BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

E M. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Merek itu?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

Petunjuk Pendaftaran Merek

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

BAB V IZIN PENDAFTARAN MEREK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, suatu produk barang atau jasa yang dibuat pelaku usaha

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Merek BUKAN Paten Merek Paten

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Halaman 1

PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

Bab V. Kesimpulan dan Saran. Hasil penelitian menunjukan putusan Mahkamah Agung yang sangat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. ditambah penjelasan-penjelasan bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB IV PENUTUP. 1A Padang, berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Tidak di temukannya. tersebut, hanya saja hambatan-hambatannya dalam kekurangan

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN WARALABA YANG DILAKUKAN SAAT PROSES PENDAFTARAN MEREK. Djarot Pribadi, SH., MH. 1


II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Hukum, Pengertian, Jenis dan Bentuk Merek. sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISA YURIDIS TERHADAP PEMBONCENGAN KETENARAN MEREK ASING TERKENAL UNTUK BARANG YANG TIDAK SEJENIS (KASUS MEREK INTEL CORPORATION LAWAN INTEL JEANS)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4 / PUU-X / 2012 Tentang Penggunaan Lambang Negara

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS YURIDIS KONSISTENSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG DALAM KASUS MEREK YANG MENGANDUNG UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA (Putusan Pengadilan )

BAB V PENUTUP. menganalisa bahwa sebenarnya kebaruan atau Novelty jelaslah dalam. Penerapannya tidak dilakukan dengan maksimal, sehingga putusan

yang menjadi uraian teori skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB II PENERAPAN ASAS ITIKAD TIDAK BAIK SEBAGAI SALAH SATU ALASAN PEMBATALAN MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Mahkamah Agung dalam memutus perkara Peninjauan Kembali kasus Prada antara PREFEL S.A melawan Fahmi Babra dan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek nyata-nyata dalam putusannya telah menggunakan dan mempertimbangkan adanya itikad tidak baik (bad faith) dari pihak Termohon/ Fahmi Babra. Adanya alasan itikad tidak baik tersebut juga terlihat dari pemilihan bentuk-bentuk kata pada etiket merek Prada dan Logo, dimana bentuk penulisan kata Prada oleh Fahmi Babra adalah sama pada pokoknya dengan bentuk kata Prada milik PREFEL S.A. dan lukisan dalam etiket merek Prada & Logo atas nama Termohon PK adalah sama pada keseluruhannya/identik dengan salah satu lukisan dari merek Prada dan variasinya milik PREFEL S.A. yang telah terkenal. Majelis Hakim menyimpulkan bahwa pada saat Fahmi Babra mengajukan permintaan pendaftaran merek Prada & Logo, dia telah mengetahui keberadaan merek terkenal Prada dan variasinya milik PREFEL S.A.. Sehingga tanpa diilhami oleh merek Prada dan variasinya milik PREFEL S.A. yang telah menjadi merek terkenal internasional, Fahmi Babra tidak akan terpikir untuk mengajukan permintaan pendaftaran merek Prada & Logo tersebut, dan dapat dipastikan pula merek Prada & Logo milik Fahmi Babra bukanlah diciptakan olehnya sendiri, melainkan meniru atau mencontoh merek Prada milik PREFEL S.A. yang telah terkenal. 78

79 Tindakan Fahmi Babra pada saat mengajukan permintaan pendaftaran merek Prada & Logo yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal milik PREFEL S.A. telah dilandasi adanya itikad tidak baik (bad faith), sehingga hal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Merek 2001, yang dikutip kembali sebagai berikut: Merek hanya dapat didaftar atas dasar permintaan yang diajukan pemilik merek yang beritikad baik, di mana hal tersebut juga sejalan dengan Yuriprudensi Tetap Mahkamah Agung R.I. No. 370 K/Sip/1983, tanggal 19 Juli 1984 tentang sengketa merek Dunhill, antara Alfred Dunhill Limited melawan Lilien Sutan, yang inti pertimbangan hukumnya adalah sebagai berikut: Pemakaian dan peniruan merek terkenal orang lain harus dikualifikasi sebagai pemakai yang beritikad tidak baik, karena itu tidak patut diberi perlindungan hukum. Hakim Pengadilan Niaga dalam memutus sengketa merek dalam hal terjadinya persaingan curang yakni itikad tidak baik yang dimaksud dalam Pasal 4 UU Merek, telah membatalkan merek pihak lain yang sengaja meniru merek terkenal dengan mempertimbangkan hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Merek bahwa ketentuan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek, apabila mengandung salah satu unsur yakni: 1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2) Tidak memiliki daya pembeda; 3) Telah menjadi milik umum; atau 4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Pembatalan juga didasarkan kepada Pasal 6 yang intinya adalah merek harus ditolak dengan alasan-alasan berikut:

