PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS EKSPONEN UNTUK CLUSTER RESIDENCES, CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), DAN PERKANTORAN DI DAERAH URBAN

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Pathloss Exponent Pada Daerah Urban dan Suburban

PERHITUNGAN LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI GSM DI DAERAH URBAN CLUSTER CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), RESIDENCES, DAN PERKANTORAN

ANALISA PATHLOSS EXPONENT PADA DAERAH URBAN DAN SUBURBAN

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Analisa Perbandingan Nilai Breakpoint Pemancar CDMA Menggunakan Model Okumura-Hata di Daerah Surabaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

Proses. Pengolahan. Pembuatan Peta. Analisa. Kesimpulan

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

Analisa karakteristik lingkungan propagasi pada daerah pepohonan di area PENS ITS

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman kebutuhan manusia akan bidang telekomunikasi juga semakin meningkat,

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Visualisasi Propagasi Gelombang Indoor Pada Wi-Fi 2,4 GHz

Radio Propagation. 2

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB II LANDASAN TEORI

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

PEMODELAN STATISTIK PROPAGASI BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT PADA KANAL HIGH FREQUENCY / VERY HIGH FREQUENCY. Lesti Setianingrum

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT PADA SISTEM CDMA DAN GSM DI DAERAH URBAN DI SURABAYA

ANALISA PATHLOSS EXPONENT DI AREA TERBUKA

INFORMASI TRAFIK FREKUENSI 700 MHz 3 GHz DI SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN PETA ELEKTRONIK

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

NUR ADI SISWANDARI DAN OKKIE PUSPITORINI 108

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERBANDINGAN PROPAGASI LOS DAN NLOS DALAM RUANG PADA JARINGAN WI-FI

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peningkatan jumlah pengguna jaringan GSM (Global System for

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

PENGKAJIAN KUALITAS SINYAL DAN POSISI WIFI ACCESS POINT DENGAN METODE RSSI DI GEDUNG KPA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

Optimasi Penataan Sistem Wi-Fi di PENS-ITS dengan Menggunakan Metode Algoritma Genetika

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

MODEL PROPAGASI KANAL RADIO BERGERAK PADA GSM FREKUENSI 900 MHZ DI DAERAH TALUK KUANTAN

ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL MENGGUNAKAN KANAL VHF

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF Untuk Komunikasi Data Pada Band Maritim

MODEL PROPAGASI UNTUK KANAL RADIO BERGERAK PADA FREKUENSI 900 MHz DI KOTA PEKANBARU

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

Analisis BTS Initial Planning Jaringan Komunikasi Selular PT. Provider GSM di Sumatera

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS LINK BUDGETING BERBASIS GUI (GRAPHICAL USER INTERFACE) MATLAB PADA DAERAH PUSAT KOTA (DPK), PERKANTORAN, DAN PERUMAHAN

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group

Perbandingan Penerapan Model Propagasi Free Space Pathloss Dan Log Distance Pathloss Pada Indoor Wifi Positioning System Untuk Smartphone Android

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Optimasi Penataan Sistem Wi-Fi di PENS-ITS dengan Menggunakan Metode Monte Carlo

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana 1, 2,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVESTIGASI PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI PADA BAND 700MHZ - 1GHZ DI DAERAH SURABAYA UNTUK PEMBUATAN DATABASE MANAJEMEN SPEKTRUM FREKUENSI

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

Antenna NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP

ANALISA CO-CHANNEL INTERFERENCE RATIO (CCIR) PADA SISTEM KOMUNIKASI SELULER MENGGUNAKAN ANTENA OMNI-DIREKSIONAL PADA DAERAH URBAN DAN SUB-URBAN

Transkripsi:

PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS EKSPONEN UNTUK CLUSTER RESIDENCES, CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), DAN PERKANTORAN DI DAERAH URBAN Lina Mubarokah Okkie Puspitorini 2, Nur Adi Siswandari 2 1 Mahasiswa Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 2 Dosen Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS, Surabaya 111 e-mail : lina.gendut@gmail.com 1 ABSTRAK Pathloss Eksponen merupakan parameter n pada pathloss yang berpengaruh kuat pada penurunan kualitas suatu link. Pathloss eksponen dipengaruhi oleh kontur medan dan kondisi lingkungan sekitar. Pada daerah urban seperti pada cluster Perumahan (Residences), Central Bussiness Distric (CBD), dan perkantoran nilai pathloss eksponen sangat bervariasi. Untuk itulah diperlukan perkiraan rugi-rugi lintasan yang akurat untuk efisiensi disain dan pengoperasian jaringan nirkabel yang kuat. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan dan analisa nilai pathloss eksponen. Pengambilan data dilakukan dengan metode drive test menggunakan Sony Ericsson K8 sebagai penerima sinyal yang terintegrasi dengan software TEMS. Data hasil pengukuran diolah menggunakan Matlab 7.1. Dari hasil pengolahan data dapat dianalisa bahwa kondisi lingkungan yang padat dapat mempengaruhi besarnya nilai pathloss eksponen serta coverage area dalam sistem komunikasi nirkabel di daerah urban. Kata kunci : pathloss eksponen, urban, Okumura Hata, drive test, coverage area I. PENDAHULUAN Pathloss merupakan penurunan level daya yang terjadi akibat adanya refraksi, difraksi, refleksi, scattering dan absorpsi. Pathloss dipengaruhi pula oleh kontur medan, kondisi lingkungan, udara sekitar, jarak antara Transmitter dan Receiver, juga tinggi dan lokasi antena. Level daya yang diterima antena penerima akan lebih kecil dari pada level daya antena pemancar sehingga kualitas telekomunikasi nirkabel menurun. Nilai pathloss eksponen (n) diperlukan untuk menentukan kualitas jaringan pada suatu tipe daerah karena adanya penghalang sinyal yang akan diterima [1]. Pada cluster perumahan (Residences), Central Bussiness Distric (CBD), dan perkantoran yang merupakan cakupan dari daerah urban nilai pathloss sangat bervariasi. Maka dari itu diperlukan pengukuran dengan kondisi yang sebenarnya untuk mendapatkan nilai pathloss eksponen agar dapat memperkirakan rugi-rugi lintasan yang terjadi, sehingga dapat direncanakan suatu sistem yang mampu mengoptimalkan level daya pancaran. II. DASAR TEORI 2.1 Pathloss Eksponen Pathloss eksponen merupakan parameter n yang sangat berpengaruh dalam menentukan batas kritis dari cakupan wilayah dan kapasitas sistem selular. Parameter tersebut dapat dicari dengan berdasarkan pada data pengukuran yang tergantung dari tinggi antena dan kondisi lingkungan sekitar. Secara umum, parameter n dapat dikelompokkan sesuai kondisi pada daerahnya, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai n pada tipe daerah dan lingkungan yang berbeda [1] Environment Path Loss Exponent, n Free space 2 Urban area cellular radio 2.7 to 3.5 Shadowed urban cellular radio 3 to 5 In building line-of-sight 1.6 to 1.8 Obstructed in building 4 to 6 Obstructed in factories 2 to 3 (1) Dimana adalah nilai Pathloss, adalah pathloss pada saat jarak referensi dan n adalah nilai pathloss eksponen. 2.2 Pathloss Okumura Hata Model Okumura-Hata ini memasukkan informasi grafik dari pemodelan okumura dan mengembangkan lebih lanjut untuk mengetahui efek difraksi, refleksi dan scattering yang disebabkan oleh struktur kota. Model ini memprediksi rata-rata path loss yang terjadi yang berdasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan secara terus menerus di dalam dan di sekitar kota Tokyo pada frekuensi MHz sampai 2 GHz dengan tinggi antena BTS 3m m dan coverage area > 1 km serta tinggi antena MS 1m - 1m. Gambar 1 menunjukkan paremeter parameter yang digunakan pada Model Okumura Hata. 1

