Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

dokumen-dokumen yang mirip
Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

Pembaruan Parpol Lewat UU

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

BAB IV KESIMPULAN. diharapkan untuk meningkatkan kualitas politik dan kehidupan demokrasi bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Penyelenggara Pemilu Harus Independen

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

Kartu Pemantauan Legislasi Harian

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

Pemilu yang ada bahkan tidak membawa perubahan orang. Sebagian besar akan tetap orang dan muka lama.

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

RINGKASAN PUTUSAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

MENEROPONG LEGITIMASI PEMILU OLEH. Adi Sulistiyono Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

V. PENUTUP. seterusnya. Partai NasDem sebagai satu-satunya partai baru yang dinyatakan

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI SATU TAHUN PENYELENGGARA PEMILU

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

-3- MEMUTUSKAN: Pasal I

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

Ringkasan Putusan.

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

Transkripsi:

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan sistem pemerintahan yang kompatibel dengan sistem kepartaian sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang efektif. Kedua, meningkatkan kualitas partai politik sebagai institusi penopang demokrasi. Ketiga, meningkatkan kinerja lembaga perwakilan rakyat, dan terakhir, menyertakan keterlibatan 30 persen perempuan dalam lembaga perwakilan rakyat. Setelah Undang-Undang Politik disahkan, kecuali Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, beberapa tujuan yang ingin dicapai mulai memberikan gambaran yang tak terlalu buruk. Paling spektakuler adalah kesepakatan untuk menyertakan perempuan sebanyak 30 persen dalam lembaga perwakilan. Namun, yang patut disayangkan, tujuan untuk meningkatkan kualitas parpol dengan menciptakan sistem multipartai terbatas masih belum dapat diraih karena kompromi kepentingan sempit partai politik. Salah satu aspek yang dianggap menjadi nilai lebih Pemilu 2009 adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan calon anggota legislatif (caleg) suara terbanyak yang berhak mendapatkan kursi di parlemen. Keputusan itu memorakporandakan oligarki dan dinasti politik partai. Gagasan itu cukup lama menjadi topik diskusi publik yang hangat serta mendapatkan dukungan dari masyarakat. Meski gagal dituangkan dalam UU Pemilu, ide itu dengan alasan pragmatis diadopsi Partai Golkar yang dalam proses pembahasan UU menolak habis-habisan. Namun, karena menghadapi kenyataan mesin organisasi tak efektif, pilihannya adalah menggerakkan mesin partai melalui kadernya yang menjadi caleg. Partai Golkar berubah kiblatnya. Tentu kelompok lain sangat menyayangkan keputusan itu, terutama parpol yang memberikan privilese kader partai yang dianggap andal atau yang dekat dengan pimpinan, sehingga mendapatkan nomor kecil, menjadi berantakan. Namun yang lebih mahal harganya adalah ongkos yang harus dibayar kelompok

perempuan. Affirmative action yang dimaksudkan untuk menghasilkan proporsi 30 persen perempuan agar kebijakan publik tidak bias jender juga menjadi kacau-balau. Akan tetapi, hal itu tidak dapat dihindari mengingat dari beberapa tujuan pemilu, secara inheren sering kali tujuan yang satu bisa bahkan bertentangan dengan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan untuk mendapatkan anggota parlemen yang akuntabel dengan sistem suara terbanyak tidak sejalan dengan tujuan mendisiplinkan kader partai. Karena itu, politik adalah pilihan, prioritas, dan agenda sehingga tak semua dapat dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Mengenai agenda kuota perempuan, mungkin gagasan yang menyarankan agar caleg perempuan tidak diikutsertakan dalam ketentuan suara terbanyak dapat dipertimbangkan. Dalam perspektif ini dapat dikatakan mesin demokrasi berjalan. Berbagai kepentingan politik subyektif, kelompok, golongan, bahkan yang saling bertentangan secara diametral, selain dapat menghasilkan kompromi yang positif, dapat pula merelatifkan sesuatu yang dianggap mutlak atau berlebihan. Iklan politik yang gencar dilakukan parpol dan mulai dianggap mengancam kepentingan partai lain menimbulkan reaksi balik lawan politiknya untuk meredakan laju popularitas partai itu. Misalnya, iklan tokoh sentral Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dianggap mulai mendominasi publik, dilawan dengan menghidupkan kembali Panitia Khusus DPR terkait penghilangan paksa yang oleh Partai Gerindra dianggap sekadar rekayasa untuk menjatuhkan tokoh sentralnya. Demikian pula Partai Gerindra menganggap tanggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam putusan pengadilan almarhum Munir sebagai manuver politik untuk mencegah semakin meningkatnya popularitas partai itu. Meragukan KPU Dinamika politik yang memberikan harapan bagi Pemilu 2009 terancam oleh kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ancaman itu tidak boleh dianggap sepele karena pertaruhannya adalah masa depan politik Indonesia. Banyak kalangan meragukan KPU mempunyai kapasitas untuk menyelenggarakan Pemilu 2009 sebagaimana dilakukan KPU sebelumnya. Dalam menangani berbagai masalah, kelihatan KPU sangat lamban dan memberikan kesan tidak profesional serta tidak tahu persis apa yang mau dilakukan. Misalnya, mengenai tindak lanjut keputusan MK tentang sistem pemilihan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, mereka seakan-akan cuci tangan serta lebih menyandarkan atau menyerah kepada pemerintah dengan mengharapkan terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tak ada kesan mereka secara gigih dan cerdas sebagai lembaga independen dan terhormat mencari jalan keluar sendiri secara kreatif. Oleh karena itu, tak berlebihan komentar Bachtiar Effendi yang menyatakan, ketidaksiapan KPU, kesalahannya telah terjadi sejak proses pemilihannya (Kompas, 5/1). Tentu banyak kalangan masih ingat kontroversi perekrutan anggota KPU yang dianggap cacat karena melanggar UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu karena mengabaikan ketentuan tentang rekam jejak para calon.

