BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

A. Analisis Terhadap Metode Penerapan Nilai Tanah Waris di Pulau Bawean. pembagian dengan cara hukum waris Islam. Kedua; pembagian waris dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB V PENUTUP. pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB V PENUTUP. Setelah penulis menyelesaikan pembahasan permasalahan yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ISLAM DAN HINDU DI KECAMATAN KREMBUNG SIDOARJO Oleh : Zakiyatul Ulya (F )

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS SECARA PERDAMAIAN DI DESA TAMANREJO KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN PEMBAGIAN KEWARISAN TERHADAP PERKARA YANG DICABUT DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

KAJIAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA WARISAN BAGI ANAK DI LUAR PERKAWINAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT DI DESA KALIWIRO KECAMATAN KALIWIRO

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

BAB I PENDAHULUAN. sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang diharapkan akan mampu menjalin sebuah ikatan lahir-batin antara

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB II PENGERTIAN HAK WARIS SERTA PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK MURTAD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ISLAM

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak Surabaya Kebiasaan masyarakat Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak dalam pembagian waris hanya memberikan harta kepada anak perempuan sulung saja, sedangkan ahli waris lain yang dekat dengan si pewaris tidak mendapatkannya. Dalam proses penerusan atau pengoperan harta pusaka dari si mayit kepada anak perempuan tertua sulung yang menjadi pemegang hak kewarisan dalam keluarga mengacu kepada anak perempuan pertama yang dilahirkan dalam keluarga, artinya bisa jadi anak perempuan tertua ini dalam urutan keluarga memiliki kakak laki-laki. Hal ini bersesuaian dengan hukum adat yang mengenal sistem kekerabatan matrilineal yaitu yang pada dasarnya mengutamakan atau menarik garis keturunan dimana kedudukan seorang wanita lebih menonjol yaitu menghubungkan dirinya pada garis ibu. 1 Sedangkan dalam pengoperan harta waris lebih condong melebihkan harta waris pada anak perempuan tertua, dalam hukum adat dikenal dengan sebutan sistem mayorat yaitu dimana para ahli waris dalam penguasaan atas harta yang 1 Hilman Hadikusumo, Hukum Waris Adat, h..23 57

58 dilimpahkan kepada anak perempuan tertua yang bertugas sebagai pemimpin atau kepala keluarga dalam menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga. 2 Juga dalam keseluruhan harta yang diwariskan pada anak perempuan sulung lebih cenderung bersifat kolektif yang dalam hukum adat diartikan dengan harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi pemiliknya kepada masingmasing ahli waris, namun dikuasai oleh anak perempuan tertua. 3 Proses penerusan atau pengoperan barang harta pusaka kepada anak perempuan sulung sekalipun dianggap berdasar hukum adat, tetapi dilakukannya pengoperan itu berdasarkan kemufakatan musyawarah dalam suatu keluarga dipimpin oleh anak laki-laki tertua. Berbagai macam harta warisan yang terdiri dari rumah, tambak, toko, dan sebagainya itu dalam kebiasaan masyarakat Kejawan Lor tidak boleh dijual dan digadaikan maupun dirusak, ini bertujuan untuk memastikan bahwa harta keluarga itu tetap dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota keluarga dari generasi ke generasi. Dalam pandangan masyarakat Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak dalam pembagian harta warisan, anak perempuan sulung merupakan ahli waris utama terhadap harta warisan yang ditinggalkan si mayyit, sedangkan ahli waris lainnya, seperti saudara-saudara anak perempuan sulung, mereka hanya mengawasi harta pusaka supaya tidak rusak, tidak hilang dan 2 H. Zainudin Ali, Pelaksanaan Hokum Waris di Indonesia, h. 27. 3 Ibid., h. 26.

59 mereka berhak mengambil faedah (hasil) dari to ko dan tambak hanya mereka tidak berhak memiliki hal ini dikarenakan adanya rasa sayang yang berlebihan terhadap anak perempuan sulung. Walaupun demikian, seorang anak perempuan sulung ini mengemban kewajiban terhadap keluarga karena ia menggantikan kedudukan ayah atau ibu yang telah meninggal dunia, yaitu memelihara adikadiknya yang masih kecil sampai mereka tumbuh dewasa dan dapat hidup mandiri. Sedangkan tujuan waris dengan memberikan seluruh harta kepada anak perempuan sulung di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak ini adalah sebagai amanah dari nenek moyang mereka ke generasi berikutnya dengan tujuan: 1. Karena sayang kepada saudara perempuan, mengangkat derajat keluarga 2. Meneguhkan persatuan tenaga, pikiran dan harta benda. 3. Menjaga penghidupan secara terpimpin. 4. Untuk mempertahankan adat lama. 5. Karena sudah kodratnya wanita itu mengurus kedua orangtua maupun keluarga. Berdasarkan tujuan-tujuan ini masyarakat di sana menganggap hal tersebut adalah sebagai hal yang lumrah dan dianggapnya lebih maslahah karena perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki utamanya dalam kemampuan mencari nafkah atau biaya hidup.

