ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS DERAJAT III DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SLAMET GARUT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

PERNYATAAN. Ciamis, Juli 2015 Yang membuat pernyataan, INTEN TRY JUWITA DEWI NIM. 12DB277104

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERNYATAAN. Ciamis, Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan. Citra Auliyafitri NIM. 12DB Materai 6000

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

Pengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat

PERNYATAAN. Ciamis, Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan. Novianti Aulia NIM. 12DB Materai 6000

BAB I PENDAHULUAN. fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. : RSUD Sunan Kalijaga Demak

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap. Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS DI POSKESDES MALEBER 2 KECAMATAN CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38).

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Dini Novia Sari**

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI PADA BAYI NY.E DENGAN IKTERUS DERAJAT III DI RSU ASSALAM GEMOLONG

BAB I PENDAHULUAN. Bidan merupakan profesi yang menjalin kemitraan dengan. perempuan dan membantu menyelesaikan permasalahan yang terkait

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara gram,

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3).

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan dan pertumbuhan bayi selanjutnya. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

BAB IV PEMBAHASAN. yang ada di lahan praktek di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Dalam pembahasan ini penulis

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

: Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Atonia Uteri PERSETUJUAN

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ciamis, Juni Penyusun.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi. keluarga sehat dan bahagia (Anggraini, 2010.h.10).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

METABOLISME BILIRUBIN

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

ASUHAN KEBIDANAN PADA By. A DENGAN IKTERUS DERAJAT IV DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. adaptasi psikologi. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang. dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan

BAB I PENDAHULUAN. ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah bayi umur 0-28 hari

BAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) dalam suatu negara. Angka Kematian Bayi (AKB)

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB IV PEMBAHASAN. Pembuatan karya tulis ilmiah ini di buat dengan menggunakan asuhan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan jumlah Perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

TAHUN 2014 NIM B11016 PROGRAM. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

BAB I PENDAHULUAN. bahwa saat ini Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS UMUR 3 HARI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PENDET (NICU) RSUD BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. negara lainnya di dunia hampir sama yaitu akibat. pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

BAB l PENDAHULUAN. Angka Kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. membawa oksigen ke berbagai organ tubuh. trimester III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

Transkripsi:

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS DERAJAT III DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SLAMET GARUT LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Untuk Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : RAHAYU DWI LESTARI NIM. 13DB277124 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016

KATA PENGANTAR Assalamualaikum, WR.WB Puji syukur penulis panjatkan kehadirat illahi Robbi atas Taufik, Rahmat dan hidayah-nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul Asuhan Kebidanan pada Neonatus Dengan Ikterus Derajat III RSUD dr. Slamet Garut. Laporan Tugas Akhir ini diajukan untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan D III Kebidanan dan memenuhi gelar ahli madya kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis. Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna. Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yaitu kepada yang terhormat : 1. Dr. H. Zulkarnaen SH., MH, selaku Ketua BPH STIKes Muhammadiyah Ciamis 2. H. Dedi Supriadi, S.Sos., S.Kep., Ners., M.M.Kes, selaku ketua STIKes Muhammadiyah Ciamis. 3. Heni Heryani, S.ST., M.KM, selaku ketua Program Studi D III Kebidanan. 4. Ayu Endang P S.ST, selaku pembimbing I dan penguji II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. 5. Sri Utami Asmarani S.ST, selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. 6. H Rudi Kurniawan, S,Kep., Ners., M.Kep, selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. 7. Direktur RSUD dr. Slamet Garut yang telah memberikan ijin untuk penyusunan kasus komprehenisif ini. 8. Bidan-bidan di RSUD dr. Slamet Garut yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. 9. Ny. A yang telah bersedia menjadi responden dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. v

10. Kedua orangtua yang telah memberikan motivasi dan dorongan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. 11. Saudari-saudari Asrama Putri 22 yang telah memberikan dukungan dan ikut membantu dalam proses penyusunan Laporan Tugas Akhir 12. Seseorang yang selalu mendukung dengan do a dan kasih sayang dalam semangat perjalanan hidup ini 13. Rekan-rekan satu angkatan yang telah memberikan motivasi selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, terima kasih atas kerjasamanya. Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi dapat menjadikan inisiatif dan merangsang kreativitas dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu kebidanan. Akhirul kalam penulis mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kekurangan dan tidak bisa menyebutkan satu per satu. Terima kasih banyak semoga apa yang dicita-citakan kita bersama di kabulkan Allah SWT, amin. Nasrumminalloh wa fathul qarib. Wassalamualaikum WR.WB Ciamis, Mei 2016 Penyusun vi

