TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 14/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Kelapa Sawit. Pembelian Produksi Pekebun.

2013, No.217 8

I. U M U M. TATA CARA PANEN.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, (a) kelapa

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

ANALISIS PEMASARAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dapat berbuah setelah berusia 3-4 tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

- 1 - BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 150 TAHUN 2012

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region)

POSITION PAPER KPPU TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: ISBN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan produksi non-migas,

BAB I PENDAHULUAN. dicapai oleh perusahaan adalah pencapaian laba optimum. Pencapaian laba dirasa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

PEREKONOMIAN WILAYAH

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

SEKSI PROMOSI DAN PEMASARAN HASIL PERKEBUNAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

ANALISIS KEBIJAKAN HARGA TBS KELAPA SAWIT PADA PIR PERKEBUNAN SEI BESITANG SUMATERA UTARA

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp ,00,

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. PT. KELANTAN SAKTI, selanjutnya disebut Perseroan, merupakan

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Transkripsi:

6 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penetapan Harga TBS Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia mengalami peningkatan harga yang signifikan. Harga minyak sawit secara historis terus meningkat. Peningkatan harga minyak sawit (CPO, crude palm oil) ini juga mendongkrak harga buah sawit (TBS, tandan buah segar). Para petani kelapa sawit memperoleh manfaat dari hasil menjual buah sawit kepada pabrik-pabrik pengolah buah sawit menjadi CPO. Oleh karenanya, harga TBS merupakan salah satu indikator penting yang dapat mempengaruhi penawaran petani kelapa sawit (Arianto, 2008). Berbagai faktor berpengaruh dalam pembentukan harga TBS, yaitu harga CPO dan inti. Selain harga patokan CPO dan inti yang ditentukan pemerintah, masih ada nilai rendemen CPO dan inti yang turut menentukan harga TBS. Mutu dan rendemennya ditentukan oleh jenis bibit, umur tanaman dan mutu panen (PERHEPI, dalam Bangun, 1989). Kebijakan mengenai harga, misalnya mengenai harga TBS, merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri (PERMENTAN) atau pejabat (SK) yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian (Daniel, 2002). Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian No 395/Kpts /OT.140/11/2005 diatur mengenai Pedoman Pekebun di dalam Permentan ini di definisikan sebagai perorangan WNI yang melakukan usaha perkebunan sebagai peserta

7 pengembangan pola perusahaan inti rakyat (PIR) atau yang melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra. Tujuan dari pengaturan harga TBS melalui Permentan 395 tersebut adalah untuk memberikan perlindungan dalam perolehan harga wajar dari TBS kelapa sawit produksi petani dan menghindari persaingan tidak sehat diantara pabrik kelapa sawit. Pasal 4 Permentan Nomor 395 mengatur bahwa Pekebun menjual seluruh tandan buah segarnya kepada perusahaan dan perusahaan membeli seluruh tandan buah segar untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama. Dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa harga pembelian tandan buah segar oleh perusahaan di dasarkan pada rumus harga pembelian tandan buah segar, yang mengandung variable indeks proporsi (dalam %) yang menunjukkan bagian yang diterima oleh pekebun (dinyatakan dalam notasi K), harga rata-rata minyak sawit kasar (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masingmasing perusahaan pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi Hms), rendemen CPO (dinyatakan dengan notasi Rms) dan rendemen inti sawit/pko (dinyatakan dengan notasi Ris) dan harga rata-rata inti sawit tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan local masing-masing perusahaan pada periode sebelumnya (dinyatakan dengan notasi His). Rumus harga pembelian TBS ditetapkan sebagai berikut: H TBS = K (H CPO x R CPO + H IS x R IS ) dimana:

8 H TBS : Harga TBS acuan yang diterima oleh Petani di tingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/kg dan merupakan harga franco pabrik pengolahan; K : Indeks proporsi yang menunjukkan bagian yang diterima oleh petani, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan setiap bulan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berdasarkan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS; H CPO : Harga rata-rata minyak sawit kasar (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/kg dan ditetapkan setiap bulan; R CPO : Rendemen minyak sawit kasar, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun; H IS : Harga rata-rata tertimbang minyak inti sawit realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/kg dan ditetapkan setiap bulan ; R IS : Rendemen minyak inti sawit, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun (PERMENTAN, 2005). Harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS yang dibentuk oleh Gubernur, minimal 1 (satu) kali setiap bulan yang merupakan harga franco pabrik pengolahan kelapa sawit. Keanggotaan Tim Penetapan Harga TBS terdiri dari unsur Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota; Dinas yang menangani Perkebunan Propinsi, Kabupaten/Kota; Perusahaan Inti; Wakil Pekebun PIR Kelapa Sawit (kelembagaan Pekebun); dan instansi terkait. Dan pengembangannya hingga pada saat ini, penetapan harga pembelian TBS dilakukan oleh masing-masing propinsi dengan tetap berpedoman pada

