BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proteinuri adalah terdapatnya protein di dalam urin, pada keadaan normal tidak

dokumen-dokumen yang mirip
Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran kencing sebagai organ penting dalam ekskresi urin terdiri dari: 2

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan metode analitik. Penelitian dilaksanakan di laboratorium puskesmas Bumiayu dimana sampel

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

yang dihasilkan oleh pankreas dan berperan penting dalam proses penyimpanan Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena kurang produksi hormon

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

BAB 1 PENDAHULUAN. uretra. Volume urin sekitar ml/24 jam, dengan komposisi air sekitar

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh hormon pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

Melakukan Uji Protein Urin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari

Sistem Ekskresi pada Manusia. mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mg/hari. Oleh Karen itu, jika jumlah protein dalam urine menjadi abnormal,

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN : ERICA PUSPA NINGRUM : J1C111208

Uji benedict (Semikuantitatif) Tujuan : Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin. Dasar teori :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Urine Metode Carik Celup

Struktur bagian dalam ginjal

MENETAPKAN BERAT JENIS URIN A. Tujuan 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin 2. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan

MODUL MATA PELAJARAN IPA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

PERANCANGAN ALGA PURIN (ALAT PERAGA PEMBENTUKAN & PENGUJIAN URIN) MELALUI MANIPULASI CARA KERJA NEFRON

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kiri tulang belakang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

PEMERIKSAAN URIN DENGAN METODE ESBACH. III. PRINSIP Asam pikrat dapat mengendapkan protein. Endapan ini dapat diukur secara kuantitatif

VII. EKSKRESI 7.1. KONSEP.

BAB I PENDAHULUAN. di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang

STRUKTUR DAN FUNGSI HEWAN (SISTEM EKSRESI)

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran

Bab 8 Sistem Ekskresi

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Bab. Sistem Ekskresi. A. Sistem Ekskresi pada Manusia B. Sistem Ekskresi pada Hewan

PERCOBAAN VI PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang sering diminati dalam

SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat- zat yang tidak dipergunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1033ºK, titik lebur 336,8 ºK, dan massa jenis 0,86 gram/cm 3. Kalium

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

2. Sumsum Ginjal (Medula)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2006.

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Alat Ekskresi. pada Manusia. meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Ilmu Pengetahuan Alam

SISTEM EKSKRESI LKS IPA TERPADU -SMP KELAS IX/1 1

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

BAB I PENDAHULUAN. hasil laboratorium yang baik dan terpercaya. Salah satu pemeriksaan laboratorium

SCIENCE MODULE GRADE IX JULY-AUGUST 2015 ACADEMIC YEAR 2015/2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekskresi urin yang disaring dari ginjal menuju ureter selanjutnya disimpan di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. jus sayuran. Sehingga masyarakat lebih banyak mengkonsumsi minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, dan kerja

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA 1-2 ( SEBELAS IPA 1-2 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

Biologi Ginjal dan Saluran Kemih

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

SISTEM EKSKRESI. Sistem Ekskresi Manusia. Zat sisa yang Diproduksi. Pemecahan Hb. H a t i. Respirasa sel. Deaminasi asam amino. Urea. Asam urat.

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM EKSKRESI

BAB I PENDAHULUAN. benar sehingga memberikan hasil yang teliti dan akurat dengan validasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

RUMAH BIRU (BIOETANOL URIN MANUSIA) Dari Masyarakat Untuk Masyarakat Oleh : Benny Chandra Monacho

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROTEINURI Proteinuri adalah terdapatnya protein di dalam urin, pada keadaan normal tidak didapatkan konsentrasi yang tinggi dalam urin (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgenson Line, 1995). Dalam metabolismenya pada tubuh manusia hanya sedikit sekali protein yang difiltrasi menembus glomerulus (IOPI, 1981). Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimalis. Karena GFR (glomerulo filtration rate) atau kecepatan filtrasi glomerulus yang tinggi sehingga walaupun hanya sedikit molekul protein plasma (misalnya albumin yang difiltrasi), namun pengeluaran protein harian akan tinggi apabila tidak dilakukan reabsorpsi. Sebagian kecil protein yang difiltrasi di glomerulus tidak direabsorpsi, protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel tubulus dan diekskresikan di urin (IOPI, 1981). Tingkat proteinuri yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin setiap hari dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu keadaan ringan, (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin < 1,0 gr / hari), keadaan sedang, (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin antara 1,0 gr 3,0 gr/hari), keadaan berat (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin > 3,0 / hari). (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgenson Line, 1995).

