2,3 Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Eni Hidayati Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan, Kampus Kedungmundu Rektorat, Semarang, Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

PENGARUH PELAKSANAAN FUNGSI PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA TERHADAP TERAPI DIET DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI. Semarang

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Vol XI Nomor 1 Januari Jurnal Medika Respati ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dibutuhkan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

THE CORRELATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND EMOTIONAL DISTRESS ON DIABETES MELLITUS PATIENTS AT PANEMBAHAN SENOPATI GENERAL HOSPITAL BANTUL

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nurlika Sholihatun Azizah

Tingkat depresi berdasarkan derajat ulkus diabetik pada pasien ulkus diabetes melitus yang berobat di rsud kota semarang

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menua pada seseorang bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

Transkripsi:

PENGARUH TINDAKAN KEPERAWATAN GENERALIS DAN TERAPI KELOMPOK SUPORTIF TERHADAP PERUBAHAN HARGA DIRI KLIEN DIABETES MELITUS DI RS PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Wahyu Rochdiat M 1 Novy Helena CD 2 Tuti Nuraini 3 1 Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan FIKES UNRIYO, DIY 55282, Indonesia. Email : dhionawesome@gmail.com 2,3 Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jakarta 10430, Indonesia ABSTRAK Klien diabetes melitus (DM) mengalami masalah fisik dan masalah psikologis: harga diri rendah. Tindakan keperawatan untuk klien dengan harga diri rendah dapat berupa tindakan generalis maupun terapi spesialis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh tindakan generalis dan terapi kelompok suportif sebagai terapi spesialis terhadap harga diri klien DM yang dirawat di RS Panembahan Senopati Bantul. Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment pre-post test with control group. Responden kelompok kontrol dan intervensi masing-masing berjumlah orang. Hasil penelitian: pemberian tindakan generalis dan terapi kelompok suportif memiliki pengaruh yang lebih bermakna terhadap harga diri klien DM dibandingkan dengan pemberian tindakan generalis saja. Kata kunci: harga diri rendah, klien DM, terapi kelompok suportif, tindakan generalis ABSTRACT Diabetes mellitus patients have both physical problems and psychological problems: low self-esteem. Nursing therapy for those patients can be general and supportive group therapy. Purpose of this study was to examine how supportive group therapy as specialistic therapy could affected diabetes mellitus patients s self-esteem who were nursed in Panembahan Senopati Hospital, Bantul. Design of the study was quasi experiment pre-post test with control group. Each of group had patients as sample. Result of the sudy: general and supportive group therapy had statistically significant more affected to diabetes mellitus patients s self-esteem than general therapy. Keywords: diabetes mellitus patients, general therapy, low self-esteem, supportive group therapy 1. Pendahuluan International Diabetes Federation (IDF) (11) melaporkan adanya indikasi bahwa prevalensi diabetes melitus (DM) telah mencapai tingkat epidemik secara global. International Diabetes Federation melaporkan bahwa prevalensi klien DM pada kelompok usia 79 tahun di Indonesia adalah sebesar 4,6 % atau sebanyak 152 juta 23

jiwa pada tahun 10. Angka prevalensi ini diperkirakan akan mengalami kenaikan pada tahun 30 menjadi sebesar 6% atau sebanyak 199 juta jiwa (IDF, 11). Departemen Kesehatan (Depkes) Indonesia juga melakukan riset tentang jumlah klien DM secara nasional yang dilaporkan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 07. Hasil riskesdas menunjukkan bahwa angka prevalensi DM secara nasional yaitu sebesar 1,1% (Depkes, 08). Tujuh belas provinsi memiliki angka prevalensi DM di atas angka prevalensi nasional dan salah satunya adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan angka prevalensi DM sebesar 1,6% sedangkan berdasarkan pengukuran gula darah pada penduduk dengan umur lebih dari 15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan didapatkan hasil bahwa angka prevalensi DM di DIY sebesar 5,4% (Depkes, 08). Rumah Sakit (RS) Panembahan Senopati Bantul adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah di DIY. Data studi pendahuluan jumlah klien yang dirawat inap di bangsal penyakit dalam RS Panembahan Senopati memperlihatkan bahwa rata-rata klien DM yang dirawat tiap bulannya pada tahun 09 adalah 92 klien dan pada tahun 10 sebanyak 103 klien. Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidakseimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin (Porth, 08). Hal ini mempengaruhi kesehatan psikososial klien dan dihubungkan dengan adanya ketakutan, depresi, kecemasan, ketergantungan, dan perasaan menjadi seseorang yang berbeda (Kyngas & Barlow, 1995 dalam Cavusaglu, 01). Masalah psikososial yang terjadi pada klien DM akan mempengaruhi kondisi fisik klien sehingga dapat membuat penyakit DM klien bertambah parah, karena itu perlu perhatian khusus dari tenaga kesehatan terhadap kondisi psikososial klien DM. Salah satu masalah psikososial pada klien DM adalah harga diri rendah. Klien DM dengan harga diri rendah harus mendapatkan terapi untuk bisa menemukan aspek positif yang masih dimiliki sehingga harga dirinya mengalami peningkatan. Tindakan keperawatan jiwa untuk klien yang memiliki harga diri rendah dapat berupa tindakan keperawatan generalis maupun terapi spesialis. Tindakan keperawatan generalis dilakukan dengan cara menggali aspek-aspek positif pada klien dan mengajarkan keluarga untuk membantu klien melatih aspek positifnya (Keliat, dkk., 06). 24