9 Permentan Nomor 395. Khusus untuk daerah Propinsi Sumatera Utara, harga pembelian TBS ditetapkan 1 (satu) kali setiap minggu. Penetapan harga TBS di Sumatera Utara dilakukan oleh sebuah Tim Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Petani Propinsi Sumatera Utara. Tim tersebut terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, Lembaga Penelitian, Perusahaan Kelapa Sawit, dan Petani. Terkait mengenai sanksi apabila tidak memenuhi ketentuan ketetapan harga TBS yang ditetapkan, Pasal 11 Permentan 395 dimaksud, menginformasikan bahwa Pekebun/kelembagaan pekebun dan Perusahaan apabila tidak memenuhi ketentuan yang telah disepakati dikenakan sanksi sesuai dalam perjanjian kerjasama (yang dibuat diantara kedua belah pihak). Harga TBS yang diterima petani dihitung berdasarkan Indeks Proporsi K. Untuk komponen K yang biasa disebut dengan indeks proporsi K yang merujuk pada pada keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan maupun Peraturan Menteri Pertanian tersebut pada dasarnya merupakan persentase besarnya hak petani tersebut di atas terhadap harga TBS. Angka ini biasanya berada pada tingkat di bawah 100 persen karena sebagai faktor pembilang untuk menentukan K lebih kecil dari angka pada faktor penyebut (Anonymous, dalam Mulyana, 2008).

10 Faktor faktor yang mempengaruhi nilai rendemen Jenis bibit sangat mempengaruhi rendemen dari TBS. Bibit yang baik akan menghasilkan TBS yang bermutu tinggi, dan demikian juga sebaliknya. Dalam pemilihan jenis bibit, perlu diperhatikan beberapa kriteria tertentu agar buah yang dihasilkan baik mutunya sehingga minyak yang dihasilkan bermutu baik dan memiliki posisi harga yang baik pula. Selektif dalam memilih bibit tanaman menjadi dasar penentuan nilai komersial perkebunan dan menentukan tingkat produktifitas tanaman (Pardamean, 2008).. Peningkatan kualitas rendemen TBS lebih banyak dipengaruhi oleh umur tanaman. Tindakan agronomis sangat menentukan umur komersial tanaman kelapa sawit. Umur ekonomis kelapa sawit yang dibudidayakan umumnya 25 tahun. Pada umur lebih dari 25 tahun, tanaman sudah tinggi sehingga sangat sulit dipanen, tandan pun jarang sehingga diperhitungkan tidak ekonomis lagi. Pada 3 tahun pertama, tanaman belum menghasilkan (TBM). Sesudahnya, lebih dari 3 tahun, disebut tanaman menghasilkan (TM), dengan pengklasifikasian umur 3-8 tahun tanaman mulai berproduksi, umur 9-20 tahun tanaman mencapai produksi optimal, dan umur lebih 25 tahun tanaman mulai mencapai akhir umur ekonomisnya (Pardamean, 2008). Drajat (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa umur tanaman mempengaruhi kualitas rendemen TBS, yang pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap harga TBS. Kualitas rendemen TBS dikatakan tinggi ketika tanaman berumur pada selang waktu 7 hingga 22 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih tinggi. Tetapi kualitas rendemen TBS masih rendah pada selang umur tanaman 3 sampai 6 tahun dan 23 sampai 25 tahun, sehingga perkiraan harga TBS lebih rendah.

11 Mutu panen juga dapat mempengaruhi kualitas rendemen TBS. Rendemen TBS dapat menurun karena panen yang kurang efektif, yang antara lain disebabkan oleh : Brondolan mentah sudah dipanen sebelum waktunya Buah matang tidak sempurna Brondolan tidak bersih dikutip Syarat-syarat dan peraturan panen lainnya tidak dipenuhi (Lampiran 3) (Risza, 1994) 2.2 Landasan Teori Struktur pasar pada saluran pemasaran TBS dapat dipengaruhi oleh demand (permintaan), dan supply (penawaran), dan juga jumlah pembeli dan penjual, hal ini dapat juga mempengaruhi harga di pasaran. Dengan adanya jumlah pembeli yang banyak maka pembeli tidak akan bisa mempengaruhi harga, tetapi sebaliknya jika jumlah pembeli sedikit maka harga akan dapat ditentukan oleh pembeli. Harga merupakan salah satu variabel yang merupakan cerminan dari interaksi penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga maupun industri. Hukum permintaan menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya makin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan (Sukirno, 2002).