Apabila protein ditemukan dalam pemeriksaan urin, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan keadaan tentang informasi kesehatan seseorang. Pemeriksaan urin untuk penentuan proteinuri terdiri dari pemeriksaan urin rutin (tanpa indikasi), dan pemeriksaan khusus (dengan indikasi) (IOPI, 1981). 1. Arti Klinik Proteinuri Protein dalam urin yang normal sangat kecil, yaitu kurang dari 100 mg protein/hari, dua pertiga dari jumlah tersebut adalah protein yang dikeluarkan oleh tubulus. Biasanya protein yang melebihi batas dari 150 mg protein/hari sudah tidak normal, ini dapat dijumpai pada kerusakan-kerusakan membran kapiler glomerulus, atau karena gangguan mekanisme reabsorbsi tubulus atau kerusakan pada kedua mekanisme tersebut. Proteinuri dapat terjadi karena GFR (glomerulo filtration rate) yang meningkat, kelainan basal membran glomerulus, kelainan tubulus atau karena perubahan protein sehingga mudah difiltrasi misalnya pada multiple mieloma (Koestadi, 1989). 2. Terjadinya proteinuri: 1. Perubahan permeabilitas membran glomerulus Pada penyakit ginjal terjadi penambahan permeabilitas pada membran glomerulus, sehingga terjadi penambahan protein yang dikeluarkan (IOPI, 1981). 2. Perubahan muatan listrik pada molekul Albumin adalah molekul bermuatan negatif yang sedikit difiltrasi, tapi dekstran yang mempunyai berat molekul sama dengan albumin yang bermuatan netral dapat difiltrasi 20 kali lebih banyak dari albumin, efek

hambatan dari muatan ini akibat penolakan elektrostatik dari protein yang bermuatan negatif yang terdapat pada dinding kapiler, ini disebut polianion. Penambahan filtrasi albumin pada penyakit-penyakit glomerulus disebabkan oleh karena hilangnya polianion juga karena penambahan besar pori-pori pada membran glomerulus (IOPI, 1981). 3. Perubahan hemodinamika Apabila ginjal dibuat iskhemik dengan menginfuskan norepineprin atau angiotensi II maka kenaikan filtrasi dari protein, ini akibat dari perubahan hemodinamika (IOPI, 1981). 3. Macam-macam proteinuri: 1. Fungsional proteinuri Disebabkan oleh karena ekspose dengan udara yang sangat dingin, otot-otot yang bekerja keras yang akan menghilang setelah istirahat (tidur). Pada kehamilan disebut ortostatik atau postural protein (Koestadi, 1989). 2. Organik proteinuri a. Pre renal proteinuri Dikarenakan penyakit yang umum terjadi dan merupakan indikasi penyakit ginjal misalnya ascites dan karena keracunan obat bahan kimia seperti Hg dan Pb. Karena peningkatan permeabilitas glomerulus, sepert keadaan-keadaan hipertensi esensial dan eklamsia pada kehamilan. Pada proteinuri jenis ini melebihi 2 gram/24 jam. Dan jarang terjadi proteinuri pre renal sejati, tanpa kerusakan ginjal tetapi apabila berkepanjangan dengan sendirinya dapat mengakibatkan kerusakan ginjal (D.N. Baron)