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS DERAJAT III DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SLAMET GARUT 1 Rahayu Dwi Lestari 2 Ayu Endang Purwanti 3 Sri Utami Asmarani 4 INTISARI Ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupan neonates, dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih di kenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonates yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisaberupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan dysplasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penulisan karya ini memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ikterus Derajat III dengan menggunakan pendekatan proses manajemen Kebidanan. Asuhan kebidanan pada Neonatus dengan Ikterus Derajat III ini dilakukan selama 6 hari, dari mulai tanggal 17 maret 2016 sampai 22 Maret 2016 di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet Garut. Dari hasil penulisan studi kasus ini, penulis mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada neonates dengan ikterus derajat III. Kesimpulan dari hasil dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut dilaksanakan cukup baik Kata Kunci : Ikterus Neonatorum Patologis Kepustakaan : 18 (2005-2014), 10 Media Elektronik Halaman : i-xii, 60 halaman, 9 lampiran 1 Judul Penulisan Ilmiah 2 Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3 Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis 4 Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v INTISARI... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan... 4 D. Manfaat... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori... 6 1. Bayi Baru Lahir... 6 2. Ikterus... 8 B. Teori Manajemen Kebidanan... 20 C. Konsep Dasar Kebidanan pada Neonatus... 23 D. Landasan Hukum... 30 E. Tinjauan Islam Mengenai Bayi Baru Lahir... 31 BAB III TINJAUAN KASUS A. Metode Pengkajian... 32 B. Tempat dan Waktu Pengkajian... 32 C. Subjek yang Dikaji... 33 D. Jenis Data yang digunakan... 33 viii

E. Instrumen Pengkajian... 33 F. Tinjauan Kasus... 34 BAB IV PEMBAHASAN... 44 BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 48 DAFTAR PUSTAKA... 50 LAMPIRAN ix

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Rumus Kramer... 13 Tabel 2.2 Pedoman Pengelolaan Ikterik Menurut Waktu Timbulnya dan Kadar Bilirubin... 20 Tabel 3.1 Pemeriksaan Apgar Score... 35 x

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Derajat Kremer Ikterus... 13 xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Riwayat Hidup Lampiran 2 Time Schedule Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4 Surat Balasan Ijin Pra Penelitian Lampiran 5 Persetujuan Responden Lampiran 6 Format Pengkajian Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir Lampiran 7 Lembar Kartu Bimbingan xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning (Hidayat, 2008). Ikterus suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Penyebab ikterus pada bayi baru lahir disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : kekurangan protein yang tidak mencukupi jumlah enzim sehingga kemampuan enzim untuk melakukan konjugasi dan eksresi bilirubin berkurang, peningkatan kadar bilirubin berlebihan, pemberian ASI yang belum mencukupi (Nursalam, Susilaningrum, Utami, 2005). Berdasarkan penelitian Word Healt Organitation diseluruh dunia, terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan angka kematian neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun (Manuba, 2010). Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia angka kematian ibu (AKI) melonjak drastis dari 228 per 100.000 kelahiran hidup (0,288%) di tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (0,359), sedangkan AKB hanya turun sedikit, dari 34 per 1.000 kelahiran hidup (3,4%) tahun 2007 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup (3,2%) (Depkes, 2012 b) Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup (1,9%). Padahal Indonesia berkomitmen sesuai dengan Demokrasi Millenium Development Goals AKI dan AKB menjadi1/3 dari keadaan tahun 2000 yaitu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup (0,102%) pada tahun 2015. (Depkes, 2012 a). Jumlah AKI dan AKB di Provinsi Jawa Barat masih tinggi yakni mencapai 321,15 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut kepala bidang bina pelayanan kesehatan Dinas Provinsi Jawa Barat dr.niken Budiastuti, MM, AK mengatakan di Jawa Barat jumlah AKB mencapai 40,87 per 1000 kelahiran hidup (Depkes Jawa Barat, 2014 ) 1

