2013 EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon lebih cermat terhadap perubahan-perubahan yang tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

I. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh

BAB III Metode Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam peneltian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat.

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Imam Munandar,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

2015 EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI STRES AKADEMIK PADA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan ini menggunakan jenis penulisan eksprerimental semu, karena bukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhibbu Abivian, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi tertentu. Semua orang pernah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. data bersifat kuantitatif statistik, dan bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan disertai berbagai keluhan fisik. Atkinson (2001) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan tidak terlepas dari pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Surya, 2003:11). Salah satu evaluasi proses belajar di sekolah biasanya dilakukan sebuah tes atau ujian untuk mengukur sejauh mana hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Setiap siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah selalu akan menghadapi evaluasi dari hasil belajarnya. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar yang dapat diukur dari pencapaian standar kompetensi lulusan. Faktor yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran adalah suasana yang tidak membosankan serta aktivitas belajar yang membuat siswa senang dan bahagia (DePorter, 2008:14). Artinya, proses pembelajaran hendaknya sesuai kebutuhan dan harapan siswa, hal ini dapat tercermin dalam bentuk lancarnya proses pembelajaran serta tingginya minat dan prestasi belajar siswa, terhindar dari perasaan stres, cemas dan jenuh dalam peroses pembelajaran. Disisi lain, Erickson (Santrock, 1996:47) menjelaskan masa remaja merupakan masa pencarian identitas dan dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Kondisi yang dialami oleh remaja menyebabkan remaja mengalami tingkat stres yang tinggi. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Hurlock (1980: 212) yang menjelaskan kondisi emosi pada sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Perubahan membuat remaja mengalami konflik diri yang membuat stres dan dituntut untuk dewasa dalam menyikapi setiap permasalahan yang dialaminya. Proses pembelajaran di sekolah seringkali 1

2 membuat remaja mengalami stres dikarenakan banyaknya tuntutan dan harapan yang harus dipenuhi baik dari lingkungan sekolah maupun keluarga. Di akhir proses pembelajaran siswa dihadapkan pada suatu evaluasi hasil pembelajaran berupa ujian pada setiap akhir materi, pertengahan semester, akhir semester, dan ujian secara nasional. Nilai akademik yang diperoleh dari sebuah ujian, dianggap sebagai manifestasi prestasi siswa dalam bidang akademik. Jika siswa berhasil melewati ujian dengan nilai yang baik maka siswa dianggap berhasil menjawab tuntutan sekolah dan keluarga di bidang akademiknya. Sedangkan siswa yang memperoleh hasil buruk dari sebuah ujian maka akan melahirkan permasalahan pada diri siswa, terutama pada kurangnya minat pendidikan, Hurlock (1980: 220) berpendapat : Para remaja yang kurang berminat terhadap pendidikan biasanya ditunjukan dengan berprestasi rendah, bekerja di bawah kemampuan pada setiap mata pelajaran atau dalam mata pelajaran yang tidak disukai, membolos, dan meminta berhenti sekolah sebelum waktunya, hal ini dapat terjadi karena sekolah dipandang sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan juga sebagai pengalaman yang merendahkan Tuntutan mendapat nilai ujian yang baik akan berpengaruh pada persepsi individu atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) pada situasi atau stimulus sebagai potensi yang berbahaya atau merugikan. Pada saat seseorang mengakui atau menginterpretasikan suatu situasi sebagai potensi yang merugikan, membahayakan atau mengancam dirinya, maka akan muncul kecemasan (Spielberger, 1979 dalam Ziedner 1998: 23). Kecemasan merupakan ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan ketidakmampuan dalam menghadapi realitas (lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari (Yusuf, 2009:43). Kecemasan memang memiliki pengaruh positif pada individu yaitu sebagai sinyal peringatan pada diri untuk melakukan sesuatu untuk menghilangkan kecemasan tersebut. Intensitas kecemasan yang akan timbul sebanding dengan besarnya ancaman yang dihayati. Berlangsung terus atau tidaknya penghayatan itu tergantung lamanya kehadiran rangsangan dan pengalaman menghadapi rangsangan serupa di masa lalu (Hall &