Gambar 1. Parameter pada Model Okumura-Hata Lpu = 69.55 + 26.16 log 1 f - 13.82 log 1 h(t) a h(r) + [44.9+6.55 log1h(t)]log 1 d (2) a h(r)[db]= 3.2[ log1 11,7 h(r)] 2-4.97 dengan f MHz Keterangan : Lpu : loss Propagasi pada dareah urban (db) f : Frekuensi carrier (15 MHz ~ MHz) h(t) : Tinggi antenna Base Station ( m) h(r) : Tinggi antenna Mobile Station (1m - 1 m) d : Jarak Tx-Rx (1m - Km) Gambar 2 menunjukkan grafik pathloss yang didapatkan dari perhitungan Okumura Hata dengan jarak 1 meter hingga meter di daerah urban. level daya (db) 135 13 125 1 115 11 15 1 95 9 Okumura Hata daerah Urban 85 8 1 1 1 1 18 jarak (meter) Gambar 2. Grafik Pathloss Okumura Hata 2.3 Regresi Linier Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variable independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum dari sederhana adalah [3]: Y = a + bx (3) Y : variabel dependen yang diprediksikan a : konstanta b : koefisien regresi X terhadap Y X: variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. (4) 2.4 Two Ray Model Two-ray model digambarkan seperti gambar 3 dengan tinggi antena pemancar ht dan antena penerima hr. Pemodelan ini berlaku untuk komunikasi Line of sight (LOS), tidak ada halangan diantara pemancar dan penerima. Pemodelan ini mengasumsikan dua sinar, 1 sinar langsung dan 1 sinar pantul yang dominan (biasanya dari tanah). Dengan menjumlahkan pengaruh dari masingmasing sinar, (Pr) dapat dihitung berdasarkan persamaan (5) [4]. Gambar 3. Two Ray Model [3] (6) Dimana : ht = Tinggi antena pemancar (Tx) (m) hr = Tinggi antena penerima (Rx) (m) Pt = daya pancar (db) Pr = (db) r1 = pancaran langsung dari Tx ke Rx r2 = jarak pancaran Tx ke titik pantul pada tanah Г = Koefisien refleksi (tergantung sudut datang) d = jarak antara antena Tx dan Rx λ = panjang gelombang Pada persamaan (6) masing-masing parameter bernilai : θ = 9 α α = 1/ε r untuk polarisasi vertikal dan α = 1 untuk polarisasi horizontal 1/εr = 15 j τλ dengan nilai τ =,5 k = III. PENGAMBILAN DATA Pengukuran dilakukan dengan metode Drive Test menggunakan software Tems Investigation 8..3. Data hasil pengukuran yang diperoleh berupa logfile (*.log) kemudian dikonversikan menjadi file Map Info (*.map). Dari file *.map ini data kemudian diseleksi sesuai jarak yang berkisar dari 1 meter sampai dengan 2 km dengan step 1 meter dari antena pemancar ke antena penerima. Data yang telah diseleksi akan disimpan dalam Microsoft Excell untuk mendapatkan data hasil pengukuran yang akan diproses. (5) 2

3.1 Lokasi Pengukuran Daerah urban merupakan kawasan perkotaan yang baru bertumbuh dengan banyak bangunan, rumah, pertokoan yang tinggi dan pepohonan besar. Di daerah urban terbagi beberapa cluster. Residences merupakah sebuah wilayah yang dipenuhi oleh berbagai bentuk bangunan untuk tempat tinggal. CBD (disebut juga distrik pusat aktifitas) adalah pusat komersial dan kerap kali menjadi jantung geografis kota. Sedangkan Perkantoran merupakan wilayah yang berfungsi sebagai pusat aktifitas suatu pekerjaan. Pemilihan lokasi pengukuran pada masingmasing cluster terlihat pada Tabel 2 Tabel 2. Lokasi Pengukuran Residences CBD perkantoran Semolowaru Tunjungan Rungkut Industri Wonokromo Kapasan - 3.2 Set Up Pengukuran Gambar 3. Set Up Pengukuran Gambar 3 menunjukkan pengaturan media alat ukur. Peralatan-peralatan yang dipakai dalam pengukuran adalah: Handphone Sony Ericsson K8i dengan Tems Pocket didalamnya GPS (Global Positioning System) Laptop yang telah terinstal Software TEMS Investigation Kabel data penghubung handphone dengan laptop Inverter dan terminal Mobil sebagai media pergerakan Pastikan semua handset (HP dan GPS) telah tersambung dengan Laptop sebelum pengukuran dimulai. Pengukuran dilakukan dalam keadaan MS idle, yaitu mengukur kualitas sinyal yang diterima MS dalam keadaan standby (tidak melakukan panggilan keluar). 3.3 Skenario Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan mengukur level daya yang diterima Mobile Station (MS) yang bergerak mengelilingi, mendekati dan menjauhi BTS dari jarak 1 meter sampai dengan 2 km dengan jarak antar titik sejauh 1 meter. Jarak pengukuran diperoleh berdasarkan posisi lintang bujur dari GPS sedangkan sample data diambil berdasarkan pada arah pancaran masing-masing antena sektoral BTS pada masing-masing cluster seperti pada Gambar 4. Parameter yang diperlukan dalam pengukuran adalah level daya fungsi jarak, frekuensi, daerah yang memenuhi kriteria Urban. Sedangkan jaringan yang dipakai yaitu GSM. Gambar 4. Skenario Pengukuran 3.4 Data Hasil Pengukuran Sebaran data pengukuran dikelompokkan berdasarkan masing-masing cluster. Tabel 2 menunjukkan hasil dari pengukuran di masin g- masing cluster berupa level yang telah dirata-rata. Tabel 3. Daya Rata-Rata masing-masing Jarak (m) Level Daya Terima (Pr) (dbm) CBD Residences Perkantoran 1-58 -59-67 -65-63 -69 3-72 -66-75 -76-68 5-79 -79-75 -82-79 -77 7-84 -78-87 8-86 -9 9-86 -81-98 1-88 -84-95 11-85 -86-87 1-86 -86-94 13-85 -89-14 1-91 -89-96 15-16 -92-9 1-9 -9-91 17-89 -93-9 18-97 -87-92 19-89 -91-91 -89-111 Gambar sebaran data rata-rata yang menunjukkan pola penurunan level daya pada masing-masing cluster terlihat pada Gambar 5. 3