2 Lebih dari ¾ (tiga perempat) dari semua kematian bayi terjadi pada periode neonatus. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia, premature, berat badan lahir rendah, ikterus, diare, meningitis dan malnutrisi (Depkes, 2012 a). RSUD dr. Slamet Garut merupakan rumah sakit tipe C, terletak di Kabupaten Garut. Menurut data yang di peroleh dari rekam medik RSUD dr. Slamet Garut dari mulai bulan Januari 2015 sampai bulan Desember 2015 tercatat ada 81 bayi yang mengalami ikterus patologis. Masalah utama yang sering terjadi pada bayi baru lahir adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, tetanus, masalah pemberian makan dan infeksi. Adapun infeksi yang sering timbul pada bayi adalah meningitis, tetanus neonaturum, infeksi tali pusat, infeksi saluran kemih, ikterus neonatus (Prawihardjo, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Rosyada pada tanggal 10 April 2013 di RS PKU Yogyakarta dari bulan Januari sampai Desember 2012 angka kejadian ikterus sebanyak 203 bayi, untuk jumlah bayi dengan ikterus fisiologis sebanyak 127 bayi dan ikterus patologis sebanyak 96 bayi. Ikterus apabila tidak di kelola dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pada otak bayi. Tanda kerusakan di awali dengan letargi, layuh dan malas minum dan dapat menyebabkan kematian. Setelah beberapa hari akan menjadi opistotonus, tangisan melengking, dan dapat terjadi kejang (Prawihardjo, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan Puspita, Sumarno, Susatia pada tanggal 3 Desember 2006 bahwa tindakan menjemur bayi kuning dibawah sinar matahari yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu dan juga yang dilakukan para peneliti ini merupakan hal yang bermanfaat bagi perbaikan kondisi penderita ikterus. Karena penjemuran yang dilakukan, berdasarkan aturanaturan dari teori-teori yang pernah ada akan menimbulkan efek positif bagi penderita ikterus neonatorum fisiologis, yaitu dengan menurunkan nilai rerata tanda ikterus. Dan apabila kegiatan menjemur bayi ini tetap dilanjutkan, terutama dengan cara-cara yang benar, pada akhirnya akan terjadi kesembuhan pada penderita tersebut. Dengan semakin berkurangnya tanda ikterus dan level bilirubin bebas dalam darah. Sehingga pada akhirnya

3 nanti kadar bilirubin bebas dalam darah tetap berada dalam batas normal dan warna kuning yang tampak pada kulit maupun selaput mukosa lain akan hilang. Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S Al-mu minun ayat 12-14 yaitu Artinya : dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia itu dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat yang kokoh yaitu (rahim) kemudian air mani itu kami jadikan sagumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan sagumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Maka maha suci Allah SWT pencipta yang paling baik. Dan Dalam hati mereka ada penyakit, lalu di tambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. Dan surah Al-Baqarah ayat 10 yaitu : Artinya : didalam hati mereka ada penyakitnya, lalu kemudian Allah menambah penyakitnya. Berdasarkan kedua ayat diatas dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya manusia tidak hanya karena nidasi yang langsung menjadi janin, namun melalui beberapa fase yaitu dari segumpal darah sampai menjadi janin di dalam kandungan kemudian lahir seorang bayi hingga menjadi manusia dewasa di dunia. Jika terdapat gangguan atau masalah pada salah satu proses perkembangan dan pertumbuhan manusia seperti ayat diatas akan terjadi kelainan seperti bayi dengan ikterus sehingga perlu

4 diperhatikan agar tidak terjadi masalah yang serius ikuti dengan ketulian, dan Allah menciptakan hati di dalam tubuh manusia, kemudian didalam hati manusia ada penyakitnya seperti halnya penyakit ikterus (Rosyada, 2013). Mengingat kasus ikterus pada bayi baru lahir dapat menimbulkan kern ikterus di tandai dengan gejala kerusakan otak serta dapat diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental dikemudian hari (Dewi,2010). Bayi dengan keadaan ini mempunyai resiko terhadap kematian atau jika dapat bertahan hidup akan mengalami gangguan perkembangan neurologis. Oleh sebab itu penulis tertarik mengambil kasus Asuhan Kebidanan pada Neonatus pada Bayi Ny. A dengan Ikterus Derajat III di RSUD dr. Slamet Garut dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney. B. Rumusan Masalah Berdasarkan urain latar belakang diatas maka perumusan masalah pada studi kasus ini adalah bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus pada Ny. A dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney?. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III sesuai dengan manajement kebidanan dan mendokumentasikan dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu : 1) Melaksanakan pengkajian data baik data subjektif maupun obyektif pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut. 2) Menginterprestasikan data dan merumuskan diagnosa, masalah, kebutuhan pada neonatus dengan ikterus patologis di RSUD dr. Slamet Garut. 3) Mengidentifikasi diagnosa potensial pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut.