b. Renal proteinuri Renal proteinuri terjadi karena peradangan (nefritik), proses degenerasi ginjal (nefrotik), kanker ginjal, TBC dan infeksi ginjal (Koestadi, 1989). c. Paska renal proteinuri Proteinuri yang berasal dari paska renal selalu berhubungan dengan selsel, dan minimal ditemukan pada infeksi berat traktus urinarius bagian bawah, dan disertai dengan hematuri bila pelvis ginjal atau ureter dirangsang oleh batu atau ada penyakit keganasan setempat (D.N. Baron). B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARI 1. Ginjal Ginjal (ren) manusia berjumlah sepasang, terletak di rongga perut sebelah kanan depan dan kiri depan ruas-ruas tulang belakang bagian punggung. Ginjal kanan lebih rendah dari pada ginjal kiri karena di atas ginjal terdapat hati. Ginjal berbentuk seperti ercis dengan panjang sekitar 10 cm dan sekitar 200 gram. Ginjal yang dibelah secara membujur akan memperlihatkan bagian-bagian korteks yang merupakan lapisan luar. Medulla (sum-sum ginjal), dan pelvis (rongga ginjal) (dr. Sutisna Himawan, 1998). Di bagian korteks terdapat jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri atas badan malphigi dan tubulus kontortus. Badan malphigi terdiri atas kapsula (simpai) bowman dan glomerulus. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh kapiler. Kapsula bowman berbentuk mangkok yang mengelilingi glomerulus. Tubulus kontortus terdiri atas tubulus kontortus

proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus kontortus kolektivus. Di antara tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal terdapat gelang/lengkung Henle Pars Ascenden (naik) dan Henle Pars Decenden (turun) (dr. Sutisna Himawan, 1998). Penamaan beberapa bagian ginjal mengambil nama ahli yang berjasa dalam penelitian ginjal. Kapsula Bowman mengambil nama dari William Bowman (1816 1892), seorang ahli bedah yang merupakan perintis di bidang saluran kemih yang mengidentifikasi kapsula tersebut. Lengkung Henle mengambil nama Jacob Henle (1809 1885), seorang anatomi berkebangsaan Jerman yang mendeskripsikan lengkung di dalam ginjal tersebut. Glomerulus diidentifikasi oleh seorang ahli mikroanatomi berkebangsaan Italia bernama Marcello Malphigi (1628 1694). Ginjal merupakan alat pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk urin yang di dalamnya mengandung air, amoniak (NH 3 ), ureum, asam urat dan garam mineral tertentu (dr. Sutisna Himawan, 1998). Ginjal merupakan alat ekskresi penting yang mempunyai beberapa fungsi, antara lain: mengekskresikan zat-zat yang merugikan tubuh (urea, asam urat, NH 3, creatinine, garam organik, bakteri dan juga obat-obatan), mengekskresikan kelebihan gula dalam tubuh, membantu keseimbangan air dalam tubuh yaitu mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah (dr. Sutisna Himawan, 1998). Proses pembentukan urin berawal dari glomerulus sebagai ultrafiltrasi. Filtratnya mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap bahan-bahan

yang diperlukan oleh tubuh. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau yang di tinggal dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan darah. Kebanyakan produk buangan akan dibuang, dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan di dalam urin (Evelyn C. Pearce, 1992). 2. Ureter Merupakan salah satu bagian dari anatomi fisiologi sistem urinary yaitu untuk mengeluarkan urin dari ginjal ke kandung kencing. Daya kerjanya dipengaruhi oleh gaya peristaltic (Evelyn C. Pearce, 1992). 3. Kandung kemih (vesika urinaria) Berfungsi sebagai penampung urin, yang dapat mengembang dan menyempit, yang terletak di simfisis fubis di dalam rongga panggul (Evelyn C. Pearce, 1992). C. URINALISA 1. Penampung urin Penampung untuk urin bisa bermacam-macam, tapi harus kering dan bersih, karena adanya air dan kotoran dapat menyebabkan berkembang biaknya kumankuman dalam urin serta dapat mengubah susunan urin (Koestadi, 1989). Wadah yang baik adalah yang terbuat dari plastik atau kaca yang tidak tembus cahaya (paper coated) dengan mulut lebar dan bertutup rapat untuk mencegah bertambahnya kuman atau kontaminan zat lain dari luar. Pada penampung ditulis identitas penderita, yaitu nama, ruangan, tanggal, jenis urin, pengawetannya dan macam pemeriksaan yang dikehendaki (Koestadi, 1989). 2. Cara pengambilan sampel urin