12 Oleh karena jumlah pembeli yang sedikit di dalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu, jumlah pembeli yany sedikit dipandang sebagai penentu harga atau price setter. Dengan mengadakan pengendalian ke atas jumlah barang yang ditawarkan, pembeli dapat menentukan harga pada tingkat yang dikehendakinya (Sukirno, 2002). Interaksi antara pembeli dan penjual di pasar akan menentukan tingkat harga barang yang wujud di pasar dan jumlah barang yang akan diperjualbelikan di pasar. Teori permintaan menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Sedangkan teori penawaran menerangkan sifat para penjual dalam menerangkan suatu barang yang akan dijualnya. Dengan menggabungkan permintaan oleh pembeli dan penawaran oleh penjual maka dapat ditunjukkan bagaimana harga keseimbangan atau harga pasar dan jumlah barang yang akan diperjualbelikan (Samuelson, 1986). Di dalam teori ekonomi mikro disebut bahwa peran pemerintah adalah sebagai stabilitator harga di dalam suatu ekonomi. Apabila terjadi kelebihan permintaan di pasar sehingga harag dari barang bersangkutan meningkat, maka pemerintah melakukan intervensi dengan cara menambah supply di pasar tersebut; sebaliknya, jika terjadi kelebihan stok sehingga harganya jatuh, pemerintah ikut bermain di pasar sebagai pembeli (Tambunan, 2003). Kebijaksanaan mengenai harga merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian (Daniel, 2002).

13 Campur tangan pemerintah dalam rantai tata niaga dilakukan karena adanya ketidaksempurnaan pasar yang merugikan produsen atau konsumen. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, campur tangan pemerintah masih dilakukan terhadap komoditi yang dianggap strategis. Campur tangan pemerintah harus dilakukan secara hati-hati agar tidak sampai berakibat ketidakstabilan atau kerugian bagi para pelaku pasar. Campur tangan pemerintah tersebut diwujudkan dalam bentuk kebijakan (Amang dan Chrisman, 1995). 2.3 Kerangka Pemikiran Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, pengetahuan tentang kelembagaan Permentan tentang ketentuan penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi petani merupakan suatu hal yang penting. Rumus harga pembelian TBS kelapa sawit produksi petani diberlakukan terakhir kalinya melalui penetapan Permentan No. 395/Kpts/OT.140/11/2005. Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit produksi petani. Tujuan peraturan ini untuk memberikan perlindungan dalam perolehan harga wajar dari TBS kelapa sawit produksi petani. Kebijakan pemerintah dalam menentukan harga TBS akan mempengaruhi kemampuan petani kelapa sawit untuk berproduksi. Namun demikian, sebagian petani merasakan tingkat harga tersebut bermasalah dan belum sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mengetahui masalah harga TBS produksi petani, maka perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhinya berdasarkan Kebijakan Harga Pembelian TBS (antara lain faktor K, harga CPO dan Inti, rendemen CPO dan Inti) serta berdasarkan kenyataan di lapangan, dimana petani menjual produksi TBS nya ke

14 agen pengumpul / PKS (antara lain diperkirakan dari penggunaan kredit, jenis bibit, umur tanaman, mutu panen). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan harga TBS. Nilai harga TBS terbentuk berdasarkan perhitungan di lapangan dan berdasarkan kebijakan rumus harga pembelian TBS. Apabila nilai harga TBS berdasarkan perhitungan di lapangan sesuai dengan nilai harga TBS berdasarkan kebijakan rumus harga pembelian TBS, maka tingkat harga tidak memiliki perbedaan (sudah relatif tinggi). Dan apabila nilai harga TBS berdasarkan perhitungan di lapangan tidak sesuai dengan nilai harga TBS berdasarkan kebijakan rumus harga pembelian TBS, maka perlu diketahui penyebab permasalahannya. Berdasarkan pemikiran di atas, maka disusunlah suatu skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

15 Petani Kelapa Sawit Rakyat Produksi TBS Faktor-faktor yang mempengaruhi : Indeks proporsi K Harga CPO Rendemen CPO Harga IS Rendemen IS Harga TBS berdasarkan Kebijakan Rumus Harga Pembelian TBS Harga TBS berdasarkan yang diterima oleh petani rakyat Faktor-faktor yang mempengaruhi Tidak sesuai (Ada perbedaan) Sesuai (Tidak ada perbedaan) Penyebab perbedaan Adanya pengaruh Tingkat kesesuain Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

16 2.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada beda antara harga TBS yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Rumus Harga Pembelian dengan harga TBS yang diterima oleh petani rakyat. 2. Ada beda antara indeks proporsi (K) yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Rumus Harga Pembelian dengan indeks proporsi (K) yang diterima oleh petani rakyat