5 4) Mengidentifikasikan tindakan segera pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut. 5) Merencanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut. 6) Melaksanakan perencanaan yang sesuai dengan pengkaji pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut. 7) Melakukan evaluasi pada pelaksanaan evaluasi kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III di RSUD dr. Slamet Garut. b. Penulis mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata dilapangan pada Neonatus dengan Ikterus Derajat III. D. Manfaat 1. Bagi Penulis Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman nyata untuk menangani pada neonatus dengan ikterus derajat III. 2. Bagi Profesi Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam memberikan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III. 3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit Dapat Lebih Mempertahankan mutu pelayanan khususnya asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III. b. Bagi pendidikan Dapat menambah referensi tentang asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus derajat III. 4. Bagi orang tua pasien Dapat menambah pengetahuan bagi orang tua pasien untuk lebih mengenal ciri-ciri ikterus dan cara penanganannya pada bayi baru lahir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori 1. Bayi baru lahir a. Pengertian Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh kembang dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2010). Bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir normal 2500 gram sampai 4000 gram (Dewi, 2010). b. Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir (Maryanti, 2011). 1) Berat badan 2500-4000 gram. 2) Panjang badan lahir 48-52 cm. 3) Lingkar dada 30-38 cm. 4) Lingkar kepala 33-35 cm. 5) Menangis kuat. 6) Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-140 kali/menit. 7) Pernapasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80x/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40x/menit. 8) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi vernix caseosa. 9) Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna. 10) Kuku telah agak panjang dan lemas. 11) Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki). 12) Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik. 6

7 13) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama. c. Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut Wiknjosastro (2010). Klasifikasi bayi baru lahir menurut usia gestasi, yaitu : 1) Pre term : Kurang dari 37 lengkap (kurang dari 259 hari) 2) Term : Mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259-239 hari) 3) Post term : 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari) d. Komplikasi pada bayi baru lahir 1) Asfiksia Asfiksia neonaturum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari dalam tubuhnya (Dewi, 2010). 2) BBLR Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi lahir yang berat lahirnya saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram (Prawihardjo, 2010). 3) Tetanus Neonatorum Penyakit yang terjadi pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat (Sudarti, 2014). 4) Ikterus Ikterus adalah perubahan warna kulit kuning yang sering terjadi pada bayi baru lahir (Paullette, 2007). 5) Meningitis Merupakan peradangan pada daerah meningen, meningitis terdiri atas meningitis tuberkolusis yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau disebut non purullen meningitis (aseptik meningitis), yaitu meningitis yang di sebabkan oleh virus (Hidayat, 2008).

8 2. Ikterus a. Pengertian Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem billiary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated) (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata prancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringa lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan pada minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm) (Winkjoastro, 2007). b. Klasifikasi kterus 1) Ikterus fisiologis adalah : Ikterus yang terjadi karena metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama. Peninggian kadar bilirubin terjadi pada hari ke 2 dan hari ke 3 serta mencapai puncaknya pada ahari ke 5 sampai ke 7, kemudian menurun pada hari ke 10-14 (Surasmi, 2008). Pewarnaan kuning pada kulit, mukosa, selaput mata akibat peningkatan kadar bilirubin. Ikterus mulai tampak pada kadar bilirubin diatas 5mg% dan dimulai dari daerah muka. Ikterus fisiologis ini biasanya timbul pada usia 2-7 hari, dan menghilang pada umur 10-14 hari, bayi masih aktif, menyusu

9 kuat, umumnya tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan. Asuhan untuk ikterus fisiologis (Soepardan, 2008) : a) Anjurkan ibu untuk memberikan ASI lebih sering (minimal setiap 3 jam) b) Jaga agar bayi tetap hangat c) Rujuk apabila di temukan ikterus non-fisiologis, berikut ini : (1) Timbul pada jam 24 pertama kehidupan (2) Kuning menetap ± 14 hari (3) Kuning melewati pusat (4) Tinja seperti dempul Ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat lambatnya 10 hari pertama (Surasmi, 2008). Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, biasanya ikterus di katakan fisiologis bila (Winkjosastro, 2006) : a) Timbul pada hari kedua dan ketiga b) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%. pada neonatus cukup bulan dan dan 10% pada neonatus kurang bulan. c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melibihi 5mg% perhari. d) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1mg%. e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. Dapat dimengerti bahwa walaupun ikterusnya mempunyai dasar etikologi yang fisiologi kadar bilirubinnya dapat meningkat sedemikian rupa sehingga di sebut hiperbilirubinemia (Prawirohardjo, 2010).

