Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

PERWALIAN MENURUT KONSEP HUKUM TERTULIS DI INDONESIA GUARDIANSHIP BY CONCEPT OF WRITTEN LAW IN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon), yaitu makhluk yang pada

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB III KONSEP PERWALIAN DALAM UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Yan Rano Johassan 2

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. STUDI KOMPARASI PERKAWINAN SIRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN Oleh : Natasia Abigail Gaus 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH


BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA STATUS WALI NIKAH YANG TIDAK SAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Alinapia 1.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA)

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. MENGGADAIKAN HAK ATAS TANAH MENURUT SISTEM HUKUM ADAT DI INDONESIA 1 Oleh: Balgis Lapadengan 2

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

Transkripsi:

KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian menurut sistem hukum dan sumber hukum Indonesia dan bagaimana implementasi hak Perwalian anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Hak Perwalian dalam sistem Hukum Perdata Barat berdasarkan KUH. Perdata diatur pada Buku Kesatu Bab XV tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian. Perwalian pun diatur dalam Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Bab XI) serta di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Bab XV, Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hak perwalian anak adalah hak yang dimohon penetapannya sebagai pengemban anak yang belum cukup umur baik terhadap kepentingan diri pribadi anak maupun terhadap kepentingan harta bendanya oleh pihak lain umumnya dari anggota keluarga terdekat. 2. Hak perwalian anak terkait erat dengan perkawinan dan perkawinan itu sendiri dapat menimbulkan perceraian dan juga kehadiran anak-anak sebagai penerus keturunan. Terjadi perceraian baik karena cerai hidup maupun cerai mati, yang dapat berakibat terhadap status hukum anak. untuk mendapatkan hak perwalian anak harus di ajukan ke Pengadilan agama bagi yang beragama islam, maupun Pengadilan negeri yang beragama Kristen. Kata kunci: Perwalian, Anak, Perceraian. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia dibedakan atas hukum perkawinan menurut sistem hukum Barat (Hukum Perdata Barat) yang pengaturannya ialah dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, 3 dan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 4 Kedua sumber hukum utama dari Hukum Perkawinan menurut sistem hukum Barat (Hukum Perdata Barat) tersebut, mengatur berbagai aspek perkawinan, perceraian, anak dan perwalian. Tentang Perwalian (voogdij), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Hukum Perkawinan. Istilah perwalian berasal dari kata dasar wali, yang berarti: orang atau badan yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. 5 Menurut Subekti dijelaskannya bahwa: Perwalian (voogdij), adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut di atur oleh undangundang. 6 Undang-Undang yang dimaksud misalnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengatur tentang Perwalian pada Bab XI, dan menyebutkan antara lainnya bahwa Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah kekuasaan wali (Pasal 50 ayat 1). KUHPerdata, mengatur tentang Perwalian, dalam Buku Kesatu Bab XV di bawah judul 1 Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Prof.Dr. D.A. Rumokoy,SH,MH, Rudy Regah,SH,MH; Dr. Johnny Lembong,SH,MH. 2 NIM: 110711033. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado. 3 Lihat UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4 Lihat KUHPerdata. 5 M. Marwandan Jimmy. P., Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hlm. 642. 6 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989, hlm. 52. 156

tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian. 7 Di samping itu, perwalian juga diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Ank pada Bab VII di bawah judul tentang Perwalian. 8 Yang menjadi permasalahannya ialah apakah orangtua beragama Islam dapat menjadi wali dalam rangka Perwalian bagi seorang anak bukan beragama Islam? Atau sebaliknya, dapatkah anak yang bersangkutan yang beragama Islam ditetapkan walinya bukan pemeluk agama Islam? Proses hukum penentuan Perwalian adalah berdasarkan pada suatu penetapan, yang jika penetapan pengadilan terhadap orangtua dan wali yang sama-sama beragama Islam, diatur dalam Undang- Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, menyatakan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (Pasal 1 Angka 1). 9 Jika bulan pemeluk agama Islam, maka tunduk dalam yurisdiksi Peradilan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang merumuskan bahwa Pengadilan adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan Peradilan Umum (Pasal 1 Angka 1). 10 Terjadinya suatu perceraian tidak secara serta merta dapat diterapkan Hak Perwalian, oleh karena dalam perceraian 7 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, hlm. 90. 8 Lihat Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Bab VII Pasal 33 sampai dengan Pasal 36.) 9 Lihat Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 10 Lihat Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. itu masih ada pertanggung jawaban hukum orang tua terhadap anak meskipun kedua orangtua bercerai. Perwalian anak baru terjadi manakala kedua orangtua bercerai dan meninggalkan anak kandungnya tanpa diketahui keberadaannya dan tanpa memberikan izin atau pemberitahuan. Pada dasarnya Hak Perwalian sering kali menjadi rebutan di antara para wali, dan lebih banyak disebabkan oleh faktor dan motif ekonomi. Hak anak termasuk hak kewarisannya dalam Perwalian tersebut harus ditentukan melalui suatu Penetapan Peradilan. Masalah perebutan Hak Perwalian menjadi masalah sangat serius. manakala di antara anggota keluarga dekat orang tua yang bercerai memiliki anak dan hak kewarisan (harta benda), dan inilah yang melatar belakangi penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Kajian Yuridis Hak Perwalian Anak Dalam Perceraian di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian menurut sistem hukum dan sumber hukum Indonesia? 2. Bagaimana implementasi hak Perwalian anak? C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono dan Sri Mamudji, 11 dalam penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. PEMBAHASAN A. Hak Perwalian Karena Perceraian Menurut Sistem Hukum dan Sumber Hukum Indonesia Tempat atau kedudukan Undang- Undang untuk mana menyebutkan contohcontohnya seperti Undang-Undang No. 1 11 SoerjonoSoekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 24. 157

Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah bagian penting dari sumber-sumber hukum di Indonesia, Hak Perwalian dalam sistem Hukum Perdata Barat berdasarkan KUH. Perdata diatur pada Buku Kesatu Bab XV tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian. Subekti menjelaskan Perwalian sebagai berikut : Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Dengan demikian, berada dibawah perwalian. Anak yang berada di bawah perwalian adalah : a. Anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orangtua; b. Anak sah yang orangtuanya telah bercerai; c. Anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind). 12 Uraian Subekti tersebut di atas didasarkan pada sistem Hukum Perdata Barat (KUH. Perdata), dan perwalian pun diatur pula di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Bab XI) serta di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Bab XV. Baik ketentuan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam, adalah sumber Hukum Islam, juga terdapat pula sumber hukum lainnya yakni Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang dalam Penjelasan Pasal 49 dijelaskan, yang dimaksudkan dengan perkawinan adalah hal-hal yang dianut dalam atau berdasarkan 12 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op Cit, hlm. 52-53 undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syariah, antara lain : 13 1. Izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orangtua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. Dispensasi kawin; 4. Pencegahan perkawinan; 5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. Pembatalan perkawinan; 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 8. Perceraian karena talak; 9. Gugatan perceraian; 10. Penyelesaian harta bersama; 11. Penguasaan anak-anak; 12. Ibu dapat memukul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak mematuhinya; 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orangtua; 16. Pencabutan kekuasaan wali; 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. Penunjukkan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggalkan kedua orangtuanya; 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 13 Lihat UU. No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU. No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Penjelasan Pasal 49) 158