3 Lindzey 1981 dalam Komalasari & Herdi 2010: 3). Dengan kata lain tingkat kecemasan setiap individu bergantung pada persepsi individu masing-masing dalam memandang stimulus penghasil kecemasan. Banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa antara lain: target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang kompetitif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian yang ketat merupakan faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat dan terlalu tegas juga merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah kurang nyaman, serta sarana dan prasarana belajar sangat terbatas juga merupakan faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa yang bersumber dari faktor manajemen sekolah (Sudrajat, 2009 dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com). Sedangkan faktor penyebab kecemasan yang berasal dari dalam diri siswa dalam menghadapi ujian adalah adanya persepsi siswa bahwa ujian yang dihadapinya dirasa sulit dan tidak sanggup untuk menyelesaikannya dengan baik. Perasaan kurang yakin bisa menjawab tiap butir soal, takut jawabannya salah, takut nilai dan prestasinya turun, takut tidak lulus, malu jika nilainya turun, takut dimarahi orang tua jika nilainya menurun dan alasan lainnya yang membuat siswa merasa cemas. Terlebih siswa SMP kelas VII yang masih dalam proses penyesuaian diri dalam menempati jenjang pendidikan baru untuk menyesuaikan kondisi terhadap proses pembelajaran, interaksi dengan teman maupun guru yang mengajar, taraf kesulitan mata pelajaran, jangkauan standar kelulusan yang tinggi serta kesiapan dalam menghadapi ujian. Kecemasan yang dialami siswa dapat menimbulkan permasalahan dalam menjalani hidupnya apabila tidak terkondisikan dengan baik. Ketika siswa mempersepsikan apa yang dihadapinya terasa sulit dan hadirnya rasa ketidakmampuan menghadapi evaluasi pembelajaran di sekolah yang umumnya dilakukan berupa ujian harian, ujian tengah semester (UTS), ujian akhir semester

4 (UAS), dan ujian nasional (UN) maka akan timbul kecemasan. Kecemasan yang dialami saat menghadapi ujian akan berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya, pada tingkat kecemasan rendah maka kecemasan tersebut akan menjadi sebuah motivasi untuk mendorong siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. Sedangkan, menghadapi ujian dengan kecemasan yang tinggi tentu tidak akan menghasilkan hasil yang optimal. Kecemasan dianggap sebagai faktor penghambat dalam belajar yang dapat menggangu kinerja fungsi kognitif siswa, seperti sulit berkonsentrasi, masalah dalam pembentukan konsep, sulit mengingat, dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis, gangguan kecemasan dapat berbentuk gangguan somatik, seperti: gemetar, gangguan pada jantung, pencernaan, sakit kepala, sesak nafas, bahkan pingsan (Sieber et.al, 1977 dalam Ziedner 1998:18). Dampak negatif kecemasan menghadapi ujian ditunjukan pula oleh Hill (Hasan, D., 2009; http://spiritentete.blogspot.com) yang melakukan studi terhadap 10.000 siswa sekolah dasar dan menengah di Amerika Serikat, hasil penelitian menunjukan sebagian besar siswa yang mengikuti ujian, tidak menampilkan kemampuan mereka yang sebenarnya dikarenakan oleh situasi dan suasana tes yang membuat cemas. Sebaliknya, siswa memperlihatkan hasil yang lebih baik ketika unsur-unsur yang merupakan sumber kecemasan dikurangi. Fenomena tingginya kecemasan dalam menghadapi ujian pada siswa, sudah barang tentu dapat menghambat tujuan belajar yang ingin dicapai oleh siswa. Penelitian Tresna (2009) menemukan kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali menyebabkan pikiran menjadi tegang, manifestasi afektif yang tidak terkendali mengakibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat menghadapi ujian. Kondisis cemas yang dialami siswa jika terus menerus dibiarkan maka kecemasan tersebut berakibat pada

