BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana unsur pembentukan tanahnya terdiri dari pelapukan batuan. Diantara partikel partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori pori (void space) yang berisi air dan udara. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. 2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Tanah Karakteristik utama material adalah distribusi ukuran partikel atau gradasi dan plastisitas, yang digunakan sebagai pedoman penamaan. Distribusi ukuran partikel dan sifat sifat plastisitas dapat ditentukan baik dengan menggunakan uji standar laboratorium maupun dengan pengamatan sederhana dan prosedur manual. Karakteristik karakteristik yang menunjang adalah warna tanah dan bentuknya, tekstur, serta komposisi partikel tanah. Karakteristik karakteristik massa tanah idealnya ditentukan di lapangan, tetapi dalam beberapa kasus dapat dideteksi dengan memakai contoh tanah takterganggu, yaitu contoh contoh tanah yang diambil dalam keadaan baik. Deskripsi karakteristik massa harus meliputi taksiran kekerasan atau kekuatannya di lapangan, dan rincian tempat, diskontinuitas, dan pelapukan tanah tersebut. Sistem klasifikasi tanah terbagi menjadi 2, yaitu : 1. Klasifikasi berdasarkan tekstur (USDA) 2. Klasifikasi berdasarkan pemakaian, yaitu : a. AASHTO, umumnya untuk pekerjaan jalan b. USCS, untuk pekerjaan jalan PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 6
Klasifikasi Berdasarkan Tekstur (USDA) Pengelompokan jenis tanah hanya didasarkan pada persentase ukuran butiran, yaitu : 1. Pasir : butiran ɸ 2-0,05 mm 2. Lanau : butiran ɸ<0,005 mm 3. Lempung : butiran ɸ < 0,002 mm a. Klasifikasi berdasarkan pemakaian (AASHTO) Pengelompokan jenis tanah hanya didasarkan pada persentase ukuran butiran, yaitu : 1. Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm, dan yang tertahan ayakan no.20 (2mm). 2. Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan no.20 (2 mm), dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). 3. Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan no.200. b. Klasifikasi berdasarkan pemakaian (USCS) Tanah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu : 1. Berbutir kasar : <50 % lolos #200 2. Berbutir halus : >50% lolos #200 3. Tanah organik : dikenal dari warna, bau, atau sisa tumbuhan 2.3 Daya Dukung Daya dukung tanah adalah tekanan maksimum yang dapat dipikul oleh tanah tersebut tanpa terjadi kelongsoran. Bilamana beban di atas tanah ditambah sedikit demi sedikit maka tanah akan turun dan akhirnya terjadi kelongsoran. Besarnya beban ini disebut beban longsor, dan tekanan yang bekerja disebut daya dukung/keseimbangan (ultimate bearing capacity). PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 7
Ultimate Bearing Capacity (q ult ), adalah total beban atau tekanan yang menyebabkan tanah runtuh. Sedangkan Allowable Bearing Capacity (q all ) adalah tegangan maksimal yang diperbolehkan pada tanah dengan mempertimbangkan settlement dan kemampuan struktur untuk menahannya. q all =... (2.1) Dimana: SF = faktor keamanan q ult = total beban atau tekanan yang menyebabkan tanah runtuh. q all = tegangan maksimal yang diperbolehkan pada tanah dengan mempertimbangkan settlement dan kemampuan struktur untuk menahannya. Dengan dituntutnya perkerasan yang harus selalu mempunyai permukaan yang rata maka persyaratan utama yang harus dipenuhi tanah dasar adalah tidak mudah mengalami perubahan bentuk.tanah dasar yang mengalami perubahan bentuk, baik akibat beban lalu lintas maupun cuaca, akan mengakibatkan perkerasan mengalami kerusakan seperti bergelombang, alur, dan terjadi penurunan. Perubahan bentuk tanah dasar dapat diakibatkan oleh kekuatan atau daya dukung yang rendah (tanah mudah runtuh), pengembangan, penyusutan, dan densifikasi tanah dasar serta konsolidasi tanah di bawah tanah dasar. Lebih jauh lagi, factor factor tersebut akan tergantung pada jenis tanah, berat isi kering, dan kadar air. Besarnya penurunan dan penambahan beban yang bekerja dapat digambarkan oleh grafik di bawah ini. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 8