20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam; 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Berdasarkan pembahasan tentang masalah perkawinan dan aspek-aspek hukum lainnya tersebut di atas, terdapat beberapa hal pokok yang bertalian dengan perwalian, antara lainnya ialah : putusan tentang pencabutan kekuasaan orangtua; pencabutan kekuasaan wali; penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut ; penunjukkan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang ditinggal oleh kedua orangtuanya ; dan tentunya ialah perceraian. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 untuk mana ruang lingkupnya yang dikemukakan tersebut di atas, mengatur kompetensi atau yurisdiksi peradilan yakni Peradilan Agama, yang dirumuskan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. (Angka 1). Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan mengemukakan hal yang sama dan menyatakan bahwa Peradilan Agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 25 ayat (3). 14 Persyaratan pokoknya ialah para pihak harus beragama Islam dan disinilah berlaku kompetensi absolut (yurisdiksi absolut) pada Peradilan Agama. Konsekuensinya ialah jika pada suatu kasus perwalian terdapat satu pihak bukan beragama Islam, menjadi kewajiban Pengadilan Agama untuk menolak mengadilinya, sehingga yang berhak ialah Pengadilan Negeri. Konsekuensi hukum lainnya dapat terjadi jika para pihak sama-sama beragama Islam, akan tetapi sengketa perwalian diajukan ke Pengadilan Negeri, maka Pengadilan Negeri dimaksud seyogianya menolak dengan alasan bahwa kompetensinya berada pada pengadilan Agama untuk menyelesaikannya. Terjadi pula kasus misalnya, anak wali beragama Islam sementara pemohon untuk menjadi walinya beragama lain selain agama Islam. Adapun dari sistem Hukum Adat dan sumber Hukum Adat ternyata konsep perwalian tidak dikenal dalam Hukum Adat, terutama di kalangan masyarakat kekerabatan. Oleh karena itu, bagi keluarga-keluarga modern yang masih memelihara hubungan kekerabatannya tidak banyak yang tertarik memanfaatkan kekuasaan orangtua dan perwalian anak tersebut. 15 Dengan demikian, perwalian hanya dikenal dalam sistem Hukum Perdata Barat berdasarkan ketentuan dalam KUH. Perdata serta dalam sistem Hukum Islam, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam Kompilasi Hukum Islam. B. Implementasi Hak Perwalian Anak Perlu terlebih dahulu dikemukakan bahwa konsep perwalian merupakan istilah yang berasal dari kata dasar Wali, yang dapat pula berarti sebagai pengampu, sebagai pelindung, sebagai pengayom, dan lain-lainnya. Konsep perwalian untuk menyebutkan wali, berbeda dari terminologi yang umum dikenal sekarang antara lainnya ialah : Wali murid, Walikota, Dosen Wali, Band wali, dan lain-lainnya. 14 Lihat UU. No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 25 ayat (3). 15 HilmanHadikusuma, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, 1987, hlm. 113 159

Perwalian diletakkan pada situasi dan kondisi awal yakni kedua orangtua si anak yang tidak cakap atau tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai orangtua, atau oleh karena timbulnya perceraian bahkan terjadi salah seorang dari kedua orangtua anak dicabut kekuasaannya sebagai orangtua (ouderlijkmacht). Kedua orangtua menurut hukum dapat dicabut kekuasaannya terhadap anak. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtuanya semula mereka tidak dicabut dari kekuasaannya (Pasal 47 ayat (1). Beberapa unsur dalam ketentuan tersebut ialah tentang anak, yang ditentukan belum mencapai umur 18 tahun dan belum melangsungkan perkawinan. Unsur ini menempatkan status hukum anak berada di bawah kekuasaan orangtuanya. Sedangkan orangtuanya yang dimaksud ialah ayah dan ibunya. Unsur ini juga menentukan status hukum anak dalam keluarga (rumah tangga) sebagai anak sah sekaligus sebagai anak kandung. Unsur kekuasaan orangtua terhadap anak selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya, berarti dapat terjadi kekuasaan orangtua terhadap anak berakhir karena hal-hal tertentu seperti dicabut, dan pencabutan kekuasaan orangtua terhadap anak ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 49 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebagai berikut : (1) Salah seorang atau kedua orangtua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orangtua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali. (2) Meskipun orangtua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Terdapat perbedaan antara Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 dengan Kompilasi Hukum Islam, mengenai batas umur. Di atas ditentukan dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bawah anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah kekuasaan wali. Sementara Kompilasi Hukum Islam menentukan bahwa perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (Pasal 107 ayat (1). Subekti, 16 menerangkan jika salah satu orangtua meninggal, menurut undangundang, orangtua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang-undang (wettelijkevoogdij). Seorang anak yang lahir di luar perkawinan berada di bawah perwalianorangtua yang mengakuinya. Jika kedua orangtua masih hidup dan dicabut kekuasaannya terhadap anak, tentunya terkait erat dengan ketidakmampuan pemenuhan kewajiban dan tanggungjawabnya, karena kelakuan orangtua yang buruk seperti suka melakukan penganiayaan, kurang perhatian terhadap arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, atau karena penelantaran anak oleh orangtua yang bersangkutan. 16 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op Cit, hlm. 53 160