Level Daya (dbm) -5-7 -9-11 Grafik Penurunan Level daya 8 1 1 1 1 18 jarak (m) Gambar 5. Grafik Rata-rata Sebaran Data IV. PENGOLAHAN DATA 4.1 Pathloss Dari data yang dihasilkan diatas, pola pathloss yang terjadi pada masing-masing cluster dengan menggunakan persamaan (1) akan telihat seperti pada Gambar 6. Pathloss (dbm) 155 15 145 1 135 13 125 Grafik Regresi Linier 1 Residences 115 CBD Perkantoran 11 8 1 1 1 1 18 jarak (m) Gambar 6. Grafik Pathloss Dari gambar 6 terlihat adanya penurunan level daya yang bervariasi di daerah urban. Pada cluster Residence nilai pathlossnya kecil dari pada cluster CBD. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan cluster yang berupa rumah padat dengan ketinggian obstacle lebih rendah dari pada pathloss cluster CBD. Pada cluster CBD nilai pathloss pada saat awal mendekati nilai cluster Residences, namun berujung dengan nilai pathloss yang cukup tinggi apabila jarak dari BTS ke MS semakin jauh dikarenakan kondisi lingkungannya yang dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi. Sedangkan pada cluster Perkantoran perubahan pathlossnya tidak sedrastis seperti cluster CBD namun nilai pathlossnya cukup tinggi karena kondisi lingkungannya yang dipenuhi oleh pepohonan rindang. Dari ketiga cluster daerah urban diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai pathloss dan hal ini merupakan efek dari Multipath Fading. 4.2 Pathloss Eksponen Untuk menghitung parameter pathloss eksponen (n) digunakan persamaan (1) yang kemudian dikembangakan dengan persamaan Regresi Linier pada persamaan (3) dan (4) sehingga menghasilkan : Y = a+ bx (3) P db = a+ b log d (7) dengan nilai y =, a = dan bx = 1 n log (d) Proses pengolahan data menggunakan regresi linier ini dimulai dari melinierkan pathloss yang di rata-rata dan digunakan untuk variabel y sedangkan variabel x merupakan jarak logaritmik. Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai n masingmasing cluster yang ditunjukkan oleh tabel 3. Tabel 4. Nilai Pathloss Eksponen masing-masing Nilai Pathloss Eksponen (n) Residences 2.74895 Central Bussiness Distric 3.29355 Perkantoran 2.6899 Dari data pathloss eksponen yang telah didapatkan diatas apabila dibandingkan dengan nilai pathloss eksponen pada tabel 1 maka cluster Recidences dan CBD masuk kedalam kategori Urban area cellular radio dengan nilai n antara 2.7 sampai dengan 3.5. Sedangkan untuk cluster Perkantoran masuk kedalam kategori Obstructed in factories dengan nilai n antara 2 sampai dengan 3. 4.3 Coverage Area Coverage area dirancang untuk menunjukkan area layanan dari komunikasi radio ke stasiun pemancar. Area alternatif tersebut dikenal sebagai propagasi area ataupun service area. Biasanya coverage area akan menunjukkan area di mana pengguna dapat memperoleh sinyal yang baik dari suatu layanan provider menggunakan perlengkapan standar dalam kondisi pengoperasian normal. Breakpoint didefinisikan sebagai titik dimana nilai pathloss pada grafik pathloss mengalami penurunan secara terus-menerus, yang menunjukkan daya jangkau maksimum suatu pemancar. Nilai breakpoint dapat ditentukan dari grafik pathloss fungsi jarak. Untuk menentukan breakpoint dari suatu grafik digunakan regresi linier untuk breakpoint secara empiris berdasarkan grafik two-ray yang dihasilkan dan dibandingkan secara teoritis dengan persamaan. Grafik Breakpoint dicari menggunakan persamaan (5) untuk menghitung dari pengukuran, persamaan (3) dan (4) untuk grafik regresi serta persamaan (8) untuk freespace loss[5] (8) 4