Gambar 2.1 Grafik daya dukung Sumber : (Sunggono, 1995) Dimana: q 1 q 2 = tegangan terbesar yang mampu ditahan oleh tanah keras = tegangan terbesar yang mampu ditahan oleh tanah lunak F 1 = titik longsor pada tanah keras F 2 =titik longsor pada tanah lunak I 1 I 2 = garis yang menunjukkan tanah keras = garis yang menunjukkan tanah lunak/lemah Untuk tanah yang agak keras atau padat akan mengikuti garis I 1, dimana titik longsor tanah terletak di F 1 dan tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh tanah yang mendukung adalah sebesar q 1. Untuk tanah yang lemah atau lepasakan mengikuti garis I 2. Pada tanah jenis ini tidak menunjukkan daya dukung batas yang jelas. Mulai dari titik F 2, grafik menjadi lurus dan tegangan terbesar dianggap sebesar q 2. Untuk menentukan daya dukung batas ada beberapa metoda, yaitu : 1. Penentuan langsung di lapangan dengan bantuan percobaan pembebanan dan lengkung penurunan. 2. Dengan menggunakan teori tekanan tanah dari Rankine. 3. Dengan metoda kelongsoran plastis. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 9
4. Dengan metoda kelongsoran elastis. Perhitungan daya dukung, terbagi 2 : 1. Daya dukung metode teoritis Sebagian besar teori daya dukung yang sekarang digunakan didasarkan atas teori plastisitas. Prandtl (sekitar 1920) mengembangkan persamaan dari analisis kondisi aliran. Untuk kondisi pada lempung jenuh, biasanya diasumsikan kondisi tak terdrainase (ø = 0). Daya dukung batas dengan metode Prandtl adalah q batas = (π +2)c = 5,14c... (2.2) Yang lainnya telah menemukan nilai 5,64 sampai 5,74c apabila dibandingkan dengan 5,14c ini untuk pondasi di permukaan tanah. Terzaghi (1943) memodifikasi masalah Prandtl dan mendapatkan untuk pondasi lajur : q batas = cn c +ɤDN q +1/2ɤBN ɤ... (2.3) Dimana: D = kedalaman pondasi B = lebar pondasi (ukuran terkecil) ɤ = berat isi efektif tanah dapat berbeda untuk bagian N q dan N ɤ, tergantung dari lokasi muka air tanah. N i = faktor daya dukung i Nilai Terzaghi untuk N c sebesar 5,74, bukan 5,14, adalah pertambahan akibat friksi antara tanah dan dasar pondasi (timbunan). Suku N q adalah untuk pengaruh beban tambahan akibat beban tanah diatasnya. Umumnya merupakan kontribusi utama dalam daya dukung, terutama untuk tanah dengan kohesi yang kecil. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 10
Persamaan daya dukung lainnya adalah persamaan yang diajukan oleh Hansen (1970). Persamaan Hansen memperhitungkan faktor-faktor bentuk dan kedalaman sehingga lebih umum bila dibandingkan dengan persamaan Terzaghi. Persamaan daya dukung Hansen yang umum adalah q batas = cn c s s d c + ɤDN q s q d q + 1/2ɤBN ɤ s ɤ d ɤ... (2.4) Dimana: N q = tan 2 (45+ø/2)exp.(π tan ø) (2.5) N c = (N q -1) cot ø... (2.6) N ɤ = 1,5 (N q -1) tan ø... (2.7) Faktor-faktor bentuk dan kedalaman adalah s c = 1 +.. (2.8) d c = 1 +,. (2.11) s q = 1 + tan ø (2.9) d q = 1 + 2 tan ø(1-sin ø)² (2.12) s ɤ = 1 -,. (2.10) d ɤ = 1,00 (2.13) 2. Daya dukung metode empiris Beberapa metode empiris telah dipakai secara langsung atau tidak langsung mendapatkan gaya dukung. Pada tanah kohesif, kita dapat memakai kekuatan uji tekan tak terkekang q u, nilai Terzaghi N c, dan faktor keamanan F = 3 (tanah kohesif) untuk mendapatkan daya dukung izin sebagai berikut: q a = =, +... (2.14) dengan N q =1 dan c = q u /2, kita peroleh q a =, (, ) ( )( ) + q u +... (2.15) PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 11