Penelitian tentang terapi kelompok kepada klien DM sudah banyak dilakukan tetapi penelitian-penelitian tersebut biasanya berfokus pada pengaruh terapi kelompok terhadap pengontrolan kadar gula darah dan kemampuan klien untuk melakukan koping atau kepatuhan terhadap terapi. Salah satu terapi kelompok adalah terapi kelompok suportif. Kelompok suportif merupakan sekumpulan orang-orang yang berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap isu-isu dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan. Tujuan awal dari kelompok ini didirikan adalah memberikan dukungan dan menyelesaikan pengalaman isolasi dari masing-masing anggotanya (Grant- Iramu, 1997 dalam Hunt, 04). Terapi kelompok suportif sendiri bertujuan untuk memberikan dukungan antar anggota kelompok dan menurut Coppersmith (1967 dalam Maryam dkk., 07), faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang, sehingga terapi kelompok suportif seharusnya memiliki dampak dalam meningkatkan harga diri klien DM. 2. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi expermental menggunakan desain quasi experimental pre-post test control group dengan intervensi tindakan keperawata generalis dan terapi kelompok suportif. Penelitian dilakukan dari tanggal 19 Mei 9 Juni 11. Teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Penelitian dilakukan untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif terhadap perubahan harga diri klien DM yang dirawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul. Reponden kelompok kontrol diambil dari klien DM yang dirawat inap di Bangsal Flamboyan. Kelompok kontrol hanya mendapat perlakuan berupa tindakan keperawatan generalis saja. Responden kelompok intervensi diambil dari kloen DM yang dirawat inap di Bangsal Bakung dan Cempaka, sedangkan perlakuan yang didapat adalah tindakan keperawata generalis dan terapi kelompok suportif sebanyak empat sesi. Tiap kelompok berjumlah responden. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner adaptasi dari Rosenborg Scale s berjumlah 10 pertanyaan. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut dan bila memiliki nilai total < maka individu memenuhi kriteria untuk menjadi responden. Kriteria yang lain 25

adalah klien didiagnosis menderita DM tipe 2, berusia -65 tahun, memiliki pekerjaan, dapat membaca dan menulis, kooperatif, memiliki kondisi yang stabil untuk mengikuti terapi kelompok dan bersedia menjadi responden. Analisis statistik yang dipergunakan yaitu univariat dan bivariat dengan analisis paired t-test dan independent-sample t- test serta Chi-square dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi. 3. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 48,08 tahun dan lama menderita DM adalah selama 51, 75 bulan seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 2 menunjukkan 57,5% responden berjenis kelamin perempuan, 37,5% bekerja sebagai wiraswasta, 60% berpendidikan rendah (SD-SMP), dan 70% responden berstatus kawin. Uji kesetaraan karakteristik responden kedua kelompok menunjukkan bahwa pada α 5% tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik responden antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p-value > 0,025). Nilai pre test harga diri pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki harga diri rendah, dimana ratarata nilai harga diri kelompok kontrol sebesar 17,30 sedangkan kelompok intervensi sebesar 16,75. Tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat harga diri antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi pada α 5% (p-value > 0,025). Tabel 3 menunjukkan tingkat harga diri setelah dilakukan perlakuan berupa tindakan keperawatan generalis pada kelompok kontrol meningkat menjadi 23,45, sedangkan tingkat harga diri pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif meningkat menjadi 31,65. Paired t-test menunjukkan hasil bahwa pada α 5% ada perbedaan yang signifikan antara harga diri sebelum dengan sesudah dilakukan perlakuan baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi (p-value < 0,025). Selisih harga diri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi diuji dengan menggunakan independent-sample t-test menunjukkan hasil pada α 5% bahwa ada perbedaan yang bermakna antara selisih harga diri kelompok kontrol dengan selisih harga diri kelompok intervensi (p-value < 0,025). Jadi pemberian tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif berpengaruh lebih besar kepada harga diri klien DM daripada pemberian tindakan keperawatan generalis saja. 4. Pembahasan 26

