IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

dokumen-dokumen yang mirip
Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Oleh: ESTI FITRIYANI A

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BELAJAR BERMAKNA DAVID P. AUSUBEL DI SD/MI. Nur Rahmah (Dosen Pendidikan Matematika IAIN Palopo)

BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. Mengajarkan matematika bukanlah sekedar guru menyiapkan dan

DOBEL STELD MEMPERMUDAH OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

Peta Kompetensi Guru Matematika SMK Non Teknik. Jenjang Dasar

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

PENILAIAN UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan. Matematika adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini, diharapkan dapat. determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara.

Suprih Ediyanto SMP Negeri 30 Purworejo. Abstrak

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED DALAM PEMECAHAN MASALAH

Untuk Apa Belajar Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro

BAGAIMANA CARA MATEMATIKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PARA SISWA? Fadjar Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

penemuan (discovery atau invention). 3. Lima tipe inovasi; produk, proses, pemasaran, organisasi, dan bisnis.

BAHAN 1. Mata Kuliah STRATEGI PEMBELAJARAN AUD (MODEL-MODEL PEMBELAJARAN) Oleh: Nur Cholimah, M.Pd

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

Strategi Pembelajaran Matematika

Kata kunci: manik-manik, kontekstual, konvensional.

B A B I P E N D A H U L U A N

PENINGKATAN PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN SOAL OPEN ENDED MENANTANG SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI. Endah Ekowati 1 dan Kukuh Guntoro 2.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keahlian dan kemampuan yang unggul. Salah satu upaya pemerintah

Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas V SDN Kedung Banteng

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN PAKEM. By: N U R D I N. Abstrak

HIRARKI BELAJAR: SUATU TEORI DARI GAGNE

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

Praktek Pembelajaran Matematika. Oleh: Fadjar Shadiq, M. AppSc WidyaIswara PPPG Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

APLIKASI PENDEKATAN MODEL KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PEMBELAJARAN MENULIS. oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu berubahnya sistem pembelajaran dari teacher centered menjadi

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD,

Transkripsi:

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq Praktek Pembelajaran Saat Ini Tulisan ini akan dimulai dengan kegiatan mengilas-balik, merefleksi, atau merenungkan kembali hal-hal yang sudah dilakukan para guru matematika SD selama bertahun-tahun di kelasnya masing-masing. Misalkan saja Anda, seorang guru SD akan membimbing para siswa SD yang sedang mempelajari topik pengurangan seperti: 12 9, 13 8, dan 13 5 Pengurangan di atas termasuk operasi pengurangan dasar, dimana bilangan yang dikurangi paling besar 18, pengurangnya merupakan bilangan yang terdiri atas satu angka dan hasilnya merupakan bilangan yang terdiri atas satu angka juga. Pertanyaannya: Bagaimana cara Anda melaksanakan tugas tersebut? Langkah-langkah apa saja yang telah Anda lakukan agar para siswa dapat memahami topik tersebut dengan mudah? Mungkin saja yang telah Anda lakukan adalah dengan menerangkan, menceramahi, atau menjelaskan bahwa untuk menentukan hasil pengurangan seperti 12 9 adalah dengan melihat 12 sebagai 10 + 2, sehingga 12 9 = (10 + 2) 9 = 1 + 2 = 3. Lalu bayangkan sekarang para siswa SD tersebut yang saat ini sedang bekerja di pabrik, toko, industri, bank, ataupun di tempat lainnya. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apakah yang sudah Anda lakukan selama proses pembelajaran di kelas telah sesuai dengan yang dibutuhkan mereka? Pada masa lalu, dan mungkin juga pada masa kini, sebagian guru SD memulai proses pembelajaran pengurangan seperti 12 9, 13 8, ataupun 13 5 dengan membahas contoh-contoh soal lalu meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan yang mirip. Pada umumnya, sebagian guru ketika mengajar matematika akan memulai proses pembelajaran suatu topik dengan membahas definisi, lalu membuktikan atau hanya mengumumkan

kepada para siswa rumus-rumus yang berkait dengan topik tersebut, diikuti dengan membahas contoh-contoh soal, dan diakhiri dengan meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan. Dengan pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas di saat itu lalu menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan para guru. Di bidang penilaian atau evaluasi, seorang siswa dinilai telah menguasai materi matematika jika ia mampu mengingat dan mengaplikasikan aturan-aturan, langkah-langkah, serta contoh-contoh yang sudah disampaikan para gurunya. Nur (2001:9) mengakui bahwa pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik. Di samping itu, kurikulumnya terlalu sarat dan kelasnya didominasi pelajaran yang berpusat pada guru. Seperti para guru di Indonesia, para guru di Asia Tenggara cenderung untuk menggunakan strategi pembelajaran tradisional yang dikenal dengan beberapa istilah seperti: pembelajaran terpusat pada guru (teacher centred approach), pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif (deductive teaching), ceramah (expository teaching), maupun whole class instruction (Tran Vui, 2001). Di Amerika Serikat (Smith, 1996), muncul istilah mengajar matematika dengan memberitahu (teaching mathematics by telling). Strategi pembelajaran seperti dinyatakan di atas dapat dikatakan lebih menekankan kepada para siswa untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan kurang atau malah tidak menekankan pentingya penalaran (reasoning), pemecahkan masalah (problem-solving), komunikasi (communication), ataupun pemahaman (understanding) seperti dituntut Kurikulum 2004. Di samping itu, dengan strategi pembelajaran seperti itu, kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah. Para siswa hanya menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skills) selama proses pembelajaran berlangsung di kelas dan tidak memberi kemungkinan bagi para siswa untuk berpikir dan berpartisipasi secara penuh. Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah, mana yang lebih baik bagi 1