Manakala terjadi salah seorang dari orangtua meninggal dunia, dapat pula dicabut dari kekuasaannya jika tidak mampu memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya, seperti dalam pemeliharaan dan pendidikan anakanaknya. Sebagai orang tua tunggal (single parent) misalnya seorang ibu, tentunya akan kesulitan memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan pendidikan anakanaknya kalau tidak mendapatkan dana sebagai hasil kegiatan ekonomis. Demikian pula dapat terjadi jika kedua orangtua bercerai, maka perwalian terhadap anak dapat dilakukan. Perceraian baik karena cerai mati atau karena cerai hidup memiliki perbedaan mendasar. Pada cerai hidup, lazimnya ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan kewajiban pemeliharaan dan pendidikan anak berada pada pihak istri, dengan alasan antara lainnya anak yang bersangkutan belum cukup umur lebih dekat secara psikologisnya dengan ibunya. Pada cerai-mati, pun terjadi demikian apabila ayah yang mati sehingga ibu berfungsi sekaligus sebagai walinya yang diberi kewajiban dan tanggungjawab membesarkan anak-anaknya, memberikan pemeliharaan dan pendidikan serta membimbing anak-anaknya agar menjadi orang yang mandiri, bertanggung jawab serta dapat memiliki bekal bagi kelangsungan kehidupannya selanjutnya. Perceraian sebagai suatu pranata hukum dan menjadi bagian penting dalam Hukum Perkawinan, akan membawa akibat hukum tertentu baik kepada para pihak selaku orangtua yang bercerai, maupun terhadap anak-anaknya serta terhadap akibat hukum dalam harta bersama dan harta bawaan dari salah seorang dari kedua orangtua yang bercerai tersebut. Akibat hukum yang terjadi sehubungan dengan perwalian ialah merupakan hak anak untuk mendapatkan hak perwalian. Jika kedua orangtua masih hidup dan anak-anaknya berada di bawah umur, akan tetapi tidak mampu melakukan kewajiban dan tanggungjawab terhadap anak sebagai konsekuensi dari kekuasaan orangutan, maka pencabutan kekuasaan orangtua merupakan landasan hukum untuk diwujudkan lebih lanjut. Ketidak mampuan kedua orangtua memenuhi kewajibannya sebagai orangtua adalah salah satu alasan untuk dimintakan hak perwalian. Ruang lingkup hak perwalian tidak semata-mata mengenai diri anak atau anakanaknya, melainkan juga terhadap harta benda. Pada dasarnya, harta benda sebagai harta bersama dapat pula mengikuti hak perwalian oleh karena pemanfaatannya untuk kepentingan pribadi si anak kurang terwujud dengan baik sebagaimana bahwa perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta benda (Pasal 50 ayat (1). Perihal wali itu sendiri, dalam Undang- Udnang No. 1 Tahun 1974 ditentukan pada Pasal 51 ayat-ayatnya, sebagai berikut : (1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orangtua yang menjalankan kekuasaan orangtua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan 2 (dua) orang saksi. (2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. (3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. (4) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu. (5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. 161

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka hak perwalian berada pada orang lain, di luar orangtua si anak, yang dicabut kekuasaannya karena hal-hal tertentu seperti tidak cakap, berkelakuan buruk, gemar menganiaya anak, kurang memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak seperti kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang bersangkutan. Dalam situasi dan kondisi semacam itu, tidak terjadi perceraian antara suami dan istri, melainkan keduanya dicabut dari kekuasaannya sebagai orangtua, sehingga aspek hukum pemeliharaan dan pendidikan anak serta pengurusan harta benda anak berpindah atau beralih kepada pihak lain, sebagai pengemban hak perwalian. Terkait pula dengan pengaturan hak perwalian, dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan pada Pasal 33 ayat-ayatnya sebagai berikut: (1) Dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan. (2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan. (3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak. (4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan. (5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukkan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan Pasal 33 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di atas, hanya diberikan penjelasan pada ayat (2) bahwa Pengadilan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang beragam selain Islam. Selain ditentukan dalam Pengadilan baik Pengadilan Agama sebagaimana diatur dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 maupun di Pengadilan Negeri, maka dikaji secara yuridis terdapat kompetensi absolut yang harus diperhatikan. Dalam ketentuan Pasal 33 tersebut terdapat dua aspek hukum penting untuk dikaji yakni hak perwalian harus ditempatkan memiliki kesamaan agama dengan anak wali. Dalam arti kata, jika anak wali memeluk agama Islam, keharusan pengemban hak perwalian juga beragama Islam, sehingga terkait erat dengan kompetensi absolut Pengadilan Agama. Dibandingkan antara Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 justru lebih tegas menyatakan bahwa wali yang ditunjuk agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak (Pasal 33 ayat (3). Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 justru tidak ada aturan sebagaimana dimaksud kesamaan agama tersebut di atas. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak Perwalian dalam sistem Hukum Perdata Barat berdasarkan KUH. Perdata diatur pada Buku Kesatu Bab XV tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian. Perwalian pun diatur dalam Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Bab XI) serta di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Bab XV, Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hak perwalian anak adalah hak yang dimohon penetapannya sebagai pengemban anak yang belum cukup 162