10 2) Ikterus Patologis Ikterus patologis, yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya jenis bilirubin, saat timbul dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya (Prawihardjo, 2010). Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang di sebut hiperbillirubinemia. Ikterus patologis mempunyai tanda sebagai berikut (Dewi, 2010) : a) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. b) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dl atau bayi kurang bulan > 10 mg/dl. c) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dl/24 jam. d) Kadar bilirubin direk > 1 mg/dl. e) Ikterus menetap pada usia > 2 minggu. f) Terdapat faktor risiko. c. Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena (Faser dan Cooper, 2011): 1) Hemolisis yang di sebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. 2) Produksi bilirubin serum yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 3) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibar asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

11 4) Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 5) Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. d. Penyebab Ikterus Ikterus dapat disebabkan oleh (Irawati, 2013) : 1) Kurangnya asup dari ASI pada awal-awal proses menyusui karena produksi yang masih rendah sehingga terjadi peningkatan penyerapan bilirubin direk di dalam usus. 2) Pada bayi bayi yang diberi ASI terjadi peningkatan penyerapan bilirubin direk di dalam usus karena kandungan yang terdapat di ASI. Apabila bayi tampak sehat, berat badan bertambah, dan tidak adanya gangguan lain maka pemberian ASI dapat diteruskan dan tidak berbahaya. e. Tanda dan gejala ikterus fisiologis (Surasmi, 2008) 1) Gejala akut Gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. 2) Gejala kronik Tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagai otot mata dan dysplasia dentalis).

12 Gejala utamanya adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: a) Dehidrasi, asupan kalori tidak adekuat (misalnya kurang minum, muntah-muntah). b) Pucat, sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis, ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. c) Trauma lahir, bruising, shefalhematom (perdarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya. d) Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat. e) Letargi dan gejala sepsis lainnya. f) Petekiae (bintik merah dikulit). Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis. g) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati. h) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa). i) Omfalitis (peradangan umbilikus). j) Hipotiroidisme (defisiensi aktifitas tiroid). k) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus). l) Feses dempul disertai urine warna coklat. f. Faktor Resiko Faktor resiko timbulnya ikterus neonatorum (Surasmi, 2008) : 1) Faktor Maternal a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani) b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) c) ASI 2) Faktor Perinatal a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) b) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

13 3) Faktor Neonatus a) Prematuritas b) Factor genetic c) polisitemia g. Derajat dan Daerah Ikterus Untuk pengamatan ikterus paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna, karena pengaruh sirkulasi daerah (Prawihardjo, 2010). Dibawah ini dapat dilihat gambar pembagian derajat dan daerah ikterus. 1) Derajat I : Kepala sampai leher. 2) Derajat II : Kepala, badan sampai umbilicus. 3) Derajat III : Kepala, badan sampai paha. 4) Derajat IV : Kepala, badan, paha sampai lutut. 5) Derajat V : Kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung jari. Gambar 2.1 Derajat Kremer Ikterus Sumber : Prawirohardjo, (2010) Tabel 2.1 Rumus Kramer Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg/dl) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 (+) Badan bagian atas 9 3 Daerah 1,2 (+) Badan bagian 11 bawah dan tungkai 4 Daerah 1, 2, 3 (+) Lengan dan 12 kaki di bawah dengkul 5 Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Tangan dan kaki 16 Sumber : Prawirohardjo, (2010)

14 h. Patofisiologi (Rukiyah dan Yulianti, 2010) 1) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemechan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam system retikuloendotelial. 2) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler Y Protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. 3) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut dalam lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek) 4) Bilirubin yang patologik tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran, sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis antara 3-5 hari setelah kelahiran i. Diagnosis Anamnesis ikterus pada riwayat obsterti sebelumnya sangat membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfuse tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu factor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalm diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Factor resiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan kepada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

15 Ikterus fisiologis dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam. Dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4 dengan kadar bilirubin 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun samapi kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5-7 kehidupan (Paullette, 2007). Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubin terletak pada insiden kernikterus yang tinggi, berhubung dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akn memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah 10-15 mg/dl (Rukiyah dan Yulianti, 2010). j. Pencegah Ikterus pada Bayi Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin didalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 sampai jam 8 pagi setiap hari selama 15 30 menit dengan membuka pakaiannya, 15 menit dalam posisi terlentang dan 15 menit dalam posisi tengkurap. Pengawasan antenatal yang baik Menghindari obat yang dapat meningkatan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran misalnya : sulfafurazal, novobiosin, oksitosin dll, Pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan mortilitas usus dan juga menyebabkan bakteri di introduksi ke usus (Surasmi, 2008). k. Penatalaksanaan Ikterus Patologis Menurut Wiknjosastro (2007), perencanaan asuhan kebidanan yang diberikan kepada bayi dengan ikterus patologis : 1) Observasi keadaan umum dan tanda vital.