5 perilaku negatif siswa terhadap sekolah, seperti: penolakan terhadap sekolah, rendahnya harga diri, menarik diri, enggan tampil, dan tidak percaya diri. Gilbert Sax (Arikunto, 2006: 56) menegaskan bahwa salah satu kelemahan tes adalah tes dapat menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi belajar siswa. Terdapat beberapa fakta yang memberikan gambaran bahwa ujian atau tes dapat memicu terjadinya kecemasan pada siswa, seperti Studi Feldhusen (Anisa 2011: 3) mengenai efek ujian mingguan atas sikap dan keberhasilan siswa menunjukan bahwa 80% siswa menganggap ujian membantu mereka dalam belajar lebih banyak, sedangkan 20% menganggap ujian tidak menyebabkan mereka belajar lebih banyak. Studi tersebut memberikan gambaran dengan diadakannya sebuah ujian dapat memberikan stimulus kecemasan sehingga memberikan sinyal waspada untuk mendorong sebagian besar dari mereka untuk lebih banyak lagi belajar. Penelitian lain menunjukkan bahwa kecemasan secara konsisten memiliki efek negatif terhadap prestasi akademik siswa (Covington, 1992 dalam Zeidner, 1998:23). Kecemasan memberikan efek samping motorik dan viseral dan mempengaruhi proses berpikir, persepsi dan belajar. Kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang dan waktu tetapi pada orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut dapat mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat, dan mengganggu kemampuan dalam membuat asosiasi. Selain itu Hasan, D.C (2009 tersedia: http://spiritentete.blogspot.com) yang mengungkapkan bahwa ujian yang berperan menentukan lulus atau tidaknya seseorang pada jenjang pendidikan tertentu berpotensi besar menimbulkan kecemasan pada siswa yang akan mengikuti ujian tersebut. Bayangan buruk seperti tanggapan-tanggapan dari lingkungan sosial dan malu memperparah efek kecemasan menghadapi ujian tersebut. Sehingga disadari atau tidak, ujian sering kali memicu timbulnya kecemasan baik bagi para pendidik, orang tua, dan bagi para siswanya.

6 Berdasarkan hasil studi pendahuluan berupa observasi terhadap siswa SMPN 40 Bandung, diperoleh data bahwa hampir semua siswa di kelas VII A SMPN 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013 tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi ujian khususnya untuk menghadapi ujian nasional (UN), ketidaksiapan tersebut membuat sebagian siswa merasa cemas ketika menghadapi ujian. Hal serupa ditunjukan oleh penelitian Daswia (2006) terhadap SMP pasundan 6 Bandung menunjukan tingkat kecemasan dengan kategori cemas yaitu sebanyak 57,39%, siswa yang berkategori tidak cemas 33,4%, sedangkan siswa pada kategori sangat cemas 9,57%. Sedangkan Komalasari & Herdi (2011) melakukan penelitian pada siswa kelas XII SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas XII SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta tahun ajaran 2010/2011 mengalami kecemasan pada tingkat sedang sebesar 60,4% (244 orang), sisanya berada pada tingkat rendah 35,4% (143 orang) dan tinggi 4,2% (17 orang). Penelitian lain yang menunjukan kecemasan pada siswa juga dilakukan oleh (Tresna, 2009) terhadap siswa kelas X SMA Negeri 2 Singaraja diperoleh profil kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Singaraja tahun ajaran 2010/2011 berdasarkan hasil penyebaran kuesioner (pretest), kecemasan menghadapi ujian berada pada kategori sangat cemas. Dari 34 siswa pada kelompok eksperimen, 27 orang (79,41%) berada pada katagori sangat cemas, 5 orang (14,71%) berada pada katagori cukup cemas, sisanya 2 orang siswa (5,88%) tidak mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian. Pada kelompok kontrol, 22 orang siswa (64,71%) berada pada katagori sangat cemas, 7 orang siswa (20,59%) berada pada katagori cukup cemas dan 5 orang siswa (14,71%) tidak mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian. Fakta- fakta tersebut menguraikan bahwa selalu ada siswa yang merasa cemas dalam menghadapi ujian, yang ditunjukkan dengan tingkat persentase kecemasan yang dialami oleh siswa. Suatu hal yang mustahil jika kecemasan menghadapi ujian tidak dimiliki oleh siswa, dapat dipastikan bahwa setiap siswa