Rata-rata nilai kuesioner harga diri klien DM yang dirawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul selama proses penelitian menunjukkan bahwa tingkat harga diri klien DM adalah harga diri rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Cavusaglu (01) bahwa dampak dari diagnosis dan terapi DM dapat mengakibatkan perubahan gaya Variabel hidup pada penderita DM. Diabetes melitus mempengaruhi kesehatan psikososial dan dihubungkan dengan ketakutan, depresi, kecemasan, ketergantungan, dan menjadi berbeda sehingga harga diri rendah, ketergantungan sosial, dan perkembangan ego yang miskin dapat ditemukan pada penderita DM. Tabel 1. Analisis Usia dan Lama Menderita Klien DM pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei - Juni 11 (N = 40) Jenis Kelompok n Mean Median SD Min-Maks 95% CI Usia Lama Menderita DM Intervensi 48,90 50,00 6,46 35-60 45,88-51,92 Kontrol 47,25 48,00 6,68 35-57 44,12-50,38 Total 40 48,08 49,00 6,57 35-60 Intervensi 48,00 42,00 35,68 12-1 31,30-64,70 Kontrol 55,50 54,00 32,97 12-1 40,07-70,93 Total 40 51,75 48,00 34,33 12-1 Tabel 2. Distribusi Klien DM Menurut Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan, dan Status Perkawinan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei Juni 11 (N = 40) Karakteristik Kelompok Intervensi (n = ) Kelompok Kontrol (n = ) Jumlah (N = 40) n % n % n % 1. Jenis Kelamin Klien DM a. Laki-laki b. Perempuan 2. Pekerjaan Klien DM a. Pegawai Negeri b. Pegawai Swasta c. Wiraswasta 3. Pendidikan Klien DM a. Rendah b. Tinggi 4. Status Perkawinan Klien DM a. Kawin b. Tidak Kawin 9 11 4 5 11 11 9 16 4 45 55 25 55 55 45 80 8 12 7 9 4 13 7 12 8 40 60 35 45 65 35 60 40 17 23 11 14 15 24 19 28 12 42,5 57,5 27,5 35 37,5 60 40 70 30 27

Tabel 3. Analisis Perubahan Tingkat Harga Diri Klien DM Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei Juni 11 (N = 40) Kelompok Variabel n Mean SD SE t p value Intervensi Kontrol Tingkat Harga Diri a. Sebelum b. Sesudah Selisih Tingkat Harga Diri a. Sebelum b. Sesudah Selisih 17,30 31,65 14,35 16,75 23,45 6,7 2,62 2,50-0,12 1,99 1,79-0,2 0,59 0,56-0,03 0,45 0,40-0,05-19,28.000-18,43.000 Faktor predisposisi biologis harga diri rendah pada klien DM dapat terjadi karena penyakit DM menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat akibat kelainan dalam sekresi insulin, aktivitas insulin maupun dua-duanya (Smeltzer, dkk., 08). Responden penelitian pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi memiliki rata-rata lama sakit DM selama 51,75 bulan dimana rata-rata lama sakit kelompok kontrol adalah 55,5 bulan dan kelompok intervensi 48,00 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit DM telah diderita oleh responden dalam waktu yang sangat lama sehingga memungkinkan terjadinya komplikasi termasuk di dalamnya adalah perubahan fungsi sistem saraf yang akhirnya membuat individu memperlihatkan kondisi perilaku dan emosi yang menyimpang termasuk di dalamnya tanda dan gejala dari harga diri rendah. Faktor predisposisi psikologis terjadinya harga diri rendah pada klien DM dapat berupa kegagalan klien DM dalam menjalani peran dan fungsinya sebagai individu. Rata-rata usia responden penelitian ini adalah 48,08 tahun dimana rata-rata usia kelompok intervensi 48,90 tahun dan kelompok kontrol 47,25 tahun. Erikson (1973) dalam Suardiman (1995) menyatakan bahwa pada usia 30-60 tahun, individu berada pada tahap perkembangan dewasa tengah dimana pada tahap ini tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah generativitas. Kondisi DM yang dialami akan mengakibatkan responden gagal memenuhi tugas perkembangan sehingga menjadikan klien DM harga diri rendah. Faktor predisposisi sosial budaya terjadinya harga diri klien DM dapat dilihat dari perubahan status ekonomi (Hawari, 01). Penyakit DM yang diderita responden mengakibatkan 28