16 2) Foto terapi menggunakan lampu 20 watt sebanyak 8-10 buah yang disusun secara paralel dengan jarak antara lampu dan bayi kurang lebih 40 cm dilakukan selama 6 jam terapi dan 6 jam istirahat. 3) Periksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium setiap 8 jam sekali atau paling tidak sekali dalam 24 jam. 4) Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk memberikan terapi selanjutnya. 5) Pemenuhan kebutuhan nutrisi ASI dan cairan. Pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. Salah satu Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir yang berkualitas adalah asi ekslusif sebagaimana menurut islam perintah menyusui sudah di jelaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 233 Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya, janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena

17 karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan. Sedangkan menurut Rukiyah dan Yulianti, (2010) penatalaksanaan terapeutik ikterus patologis adalah : 1) Fotorerapi Ikterus klinis dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau bayi dipaparkan sinar dalam spectrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai 400-470 mm). Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi isomer-isomer terkonjugasi yang di keluarkan ke empedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang akan diekskresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugat. Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubin patologi. Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan : a) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. b) Kedua mata dan kemaluan harus ditutupi dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi. c) Bayi diletakan 8 inci dibawah sinar lampu, jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energy yang optimal. d) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 8 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

18 e) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. f) Kadar biirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. g) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis. h) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi. i) Pengawasan ASI/Nutrisi. j) Lamanya terapi sinar dicatat. Efek terapi sinar tidak bergantung pada beberapa arah penyinaran, tetapi pada jumlah energi cahaya yang dapat menyinari kulit neonatus. Oleh karena itu, walaupun menggunakan penyinaran searah (sumber cahaya tunggal) tetapi posisi pasien diubah dalam jangka waktu tertentu dan energi cahaya yang baik akan diperoleh hasil yang optimal. Energy cahaya optimal yang dapat menyebabkan eliminasi bilirubin maksimum ialah yang mempunyai gelombang sianar 350-470 nanometer (nm). Besarnya gelombang sinar dapat diukur dengan alat iridasi meter, jarak antar sumber cahaya dan bagian tubuh yang disinari mempengaruhi energi cahaya yang optimal diperoleh oleh neonatus. Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah : (1) Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur. Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi prematur atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambah. (2) Frekuensi defaksi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltik usus. Pemberian usus

19 dengan kadar laktase rendah akan mengurangi timbulnya diare. (3) Timbul kelainan kulit di daerah muka, badan dan ekstremitas. Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi diberikan. (4) Peningkatan suhu tubuh. Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukan kenaikan suhu tubuh, keadaan ini dapat disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi. (5) Kadang ditemukan kelainan seperti gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Kelainan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya. 2) Transfusi tukar Dilakukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum bayi aterm kurang dari 20mg/dl atau 15 mg/dl pada bayi kurang bulan. Dapat diulangi sebanyak yang diperlukan, atau keadaan bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk melakukan transfusi tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan, kalau peningkatan yang lebih diduga akan terjadi, tetapi tidak dilakukan pada hari ke empat pada bayi aterm atau hari ke tujuh pada bayi prematur.tujuan dilakukannya transfusi tukar : a) Menurunkan kadar bilirubin indirek. b) Mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis. c) Membuang antibody yang menyebabkan hemolisis. d) Mengoreksi anemia. Sebelum transfusi tukar, label darah harus diperiksa terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan permintaan dan tujuan transfusi tukar. Darah yang digunakan usianya harus

20 kurang dari 72 jam. Darah yang akan dimasukan harus dihangatkan terlebih dahulu, dua jam sebelum transfusi tukar bayi dipuasakan, bila perlu dipasang pipa nasogastrik, lalu bayi dibawa ke ruang aseptic untuk menjalani prosedur transfusi tukar. Hal yang harus diperhatikan selama transfuse tukar : a) Neonatus harus dipasang alat monitor kardio-respirasi. b) Neonatus dipuasakan bila perlu dipasang selang nasogastrik. c) Neonatus dipasang infus. d) Suhu tbuh dipantau dan dijaga dalam batas normal. e) Disediakan peralatan resusitasi. Tabel 2.2 Pedoman pengelolaan ikterik menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin. Bilirubin <24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam (mg/dl) < 5 Pemberian makanan yang dini 5-9 Terapi sinar Kalori cukup bila hemolysis 10-14 Transfuse Terapi sinar tukar bila hemolisis * 15 19 Transfusi Transfuse Terapi + tukar * tukr bila sinar hemolisis >20 Transfusi tukar + Sumber : (Prawirohardjo, 2010) B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampiran dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokuspada klien (Simatupang, 2008) 2. Manajemen kebidanan menurut Varney (7 langkah) meliputi (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

