BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014). 2.1.1 Pengertian Filariasis Penyakit kaki gajah atau Bancroftian filariasis adalah infeksi cacing nematoda Wuchereria bancrofti yang mengalami perubahan siklus hidup (stadium seksual) dan menjadi dewasa di dalam kelenjar getah bening manusia sebagai pejamu definitif (Chandra, 2009). 2.1.2 Penyebab Filariasis Filariasis penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria pada kelenjar dan saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis, akut berupa demam berulang peradangan kelenjar dan saluran getah bening, edema serta gejala klinis berupa elephantiasis, hidrokel. Di Indonesia, ditemukan 3 spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia, yaitu Wuchereria bancrofri, Brugia malayi dan Brugia timori, yang masing-masing sebagai penyebab filariasis bamcrofri, filariasis malayi, filariasis timori. Seseorang dapat tertular filariasis bila digigit nyamuk vektor yang mengandung larva infektif cacing filaria. Beragam spesies nyamuk dapat berfungsi sebagai vektor penyakit ini. Manusia merupakan hospes definitif yang utama pada filariasis malayi. Kucing dan kera juga dapat menjadi hospes definitif selain manusia (Siswanto, 2003).
2.1.3 Cara Penularan Filariasis (Kaki Gajah) Fase Seksual Pejamu (manusia) Mikrofilaria Vektor culex Orang lain Fase Aseksual Gambar 2.1 Cara Penularan Filarasis Penularan parasit terjadi melalui gigitan nyamuk Culex, Anopheles, dan Aedes. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah pantai, daerah persawahan, dan daerah berawa. Filaria limfatik ini bersarang di sistem limfatik dan menyebabkan radang kelenjar dan saluran limfa (Depkes RI, 2012). Cacing betina akan memproduksi mikrofilaria yang masuk ke dalam aliran darah perifer manusia pada malam hari (nocturnal periodicity) dengan konsentrasi tinggi pada jam antara 10.00 malam dan 02.00 pagi (Chandra, 2009). Bentuk lain dari mikrofilaria dapat berada terus dalam aliran darah perifer manusia dalam konsentrasi tinggi pada siang hari (diunal sub-periodicity)penyakit ini endemis di daerah Pasifik Selatan tempat vektor nyamuk mempunyai kebiasaan mengigit pada siang hari dan banyak berjangkit di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan (Chandra, 2009).
Bila penderita penyakit kaki gajah ini digigit nyamuk dan nyamuk menghisap darahnya, maka mikrofilaria di dalam tubuh vektor nyamuk akan mengalami multiplikasi dan nyamuk menjadi pejamu intermediate (Chandra, 2009). Seandainya nyamuk infeksius ini mengigit orang lain, maka air liur nyamuk yang banyak mengandung mikrofilaria akan masuk ke dalam aliran darah orang tadi dan akan berubah menjadi cacing dewasa (Chandra, 2009). 2.1.4 Gambaran Klinis Filariasis - Fase akut penyakit ini ditandai dengan demam menggigil, sakit kepala, limfangitis dan limfadenitis yang timbul - Bagian tubuh yang meradang tampak merah dan nyeri - Limfangitisnya khas, bersifat desendes dan dari proksimal menjalar ke distal - Radang dapat menjadi abses dan pecah meninggalkan parut terutama di daerah inguinal, paha dan ketiak - Dalam keadaan kronis baru tampak gangguan aliran limf yang menyebabkan elefantiasis, hidrokel, dan khiluria yaitu: keluarnya cairan limf dalam urin - Diagnosis dipastikan dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi yang diambil malam hari antara pukul 10.00 malam dan pukul 02.00 dinihari, dan diwarnai dengan giemsa. Dalam keadaaan kronik pemeriksaan ini sering negatif (Depkes RI, 2012) 2.1.5 Obat Filariasi A. DEC (Dietilkarbamazin) Dietilkarbamazin termasuk derivat piperazin, yang efektif terhadap microfilaria dan cacing dewasa loa-loa, Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi.