berkurangnya pendapatan karena keharusan untuk memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan dan dapat juga dikarenakan harus membiayai perawatan bila dirinya dirawat di rumah sakit, selain itu saat klien DM menjalani rawat inap di rumah sakit tentunya menyebabkan klien tidak dapat bekerja sehingga mengurangi jumlah pendapatannya. Diabetes melitus yang diderita responden dalam waktu yang cukup lama menyebabkan berbagai komplikasi sehingga dapat menyebabkan terganggunya hubungan antara suami dan istri. Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien diabates impotensi, stroke, dan penyakit jantung (Smeltzer, dkk., 08). Ketidakmampuan responden dalam melaksanakan peran dan fungsinya dalam keluarga baik sebagai suami maupun sebagai istri menyebabkan kualitas hubungan di dalam keluarga menurun. Hal ini akhirnya mengganggu ideal diri dan peran diri klien sehingga muncul harga diri rendah pada klien DM. Klien DM yang memiliki diagnosa keperawatan harga diri rendah perlu mendapatkan tindakan keperawatan sehingga terjadi peningkatan pada harga dirinya. Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan generalis harga diri rendah dan tindakan keperawatan spesialis. Hasil penelitian di kelompok kontrol menunjukkan adanya peningkatan harga diri sesudah dilakukannya tindakan keperawatan generalis individu dan keluarga pada responden walaupun tidak sebesar kelompok intervensi. Tindakan keperawatan generalis dilakukan dengan mengidentifikasi dan melatih kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh klien. Terapis juga memberikan pujian atas kemampuan positif klien yang berfungsi untuk menaikkan harga dirinya. Tindakan keperawatan jiwa generalis untuk keluarga klien yang mengalami harga diri rendah adalah memberikan edukasi tentang definisi, penyebab, tanda gejala dan cara mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. (Keliat, dkk., 06). Hal yang mendukung berhasilnya tindakan keperawatan generalis ini di ruang rawat inap menurut peneliti adalah dikarenakan klien dan keluarga dapat mempraktekkan bersama dengan bimbingan terapis. Tindakan ini ternyata memberikan efek menaikkan tingkat harga diri klien DM berdasarkan hasil penelitian walaupun tidak sebesar terapi kelompok suportif. Terapi kelompok dipandang sukses dalam beberapa dekade terakhir dalam perawatan berbagai jenis gangguan jiwa dan masalah psikologis. Terapi kelompok yang dilakukan pada klien dengan penyakit kronis telah menjadi populer 29

sebagai pendamping terapi medis. Hal ini dikarenakan terapi kelompok menyediakan dukungan emosional dari orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama dan dapat menggunakan pengalaman orang lain di dalam kelompok sebagai contoh. (Van der Ven, 11). Proses pelaksanaan terapi kelompok suportif pada penelitian ini dilakukan dalam empat sesi. Sesi pertama mendiskusikan masalah psikologis yang dialami kelompok akibat penyakit DM yang diderita yaitu harga diri rendah. Hal ini mendukung pernyataan dari Cavusaglu (01) bahwa harga diri rendah dapat ditemukan pada klien DM. Sesi kedua mendapatkan hasil bahwa sumber dukungan yang dimiliki oleh kelompok di dalam keluarga adalah pasangan hidupnya (suami atau istri) dan anak yang masih tinggal satu rumah. Stuart (09) menyatakan bahwa dukungan sosial dari keluarga dan caregiver utama merupakan sumber koping dalam menghasilkan respon yang adaptif terhadap kondisi sakit klien. Sumber dukungan dari luar keluarga didiskusikan di sesi ketiga. Hasil diskusi menunjukkan bahwa sumber dukungan di luar keluarga yang biasa digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan mantri di daerah tempat tinggalnya. Hambatan yang dirasakan adalah pengurusan jaminan kesehatan. Stuart (09) menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan sumber koping aset materi sehingga perlu kerja sama berbagai pihak untuk membantu klien dalam pengurusan jaminan kesehatan. Sesi keempat digunakan oleh kelompok untuk mengevaluasi pelaksanaan sesi-sesi sebelumnya dan tercapainya tujuan. Hasil yang dicapai pada sesi ini adalah pada umumnya anggota kelompok sudah mencoba apa yang telah didiskusikan di sesi sebelumnya, hambatan yang dialami saat menggunakan sumber pendukung baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga telah dilakukan penyelesaiannya meskipun hasil yang diperoleh belum optimal sesuai dengan yang diharapkan karena anggota kelompok masih dirawat di rumah sakit. Hal yang menarik pada penelitian ini adalah jumlah anggota kelompok yang berjumlah 5 orang karena tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan terapi. Walaupun Stuart (09) menyatakan bahwa jumlah minimal anggota kelompok adalah sebanyak 7 orang untuk memberikan kesempatan menyampaikan pengalaman, tetapi dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 14,35 dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota 5 orang dapat memberikan kesempatan pada anggota kelompok suportif untuk 30