Untuk pemeriksaan urin dianjurkan memakai urin segar, penderita diminta mengeluarkan urin ke penampung, kemudian ditutup dan dikirim ke laboratorium. Penderita yang sedang haid atau leukorrhoe untuk mencegah kontaminasi dianjurkan pengambilan untuk pemeriksaan bakteriologi yang dapat dengan beberapa cara seperti kateterisasi, punksi suprapubik, dan pengambilan urin midstream (pancaran tengah). Jika urin disimpan akan terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman sulfat pekat dan natrium karbonat (R.Gandasoebrata, 1984). Untuk beberapa macam pemeriksaan tidak boleh ditambahkan bahan pengawet, hanya boleh disimpan di almari es. Pada penetapan kuantitatif menghendaki pengawet atau perlakuan khusus, keterangan ini biasanya dicantumkan dalam prosedur pemeriksaan (R.Gandasoebrata, 1984). 3. Macam Sampel Urin Macam sampel urin untuk penentuan proteinuri, diantaranya: a. Urin sewaktu Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan dengan khusus, dapat untuk bermacam-macam pemeriksaan antara lain pemeriksaan rutin seperti pemeriksaan protein, reduksi dan sedimen di dalam urin (Koestadi, 1989). b. Urin pagi Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan di pagi hari, urin pagi lebih pekat sehingga sehingga baik untuk pemeriksaan sedimen, berat

jenis, protein, juga tes kehamilan. Karena pada urin yang encer, kemungkinan tidak ditemukan sedimen seperti eritrosit dan silinder (Koestadi, 1989). D. PEMERIKSAAN URIN 1. Pemeriksaan Makroskopik Urin Pemeriksaan makroskopik urin diantaranya adalah: a. Pemeriksaan fisik urin a.1. Volume urin Volume urin bermanfaat dalam menentukan adanya gangguan faal ginjal, kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna juga untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dari urin. Pengukuran volume urin bisa dilakukan pada sample urin 24 jam, urin siang 12 jam, urin malam 12 jam dan urin sewaktu (time specimen). Sedangkan pada percobaan tertentu dapat juga dengan urin sewaktu (R.Gandasoebrata, 1984). a.2. Warna urin Walaupun perubahan-perubahan urin jarang terlihat tetapi perlu diperhatikan bila perubahan warna terjadi. Warna urin tidak hanya disebabkan oleh penyakit yang diderita (keadaan patologis), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh makanan atau obat-obatan yang dimakan (non patologis) (Koestadi, 1989). Warna urin dinyatakan dengan kuning muda, kuning tua, kuning, merah darah, kuning bercampur merah, ataupun putih seperti susu. Urin

normal berwarna kuning sampai kuning tua, tergantung dari berat jenisnya dan jumlah pigmen yang berasal dari makanan atau darah yang memberi warna pada urin. Pigmen yang mempunyai arti terpenting adalah darah dan empedu (Depkes RI). a.3. Kejernihan Cara menguji kejernihan seperti menguji warna. Dinyatakan dengan jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Perlu dilihat kekeruhannya sewaktu dikeluarkan atau setelah dibiarkan, karena urin normal akan menjadi agak keruh bila dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan tersebut disebut nubeculla, yaitu kekeruhan yang terjadi dari lender sel-sel epithel dan leukosit yang lambat laun mengendap (R.Gandasoebrata, 1984). Jika kekeruhan urin terjadi langsung setelah berkemih, kemungkinan disebabkan oleh fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah yang besar, juga bisa disebabkan oleh eritrosit, leukosit, sel-sel epithel, chyclus, lemak dan benda-benda koloid. Sedangkan kekeruhan yang timbul setelah dibiarkan dapat dipengaruhi oleh nubeculla, urat-urat amorf, fosfat amorf dan juga oleh bakteri-bakteri (R.Gandasoebrata, 1984). a.4. Busa Urin biasanya tidak berbusa, adanya billirubin dapat menyebabkan busa berwarna kuning, sedangkan meningkatnya kadar protein dalam urin dapat menyebabkan busa berwarna putih (Koestadi, 1989). a.5. Bau

