PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMILIK WEBSITE YANG MENGANDUNG MUATAN PORNOGRAFI

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN KONTEN PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA WEBSITE PORNO RAFIKA DURI / D

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBER PROSTITUTION DALAM UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PRIVASI KONSUMEN DALAM BERTRANSAKSI ONLINE

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP

: Pembuatan video porno oleh seorang artis

NEW MEDIA & SOCIETY. Cybercrime & Pornografi (Budaya Kapitalisme: Perempuan sebagai Komoditi) Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan merupakan sebuah hal yang tidak dapat dihindari, sebagai

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. untuk saling bersosialisasi dengan siapapun dan dimanapun mereka berada.

Tata Cara Merubah Komitmen:

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PORNOGRAFI

Ringkasan Putusan.

Absurditas Penegakan Hukum dalam Kasus Video Mirip Artis Oleh: Sam Ardi*

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

Pasal 5: Setiap orang dilarang

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB III PENUTUP. disimpulkan beberapa hal dalam penulisan ini, yaitu:

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Apa Dong (dot) Com

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

BAB I PENDAHULUAN. memperkecil kemungkinan membuat kesalahan, sehingga menjadikan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN CYBERCRIME (CRIMINAL LAW POLICY IN PREVENTING CYBERCRIME)

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian 1. Identitas Terdakwa Nama lengkap : MUHAMMAD KARTO bin SAHURI.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

PELAKSANAAN PENGATURAN KARYA CIPTA POTRET DALAM PRAKTIK DI KOTA DENPASAR

Public Review RUU KUHP

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTIFITAS PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA SERTA PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Muatan yang melanggar kesusilaan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. SKRIPSI

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-VI/2009 tentang Undang-undang Pornografi (Kemajemukan budaya yang terlanggar)

BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Transkripsi:

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMILIK WEBSITE YANG MENGANDUNG MUATAN PORNOGRAFI Oleh : I Putu Agus Permata Giri I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper entitled "Criminal Responsibility of the Website with Pornography Content's Owner". The research method used in this paper is a normative analysis. One of the most famous and troubling type of cybercrime due to its rapid spread, enormous dangers and bad impacts to the society is the cybercrime in terms of morality, Cybersex is. One of the several types of the cybersex is the network sites that contain adult material such as pornography that could break children s morality, it is caused due to easy access to those sites that allow it to be accessed by anyone at anytime. Therefore the problem of criminal Responsibility of the owner s of the porn websites is very important in order to create a deterrent effect for them. People who own a pornographic website can be charged with the provisions of Act no. 44 Year 2008 on Pornography, and the Act no. 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions. Criminal sanction are in the form of imprisonment and / or criminal penalties that apply cumulatively - alternative. Keywords : Cyber Crime, Cybersex, Pornography, Criminal Responsibility ABSTRAK Makalah ini berjudul "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pemilik Website Yang Mengandung Muatan Pornografi". Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah analisis normatif. Salah satu bentuk cyber crime yang sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan, karena perkembangannya yang pesat dan dampak negatifnya yang luas dan berbahaya adalah masalah cyber crime di bidang kesusilaan, yaitu cybersex. Salah satu bentuk dari cybersex adalah adanya situssitus yang mengandung unsur pornografi yang dapat merusak moral bangsa khususnya anak-anak karena dapat di akses oleh siapapun dan kapanpun. Maka dari itu masalah pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik website porno sangat penting agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Terhadap orang yang memiliki website porno dapat dijerat dengan ketentuan UU Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sanksi pidananya adalah berupa pidana penjara dan/atau pidana denda yang berlaku secara kumulatif-alternatif. Kata Kunci : Cyber Crime, Cybersex, Pornografi, Pertanggungjawaban Pidana I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karakteristik internet yang bersifat bebas, mengakibatkan banyak yang memanfaatkan internet dengan membuat situs-situs yang mengandung unsur pornografi. Kejahatan pornografi di internet sering juga di sebut cybersex. Menurut Sutarman Cybersex adalah dunia pornografi yang dilakukan di internet, yang dapat diakses secara 1

bebas. 1 Inilah yang menyebabkan cybersex sangat berbahaya khususnya bagi generasi muda, karena untuk mengakses suatu situs porno sangat mudah dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sebenarnya sudah terdapat instrumen hukum sebagai legitimasi untuk menjatuhkan pidana terhadap pemilik website yang mengandung muatan pornografi, peraturan perundang-undangan tersebut antara lain : Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi yang selanjutnya disingkat UU Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disingkat UU ITE. Pengertian Pornografi yang sangat abstrak dan subjektif, tergantung dari sudut pandang seseorang melihatnya telah menimbulkan berbagai permasalahan, hal ini dikarenakan pengertian, batasan, dan ruang lingkup dari pornografi sangat tidak jelas atau kabur sehingga prakteknya dalam usaha penegakan hukum bisa menjadi persoalan yang serius. Dari latar belakang tersebut dapat dikemukakan permasalahan yaitu bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik website yang mengandung muatan pornografi ditinjau dari UU Pornografi dan UU ITE. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan membandingkan pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik website yang mengandung muatan pornografi ditinjau dari UU Pornografi dan UU ITE. Serta sebagai bahan masukan bagi seluruh aparat penegak hukum dalam proses penanggulangan tindak pidana cybersex mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan pengadilan. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) artinya suatu masalah akan dilihat dari aspek hukumnya dan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang di bahas. 1 Sutarman, 2007, Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaksBang Preesindo, Jogjakarta, Hal.66. 2

2.2. Hasil dan Pembahasan Asas yang terpenting dalam hukum pidana yaitu asas culpabilitas atau dikenal dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder sculd) yang artinya bahwa seorang pelaku dijatuhi pidana apabila tindak pidana yang dilakukan dapat dipersalahkan kepadanya. Unsur kesalahan merupakan unsur subjektif yang melekat pada diri si pelaku yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada diri pelaku dan dilakukan dengan sengaja (dolus) atau lalai (culpa) serta tanpa adanya alasan penghapus pidana. 2 Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya mengandung makna pencelaan pembuat (subjek hukum) atas tindak p idana yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana mengandung di dalamnya pencelaan objektif dan pencelaan subjektif. Artinya, secara objektif si pembuat telah melakukan tindak pidana (perbuatan terlarang/melawan hukum dan diancam pidana menurut hukum yang berlaku) dan secara subjektif si pembuat patut dicela atau dipersalahkan/dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukkannya itu sehingga ia patut di pidana. Hukuman atau sanksi yang dianut hukum pidana merupakan ciri khas yang membedakan hukum pidana dengan bidang hukum lain. Hukuman dalam hukum pidana ditujukan untuk memelihara keamanan dan pergaulan hudup yang teratur. 3 Mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik website yang mengandung muatan pornografi, sehingga terhadapnya dapat dipidana, maka pelakunya haruslah memenuhi unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana, yaitu : (1) melakukan perbuatan pidana/tindak pidana; (2) mampu bertanggung jawab; (3) adanya kesalahan; (4) tidak adanya alasan pemaaf. Bagi orang yang memiliki website yang menyajikan cerita porno, foto bugil, film porno, dan berbagai informasi lainnya yang bermuatan pornografi pelakunya dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda berdasarkan UU Pornografi dan UU ITE. Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi menyatakan : Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk 2 Suharto RM, 1991, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.107. 3 Dewi Bunga, 2012, Prostitusi Cyber Diskursus Penegakan Hukum Dalam Anatomi Kejahatan Transnasional, Udayana University Press, Denpasar, Hal.77. 3

persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak. Ancaman pidana bagi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 ayat (1) tersebut tidaklah bisa disebut ringan, sesuai dengan Pasal 29 UU Pornografi, dan akan dihukum dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Sedangkan dalam UU ITE yang merupakan lex specilis dalam tindak pidana cybersex, terhadap pemilik website yang mengandung muatan pornografi dapat dikenakan Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tersebut terdapat dalam Pasal 45 UU ITE yang ancaman pidananya lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman pidana yang terdapat dalam UU Pornografi. Pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1) UU ITE akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Apabila dilihat dari sudut teknis/formulasi rumusannya, tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tersebut merupakan tindak pidana di bidang ITE. Karena objek perbuatan yang sekaligus objek tindakan pidananya berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektonik. 4 Ini berarti bahwa UU ITE merupakan lex specialis dari UU Pornografi dalam hal Cybersex, karena tindak pidana tersebut menggunakan dan/atau memanfaatkan media internet. Dalam UU Pornografi dan UU ITE ketentuan pidana dalam kedua Undangundang tersebut menganut sistem perumusan kumulatif-alternatif. Hal ini terlihat dengan digunakannya rumusan dan/atau, yaitu penjara.. dan/atau.. denda.... 4 Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, 2011, Tindak Pidana Informasi & Transaksi Elektronik Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektonik, Banyumedia Publishing, Malang, Hal.8. 4

III. KESIMPULAN Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang memiliki website yang mengandung muatan pornografi menurut UU Pornografi dan UU ITE baru bisa dipertanggungjawabkan secara pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana yaitu : kemampuan bertanggungjawab, kesalahan, dan tidak adanya alasan pemaaf. Pertanggungjawaban pidana timbul apabila pelaku telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE, dan secara subyektif ia memiliki unsur kesalahan dalam melakukan perbuatannya. Ancaman pidana yang dapat dikenakan adalah pidana penjara dan/atau pidana denda yang berlaku secara kumulatif-alternatif. DAFTAR PUSTAKA BUKU Bunga, Dewi, 2012, Prostitusi Cyber Diskursus Penegakan Hukum Dalam Anatomi Kejahatan Transnasional, Udayana University Press, Denpasar. Chazawi, Adami dan Ardi Ferdian, 2011, Tindak Pidana Informasi & Transaksi Elektronik Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektonik, Banyumedia Publishing, Malang. RM, Suharto, 1991, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta. Sutarman, 2007, Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaksBang Preesindo, Jogjakarta. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843). Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928). 5