BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

I. PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas, Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam UU RI NO.20 TH 2003 adalah:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

BAB I PENDAHULUAN. hlm 3. 1 Suyadi, Manajemen PAUD, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

PENDIDIKAN TPA & KB. Martha Christianti

Pendidikan TPA/ KB. Eka Sapti C

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. PLAY GROUP DAN TPA DI YOGYAKARTA Berdasarkan pada nilai-nilai kebudayaan Jawa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Artinya, pendidikan diharapkan dapat membuat manusia menyadari

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. cepat di berbagai aspek perkembangannya dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PAUD DI INDONESIA. Annisa Meitasari Wahyono

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang)

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA)

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, pemerintah sangat serius dalam menangani bidang pendidikan.

UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI MELALUI METODE OUT BOND DI KELOMPOK BERMAIN PUTRA BANGSA PASUNGAN, CEPER, KLATEN TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup (life is education,

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas BAB VI Pasal 13

BAB 1 PENDAHULUAN. (Kurnia; 2009). Mereka merupakan titipan dan amanat Allah SWT, yang mesti

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

KERANGKA DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI. Tim Pengembang: Pusat Kurikulum. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini

KERANGKA DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. dimana seorang anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun Di Lingkugan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek gerakan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (Pasal 1 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003). Dari bagian-bagian itu tidak

BAB I PENDAHULUAN. (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

Oleh : Badru Zaman, M.Pd PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perubahan tidak akan terjadi dan tujuan tidak akan tercapai. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, pendidikan. sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidkan anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. proses perubahan untuk membangunmanusia bermutu. Becker (Jasmansyah,

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan anak usia dini terlayani sesuai dengan masa. perkembangannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan golden age yaitu usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Astriana Rahma, 2014

Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional (sisdiknas), disebutkan dalam pasal 1 ayat (14), Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 alinea ke empat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

penting dalam menentukan arah serta mutu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak akan asuh, asih,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan anak usia dini (PAUD) menurut Hasan (2011: 15), adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1 tentang Sistem. Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

I. PENDAHULUAN. dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bellanita Maryadi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Menurut Undang-undang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas). Diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 maka sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan 1

2 Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Upaya pembinaan terhadap satuan-satuan PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi anak usia dini yang berlaku secara nasional. Kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi adalah rambu-rambu yang dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum dan silabus (rencana pembelajaran) pada tingkat satuan pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh semua anak karena pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya. Keberlangsungan pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak terutama pemerintah. Peran dan tanggungjawab pemerintah terhadap pengasuhan, pendidikan dan pengembangan anak usia dini di Indonesia telah diwujudkan dalam bentuk berbagai kebijakan dan kesepakatan. Pendidikan harus sudah dimulai sejak usia dini supaya tidak terlambat. Sehingga penting bagi anak untuk mendapatkan Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini justru belum banyak mendapat perhatian. Saat ini, pendidikan usia dini baru diperoleh oleh sebagian kecil anak di Indonesia.

3 Hasil pendataan Depdiknas, baru 28 persen dari 26,1 juta anak usia 6 tahun yang mendapat pendidikan usia dini. Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan jalan masuk ke Sekolah Dasar pada usia lebih awal. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di TK atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di kelompok bermain (play group). Rasio jumlah lembaga pendidikan dan anak usia dini diperkirakan 1:8. Data tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) belum cukup mendapatkan perhatian padahal kapasitas perkembangan kognitif anak sudah dapat terbentuk pada usia dini jauh dibawah usia sekolah. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian dimana masih banyak pihak yang belum mengetahui pentingnya pendidikan anak usia dini. Anak usia dini merupakan rentang usia kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya. Itu artinya periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuhkembangkan berbagai kecerdasan, kemampuan fisiologis, kognitif, bahasa, sosio emosional, dan spiritual. Untuk itu, perlu dukungan lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan potensi anak, baik di lingkungan dalam (indoor) maupun luar (outdoor). Setiap anak memilik kecerdasan yang berbeda-beda. Salah satu kecerdasan yang dimiliki anak usia dini yaitu kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan seluruh atau sebagian anggota tubuhnya untuk melakukan sesuatu. Kecerdasan kinestetik memungkinkan anak membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh sehingga

4 menciptakan gerakan. Dalam hal ini guru dan orangtua ikut berperan aktif dalam kecerdasan kinestetik anak. Dewasa ini, guru dan orangtua lebih mengutamakan perkembangan intelektual daripada perkembangan kecerdasan kinestetik anak. Guru dan orangtua lebih memberi perhatian agar anak dapat membaca, berbicara, dan menulis dengan baik daripada melakukan aktivitas fisik dengan baik. Anak cenderung menghabiskan waktu dengan aktivitas nonfisik seperti menonton televisi, bermain video games dan mengorbankan kecerdasan fisik yang merupakan unsur penting bagi perkembangan menuju manusia serba bisa. Merangsang kecerdasan kinestetik melalui aktivitas fisik akan mendorong bermain dan kecintaan terhadap gaya hidup aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Lwin May yang menyatakan bahwa anak yang pasif secara fisik dapat terjangkit sindrom penyakit malas dan kemungkinan besar secara fisik kurang sehat. Sebaliknya anak yang dibina kinestetiknya maka akan menjadi cerdas dan merasakan bahwa dirinya telah membangun fondasi gaya hidup olahragawan pada tahun-tahun yang akan datang. Menjadi cerdas berarti meletakkan fondasi pada keseluruhan pertumbuhan dan kesejahteraan masing-masing individu. Hal ini juga membantu anak dalam mencapai kecerdasan kinestetiknya sampai potensi maksimalnya. Seorang anak yang memiliki kecerdasan kinestetik akan menikmati berbagai bentuk aktivitas fisik, dan cepat menyerap keterampilan baru. Ketika dihadapkan dengan suatu tugas fisik yang baru seperti memanjat, anak yang memiliki kecerdasan kinestetik akan menikmati tantangan dan merasa yakin bahwa dia akan mampu melakukan tugas itu.

5 Kecerdasan kinestetik perlu dimiliki anak karena dapat meningkatkan keterampilan sosial. Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang orangtuanya bermain bersama mereka pada akhirnya berkembang lebih baik secara sosial. Mereka mampu bermain dengan yang lainnya, baik muda maupun tua. Interaksi ini sebenarnya mengajarkan anak untuk bermain dalam lingkungan kelompok dan memberi kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Anak dengan kecerdasan kinestetik tinggi akan dapat mengungkapkan diri mereka dengan baik. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik lebih menyukai pembelajaran di luar kelas. Hal ini terlihat ketika penulis melakukan observasi di TK TRI KARYA. Ada 18 orang anak dari 26 anak yang berumur 5-6 tahun memiliki kecerdasan kinestetik. Ini sekitar 69% anak memiliki kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik berhubungan erat dengan motorik khususnya motorik kasar. Motorik kasar adalah tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Untuk melihat kecerdasan kinestetik anak dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan bermain. Bermain dapat memberi kesempatan untuk melatih keterampilan, kecerdasan dan dapat mengembangkan ide-ide sesuai dengan cara dan kemampuannya sendiri hingga pada akhirnya diharapkan dapat membantu proses belajar anak. Melalui kegiatan bermain anak akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Untuk itu, perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan seksama sehingga segala sesuatu dapat merupakan kesempatan belajar yang sangat menyenangkan bagi anak itu sendiri.

6 Banyak kegiatan bermain yang dapat mempengaruhi kecerdasan kinestetik anak, salah satunya adalah outbound. Outbound adalah kegiatan di alam terbuka dan juga dapat memacu semangat belajar. Outbound merupakan sarana penambah wawasan pengetahuan yang didapat dari serangkaian pengalaman berpetualang sehingga dapat memacu semangat dan kreativitas seseorang. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kimpraswil menyatakan bahwa outbound adalah usaha olah diri (olah pikir dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam rangka melaksanakan tugas dan kepentingan kelompok secara lebih baik lagi. Kegiatan outbound belum familiar di kalangan dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini. Kegiatan outbound biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang menginginkan kegiatan penyegaran untuk karyawannya. Kegiatan outbound cenderung ditakuti anak-anak karena diadakan di ketinggian. Menurut Magta dalam Maryatun menyatakan bahwa orangtua juga sering menghawatirkan anaknya jika jatuh atau kotor karena outbound dilakukan di alam. Sebenarnya melalui kegiatan outbound anak akan terpacu untuk bergerak aktif seperti melompat, berlari, memanjat dan lain-lain. Pengajaran kegiatan outbound juga dinilai memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Ancok dalam Asti (2009:28-29) yang menyatakan bahwa keuntungan dari kegiatan outbound yaitu melalui kegiatan outbound memberikan sebuah pengalaman langsung kepada peserta outbound, penuh kegembiraan karena dilakukan dengan permainan, salah satu kegiatan untuk menemukan kembali pengalaman masa kecil yang penuh gembira, dan memberikan sebuah hiburan yang menarik bagi peserta yang mengalami masa kecil yang kurang bahagia. Bermain diluar (outbound) biasanya