Bahkan, terdengar isu miring proses pemilihan anggota KPU sangat diwarnai kepentingan dan ambisi politik perorangan yang mencoba ingin mengendalikan KPU. Terlepas dari kinerja KPU yang diragukan banyak kalangan, bagaimanapun pemilu adalah hajatan rakyat. Karena itu, Pemilu 2009 yang cukup menjanjikan harus diselamatkan. Semua pihak diharapkan ikut ambil bagian untuk menyelamatkan karya bangsa dalam membangun sivilisasi politik baru. Pemerintah, dalam hal ini presiden, sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pemilu, tanpa mengintervensi independensi KPU, dalam batas-batas tanggung jawab dan kewenangannya, dapat mengambil bagian untuk ikut menyelamatkan Pemilu 2009. Sementara itu, parpol diharapkan tidak hanya melakukan kampanye murahan. Mereka diharapkan melakukan kampanye yang lebih berkualitas dengan memfokuskan pada pendidikan politik rakyat. Dengan demikian, Pemilu 2009 akan mengukuhkan tonggak dan melembagakan proses bangsa Indonesia mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan sistem pemerintahan yang kompatibel dengan sistem kepartaian sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang efektif. Kedua, meningkatkan kualitas partai politik sebagai institusi penopang demokrasi. Ketiga, meningkatkan kinerja lembaga perwakilan rakyat, dan terakhir, menyertakan keterlibatan 30 persen perempuan dalam lembaga perwakilan rakyat. Setelah Undang-Undang Politik disahkan, kecuali Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, beberapa tujuan yang ingin dicapai mulai memberikan gambaran yang tak terlalu buruk. Paling spektakuler adalah kesepakatan untuk menyertakan perempuan sebanyak 30 persen dalam lembaga perwakilan. Namun, yang patut disayangkan, tujuan untuk meningkatkan kualitas