Bau dari urin erat hubungannya dengan kerusakan urin itu sendiri. Urin normal dan baru berbau tidak keras, urin yang sduah lama berbau amoniak karena pemecahan ureum. Bila urin berbau amoniak atau busuk, kemungkinan ini disebabkan oleh cystitis atau retensi urin. Bau yang manis disebabkan oleh acetone dari penderita diabetes mellitus (Koestadi, 1989). a.6. Berat jenis Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya, dan sebaliknya. Berat jenis urin 24 jam dari orang normal antara 1,016 1,022 (ditulis 1016 1022). Batas normal berat jenis urin antara 1005 1030. Tingginya berat jenis memberi kesan tentang pekatnya urin, jika didapat berat jenis urin sewaktu (urin pagi) 1025 atau lebih, sedangkan reduksi dan protein dalam urin negatif, menunjukkan faal pemekat ginjal yang baik. Berat jenis yang lebih dari 1030 memberi isyarat adanya kemungkinan glukosuri (R.Gandasoebrata, 1984). b. Pemeriksaan kimia urin Pemeriksaan kimia urin terdiri dari pemeriksaan proteinuri, glukosuri, zat-zat keton dalam urin dan pigmen-pigmen dalam urin (Koestadi, 1989). 2. Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan sedimen urin termasuk pemeriksaan rutin, urin yang digunakan adalah urin pekat yang diendapkan atau dipusingkan, dan harus masih segar kurang dari 2 jam. Pada pemeriksaan ini diusahakan menyebut hasilnya secara

semi kuantitatif dengan menyebut sejumlah unsur sedimen yang bermakna perlapangan pandang. Sedimen organik antara lain sel darah merah, sel darah putih, silinder, sel ragi, trikhomonas, spermatozoa, bakteri. Sedimen anorganik seperti hablur-hablur kimia yang berasal dari urin asam seperti hablur asam urat, urat amorf, kalsium oksalat dan hablur cystine. Yang berasal dari urin alkali antara lain hablur triplefosfat, kalsium fosfat, kalsium karbonat, amorf fosfat dan hablur ammonia biurat (Koestadi, 1989). E. PEMERIKSAAN PROTEIN URIN 1. Pemeriksaan kualitatif a. Pemeriksaan protein urin metode presipitasi dengan asam sulfosalicyl 20 %. Presipitasi untuk protein ini dasarnya adalah reaksi pengendapan dengan asam kuat. Konsentrasi asam sulfosalicyl yang digunakan adalah 20 %. Presipitasi ini merupakan tes yang sangat peka karena adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakan dengan tes ini (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995). Positif palsu terjadi jika pada sampel terdapat kekeruhan, dengan adanya kekeruhan ini dapat memberikan hasil reaksi positif. Sebaiknya menggunakan urin yang jernih, jika urin keruh harus dicentrifuge terlebih dahulu. Adanya Iodida pada sinar radiografi juga dapat memberikan reaksi positif jika pasien sebelumnya melakukan foto rontgen, biasanya berat jenis urin menjadi tidak normal yaitu > 1035. beberapa jenis obat juga dapat memberikan hasil positif, misalnya penicilina, sulfonamida, cephalosphorin, tolbutamide dan tolmitin.