7 lebih membutuhkan banyak waktu, karena permainan dalam kegiatan outbound juga banyak sehingga dalam meneliti kegiatan outbound harus dilakukan berkalikali agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Outbound juga lebih banyak membutuhkan kekuatan lebih bersemangat, dalam arti fisik dan bermain diluar membutuhkan lebih banyak ruang, dimana anak dapat lari, melompat dan menggunakan sepeda maupun kendaraan lain. Halaman yang berumput atau adanya pasir maka bila anak jatuh tidak terlalu membahayakan di bandingkan bila jatuh dilantai didalam ruangan yang umumnya lebih kasar. Perilaku mereka untuk bermain terdorong oleh rasa senangnya, maka mereka akan bergerak, bersikap dan berperilaku secara spontan, alami dan asli. Disinilah terjadi aktifitas bermain atau belajar. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat, aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja dan ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melihat seberapa besar Pengaruh Kegiatan Outbound terhadap Kecerdasan Kinestetik Anak Usia 5-6 Tahun di TK TRI KARYA Medan T.A 2013. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut: 1.2.1. Kurang familiarnya kegiatan outbound di kalangan pendidikan anak usia dini. 1.2.2. Kurangnya kesadaran akan pengaruh kegiatan outbound terhadap kecerdasan kinestetik anak

8 1.2.3. Adanya keterbatasan waktu ketika melakukan kegiatan outbound 1.2.4. Adanya rasa takut orangtua terhadap bahaya outbound 1.2.5. Kurangnya pengetahuan tentang keuntungan outbound 1.2.6. Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya merangsang kecerdasan kinestetik anak 1.2.7. Guru kurang memperhatikan kecerdasan kinestetik anak 1.2.8. Orangtua lebih mengutamakan perkembangan intelektual anak daripada kecerdasan kinestetik anak. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini dilihat dari kemampuan, dana, dan waktu penelitian yang tidak memungkinkan untuk meneliti semua permasalahan di atas. Maka, penulis membatasi masalah pada penelitian ini yaitu: Pengaruh Kegiatan Outbound Terhadap Kecerdasan Kinestetik Anak Usia 5-6 Tahun. 1.4. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1.4.1. Bagaimanakah kecerdasan kinestetik anak usia 5-6 tahun pada awal observasi di TK Tri Karya? 1.4.2. Bagaimanakah peran guru dalam melakukan kegiatan outbound di TK Tri Karya? 1.4.3. Seberapa besarkah pengaruh kegiatan outbound terhadap kecerdasan kinestetik anak usia 5-6 tahun di TK Tri Karya?

9 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dikemukakan pada penelitian ini yaitu: 1.5.1. Untuk mengetahui bagaimana kecerdasan kinestetik anak usia 5-6 tahun pada awal observasi di TK Tri Karya. 1.5.2. Untuk mengetahui bagaimana peran guru dalam melakukan kegiatan outbound di TK Tri Karya. 1.5.3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan outbound terhadap kecerdasan kinestetik anak usia 5-6 tahun di TK Tri Karya 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1.Bagi Anak: a. Agar kecerdasan kinestetik anak semakin berkembang. b. Memberikan motivasi kepada anak untuk lebih berani dalam kegiatan outbound 1.6.2.Bagi Guru: Sebagai bahan masukan bagi guru untuk dapat mempertimbangkan kegiatan yang baik untuk merangsang kecerdasan kinestetik anak. 1.6.3.Bagi Sekolah: Dapat menjadi panduan dan referensi tambahan dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kegiatan outbound bagi Anak Usia Dini dalam rangka mengembangkan berbagai potensi anak, baik fisik maupun psikis