BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB III PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: penyalahgunaan psikotropika dapat dengan menggunakan diskresi, yaitu

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana psikotropika dengan pelaku anak

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BERITA NEGARA. No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan.

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman reformasi sekarang ini, berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. 1 Anak mempunyai peranan di dalam perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan teknologi tersebut, dapat berdampak pada terjadinya penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh anak. Salah satunya adalah anak di bawah umur yang sudah menggunakan psikotropika dan obat-obat berbahaya atau terlarang. Biasanya keakraban anak dengan obat-obatan terlarang tersebut, merupakan akibat dari pergaulan dengan lingkungan di sekitarnya. Berawal dengan mencoba-coba sampai akhirnya menjadi ketagihan yang menyebabkan seorang anak menjadi pecandu. Seorang anak yang sudah ketagihan dalam keadaan gembira sekali yang ditimbulkan oleh pengaruh narkotika disebut Euphoria. Namun euphoria ini juga dapat menyebabkan seorang anak menjadi murung, gampang marah, gelisah, koma, bahkan adakalanya meninggal. 2 Kegiatan pemberantasan penyalahgunaan psikotropika akan selalu menjadi bahan yang aktual untuk 1 Wargiati Soetodjo, 2005, Hukum Pidana Anak, PT Rafika Aditama, Bandung, hlm. 5. 2 Andi Hamzah dan Surachman, 1994, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, PT Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5. 1

2 dibahas sebagai upaya yang rumit dalam penanggulangan kejahatan. Sebagai salah satu cara untuk memberantas penyalahgunaan psikotropika, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Dilihat dari beratnya ancaman hukuman dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, dapat diduga bahwa pemerintah berharap Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1997 dapat berfungsi untuk membuat jera baik pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya (special prevention) maupun mencegah masyarakat luas untuk tidak ikut melakukan penyalahgunaan psikotropika (general prevention). Ada pengakuan dari negara bahwa kedudukan pengguna narkoba khususnya anak di bawah umur adalah sebagai korban karena itu perlu rehabilitasi. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 menentukan pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau perawatan. Selain ketentuan tersebut, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengakomodasi kepentingan anak dan memberikan ruang bagi hakim untuk menerapkannya dalam menjatuhkan putusan pidana ats perbuatan yang dilakukan anak. Satjipto Rahardjo dalam sebuah diskusi mengemukakan bahwa, hakim tidak boleh hanya berlindung di belakang Undang-Undang, ia harus tampil dalam totalitas termasuk dengan nurani. Hukum, Undang-Undang hanya

3 kertas dengan tulisan umum dan abstrak. Di tangan para hakim, ia menjadi keadilan yang hidup. 3 Pertimbangan utama hakim dalam mengadili dan menjatuhkan putusan terhadap anak adalah kepentingan terbaik bagi anak yang berorientasi kepada keadilan, bukan atas kekakuan hukum pidana atau hukum acara. Terhadap anak yang terbukti melakukan kejahatan, hakim harus mengambil keputusan bijak dengan memperhatikan latar belakang kehidupan anak, latar belakang kehidupan keluarga anak, faktor-faktor pencetus terjadinya kejahatan, dan yang terpenting, kemampuan mental dan kesehatan fisik seorang anak yang akan menanggung beban pemidanaan (jika dijatuhi pidana). Formalitas proses peradilan pidana merupakan beban tersendiri bagi seorang anak yang harus diperhatikan dalam penjatuhan putusan. Anak pelaku penyalahgunaan psikotropika dapat saja tidak dijatuhi pidana, yaitu dikenai tindakan sebagaimana dimaksud Pasal 22 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan terhadap seorang anak pelaku kejahatan harus dilakukan oleh hakim sebagai ultimum remedium (pilihan terakhir), dan hanya untuk kepentingan anak. Penjara bukan tempat yang baik bagi anak, di sisi lain hakim harus memperhatikan keseimbangan dan tuntutan keadilan dari masyarakat yang terkena dampak kejahatan. 3 Kompas, Konvensi Hak Anak dan Bangsa Yang Beradab, 22 Februari, 2008.