7 sebagai individu yang normal pasti memiliki rasa cemas, tentunya masih dalam batas wajar atau normal. Jika siswa tidak menyadari dan melakukan upaya untuk mengatasinya, maka kecemasan akan meningkat dan menimbulkan masalah dalam kehidupannya sebagai siswa. Kondisi tersebut akan terus berkembang dan tentunya akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Sangat dibutuhkan upaya kuratif (pengentasan masalah) untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian pada siswa. Konselor sebagai tenaga utama bimbingan dan konseling yang bertugas menangani permasalahan siswa dan meningkatkan mutu pendidikan, tentunya memiliki kewajiban untuk menangani masalah kecemasan ujian yang dialami oleh siswa. Bimbingan dan konseling merupakan sebuah bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan yang berada pada ranah pengembangan potensi siswa. Penyesuaian diri merupakan aspek fundamental dalam proses bimbingan dan konseling. Pendidikan pada umumnya dan bimbingan pada khususnya bertujuan membantu siswa mengembangkan suatu sistem penyesuaian diri yang adekuat untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal (Kartadinata, 2011: 41). Menurut Cole (1953), adekuasi penyesuaian diri sebagai wujud kepribadian yang normal, mengandung tiga dimensi perkembangan yaitu (1) afektif- emosional, (2) intelektual, dan (3) sosial. Ujian merupakan sesuatu yang harus dilewati oleh para siswa oleh karena itu dibutuhkan sebuah penyesuaian terhadap pengendalian kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian. Sehingga salah satu indikator penyesuaian diri dari siswa di bidang akademik adalah terbebasnya siswa dari perasaan cemas terhadap ujian. Peran guru bimbingan dan konseling di dalam menangani permasalahan siswa terletak pada bagaimana upaya bimbingan dan konseling itu mengoptimalkan potensi siswa dari berbagai aspek yang ada dalam diri siswa, baik akademik, pribadi-sosial dan karir. Kecemasan menghadapi ujian merupakan salah satu wujud masalah akademik siswa yang tentunya merupakan bidang kajian bimbingan dan konseling untuk bisa mereduksinya.

8 Layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian adalah bimbingan belajar. Nurihsan (2005:31) menjelaskan layanan bimbingan dan konseling belajar adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik. Adapun strategi yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan teknik konseling baik dilakukan secara individual maupun kelompok. Kegiatan konseling untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian merupakan salah satu tujuan dari layanan bimbingan dan konseling belajar yaitu upaya membantu konseli mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara belajar efektif, membantu konseli sukses dalam belajar dan mampu menyesuaikan diri dengan tunntutan pendidikan. Intervensi bimbingan dan konseling dalam menangani kecemasan menghadapi ujian memerlukan sebuah pendekatan teori untuk menggunakan teknik yang tepat dan aplikatif dalam mereduksi kecemasan. Teknik yang digunakan peneliti untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian adalah teknik self instruction yang merupakan salah satu teknik dalam konseling kognitifperilaku. Konseling kognitif perilaku merupakan konseling yang banyak digunakan untuk menyembuhkan masalah-masalah emosi (Safaria, 2004: 55). Hal ini dipertegas oleh Butler et al (Oemarjoedi, 2003:11) yang menyatakan terapi kognitif perilaku banyak digunakan dalam proses penyembuhan gangguan kecemasan. Menurut Ramli (Suganda, 2010: 7). Secara garis besar, konseling kognitifperilaku adalah suatu bentuk konseling yang memadukan prinsip dan prosedur konseling kognitif dan konseling perilaku dalam upaya membantu konseli mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Perubahan struktur kognitif pada diri siswa yang mengalami kecemasan menghadapi ujian merupakan intervensi yang utama dalam konseling kognitif perilaku. Meichenbaum (Dobson & Dozois, 2001: 6) menjelaskan perubahan kognitif pada individu bisa diubah dengan

9 menggunakan verbalisasi diri. Teknik yang biasa digunakan dengan menggunakan pola pernyataan verbalisasi diri adalah self instruction training. Bryant dan Budd (1982: 259) menambahkan teknik self instruction merupakan teknik yang tepat untuk menangani masalah emosional dan perilaku. Meichenbaum & Goodman (1971) pada awalnya mengembangkan pelatihan self instructional untuk membantu anak mengontrol perilaku impulsif. Meichenbaum (1986) kemudian menggunakan strategi pelatihan self instructional untuk membantu klien mengembangkan keterampilan coping dalam menghadapi situasi pemicu stres yang sebagian besar berada di luar kendali mereka. Teknik self instructional ini menekankan pada upaya mengajari konseli untuk mengendalikan emosi negatif dari pada semata-mata menghilangkannya. Kemudian melalui modeling dan gladi perilaku, klien mempelajari instruksi diri yang tepat untuk melawan pernyataan diri yang negatif ketika menghadapi situasi pemicu stres salah satunya adalah situasi ketika menghadapi ujian. Sejumlah besar penelitian mengindikasikan bahwa strategi pelatihan self instruction efektif untuk beberapa permasalahan yang relatif spesifik seperti pengendalian impulsivitas, pengembangan asertifitas, dan peningkatan keterampilan mengelola waktu (Meichenbaun, 1986; Spiegler & Guevremont, 2003). Hatzigeorgiadis et al (2010) menemukan bahwa pemberian motivasi melalui verbalisasi diri dapat meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan pemain tenis pada saat akan mengikuti kejuaraan tenis. Penelitian lain yang dilakukan Kanfer (Safaria 2004:95) menggunakan prosedur self instruction untuk mengatasi anak yang takut terhadap malam hari dan mempunyai dampak yang besar dalam menurunkan tingkat ketakutan anak. Berdasarkan beberapa pendapat dan penelitian tersebut, teknik self instruction dipandang dapat menjadi salah satu intervensi yang tepat dalam mereduksi kecemasan menghadapi ujian. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan

10 untuk menguji efektivitas teknik self instruction untuk mereduksi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian Kecemasan dapat dialami siapapun dan dimanapun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan dianggap sebagai faktor penghambat dalam belajar yang dapat menggangu kinerja fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah, sehingga pada akhirnya kecemasan menghadapi ujian ini berpotensi menimbulkan underachievement, menurunkan kepercayaan diri dan penghindaran dari sekolah (Ziedner, 1998:157). Beradasarkan hasil studi pendahuluan di SMPN 40 Bandung kelas VII A Tahun Akademik 2012-2013, diketahui 12 dari 38 siswa teridentifikasi mengalami perasaan takut ketika menghadapi ujian, 10 diantaranya pernah menangis ketika dihadapkan pada sebuah ujian tertulis yang diadakan sekolah. Tuntutan dari orang tua harus mendapat nilai yang baik, takut pada pengawas dan perasaan malu dianggap siswa bodoh merupakan hal utama yang memicu terjadinya kecemasan menghadapi ujian. Guru bimbingan dan konseling, pada umumnya sudah dapat menangani berbagai permasalahan sesuai dengan bidang kajiannya, baik bimbingan pribadi, sosial, akademik dan karir. Salah satunya adalah menangani masalah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Adapun upaya bimbingan dan konseling yang sudah dilakukan untuk mereduksi kecemasan adalah melalui pemberian layanan informasi tentang kiat-kiat untuk tidak cemas ketika menghadapi ujian, seperti lebih sering berdoa, berupaya untuk berpikir yang tenang dan berupaya mengkondisikan diri supaya tidak cemas. Namun, yang diberikan tersebut hanyalah dalam bentuk layanan informasi tidak dilakukan secara aplikatif terhadap siswa yang mengalami kecemasan, hal ini membuat siswa tetap mengalami kesulitan memahami kiat mereduksi kecemasan ujian, terlebih lagi tidak adanya evaluasi mengenai efektif atau tidaknya layanan tersebut. Kesulitan

11 yang sering dialami konselor sekolah adalah dalam menentukan teknik penanganan untuk mereduksi kecemasan ujian yang telah teruji seberapa besar tingkat penurunan kecemasan yang dialami siswa. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah teknik yang tepat untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian. Teknik self instruction dapat menjadi salah satu intervensi yang dipandang tepat dalam mereduksi kecemasan menghadapi ujian. Kecemasan merupakan sebuah kondisi tidak menyenangkan siswa sebagai hasil dari penilaian kognitif terhadap sesuatu yang mengancam dalam hal ini ujian, ancaman tersebut datang dari adanya tuntutan yang tinggi baik dari dirinya ataupun dari luar dirinya dengan demikian dalam pelaksanaan ujian hendaknya siswa mereduksi terlebih dahulu kecemasannya. Perubahan kognitif dalam memandang stimulus penghasil kecemasan dilakukan melalui verbalisasi diri seperti yang diutarakan Meichenbaum (Dobson & Dozois, 2001: 6) menjelaskan perubahan kognitif pada individu bisa diubah dengan menggunakan verbalisasi diri. Teknik self instruction dapat menjadi kunci dalam melakukan treatment terhadap peserta didik yang mengalami kecemasan menghadapi ujian. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka masalah utama yang akan diteliti adalah Seperti apa teknik Self Instruction yang efektif untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian pada siswa SMP? Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka masalah utama dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana profil kecemasan menghadapi ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013? 2. Seperti apa rancangan intervensi teknik self instruction untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013? 3. Bagaimana efektivitas teknik Self Instruction untuk mereduksi kecemasan ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013? C. Tujuan Penelitian