21 a. Langkah I: Tahap Pengumpulan Data. Pada langkah pertama ini semua informasi yang akurat dan lengkap dikumpulkan dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang. b. Langkah II: Interpretasi Data. Pada langkah ini, bidan melakukan identifikasi diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasi sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. c. Langkah III: Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap mencegah diagnosis/masalah potensial bila terjadi. Dalam langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. d. Langkah IV: Menetapkan Konsultasi dan Kolaborasi. Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter segera melakukan konsultasi atau melakukan penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. e. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Komprehensif. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh dan ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini, informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

22 f. Langkah VI: Pelaksanaan rencana. Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah diuraikan pada langkah 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lain. g. Langkah VII: Evaluasi. Pada langkah ke tujuh ini, bidan mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini mencakup evaluasi tentang pemenuhan kebutuhan telah terpenuhi sesuai dengan diagnosis dan masalah. Rencana dianggap efektif jika memang benar dan efektif pelaksanaannya. 3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dalam bentuk SOAP. Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah analysis/asesment, dan P adalah planning. Merupakan Catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dan metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan (Saputra, 2014). a. S (Data Subjektif). Data subjektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut halen verney langkah pertama (pengkajian data), terulang data yang di peroleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsungatau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. b. O (Data Objektif). Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen varney pertama (pengkaji data). Terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan ke data objektif ini. Data ini akan

23 memberikan bukti gejal klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnose. c. A (assesment). A (analysis/assesment), merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektifmaka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Analisis merupakan pendokumentasian manajemen menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensi untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial. Kebutuhan tindakan harus segera diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. d. Penatalaksanaan. Planning/perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisi dan interpensi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Meskipun secara istilah, P adalah palnning/perencanaan saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen varney langkah kelima, keenam dan ketujuh. Dalam planing ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah di ambil untuk menilai efektifitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan (Saputra, 2014). C. Konsep dasar kebidanan pada neonatus 1. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Manajemen / asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran,

24 dilanjutkan sampai 24 jam setelah kelahiran. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat dari selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah dilahirkan (Muslihatun, 2010). Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, adalah terlaksananya asuhan segera / rutin pada bayi baru lahir termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosis, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan bayi, mengidentifikasi diagnosisdan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan (Saputra, 2014). 2. Langkah-Langkah Asuhan Kebidanan Dalam studi kasus ini mengacu pada pola fikir varney karena metode dan pendekatannya sistematik dan analitik sehingga memudahkan dalam pengarahan pemecahan masalah terhadap klien. Proses menurut Hellen Varney ada 7 langkah dimulai dari pangumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut menurut Hellen Varney (Muslihatun, 2010) adalah sebagai berikut : a. Langkah I Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara 27 anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang menurut Varney (Muslihatun, 2010). Proses pengumpulan data mencakup data subyektif dan obyektif adalah sebagai berikut (Muslihatun, 2010) : 1) Data Subyektif Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi a) Identitas Pasien. Identitas pasien meliputi :

25 (1) Nama Untuk mengetahui nama bayi. (2) Umur Untuk mengetahui umur bayi yang nantinya disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan. Pada kasus ikterus derajat III ini terjadi pada bayi berumur 24 jam pertama (Dewi, 2010). (3) Jenis Kelamin Untuk mengetahui jenis kelamin bayi laki-laki atau perempuan. b) Identitas Penanggung Jawab (1) Nama Orang Tua. Untuk mengetahui nama orang tua bayi sebagai penanggung jawab. (2) Umur Orang Tua Untuk mengetahui berapa umur orang tua. Dikaji untuk mengetahui adanya faktor resiko persalinan. (3) Jenis Kelamin Dikaji untuk mengetahui jenis kelamin (4) Agama Untuk mengetahui kepercayaan orang tua yang berhubungan dengan pemberian dukungan spiritual sesuai kepercayaan. (5) Pendidikan Untuk mengetahui tingkat intelektual yang berhubungan dengan intelektual orang tua yang berhubungan dengan pemberian KIE. (6) Pekerjaan Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi orang tua berhubungan dengan kemampuan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi. (7) Alamat Untuk mengetahui tempat tinggal orang tua pasien. c) Keluhan Utama pada Bayi