parpol dengan menciptakan sistem multipartai terbatas masih belum dapat diraih karena kompromi kepentingan sempit partai politik. Salah satu aspek yang dianggap menjadi nilai lebih Pemilu 2009 adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan calon anggota legislatif (caleg) suara terbanyak yang berhak mendapatkan kursi di parlemen. Keputusan itu memorakporandakan oligarki dan dinasti politik partai. Gagasan itu cukup lama menjadi topik diskusi publik yang hangat serta mendapatkan dukungan dari masyarakat. Meski gagal dituangkan dalam UU Pemilu, ide itu dengan alasan pragmatis diadopsi Partai Golkar yang dalam proses pembahasan UU menolak habis-habisan. Namun, karena menghadapi kenyataan mesin organisasi tak efektif, pilihannya adalah menggerakkan mesin partai melalui kadernya yang menjadi caleg. Partai Golkar berubah kiblatnya. Tentu kelompok lain sangat menyayangkan keputusan itu, terutama parpol yang memberikan privilese kader partai yang dianggap andal atau yang dekat dengan pimpinan, sehingga mendapatkan nomor kecil, menjadi berantakan. Namun yang lebih mahal harganya adalah ongkos yang harus dibayar kelompok perempuan. Affirmative action yang dimaksudkan untuk menghasilkan proporsi 30 persen perempuan agar kebijakan publik tidak bias jender juga menjadi kacau-balau. Akan tetapi, hal itu tidak dapat dihindari mengingat dari beberapa tujuan pemilu, secara inheren sering kali tujuan yang satu bisa bahkan bertentangan dengan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan untuk mendapatkan anggota parlemen yang akuntabel dengan sistem suara terbanyak tidak sejalan dengan tujuan mendisiplinkan kader partai. Karena itu, politik adalah pilihan, prioritas, dan agenda sehingga tak semua dapat dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Mengenai agenda kuota perempuan, mungkin gagasan yang menyarankan agar caleg perempuan tidak diikutsertakan dalam ketentuan suara terbanyak dapat dipertimbangkan. Dalam perspektif ini dapat dikatakan mesin demokrasi berjalan. Berbagai kepentingan politik subyektif, kelompok, golongan, bahkan yang saling bertentangan secara diametral, selain dapat menghasilkan kompromi yang positif, dapat pula merelatifkan sesuatu yang dianggap mutlak atau berlebihan. Iklan politik yang gencar dilakukan parpol dan mulai dianggap mengancam kepentingan partai lain menimbulkan reaksi balik lawan politiknya untuk meredakan laju popularitas partai itu. Misalnya, iklan tokoh sentral Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dianggap mulai mendominasi publik, dilawan dengan menghidupkan kembali Panitia Khusus DPR terkait penghilangan paksa yang oleh Partai Gerindra dianggap sekadar rekayasa untuk menjatuhkan tokoh sentralnya. Demikian pula Partai Gerindra menganggap tanggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam putusan pengadilan almarhum Munir sebagai manuver politik untuk mencegah semakin meningkatnya popularitas partai itu. Meragukan KPU

Dinamika politik yang memberikan harapan bagi Pemilu 2009 terancam oleh kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ancaman itu tidak boleh dianggap sepele karena pertaruhannya adalah masa depan politik Indonesia. Banyak kalangan meragukan KPU mempunyai kapasitas untuk menyelenggarakan Pemilu 2009 sebagaimana dilakukan KPU sebelumnya. Dalam menangani berbagai masalah, kelihatan KPU sangat lamban dan memberikan kesan tidak profesional serta tidak tahu persis apa yang mau dilakukan. Misalnya, mengenai tindak lanjut keputusan MK tentang sistem pemilihan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, mereka seakan-akan cuci tangan serta lebih menyandarkan atau menyerah kepada pemerintah dengan mengharapkan terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tak ada kesan mereka secara gigih dan cerdas sebagai lembaga independen dan terhormat mencari jalan keluar sendiri secara kreatif. Oleh karena itu, tak berlebihan komentar Bachtiar Effendi yang menyatakan, ketidaksiapan KPU, kesalahannya telah terjadi sejak proses pemilihannya (Kompas, 5/1). Tentu banyak kalangan masih ingat kontroversi perekrutan anggota KPU yang dianggap cacat karena melanggar UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu karena mengabaikan ketentuan tentang rekam jejak para calon. Bahkan, terdengar isu miring proses pemilihan anggota KPU sangat diwarnai kepentingan dan ambisi politik perorangan yang mencoba ingin mengendalikan KPU. Terlepas dari kinerja KPU yang diragukan banyak kalangan, bagaimanapun pemilu adalah hajatan rakyat. Karena itu, Pemilu 2009 yang cukup menjanjikan harus diselamatkan. Semua pihak diharapkan ikut ambil bagian untuk menyelamatkan karya bangsa dalam membangun sivilisasi politik baru. Pemerintah, dalam hal ini presiden, sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pemilu, tanpa mengintervensi independensi KPU, dalam batas-batas tanggung jawab dan kewenangannya, dapat mengambil bagian untuk ikut menyelamatkan Pemilu 2009. Sementara itu, parpol diharapkan tidak hanya melakukan kampanye murahan. Mereka diharapkan melakukan kampanye yang lebih berkualitas dengan memfokuskan pada pendidikan politik rakyat. Dengan demikian, Pemilu 2009 akan mengukuhkan tonggak dan melembagakan proses bangsa Indonesia mewujudkan kedaulatan rakyat.