Level Daya Terima (dbm) Level Daya Terima (dbm) Level Daya Terima (dbm) - - 1 1 1 1 2 1 3 1 4 Gambar 7. Grafik Breakpoint Residences - - Grafik Breakpoint Residencees X: 259 Y: -15.6 1 1 1 1 2 1 3 1 4 Gambar 8. Grafik Breakpoint CBD - - Grafik Breakpoint cdb X: 35 Y: -14.5 Grafik Breakpoint Perkantoran X: 89 Y: -14 1 1 1 1 2 1 3 1 4 Gambar 9. Grafik Breakpoint Perkantoran Dari hasil grafik Breakpoint diatas dapat diketahui untuk cluster Residences coverage areanya mencapai 2.5 km, CBD mencapai 2.3 km, sedangkan Perkantoran mencapai 2.8 km. Tabel 3 menunjukkan tabel coverage area yang didapatkan. Tabel 5. Coverage Area Coverage Area Residences 2.59 Central Bussiness Distric 2.35 Perkantoran 2.89 V. KESIMPULAN 1. Nilai Pathloss Eksponen dipengaruhi oleh tipe daerah yang berbeda. Semakin padat suatu daerah dan semakin tinggi Obstacle yang menghalangi sinyal antara BTS dan MS maka nilai Pathloss Eksponennya akan semakin besar. 2. Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang dilakukan, nilai Pathloss Eksponen pada Residences adalah sebesar 2.74895, Central Bussiness Distric sebesar 3.29355 dan perkantoran sebesar 2.6899. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk daerah urban nilai pathloss eksponennya berkisar antara 2.6 sampai dengan 3.5. 3. Coverage area dari suatu BTS di daerah urban dapat mencakupi sampai dengan 2 km. Pada Namun pada kenyataannya dapat pula jarak jangkauannya kurang dari nilai tersebut. VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Rapaport T. S., Wireless Communication Principle & Practice, IEEE Press, pp 71-131, 1996. [2] Dr. S. A. Mawjoud, Evaluation of Power Budget and Cell Coverage Range in Cellular GSM System, 8. [3] Howard H. Xia, et all, Radio Propagation Characteristics For Line-of-Sight Microcellular and Personal Communications, VOL.14, NO.1, OCTOBER 1993. [4] Okkie P., Nur Adi S., Analisa Karakteristik Kanal Radio Luar Ruang Tipe Picocell Pada Frekuensi 8MHz, PENS-ITS. [5] Shunsuke Sato and Takehiko Kobayashi, Path- Loss Exponents of Ultra Wideband Signals in Line-of-Sight Environments, IEEE P82.15, 4. [6] U. M. Maurer, Secret Key Agreement by Public Discussion From Common Information, IEEE Transaction On Information Theory, Vol. 39, No.3, pp.733{742, 1993. [7] Zia Nadir, Muhammad Idrees Ahmad, Pathloss Determination Using Okumura-Hata Model And Cubic Regression For Missing Data For Oman IMECS, March 1 [8] http://www.pathloss.co.cc 5