4 Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang anak di bawah umur pelaku tindak pidana penyalahgunaan psikotropika. Banyak kasus penyalahgunaaan psikotropika yang dilakukan oleh anak di bawah umur, oleh karena itu dalam penelitian hukum ini penulis akan mengambil judul, KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR SEBAGAI PELAKU PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika? 2. Apa hambatan atau kendala dalam penerapan pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika.

5 2. Untuk mengetahui hambatan atau kendala dalam penerapan pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Memperdalam wawasan penulis di bidang hukum pidana pada umumnya dan pengembangan Ilmu Hukum dalam hal penyalahgunaan psikotropika. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan, serta dapat diterapkan dan diimplementasikan oleh aparat penegak hukum. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan peneliti, belum pernah ada penelitian yang secara khusus menganalisis tentang kebijakan hukum pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika. Hasil penelitian ini akan digunakan dalam menentukan langkah-langkah kebijakan hukum pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika. F. Batasan Konsep Penulis akan menguraikan mengenai batasan pengertian kebijakan hukum pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika yaitu: 1. Kebijakan

6 Rangkaian konsep pokok dan azas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan atau pekerjaan, konsep dasar yang menjadi pedoman dalam melaksanakan suatu kepemimpinan dan cara bertindak (tentang berorganisasi, pemerintah, dan sebagainya). 4 2. Hukum Pidana Bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang menentukan dasar-dasar atas perbuatan pidana, pertanggungjawaban dan pidana. 5 3. Anak Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memberikan pengertian anak ialah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. 4. Psikotropika Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika memberikan pengertian psikotropika ialah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. 4 Poerwadarminta, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 431. 5 Moeljatno, 1983, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hlm 1

7 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. 2. Sumber Data a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana psikotropika serta peraturan perundang-undangan lainnya yang melandasinya, yaitu: 1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotopika. 3) Konvensi Hak-hak Anak Majelis Umum Perserikatan Bangsabangsa pada tanggal 20 November 1989. 4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 6) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 7) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 8) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 9) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. 10) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

8 11) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 12) Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad No. 278 jo No. 536). 13) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976, Pemerintah Indonesia tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961. 14) Resolusi The United Nations Economic and Social Council, Nomor 1474 (XLVIII) tanggal 24 Maret 1970 tentang Adopsi Protokol Psikotropika. 15) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang ratifikasi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988. 16) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 349/MENKES/SK/IX/1980 tanggal 15 September 1980 tentang Daftar Penambahan Bahan sebagai Narkotika (Daftar Obat Keras). 17) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.:213/MENKES/PER/IV/1985 tentang Obat Keras Tertentu. 18) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.:688/MENKES/PER/VII/1997 Tanggal 14Juli 1997 tentang Peredaran Psikotropika. 19) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.:785/MENKES/PER/VII/1997 Tanggal 31 Januari 1997 tentang Ekspor dan Impor Psikotropik.

9 20) Kepmenkes Nomor 996/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. b. Bahan Hukum Skunder, yaitu berupa teori dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa kamus Kamus Bahasa Inggris dan Kamus Hukum. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan, dokomen-dokumen atau arsiparsip, makalah, majalah atau surat kabar. b. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara lisan dengan responden yang terdiri dari jaksa dan hakim untuk mendapatkan data sekunder berupa bahan hukum sekunder (pendapat hukum) tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan hukum. 4. Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Polresta Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Yogyakarta. 5. Narasumber a. Penyidik pada Polresta Yogyakarta. b. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta. c. Hakim pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.

10 6. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan maupun wawancara diolah dan dianalisis secara kualitatif normatif artinya analisis data berdasarkan apa yang diperoleh dari kepustakaan maupun wawancara, kemudian diarahkan, dibahas dan diberi penjelasan dengan ketentuan yang berlaku, dan akhirnya disimpulkan dengan metode induktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum. 7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematisasi isi. BAB II KEBIJAKAN TERHADAP ANAK PELAKU PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA Bab ini menguraikan tentang kebijakan hukum pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku penyalahgunaan psikotropika. Antara lain akan diuraikan tentang kebijakan hukum, anak di bawah umur, anak sebagai pelaku tindak pidana, pengertian psikotropika, penyalahgunaan psikotropika, dan pembahasan berdasarkan permasalahan. BAB III PENUTUP Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran.