pertamanan yang secara nyata dipandang mengganggu lingkungan sekitarnya setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Bupati dan diwajibkan bagi yang bersangkutan untuk mengganti dengan bibit pohon atau tanaman. (4) Pohon atau tanaman yang secara nyata dipandang mengganggu lingkungan sekitarnya adalah pohon terletak/berada tepat didepan pintu masuk bangunan/rumah, serta kondisi pohon keropos alami dan membahayakan. (5) Ketentuan mengenai jenis dan jumlah penggantian bibit pohon atau tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pemanfaatan Dekorasi Kota Pasal 11 (1) Pemanfaatan Dekorasi Kota sepenuhnya menjadi pengawasan dan pengendalian Pemerintah Daerah. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan fisik kota, keindahan, ketertiban dan keamanan kota. Pasal 12 (1) Untuk menunjang keindahan dan mempercantik kota pada malam hari, disetiap taman atau tempat tertentu lainnya dapat dipasang lampu dekorasi. (2) Lampu Dekorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari lampu hias dan lampu taman. Pasal 13 (1) Lampu hias dapat dipasang pada Taman Kota, Hutan Kota, tiang penerangan jalan, pohon pelindung, tugu gapura batas kota dan tempat tertentu lainnya yang dipandang perlu dalam rangka memperindah dan mempercantik kota. (2) Bentuk, warna dan jenis lampu hias sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan inovasi keragaman bentuk. Pasal 14 (1) Klasifikasi pemasangaan lampu Taman Kota meliputi: a. klasifikasi I merupakan lampu taman yang berada pada lokasi Taman Kota yang letaknya strategis, berada pada lingkungan jalan protokol, dekat pusat keramaian kota; b. klasifikasi II merupakan lampu Taman Kota yang berada pada lokasi yang tidak termasuk klasifikasi I dan klasifikasi III; dan c. klasifikasi III merupakan lampu Taman Kota yang berada pada lokasi taman pinggiran kota, bukan jalan protokol dan jauh dari keramaian kota. - 7 -

(2) Ketentuan mengenai jarak tiang lampu, titik lampu dan jenis lampu Taman Kota yang dipasang pada masing-masing klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. (3) Ketentuan mengenai jenis Taman Kota yang termasuk klasifikasi I, klasifikasi II dan klasifikasi III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Perizinan Pemanfaatan Pertamanan Kota Pasal 15 (1) Setiap kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau Badan yang memanfaatkan Pertamanan harus memperoleh izin dari Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan pengendalian dan pelestarian Pertamanan Kota. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 16 Pemeliharaan lampu penerangan taman yang pemasangannya oleh perorangan, Badan dan/atau swadaya masyarakat dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Bupati BAB V LARANGAN Pasal 17 Setiap orang dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu, merusak, mengubah fungsi pertamanan. Pasal 18 (1) Setiap orang dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu estetika dan norma kesusilaan serta ketertiban umum pada lokasi pertamanan kota. (2) Mengganggu estetika dan norma kesusilaan serta ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meminum minuman beralkohol; b. berjualan; c. mencabut pohon; d. menginjak rumput; dan/atau e. kegiatan yang mengakibatkan terganggunganya fungsi pertamanan. BAB VI SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Pertamanan Kota Pasal 19-8 -

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif sebesar 2 (dua) kali lipat dari nilai pohon atau tanaman yang seharusnya ditanam. Pasal 20 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dikenakan sanksi administratif berupa penggantian atas pohon yang telah ditebang dengan ketentuan sebagai berikut: a. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter sampai dengan 10 cm (sepuluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 40 (empat puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter); b. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 10 cm (sepuluh sentimeter) sampai dengan 30 cm (tiga puluh sentimeter), jumlahpenggantian sebanyak 60 (enam puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter); c. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 30 cm (tiga puluh sentimeter) sampai dengan 50 cm (lima puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 80 (delapan puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter); d. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 50 cm (lima puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 120 (seratus dua puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter); dan e. jenis pohon pengganti disesuakan dengan kebutuhan Penghijauan dan proporsi jenis dan jumlah pohon yang ada di Daerah. BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 21 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.; (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pertamanan Kota dan Dekorasi Kota; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; e. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara di bidang Pertamanan Kota dan Dekorasi Kota; f. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk daripenyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang Pertamanan Kota dan Dekorasi Kota; dan - 9 -

g. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dibertanggungjawabkan. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penekanan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut Umum melalui penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 22 (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (satu juta rupiah). (2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, Sulistia Widarti, SH Pembina / IVa Nip.196509301998032001 Diundangkan di Tanjung Selor pada tanggal 28 Desember 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BULUNGAN, ttd Ditetapkan di Tanjung Selor pada tanggal 28 Desember 2015 Pj. BUPATI BULUNGAN, ttd SYAIFUL HERMAN SYAFRIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN TAHUN 2015 NOMOR 9 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA: 9/2015-10 -

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA I. UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan Ruang Terbuka Hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan pertumbuhan banyak dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan, terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya. Keadaan lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan, yang berupa meningkatnya suhu udara di perkotaan, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar Karbonmonoksida, ozon, Karbondioksida, Nitrogen, Belerang dan debu), menurunnya permukaan tanah, dan air tanah, banjir atau genangan, meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah. Keadaan tersebut menyebabkan hubungan masyarakat perkotaan dengan lingkungannya menjadi tidak harmonis. Menyadari ketidak harmonisan tersebut dan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk mempertahankan Pertamanan, agar tidak terjadi alih fungsi. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap Pertamanan Kota dan Dekorasi Kota, diperlukan pengaturan tentang pengelolaan pertamanan kota dan pemanfaatannya dalam suatu Peraturan Daerah. Dengan Penetapan Peraturan Daerah ini, diharapkan dapat: - 11 -

1. mempertahankan, memelihara, dan melindungi Pertamanan dari kerusakan dan alih fungsi; 2. menjadikan Pertamanan kota sebagai sarana kesehatan, pendidikan dan rekreasi; 3. menciptakan keindahan, ketertiban dan keamanan kota; 4. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan dan pemeliharaan terhadap pertamanan kota dan dekorasi kota; 5. memberikan sanksi atas pelanggaran Peraturan Daerah ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud iklim mikro adalah kondisi lapisan atmosfir yang dekat dengan permukaan tanah atau sekitar tanaman seperti suhu, kelembaban, tekanan udara,keteduhan, dan energi radiasi surya.yang dimaksud nilai estetika adalah suatu keadaan dimana setiap orang yangoleh karena kondisi atau sesuatu hal dapat merasakan kenyamanan atau menikmati keindahan, sehingga dapat menghilangkan rasa kejenuhan. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e - 12 -

Pasal 3. Pasal 4 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud pelaku pembangunan lainnya dimaksud adalah PT. Telkom, PT.Kereta Api Indonesia, PLN, PDAM dan instansi utilitas lainnya. Ayat (3) Pasal 5 Pasal 6 Ayat (1) ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d yang dimaksud dengan sejenisnya antara lain; masjid, gereja, sekolah, pasar, terminal, pelabuhan. Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Ayat (1) - 13 -

Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan mengganggu lingkungan sekitarnya adalah: - Pohon terletak/berada tepat di depan pintu masuk bangunan/ rumah. - Kondisi pohon keropos alami dan membahayakan. Ayat (4) Ayat (5) Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Untuk jenis pohon pengganti disesuaikan dengan kebutuhan penghijauan dan proporsi jenis dan jumlah pohon yang ada di Daerah. Pasal 21 Pasal 22-14 -

Pasal 23 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 17-15 -

NO. N A M A JABATAN PARAF 1. Drs. Syafril Sekretaris Daerah 2. Ir.H.Achmad Ideham,M.Si Asisten Bid. Pemerintahan 3. Sulistia Widarti, SH Kabag Hukum - 16 -