80 1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; 2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya; 3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasigeografis yang sudah dikenal; 4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; 5) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; dan 6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Kesimpulan yang diambil penulis adalah bahwa alasan itikad tidak baik (Presumtion of Bad Faith) telah mutlak dijadikan sebagai pertimbangan hukum sepenuhnya dalam pembatalan merek oleh Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali kasus Prada antara PREFEL S.A melawan Fahmi Babra dan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek. 2. Bentuk perlindungan hukum bagi pemegang merek yang beritikad baik sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek secara tegas diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Merek.

81 Sebagaimana penulis jelaskan di atas, hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar. Karena merupakan hak khusus, maka pihak lain tidak dapat menggunakan merek terdaftar tanpa ijin pemiliknya. Orang yang berminat menggunakan merek orang lain harus terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke Kantor Merek. Apabila tanpa melakukan perjanjian lisensi, tetapi langsung membuat merek yang sama pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain dan digunakan pada barang atau jasa yang sama tanpa pendaftaran merek, hal ini merupakan pelanggaran Hak Atas Merek. Jadi bentuk pelanggarannya berupa peniruan merek terdaftar. Istilah lain untuk pelanggaran tersebut dikenal istilah pembajakan hak merek. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Merek 2001, yang dikutip kembali sebagai berikut: Merek hanya dapat didaftar atas dasar permintaan yang diajukan pemilik merek yang beritikad baik. Ketentuan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek, diatur dalam Pasal 4 UU Merek yang ditentukan bahwa, Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik. Tidak dapat didaftarkan atau dapat dibatalkan menurut Pasal 5 UU Merek, apabila mengandung salah satu unsur yakni: 1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2) Tidak memiliki daya pembeda; 3) Telah menjadi milik umum; atau 4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

82 Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berkesimpulan bahwa wujud perlindungan hukum terhadap pemegang merek yang beritikad baik telah dicover dengan baik berdasarkan Undang-Undang Merek 2001 khsusnya pasal 4 dan 5 Undang-Undang. Terbukti akibat adanya itikad tidak baik dalam pendaftaran merek terkenal Prada oleh Fahmi Babra, berakibat hukum pembatalan terhadap pendaftaran merek atas nama Fahmi Babra tersebut oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali Mahkamah Agung adalah sebagai wujud konkrit telah berjalannya perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Merek 2001 terhadap pemegang merek dengan itikad baik dalam kasus ini adalah PRADA SA sebagai pemegang merek terkenal PRADA yang telah terkenal di seluruh dunia. B. SARAN Berikut beberapa saran yang penulis anggap perlu untuk diperhatikan sehubungan dengan hal-hal yang telah dibahas dalam penulisan ini, yaitu: 1. Direktorat Jenderal HaKI harus lebih cermat dalam mengamati terhadap pendaftaran maupun pemakaian selanjutnya merek dagang asing khususnya merek terkenal, sehingga menjadi pedoman dalam setiap permohonan pendaftaran merek. 2. Secara hierarkis Departemen Hukum dan HAM sebagai instansi yang lebih tinggi harus meningkatkan pengawasan terhadap segala proses pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HaKI. 3. Tehadap para hakim di tiap peradilan khususnya peradilan niaga (judex factie) harus lebih mengetahui hukum dan mempelajari serta mau menerima fakta hukum terutama terhadap merek-merek terkenal asing walaupun secara yuridis

83 formal belum didaftarkan merek dagangnya dalam DUM (Daftar Umum Merek), sehingga mencerminkan asas ius curia novit yang sesungguhnya. 4. Diupayakan para pengusaha melakukan konsultasi dengan pakar-pakar atau konsultan merek yang mempunyai kualifikasi/standar Internasional sebelum mendaftarkan bahkan sebelum mempergunakan merek dagangnya.