12 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah menghasilkan teknik Self Instruction yang efektif untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian siswa kelas VII SMPN 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013. 2. Tujuan Khusus Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui profil kecemasan menghadapi ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013. b. Menemukan rancangan intervensi teknik self instruction untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013 c. Mengetahui efektivitas teknik self instruction untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan keilmuan dan memperkaya teori-teori bimbingan dan konseling, terutama dalam pemanfaatan konseling kognitif perilaku dengan teknik Self Instruction untuk mereduksi kecemasan siswa menghadapi ujian. 2. Manfaat secara Praktis a. Manfaat bagi Siswa Siswa memiliki keterampilan mereduksi kecemasannya dengan menggunakan Self Instruction, serta mampu mengaplikasikannya sendiri setelah mengikuti latihan Self Instruction. b. Manfaat bagi Sekolah

13 Dengan semakin berkurangnya tingkat kecemasan ketika ujian memungkinkan prestasi siswa akademik secara keseluruhan akan meningkat. c. Manfaat bagi Konselor Penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai landasan untuk mengetahui penyebab serta mengidentifikasi siswa yang mengalami permasalahan cemas dalam menghadapi ujian dan dapat memberikan pemecahan masalah dengan mengupayakan teknik Self Instruction. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006: 12). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum kecemasan siswa dalam menghadapi ujian, serta perubahan kecemasan dalam menghadapi ujian siswa setelah diberikan perlakuan berupa penggunaan teknik self-instruction. Selain itu pendekatan kuantitatif digunakan dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia bagi peneliti untuk penelitian keefektifan self-instruction untuk menangani siswa yang mengalami kecemasan menghadapi ujian. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen dengan desain one group pretest-postest design. Desain penelitian ini tidak ada kelompok pembanding, hanya kelompok yang telah dibentuk diberi sebuah perlakuan dan diberi tes pada awal dan akhir, hasil kedua tes tersebut lalu dibandingkan, perbedaanya menunjukan dampak dari perlakuan tersebut. 3. Teknik Pengupulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui instrument berupa angket mengenai tingkat kecemasan menghadapi ujian yang dialami oleh siswa dengan

14 menggunakan angket pengungkap gejala kecemasan yang dikembangkan dari definisi operasional variabel kecemasan ujian. 4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan maka untuk populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Sugiyono, 2012: 118). Populasi penelitian adalah Siswa SMP Negeri 40 Bandung Tahun Akademik 2012/2013 kelas VII yang berada pada usia remaja. Pengambilan sampel penelitian yang terlibat dalam intervensi digunakan teknik purposive sampling, yaitu hanya melibatkan siswa-siswa yang memiliki kecemasan tinggi dan bersedia mengikuti sesi intervensi. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan teknik self-instruction dalam menangani kecemasan dalam menghadapi ujian digunakan ukuran gejala pusat dan uji perbedaan dua rerata (uji t). F. Sistematika Penulisan Berikut sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian. Bab I Pendahuluan, mencakup latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan hipotesis penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Konsep Kecemasan ujian dan Teknik Self-Instruction. Bab III Metode Penelitian, mencakup subjek dan lokasi penelitian, pendekatan dan desain penelitian, definisi operasional variabel Penelitian, pengembangan

15 instrumen penelitian, langkah- langkah penelitian, program intervensi sebelum judgement, teknik analisis data penelitian. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, mencakup hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.