mengambil kuat tekan tak terkekang q u sebagai daya dukung izin (dengan meniadakan seperti terlihat di atas) merupakan praktek yang biasa dilakukan. Pada tanah tidak kohesif, suatu nilai q a untuk pondasi diharapkan dapat membatasi penurunan tidak lebih dari 25 mm atau 1 inchi telah diberikan oleh Meyerhof (1956,1974) sebagai berikut q a = K d B<F 4... (2.16) q a = ( )2 K d B>F 4... (2.17) Dimana: B = dimensi sisi terkecil D = kedalaman pondasi dalam satuan B K d = 1 + 0,33 D/B < 1,33 N = jumlah uji penetrasi standar (SPT) (pakai nilai rata-rata untuk kedalaman sampai sekitar 0,75 B di bawah pondasi) F i = konstanta yang tergatung pada satuan yang dipakai Tabel 2.1 Konstanta yang Dipakai (Meyerhof) F SI,m FPS,FT 1 2 3 4 0,05 0,08 0,30 1,20 2,5 4,0 1,0 4,0 Sumber : (Bowles, 1984) 2.4 Kekuatan Geser Tanah Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser (shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tersebut, tetapi karena adanya gerak relatif antara butir-butir tanah PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 12
tersebut. Pada peristiwa kelongsoran suatu lereng berarti telah terjadi pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh : 1. Pada tanah berbutir halus (kohesif) misalnya lempung, kekuatan geser yang dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butir-butir tanah ( c soil). 2. Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena adanya geseran antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek dalam (φ soil). 3. Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar (c dan φ soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena kohesi) dan gesekan antara butir-butir tanah (karena φ). Grafik hubungan persamaan kekuatan geser tanah dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah. Kuat geser dinyatakan dalam rumus : S = c + σ tan φ... (2.18) Dimana: S = kekuatan geser tanah c = kohesi tanah efektif φ = sudut geser dalam efektif σ = tegangan total σ = tegangan efektif Gambar 2.2 Hubungan persamaan kekuatan geser tanah Sumber : (Sunggono, 1995) PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 13
2.5 Kemampumampatan Tanah Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton adalah bahan yang tidak mempunyai pori. Itulah sebabnya volume pemampatan baja dan beton itu adalah sangat kecil, sehingga dalam keadaan tegangan biasa baja dan beton tidak mempumyai masalah. Sebaliknya karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pembebanan biasa akan mengakibatkan deformasi tanah yang sangat besar. Sedangkan konsolidasi diperiksa dimaksudkan untuk menentukan sifat pemampatan suatu macam tanah yang diakibatkan adanya tekanan vertikal (berupa berat konstruksi diatasnya atau tanah isian) dan sifat pemampatan ini berupa adanya perubahan isi dan proses keluarnya air dari dalam pori tanah. Di lapisan yang terdiri dari pasir akan segera terjadi penurunan yang hampir menyeluruh dalam waktu singkat setelah bekerjanya beban/tekanan. Penurunan terhadap pasir umumnya kecil. Dalam lapisan yang terdiri dari butiran halus (lempung), maka penurunan agak besar dan biasanya makan waktu yang lama, oleh karena itu penelitian konsolidasi umumnya terhadap lapisan tanah berbutir halus. Besarnya penurunan tergantung pada kecenderungan sifat tanah dapat dirembes dan ditekan atau tergantung pada koefisien rembesan dan koefisien konsolidasi. Dibawah ini adalah penyebab penyebab terjadinya penurunan tanah, antara lain: a. Deformasi partikel tanah b. Pergeseran partikel c. Keluarnya air atau udara dari dalam pori d. Kehancuran partikel tanah pada titik kontak Penurunan terbagi 2, yaitu : 1. Penurunan segera Akibat deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 14