60 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Anak Perempuan Sulung Yang Selalu Mendapatkan Bagian Harta Waris Lebih Besar Ditinjau dari hukum Islam, kebiasaan pembagian waris di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak, dapat dianalisa bahwa kebiasaan pemberian harta waris kepada anak perempuan sulung itu tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam, karena di dalam hukum kewarisan Islam tidak dikenal adanya pembagian terhadap anak perempuan saja, tapi selain anak laki-laki, janda atau janda dan ayah serta ibu seharusnya juga mendapat harta waris itu. Dalam hukum kewarisan Islam dikenal asas individual yang berartikan harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan atau sendirisendiri tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Pembagian secara individual adalah ketentuan yang mengikat dan wajib dijalankan sebagaimana dalam surat al-nisa ayat 13 dan 14, yaitu sanksi positif dan negatif diakhirat kelak. Asas ini didasarkan pada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan kewajiban atau dalam usul fikih disebut 'ahliyah al-wujub', yaitu setiap ahli waris berhak menuntut sendirisendiri harta warisan itu dan berhak pula untuk tidak berbuat demikian. Bila terlaksana pembagian secara terpisah untuk setiap ahli waris, maka ahli waris tersebut memiliki hak penuh untuk menggunakan harata tersebut, walaupun dibalik kebebasan menggunkan harta tersebutterdapat ketentuan lain, yang dalam

61 usul fikih disebut 'ahliyah al-ada'. 4 Selain terdapat asas Individual dalam peralihan harta pada ahli waris terdapat pula asas Bilateral, yaitu harta warisan beralih melalui dua arah yaitu dari pihak garis keturunan laki-laki dan perempuan (ouder rechtterlijke), sebagaimana al-qur'an surat al-nisa ayat 7 dan sebagai penjelasannya surat al-nisa' : 11, 12, dan 176, 5 dimana ayat-ayat terebut dapat ditafsirkan, kewarisan itu beralih kebawah (anak -anak), keatas (ayah -ibu) dan kesamping (saudara-saudara) dan juga dari kedua belah pihak keluarga yaitu dari pihak laki-laki dan perempuan. 6 Maka dari itu, peralihan harta waris yang diberikan hanya kepada anak perempuan sulung saja tidak dibenarkan dalam hukum waris Islam. Selain itu, para ahli waris mewarisi harta si pewaris dalam hukum waris Islam lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai seperti adanya ikatan perkawinan (suami-istri), hubungan darah (keturunan kebawah dan orang tua) dan hubungan perwalian dengan si muwarris yang bagiannya diperinci dalam al- Qur'an. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri mengatur bagian untuk ayah dalam pasal 177, yaitu 1/6 bila ada anak dan jika tidak ada anak maka dapat 1/3 dari harta, sedangkan untuk ibu diatur dalam pasal 178 ayat 1 dan 2 yaitu dapat 1/6 jika ada anak dan 1/3 dari sisa jika sudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah sedangkan dalam al-qur'an bagian tersebut ditegaskan dalam al-qur'an surat al-nisa' ayat 11. Sementara 4 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 21-22. 5 Ibid, h. 19-20. 6 Ibid, h. 20.

62 bagian anak laki-laki dan perempuan berbanding 2:1 sebagaimana kandungan surat al-nisa' ayat 11, yaitu dua untuk anak laki-laki dan satu untuk perempuan. 7 Terhadap bagian para ahli waris di atas terdapat asas keadilan berimbang dalam hukum Islam yaitu diartikan sebagai suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. 8 Dalam al-qur an, ketentuan mengenai penerimaan berapa jumlah harta yang diterima antara laki-laki dan perempuan memang kelihatannya terjadi ketidakadilan yaitu dua berbanding satu, tetapi dalam hukum kewarisan Islam keadilan tidak hanya di ukur dengan jumlah yang didapat, tetapi juga dikaitkan pada kegunaan dan kebutuhan. Seorang pria membutuhkan lebih banyak materi dibandingkan perempuan karena pria, di dalam ajaran Islam memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya dan untuk keluarganya, 9 hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-nisa ayat 34, yaitu meskipun laki-laki dan perempuan sama-sama berhak memperoleh harta warisan tetapi terdapat perbedaan penerimaan jumlah harta, karena antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan yang terletak pada tanggung jawab, sehingga disebut sebagai asas keadilan berimbang dan bukan keadilan yang merata. 10 Begitu pula kebiasaan pembagian waris Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak dikenal tidak adanya pembagian harta warisan dan harta 7 Intruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam, h, 84. 8 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 24. 9 Ibid, h. 25. 10 Ibid, h.28.