umur baik terhadap kepentingan diri pribadi anak maupun terhadap kepentingan harta bendanya oleh pihak lain umumnya dari anggota keluarga terdekat. 2. Hak perwalian anak terkait erat dengan perkawinan dan perkawinan itu sendiri dapat menimbulkan perceraian dan juga kehadiran anak-anak sebagai penerus keturunan. Terjadi perceraian baik karena cerai hidup maupun cerai mati, yang dapat berakibat terhadap status hukum anak. untuk mendapatkan hak perwalian anak harus di ajukan ke Pengadilan agama bagi yang beragama islam, maupun Pengadilan negeri yang beragama Kristen. B. Saran 1. Terdapat tidak sinkronnya penetapan Pengadilan Negeri pada Permohonan Hak Perwalian Anak. Dua permohonan penetapan yang sama-sama dikabulkan sedangkan para pemohon berbeda, merupakan suatu bentuk ketidakpastian hukum. 2. Perlunya peningkatan pemahaman terhadap sistem-sistem hukum dan sumber-sumber hukum di kalangan aparat pengadilan, agar terhindar dari suatu celah hukum. DAFTAR PUSTAKA Damanhuri HR, H.A, Segi-Segi Hukum Perjanjian Harta Bersama, Mandar Maju, Bandung, 2007. Djamali, R. Abdul, Hukum Islam,Mandar Maju, Bandung, 2002. Gautama, Candra, Konvensi Hak Anak. Panduan Bagi Jurnalis, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta, 2000. Hadikusuma, Hilman, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, 1987., Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003. Hanafi, Yusuf, Kontroversi Perkawinan Anak di Bawah Umur (Child Marriage), Mandar Maju, Bandung, 2011. Hartono Sunaryati C.F.G., Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991. Marwan M. dan Jimmy P., Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. MertokusumoSudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. SalehAdiwinata, Perkembangan Hukum Perdata/Adat Sejak Tahun 1960, Alumni, Bandung, 1983. SoekantoSoerjono, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001., Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989., dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002., Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Intermasa, Jakarta, 1990. Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia UI Press, Jakarta, 1986. ZainuddinAli, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Peraturan Perundang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2019). Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165; Tambahan Lembaran 163

Negara Republik Indonesia Nomor 3886). Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235). Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 13; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279). Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419). Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674). Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Tanpa dimuat dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara). Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076). Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5078). Sumber-Sumber Lainnya Bahan-bahan kuliah Hukum Perdata, Hukum Adat, dan Hukum Islam di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado Penetapan Pengadilan Negeri Manado Nomor : 95/Pdt.P/2008/PN. Mdo (Perkara Perdata tentang Hak Perwalian Anak). Penetapan Pengadilan Negeri Manado Nomor : 41/Pdt.P/2013/PN. Mdo (Perkara Perdata tentang Hak Perwalian Anak). Penetapan Pengadilan Agama Manado Nomor : 0002/ Pdt.P/2014/PA.Mdo (Perkara Hak Perwalian Anak). Penetapan Pengadilan Agama Manado Nomor : 0006/Pdt.P/2014/PA. Mdo (Perkara Hak Perwalian Anak). 164