Penurunan segera dapat dihitung berdasarkan teori elastis dengan persamaan berikut : ρ i = p.b ² I p... (2.19) Dimana: ρ i p B = penurunan elastis = beban (tekanan) = lebar pondasi (timbunan) µ = angka Poisson E = modulus elastis I p = faktor pengaruh (influence factor) Tabel 2.2 Nilai Ip (Faktor Pengaruh) Ip M Lentur Tengah Pojok Kaku 1 1,5 2 3 5 10 20 50 100 1,12 1,36 1,53 1,78 2,1 2,54 2,99 3,57 4,01 0,56 0,68 0,77 0,89 1,05 1,27 1,49 1,8 2 0,88 1,07 1,21 1,42 1,7 2,1 2,46 3 3,43 Sumber : (Bowles, 1984) PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 15
Tabel 2.3 Nilai Modulus Young Modulus Young Jenis Tanah Psi kn/m 2 Lempung lembek Lempung keras Pasir lepas Pasir padat 250 500 850 2000 1500 4000 5000-10000 1380 3450 5865 13800 10350 27600 34500-69000 Sumber : (Bowles, 1984) Tabel 2.4 Nilai Angka Poisson Jenis tanah Angka Poisson Pasir lepas 0,2 0,4 Pasir agak padat 0,25 0,4 Pasir padat 0,3 0,45 Pasir berlanau 0,2 0,4 Lempung lembek 0,15 0,25 Lempung agak kaku 0,2 0,5 Sumber : (Bowles, 1984) 2. Penurunan konsolidasi Hasil dari perubahan volume tanah lempung jenuh air, karena keluarnya air dari pori-pori tanah akibat adanya pertambahan tegangan yang disebabkan oleh beban luar. Tahapan penurunan akibat konsolidasi : Tahap I : Pemampatan awal (initial compression), yang pada umumnya adalah disebabkan oleh pembebanan awal (preloading). Tahap II : Konsolidasi primer (primary consolidation), yaitu periode selama tekanan air pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan efektif, sebagai akibat dari keluarnya air dari pori-pori tanah. Tahap III : Konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yang terjadi setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Pemempatan yang terjadi di sini adalah disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 16
Harga empiris Index Pemampatan (Cc) Terzaghi dan Peck (1967) :Cc = 0,009 (LL-10) = lempung undistrubed Cc = 0,007 (LL-10) = lempung remolded Harga koefisien pemuaian (Cs):Cs (1/5 sampai 1/10) Cc.. (2.20) Kecepatan konsolidasi (Terzaghi), asumsi yang digunakan antara lain : a. Sistem lempung dan air bersifat homogen b. Lempung jenuh sempurna c. Pemampatan air diabaikan (jika ditekan volume tidak berubah) d. Pemampatan butiran tanah diabaikan e. Aliran air hanya satu arah saja (arah mampat) f. Hukum Darcy berlaku v =k.i... (2.21) Dimana : v = kecepatan I = h/l = kehilangan tekanan (head loss) pada dasar filter sepanjang Ldan biasanya dianggap sebagai gradien hidrolik. K = koefisien permeabilitas dengan satuan yang sama dengan satuan kecepatan. 2.6 Stabilitas Talud Suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu terhadap bidang horizontal dan tidak dilindungi, dinamakan talud tak tertahan (unrestrained slope). Talud dapat terjadi secara alamiah atau buatan. Bila permukaan tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan talud akan menyebabkan tanah bergerak ke arah bawah. Bila komponen berat tanah tersebut cukup besar, kelongsoran talud dapat terjadi, yaitu dapat menggelincir ke bawah. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 17
Gambar 2.3 Kelongsoran talud Sumber : (Das, 1994) 2.6.1 Angka Keamanan Umumnya angka keamanan didefinisikan sebagai F s =... (2.22) Dimana: F s = angka keamanan terhadap kekuatan tanah τ f = kekuatan geser rata-rata dari tanah τ d = tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran τ f = c + σ tan φ (2.23) Dengan cara yang sama, juga dapat dituliskan τ d =c d + σ tan φ d (2.24) Dengan c d adalah kohesi dan φ d sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 18