Positif palsu yang disebabkan oleh beberapa jenis obat ini dapat ditegaskan dengan melihat jenis kristal dari masing-masing jenis obat tersebut di bawah mikroskop (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995). Negatif palsu didapatkan pada urin alkali (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995). Penentuan proteinuri asam sulfosalicyl 20% ini memberikan beberapa kelebihan, diantaranya adalah harga lebih murah, pembuatan larutan reagent asam sulfosalicyl 20% dapat disesuaikan dengan jumlah pasien sehingga lebih ekonomis, mudah diperbaharui pembuatan reagent Asam Sulfosalicyl 20%. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan waktu yang lebih lama dalam melakukan pemeriksaan. b. Pemeriksaan protein urin metode presipitasi pemanasan dengan asam asetat Protein dalam keadaan kolloid dipresipitasikan. Pemberian asam asetat untuk mencapai titik isoelektrik protein, pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi dan akhirnya terjadi presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang ada dalam urin atau yang sengaja ditambahkan. Konsentrasi protein sebanyak 0,004% dapat dinyatakan dengan tes ini (R.Gandasoebrata, 1984). Konsentrasi asam asetat yang dipakai bisa digunakan konsentrasi antara 3 6%, yang penting diperhatikan adalah ph yang dicapai dengan pemberian asam asetat. Ada yang lebih suka menggunakan asam penyangga dengan ph 4,5 sebagai pengganti asam asetat (R.Gandasoebrata, 1984).

Urin encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik untuk tes ini. Jika berat jenis berkisar antara 1003 1006 ditambah larutan NaCl jenuh sebanyak seperlima dari volume urin. Jika memakai penyangga tidak perlu diberi NaCl. Urin dengan reaksi asam akan memberikan hasil yang baik (R.Gandasoebrata, 1984). c. Pemeriksaan protein urin metode tes strip urin. Tes strip urin yang dipakai untuk menemukan proteinuri berdasarkan fenomena kesalahan penetapan ph oleh adanya protein. Indicator tertentu memperlihatkan warna lain dalam cairan yang bebas protein dan cairan yang berisi protein dengan ph tertentu. Derajat perubahan warna ditentukan oleh kadar protein dalam cairan, sehingga perubahan warna menjadi ukuran semi kuantitatif pada proteinuri (R.Gandasoebrata, 1984). Indikator yang biasanya ada pada tes strip adalah tetabrom phenol blue yang berwarna kuning pada ph 3 dan menjadi hijau sampai hijau biru sesuai banyaknya protein yang ada dalam urin (R.Gandasoebrata, 1984). Tes strip yang digunakan untuk penentuan proteinuri ini tidak hanya untuk penentuan protein, tetapi juga untuk penentuan berat jenis (spesifik gravity), ph, blood (darah), leucocyte (sel darah putih), nitrite, glukosa, ketone, bilirubin dan urobilinogen. Tes strip merupakan reagent kering (dry reagent) dalam penyimpanannya harus tertutup rapat karena sifatnya yang mikroskopis, harga lebih mahal dan tidak ekonomis, tetapi mempunyai kelebihan yaitu dalam pemantauan proteinuri tidak memerlukan waktu yang lebih lama.

2. Pemeriksaan kuantitatif Urin yang digunakan pada pemeriksaan ini harus asam, dapat diberi larutan lemah hidroklor atau cuka, diukur berat jenisnya. Jika perlu dapat ditambah dengan air untuk menurunkan di bawah 1010 dan pengenceran ini harus diperhitungkan. Hasil penetapan ini dibaca dengan gram perliter urin, sebaiknya pada penetapan ini urin yang digunakan adalah urin yang dikeluarkan per 24 jam (R.Gandasoebrata, 1984). Jika tes kualitatif terhadap urin hasilnya 3+ atau 4+ maka diperiksa dengan cara esbach dengan diencerkan 2 3 kali terlebih dahulu dan dimasukkan dalam perhitungan. Jika urin mengandung protein kurang dari 0,05% (positif 1 = 0,5 gram perliter), tes ini tidak ada gunanya (R.Gandasoebrata, 1984). Cara esbach sebagai penetapan kuantitatif protein dalam urin sudah amat tua dan sebenarnya tidak sesuai, baik ketelitiannya atau ketepatannya yang sangat rendah, sehingga hasilnya merupakan pendekatan belaka. Jika menghendaki pendekatan yang lebih baik, dipakai cara pengendapan protein secara sempurna misalnya dengan menggunakan asam triklorasetat kemudian direaksikan dengan reagent biuret dan mengukur absorbansi larutan dengan spektrofotometer (R.Gandasoebrata, 1984).