lulusan SD, siswa yang hanya pandai mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan dan dilatihkan gurunya, ataukah siswa yang kreatif, siswa yang jago memecahkan masalah, dan mampu menemukan hal-hal baru di bidangnya masing-masing? Karena itulah praktek pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan gurunya seperti yang diceriterakan di atas tadi sesungguhnya tidak sesuai dengan arah pengembangan dan inovasi pendidikan kita. Perlunya Perubahan Strategi Pembelajaran Pada dasarnya, tugas utama seorang guru matematika adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, dan cara-cara berpikir serta cara-cara mengemukakan pendapat. Namun tugas yang paling utama dari para guru matematika di SD adalah membimbing para siswa tentang bagaimana belajar yang sesungguhnya serta bagaimana belajar memecahkan masalah sehingga hal-hal tersebut dapat digunakan di masa depan mereka, di saat mereka sudah meninggalkan bangku sekolah lalu terjun ke lapangan-lapangan kerja yang sesuai, sebagaimana dinyatakan Joyce Dkk (1992:1) berikut: " the most important long-term outcome of instruction may be the students' increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skill they have acquired and because they have mastered learning process." Sekali lagi, pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah yang sudah kita lakukan selama proses pembelajaran di kelas telah sesuai dengan yang dibutuhkan mereka? Karena tujuan jangka panjang pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan para siswa agar mereka mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul, untuk itu, di samping dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan matematis, mereka sudah seharusnya dibekali juga dengan kemampuan untuk belajar mandiri dan belajar memecahkan masalah. Sejalan dengan munculnya teori belajar terbaru yang dikenal dengan konstruktivisme, menguatnya isu demokratisasi pendidikan, semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin dibutuhkannya kemampuan 2

memecahkan masalah dan berinvestigasi, dan semakin banyak dan cepatnya penemuan teori-teori baru, maka pendekatan seperti Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education), Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), serta Pendekatan Pembelajaran Matematika Kontekstual (Contextual Teaching & Learning) merupakan pendekatan-pendekatan yang sangat dianjurkan para pakar untuk digunakan selama proses pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia. Dengan strategi pembelajaran baru ini, diharapkan adanya perubahan dari: 1. Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) 2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry learning. 3. Belajar individual ke kooperatif. 4. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah. 5. Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa). Karena itulah pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat disarankan adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada suatu pendapat bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa. Contoh Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme Berikut ini adalah contoh pembelajaran pengurangan dasar bilangan seperti 13 7. Alternatif rancangan proses pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan kondisi daerah dan keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-langkah proses pembelajarannya adalah sebagai berikut: 3

1. Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis, di transparansi, ataupun di kertas peraga. Ardi memiliki 12 kelereng. 9 kelereng diberikan kepada adiknya. Berapa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? 2. Guru bertanya kepada para siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada awalnya? Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di papan tulis, 12 buah kelereng seperti gambar di bawah ini dengan menekankan bahwa 12 bernilai 1 puluhan dan 2 satuan atau 12 = 10 + 2. 12 = 10 + 2 3. Guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiliki Ardi. 4. Guru bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal tersebut. 5. Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Pada waktu diskusi kelompok, Bapak atau Ibu Guru sebaiknya menawarkan alternatif kedua ini kepada beberapa kelompok. 12 9 = 3 12 9 = 2 + 1 = 3 4

6. Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara tersebut yang lebih mudah digunakan. 7. Guru memberi soal tambahan seperti 13 9 dan 12 8. Para siswa masih boleh menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang masih menggunakan alternatif pertama, sarankan untuk mencoba alternatif kedua dalam proses menjawab dua soal di atas. 8. Guru memberi soal tambahan seperti 14 9 dan 13 8. Bagi siswa atau kelompok siswa yang sudah dapat menyelesaikan soal ini tanpa menggunakan benda konkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada di buku. Belajar Arti Konstruktivisme dari Contoh di Atas Dari contoh proses pembelajaran pengurangan di atas dapat dikemukakan beberapa hal berikut: 1. Peran guru sebagai fasilitator dalam membantu siswanya dapat dengan mudah melakukan operasi pengurangan dasar bilangan. Dengan cara seperti ini, pengetahuan diharapkan dapat dengan mudah terkonstruksi atau terbangun di dalam pikiran siswanya. 2. Dengan alternatif rancangan pembelajaran seperti itu, para siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan bahwa 12 9 = 2 + 1, 13 9 = 3 + 1, 12 8 = 2 +2, 14 9 = 4 + 1, dan seterusnya. 3. Para siswa juga dibimbing gurunya untuk secara demokratis menentukan pilihan-pilihan, dan secara dini belajar untuk menghargai pendapat teman lainnya meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri. 4. Dengan alternatif rancangan pembelajaran seperti itu, ketika para siswa diminta menentukan hasil dari 15 8 misalnya, di dalam pikiran siswa akan muncul gambaran (sebagai hasil pengalaman belajar di kelasnya), kelereng sejumlah 1 puluhan dan 5 satuan yang jika diambil 8 akan menghasilkan 5 + 2 = 7. 5. Pengalaman belajar yang dirancamg ini tidak akan berhasil jika siswa tidak atau kurang terampil menentukan hasil 10 9 = 1, 10 8 = 2, 10 7 = 3 dan seterusnya. Hal ini menunjukkan benarnya pendapat Ausubel, penggagas 5

belajar bermakna (meaningful learning) yang menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. 6. Proses pembelajaran ini sesungguhnya didasarkan pada suatu keyakinan dari para penganut konstruktivisme yang menyatakan bahwa suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak seorang guru dengan begitu saja ke dalam otak siswa. Siswa sendirilah, yang dengan bantuan guru, akan dapat menemukan kembali pengetahuan yang sudah ditemukan para ahli matematika. 7. Dengan fasilitasi dari para guru matematika sebagaimana dinyatakan para pakar pendidikan matematika, prosedur pengurangan dasar bilangan seperti 12 9 maupun 13 8 ditemukan kembali (guided re-invention) si pembelajar seperti ketika para siswa menemukan kembali rumus, konsep, ataupun prinsip seperti yang ditemukan para matematikawan. Implikasinya pada Pembelajaran Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986:873): knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental structures. Dengan demikian, belajar matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Di samping itu, pentingnya kemampuan memecahkan masalah, terutama di saat para siswa sudah bekerja atau di saat mempelajari materi lain, akan menuntut adanya perubahan proses pembelajaran di kelas-kelas, termasuk di Sekolah dasar di seluruh Indonesia. 6

Berdasar penjelasan dan contoh di atas, implikasi konstruktivisme pada pembelajaran di antaranya adalah: 1. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak mesti diikuti dengan hasil yang bagus pada siswanya. Setiap siswa SD harus mengkonstruksi (membangun) pengetahuan matematika di dalam benaknya masingmasing berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam benaknya. Karenanya, hanya dengan usaha keras para siswa sendirilah para siswa akan betul-betul memahami Matematika. Setiap guru matematika SD tentunya sudah mengalami bahwa meskipun suatu materi telah dibahas dengan sejelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswanya yang belum ataupun tidak mengerti materi yang diajarkannya. Hal ini telah menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada siswanya dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. 2. Tugas setiap guru adalah memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan matematika dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri dan bukan ditanamkan oleh para guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya. Karenanya, pembelajaran matematika akan menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna. 3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung modelmodel itu. Karenanya, para guru harus mau bertanya dan mau mengamati pekerjaan siswanya. Setiap kesalahan siswa harus menjadi umpan balik dalam proses penyempurnaan rancangan proses pembelajaran berikutnya. 4. Pada konstruktivisme, siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing konsep matematika sehingga peranan guru dalam mengajar bukannya menguliahi, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan matematika pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-kontruksi mental yang diperlukan. 7

Pada akhirnya mudah-mudahan tulisan ini akan lebih menjelaskan dan dapat meyakinkan para guru, terutama guru SD, akan perlunya perubahan ini. Daftar Pustaka Bodner, G.M. (1986). Constructivism: A theory of knowledge. Journal of Chemical Education. Vol. 63(10):873-878. Joyce, B.; Weil, M.; Showers, B (1992). Models of Teaching (4 th Ed). Boston : Allyn and Bacon Nur, M. (2001). Realistic Mathematics Education. Jakarta: Depdiknas, Proyek PPM SLTP. Orton, A (1987). Learning Mathematics. London: Casell Educational Limited Smith, J.P. (1996). Efficacy and teaching mathematics by telling: a challenge for reform. Journal for Research in Mathematics Education. Vol 27(4) pp 387-402. Tran Vui (2001). Practice Trends and Issues in the Teaching and Learning of Mathematics in the Countries. Penang: Recsam. 8