63 tersebut dimiliki sepenuhnya oleh anak perempuan sulung, baik itu harta peninggalan dari pewaris berupa rumah, tambak, toko, dan lain sebagainya. Namun harta peninggalan turun temurun tersebut merupakan milik bersama sekeluarga yang berada dibawah kekuasaan anak perempuan sulung, jadi hanya terbagi hak pakainya. Selain itu, harta tersebut merupakan milik bersama dan disediakan sebagai sumber nafkah keturunan pewaris, sedangkan ahlil waris lainnya, seperti saudara saudara anak perempuan sulung mereka hanya mengawasi harta pusaka agar tidak rusak, tidak hilang dan mereka berhak mengambil faedah (hasil) dari tambak dan toko hanya mereka tidak berhak menunggu. Jadi, anak perempuan sulung hanya berhak memiliki, memelihara, memakan dan menikmati harta pusaka dan tidak berhak menjual maupun menggadaikan harta itu. Anak perempuan sulung wajib mengurusi keluarga terutama bapak atau ibu meupun adik-adiknya yang masih hidup. Sedangkan dalam hukum Islam sendiri telah mengatur bagaimana harta itu beralih pada ahli warisnya, yaitu harta itu terbagi-bagi terhadap ahli warisnya baik itu berupa harta yang bergerak maupun tidak bergerak dan hak ataupun kewajiban. Sebagaimana pendapat ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hambaliyah memahami harta waris, yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan si mati, baik berupa harta benda maupun hak-hak, baik hak kebendaan maupun bukan. 11 Kebiasaan kewarisan yang ditradisikan masyarakat Kejawan Lor secara turuntemurun sampai ke generasi berikutnya harus dicegah, disamping itu tidak 11 Sayid Sabiq Fiqih Sunnah, Jilid XIV, h. 256.

64 selamanya anak perempuan saling mempunyai kepemimpinan yang dapat diandalkan. Jika terjadi kasus perselisihan yang solusi satu-satunya adalah dengan berbagi rata sebagaimana dilakukan dalam kebiasaan masyarakat Kejawan Lor, maka hal ini dalam hukum Islam telah diatur bagaimana tata caranya, yaitu boleh membagi harta warisan tidak berdasarkan ketentuan hukum waris Islam asal ada perdamaian artinya pembagian harta warisan dilakukan dengan cara musyawarah (kekeluargaan) antara ahli waris dengan dasar kesepakatan di antara mereka, dengan syarat semua ahli waris mengetahui bagiannya masing-masing dalam ketentuan bagian mereka dalam hukum waris Islam. Setelah ahli waris mengetahui ketentuan bagian-bagian masing-masing menurut hukum Islam, kemudian dengan kesadaran dan kerelaan barulah mereka dapat melakukan kesepakatan dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris, baik itu dengan cara bagi rata atau pun kesepakatan lainnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya. 12 Walaupun pembagian harta warisan dengan cara demikian dapat dibenarkan oleh hukum, menurut pendapat penulis pembagian harta warisan hendaknya tetap berpegang sebagaimana ketentuan yang ada dalam hukum 12 Intruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam, h, 86.

65 faraid{ agar terhindar dari masalah-masalah yang dapat membawa perselisihan dan persengketaan di antara ahli waris dalam pembagian harta warisan. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan waris dalam hukum Islam tersebut merupakan aturan yang ditentukan Allah swt. Sementara Allah swt memberikan ancaman kepada orang-orang yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan-nya dalam pembagian harta warisan, sebagai mana dalam firman-nya surah al-nisa ayat 14. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka menurut penulis membagi harta warisan berdasarkan hukum Islam wajib hukumnya bagi setiap muslim, artinya berdosalah setiap muslim yang mengingkari dan tidak melaksanakan ketentuan itu. Apabila umat Islam dalam pembagian harta warisan tidak berpedoman kepada ketentuan-ketentuan al-quran dan Sunnah Rasul, artinya umat Islam tidak lagi mempercayai dan melaksanakan hukum yang diperintahkan oleh Tuhannya, sehingga hukum waris Islam ini akan hilang dan dilupakan oleh umatnya.