Apabila dimasukkan ke dalam persamaan angka keamanan, didapatkan : F s = σ φ σ φ (2.25) Sekarang kita dapat memperkenalkan aspek-aspek lain dari angka keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi F c, dan angka keamanan terhadap sudut geser F φ. Dengan demikian F c dan F φ, dapat didefinisikan sebagai dan F c = F φ =.. (2.26) (2.27) Bila persamaan angka keamanan yang baru dibandingkan, adalah wajar bila F c menjadi sama dengan F φ, harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah. Atau, bila = (2.28) Kita dapat menuliskan: F s = F c = F φ.... (2.29) F s = 1, maka talud adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga 1,5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas talud. 2.6.2 Metode Irisan Bishop Pada tahun 1955, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada metode irisan sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Dalam PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 19
metode ini misalkan P n P n+1 = P; T n T n+1 = T. Juga, kita dapat menulis bahwa: T r = N r (tan φ d ) + c d L n = N r ( ) +... (2.30) Gambar Irisan Bishop (b)menunjukkan poligon gaya untuk keseimbangan dari irisan nomor n. W n + T = N r cos α n + ( atau + ) sin α n... (2.31) N r = α α... (2.32) Gambar 2.4 Analisa stabilitas dengan metode irisan yang biasa untuk talud pada tanah yang Sumber : (Das, 1994) berlapis Gambar 2.5 Metode irisan menurut Bishop yang sudah disederhanakan : (a) Gaya-gaya yang Sumber : (Das, 1994) bekerja pada irisan (b) Poligon gaya untuk keseimbangan PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 20
Untuk keseimbangan, ambil momen terhadap 0: dengan Wn r sin αn = (2.33) T r = (c+σ ) L n... (2.34) = (c L n + N r tan φ) Maka didapat persamaan: dengan F s = ( ) ( ) m α(n) = cos α n + α... (2.35) untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan T=0, maka persamaan Fs di atas menjadi F s = ( ) ( ). (2.36) Gambar 2.6 Variasi m α(n) dengan (tan φ)/f s dan α n. Sumber : (Das, 1994) PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 21
2.7 Spesifikasi untuk Pemadatan Di Lapangan Pada hampir semua spesifikasi untuk pekerjaan tanah, kontraktor diharuskan untuk mencapai suatu kepadatan lapangan yang berupa berat volume kering sebesar 95% sampai 100% berat volume kering maksimum tanah tersebut. Gambar 2.7 Kurva kontrol kepadatan lapangan 2.8 Lereng Timbunan Dalam konteks perencanaan teknik jalan, lereng buatan akibat timbunan terjadi sebagai konsekuensi dari tuntutan perencanaan geometrik jalan, dimana elevasi badan jalan direncanakan berada di atas elevasi tanah asli. Lereng buatan akibat timbunan dapat terjadi pada semua bentuk kondisi topogafi, baik pada kondisi topografi datar, berbukit maupun pegunungan. Kemiringan dan penaganan lereng buatan akibat timbunan secara normatif ditentukan oleh perencana berdasarkan pertimbangan pertimbangan teknis, mencangkup kondisi geometri jalan, kondisi topografi, karakteristik tanah timbunan untuk badan jalan, kondisi geologi, kondisi geoteknik, sistem drainase, dan kondisi lingkungan di sekitarnya. PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 22
Gambar visual yang menunjukkan keberadaan lereng buatan akibat timbunan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8 berikut. Gambar 2.8 Ilustrasai keberadaan lereng bentukan/buatan akibat timbunan PERANCANGAN PENANGGULANGAN KELONGSORAN PADA STRUKTUR TIMBUNAN OPRIT 23