Dietilkarbamazin memiliki aktifitas mikrofilarisidal dan makrofilarisidal yang efektif. Dietilkarbamazin digunakan pada infeksi parasit nematoda loa-loa yang ditularkan melalui gigitan lalat Chrysops. Juga digunakan pada infeksi limfatik filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Obat ini memberikan efek samping berupa sakit kepala, pusing, mual, muntah dan reaksi imunologik pada beberapa jam setelah pemberian dosis pertama. Pada pasien dengan riwayat gangguan ginjal dosis harus diturunkan, dan harus hati-hati pada pasien dengan riwayat gangguan jantung. Juga harus hati-hati pada penyakit akut parah lainnya, pemberian obat lain harus ditunda (Depkes RI, 2006) B. Albendazole Albendazole termasuk kedalam golongan karbamat, bekerja menghambat masukan glukosa pada parasit nematode sehingga pembentukan adenosin trifosfat (ATP) berkurang dan selanjutnya pergerakan parasit berhenti. Albendazole dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, pusing, ruam kulit dan demam, pada pemakaian yang lebih lama obat ini dapat menimbulkan penurunan jumlah leukosit (leukopenia), kebotakan dan gangguan enzim hati (Depkes RI, 2006) 2.1.6 Pengendalian Penyakit Filariasis Program eliminasi filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu The Global Goal of Elimination of Lymphatic dari resolusi program eliminasi ini dilaksanakan melalui WHA (World Health Assembly pada tahun 1997) (Dinkes Prov.SU, 2014)
Program eliminasi ini dilaksanakan melalui dua pilar kegiatan yaitu: a. Pengobatan massal kepada semua penduduk di kabupaten endemis filariasis dengan menggunakan DEC 6 mg/kg BB dikombinasikan dengan albendazole 400 mg sekali setahun selama 5 tahun, guna memutuskan rantai penularan. b. Tatalaksana kasus klinis filariasis guna mencegah dan mengurangi kecacatan (Dinkes Prov.SU, 2014) Tatalaksana kasus kronis filariasis harus dilakukan pada semua penderita, tujuannya untuk mencegah atau mengurangi kecacatan penderita dan agar penderita menjadi mandiri dan merawat dirinya. Setiap penderita dibuatkan status rekam medisnya di puskesmas dan mendapatkan kunjungan dari petugas kesehatan minimal 3 kali dalam setahun. Penatalaksanaan kasus kronis filariasis merupakan kewajiban kabupaten/kota (Dinkes Prov.SU, 2014). 2.2 Obat Obat adalah salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh sakit, misalnya kepala pusing, batuk, pilek atau perut mules dan lain sebagainya. Untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit maka biasanya langsung minum obat (Widjajanti, 1988). Umumnya masyarakat kurang memahami bahwa obat selain menyembuhkan penyakit, juga mempunyai efek samping yang merugikan kesehatan (Widjajanti, 1988).
2.3 Pengelolaan Obat Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan meliputi: a. Perencanaan dan permintaan obat b. Penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat c. Pencatatan dan pelaporan d. Supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Kemenkes RI, 2010). 2.3.1 Perencanaan Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obatpublik dan perbekalan kesehatan (Depkes RI, 2007). Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2007). 2.3.2 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian sertagangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat- obatan adalah untuk : - Memelihara mutu obat - Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab - Menjaga kelangsungan persediaan - Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi : a. Pengaturan tata ruang b. Penyusunan stok obat c. Pencatatan stok obat d. Pengamatan mutu obat (Depkes RI, 2007). 2.3.3 Pendistribusian Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat- obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari instalasi farmasi secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Tujuan distribusi: 1. Terlaksananya distribusi obat publik dan perbekkes secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan 2. Terjaminnya ketersediaan obat publik dan perbekkes di unit pelayanan kesehatan (Depkes RI,2007). Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan pada penanganan bencana dilaksanakan secara bertahap. Kegiatan pendistribusian harus dilaporkan pula secara bertahap. Pelaporan ini merupakan bentuk pertanggung jawaban masingmasing tingkat pelayanan kepada organisasi diatasnya. Selain itu sebagai bahan evaluasi pelaksana kegiatan dimana terjadi bencana (Depkes RI, 2002). Dibawah ini digambarkan alur permintaan dan distribusi obat dan perbekalan kesehatan pada saat terjadi bencana.
Depkes Dinkes provinsi Dinkes kab/kota (UPOPPK) PKM RSU Yankes TNI-Polri Yankes Swasta Posko Kes Keterangan : Pustu = Jalur Permintaan = Jalur Pengiriman (Depkes, 2002). Gambar 2.2 Permintaan dan Pendistribusian 2.3.4 Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di IF Provinsi merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obatsecara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan (Depkes RI, 2007).
Tujuan pencatatan dan pelaporan tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan,persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktudari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat (Depkes RI, 2007). Depkes Dinkes provinsi Dinkes kab/kota (UPOPPK) PKM Posko Kes Pustu RSU Yankes TNI-Polri Yankes Swasta Gambar 2.3 Pencatatan dan Pelaporan (Depkes RI, 2002)