26 Keluhan utama pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah proses pengkajian kondisi pasien pada saat datang yaitu dengan keluhan pada hari kedua setelah lahir bayinya tampak kuning, sehingga timbul kecemasan pada orang tua (Winkjosastro, 2006). d) Pola Nutrisi : dikaji untuk mengetahui pola nutrisi bayi Apakah bayi minum ASI atau susu formula, dan biasanya pada bayi dengan ikterik malas menyusu dan tidak mau menghisap. 2) Data Obyektif Data obyektif adalah data yang diperoleh dari pengkajian dan pemeriksaan fisik pasien guna menegakkan diagnosa. Menurut Dewi (2010) pemeriksaan bayi meliputi pemeriksaan sebagai berikut : a) Pemeriksaan Umum (1) Keadaan Umum Dikaji untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah keadaan umum bayi baik atau tidak, dan biasanya bayi ikterik keadaan umumnya tampak lemas. (2) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital S : dikaji untuk mengetahui suhu bayi apakah normal yaitu 36,5 C-37,5 CNatau tidak, dan biasanya pada bayi ikterik terjadi hipotermi. N : dikaji untuk mengetahui nadi bayi apakah terjadi brakikardi atau takikardi normalny yaitu 120-160x/menit. R : dikaji untuk mengetahui pernafasan bayi apakah normal apa tidak. normalnya yaitu 40-60x/menit. b) Pemeriksaan Fisik Menurut Hidayat (2008), pemeriksaan fisik secara sistematis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis yang dimulai dari kepala sampai kakai (head to toe) pemeriksan fisik sistematis : (1) Kepala : Ada/tidak caput atau chepal hematom.

27 (2) Muka : Simetris/tidak simetris / nampak kekuningan. (3) Mata : Sklera dan konjungtiva normal, tampak kekuningan. (4) Telinga : simetris, ada bagian kanan dan kiri. (5) Mulut : Ada atau tidak ada labiopalatoskizis. (6) Hidung : Ada atau tidak ada polip, nampak kekuningan. (7) Leher : Ada atau tidak ada pembesaran kelenjar, nampak kekuningan. (8) Dada : Simetris atau tidak bagian kanan kiri. (9) Perut : Kembung atau tidak kembung. (10) Abdomen : kembung atau tidak kembung. (11) Tali pusat : Terbungkus kassa steril atau tidak. (12) Punggung : Ada spina bifida atau tidak, nampak kekuningan. (13) Ekstremitas : Lengkap atau tidak, nampak kekuningan. (14) Genetalia : Laki-laki : Testis sudah turun atau belum,perempuan : Labia mayor sudah menutupi labia minor atau belum. (15) Anus : atresia ani atau tidak. (16) Refleks : ada tidaknya refleks glabellar, refleks rooting, refleks sucking, refleks swallowing, refleks tonikneck, refleks morro, refleks graps, refleks babynsky, refleks gallant. b. Langkah II Interpretasi Data Pada langkah ini melaksanakan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yan benar. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. 1) Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup kebidanan menurut Varney (Soepardan, 2008) Diagnosa : By. Ny.X umur...jam dengan ikterus patologis.

28 Data Dasar a) Data Subyektif : (1) Ibu mengatakan bayinya lahir tanggal... (2) Ibu mengatakan ini anak yang ke... (3) Ibu mengatakan belum bisa minum dengan baik b) Data Obyektif (Dewi, 2010) : (1) Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital pada bayi meliputi nadi, respirasi dan suhu. (2) Pemeriksaan inspeksi meliputi : kepala, dada, umbilicus sampai paha berwarna kuning. (3) Pemeriksaan reflek lemah yang terdiri dari reflek morro, reflek sucking, reflek rooting. (4) Pemeriksaan laboratorium meliputi : Hb, golongan darah serta kadar bilirubin dalam darah (Prawiroharjo, 2005). Pada ikterus derajat III kadar bilirubin > 11 mg/dl. 2) Masalah Masalah adalah hal yang berkaitan dengan pernyataan pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian dan diagnosa. Masalah yang sering dijumpai pada bayi ikterus adalah gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Rukiyah dan Yulianti, 2010). 3) Kebutuhan Hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data. Kebutuhan-kebutuhan yang harus diberikan pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah oksigen sesuai terapi, pemberian terapi yang cukup, mengobservasi keadaan umum bayi secara intensif menjaga supaya lingkungan sekitar tetap nyaman dan hangat (Marmi dan Rahardjo, 2012). c. Langkah III Diagnosa Potensial Pada langkah ini penulis mengidentifikasi dengan kritis tanda dan gejala yang memerlukan tindakan kebidanan untuk membantu