menyampaikan pendapatnya di tatanan layanan rumah sakit umum. Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas terapi kelompok suportif adalah adanya dukungan sosial yang terjadi pada pelaksanaan terapi. Dukungan sosial yang diberikan anggota kelompok ternyata menaikkan harga diri kelompok intervensi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Budd (09) yang meneliti tentang hubungan antara dukungan sosial yang diterima dengan harga diri mendapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang diterima dengan tingginya harga diri. Pelaksanaan masing-masing sesi terapi kelompok suportif pada penelitian ini dilakukan dalam empat kali pertemuan tanpa jeda hari karena keterbatasan kondisi fisik klien dan rata-rata lama rawat inap klien kurang dari seminggu. Hal ini menurut Pareek (1996 dalam Sobur, 03) menyebabkan proses belajar pada terapi kelompok suportif di penelitian ini baru sebatas aspek kognitif saja. 5. Simpulan Penelitian tentang pengaruh tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif terhadap tingkat harga diri klien diabetes melitus (DM) yang menjalani rawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul memperoleh hasil bahwa karakteristik klien DM rata-rata usia 48,08 tahun dengan lama sakit rata-rata 51,75 bulan. Karakteristik yang lain adalah sebagian besar responden adalah perempuan, bekerja sebagai wiraswasta, berpendidikan SD, dan status perkawinannya adalah kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat harga diri pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif adalah sebesar 16,75 sedangkan pada kelompok intervensi sebesar 17,30. Hal ini berarti responden kedua kelompok memiliki harga diri rendah. Tingkat harga diri kelompok kontrol setelah mendapatkan tindakan keperawatan generalis memiliki rata-rata sebesar 23,45 atau meningkat sebesar 6,5 bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan perlakuan. Tingkat harga diri kelompok intervensi juga mengalami peningkatan yang lebih besar dari kelompok kontrol yaitu sebesar 14,35 menjadi 31,65 setelah mendapatkan terapi, sehingga tingkat harga diri kedua kelompok sama-sama meningkat setelah mendapatkan perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat harga diri pada kelompok intervensi meningkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p <0,05 (p value = 31

0,000). Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif memiliki pengaruh yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian tindakan keperawatan generalis saja terhadap tingkat harga diri klien DM yang menjalani rawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul. Daftar Pustaka Budd, A. (09). The correlation of selfesteem and perceived social support. URJHS, Vol 8. Cavusaglu, H. (01). Self esteem in adolescence: A comparison of adolescents with diabetes mellitus and leukimia. Pediatric Nursing, July-August 01 Vol 27 no 4. Depkes RI. (08). Riset kesehatan dasar 07. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. International Diabetes Federation (IDF). (11). Diabetes atlas (fourth edition). 8 April 11. http://www.idf.org. Hawari, D. (01). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizoprenia. Jakarta: FKUI. Hunt. (04). A resource kit for self help/ support groups for people affeccted by an eating disorder. 12 Februari 11. http://www.medhelp.org/njgroups/ VolunteerGuide.pdf. Keliat & tim. (06). Modul model praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP) jiwa. Jakarta: WHO- FIK UI. Kristyaningsih, T. (09). Pengaruh terapi kognitif terhadap perubahan harga diri dan kondisi depresi pasien gagal ginjal kronik di ruang haemodialisa RSUP fatmawati jakarta tahun 09. Tesis. FIK UI (tidak dipublikasikan). Maryam, S & Tim. (07). Kebutuhan dasar manusia: berdasarkan hierarki maslow dan penerapannya dalam keperawatan. Jakarta: Semesta Media. Porth, C.M,. (08). Essentials of pathophysiology: Concepts of altered health states (2nd edition). USA: Lippincott Williams & Wilkins. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, JL., Cheever, K.H. (08). Brunner & suddarth s: Textbook of medicalsurgical nursing (11 ed). th Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. Sobur, A. (03). Psikologi umum dalam lintas sejarah. Bandung: Pustaka Setia. Stuart. (09). Principles and practice of psychiatric nursing (9th edition). St Louis: Mosby. Suardiman, P. (1995). Psikologi perkembangan. Yogyakarta : FIP IKIP. Van der Ven, N. (11). Psychososial group intervention in diabetes care. 23 Juni 11. http://spectrum.diabetesjournals.org. 32