NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

dokumen-dokumen yang mirip
2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

KEPPRES 178/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MALI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

SALINAN. c.bahwa... melaksanakan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PEMBENTUKAN ASEAN CROSS BORDER INSOLVENCY REGULATION SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN KEPAILITAN LINTAS BATAS DI ASEAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih

Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Laksana. Berdasarkan Pasal 185 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api (Persero)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM ACARA BADAN ARBITRASE KEOLAHRAGAAN INDONESIA ( BAKI )

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Transkripsi:

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa) beserta keempat Lampirannya ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-16 di Hanoi, Vietnam tanggal 8 April 2010. Keempat lampiran Protokol dimaksud adalah (i) Rules of Good Offices; (ii) Rules of Mediation, (iii) Rules of Conciliation, dan (iv) Rules of Arbitration. Dalam perkembangannya, telah dilakukan penandatanganan Instrument of Incorporation dari (i) Rules for Reference of Unresolved Disputes pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam tanggal 27 Oktober 2010 dan (ii) Rules for Reference of Non-Compliance to the ASEAN Summit to the Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanism pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-20 di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 3 April 2012. Penandatanganan Instrument of Incorporation dilakukan untuk menjadikan kedua dokumen tersebut sebagai lampiran yang tidak terpisahkan dari Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa. Sehubungan dengan hal tersebut, dan sebagai tindak lanjut penandatanganan Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Pemerintah Indonesia perlu segera memulai proses pengesahan Protokol dimaksud melalui Peraturan Presiden dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2

B. TUJUAN Tujuan pengesahan adalah untuk memberikan dasar hukum bagi berlakunya Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 19 Protokol ini diatur bahwa Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa wajib disahkan oleh seluruh negara anggota ASEAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan masing-masing negara. Protokol ini mulai berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal. Dengan pengesahan Protokol dimaksud, ASEAN memiliki mekanisme untuk menyelesaikan sengketa yang terkait dengan penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya apabila belum diatur sehingga dapat memperkuat implementasi Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri. C. POKOK ISI PROTOKOL Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh yang mengatur pokok-pokok sebagai berikut: 1. Protokol berlaku terhadap sengketa-sengketa yang menyangkut penafsiran atau penerapan (a) piagam ASEAN; (b) instrumen ASEAN lainnya kecuali yang telah mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri; (c) instrumen ASEAN lainnya yang secara khusus menyebutkan bahwa Protokol atau sebagian dari Protokol ini yang akan berlaku (Pasal 2 ayat (1)). 2. Para Pihak yang sedang bersengketa diharapkan dapat, pada setiap tahap sengketa, menghasilkan penyelesaian yang disetujui bersama. Apabila penyelesaian yang disetujui bersama telah dicapai, maka hal ini harus 3

diberitahukan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan negara anggota lainnya (Pasal 3 ayat 2). 3. Salah satu Pihak yang bersengketa dapat mengajukan konsultasi dengan Pihak lainnya dalam sengketa terkait penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN lainnya (Pasal 5 ayat 1). 4. Para Pihak yang bersengketa dapat menyetujui jasa baik, mediasi, dan konsiliasi setiap saat. Proses jasa baik, mediasi, atau konsiliasi dapat dimulai dan diakhiri setiap saat. Proses penyelesaian sengketa dengan jasa baik, mediasi, atau konsiliasi, serta posisi para Pihak dalam sengketa selama proses penyelesaian sengketa ini berlangsung, tidak boleh mengurangi hak para Pihak dalam sengketa untuk proses penyelesaian sengketa lebih lanjut atau proses penyelesaian sengketa lainnya. (Pasal 6 ayat 1 dan 3). 5. Pihak Pemohon dapat, dengan pemberitahuan tertulis kepada Pihak Termohon, mengajukan permohonan pembentukan majelis arbitrase untuk menyelesaikan sengketa apabila (a) Pihak Termohon tidak memberi balasan dalam waktu tiga puluh (30) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; (b) Pihak Termohon tidak ikut serta dalam konsultasi dalam waktu enam puluh (60) hari sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi; (c) Konsultasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa dalam waktu sembilan puluh (90) hari, atau dalam jangka waktu yang disepakati oleh Para Pihak dalam sengketa, sejak tanggal penerimaan permohonan konsultasi. Apabila Pihak Termohon tidak menyetujui permohonan pembentukan majelis arbitrase, atau gagal memberi jawaban dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan, Pihak Pemohon dapat merujuk sengketanya kepada Dewan Koordinasi ASEAN (Pasal 8 ayat 1 dan 4). 6. Apabila sengketa dirujuk kepada Dewan Koordinasi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN dapat mengarahkan para Pihak dalam sengketa untuk menyelesaikan sengketanya melalui jasa baik, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase (Pasal 9 ayat 1). 4

7. Arbitrase, yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama Para Pihak dalam sengketa atau atas arahan Dewan Koordinasi ASEAN, wajib didasarkan pada Protokol dan Aturan Arbitrase sebagaimana terlampir pada Protokol (Pasal 10 ayat 1). 8. Suatu majelis arbitrase harus memeriksa semua fakta kasus yang dihadapi dan memutuskan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan terkait dalam Piagam ASEAN dan/atau instrumen ASEAN sebagaimana dikutip Para Pihak dalam sengketa untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka, serta wajib memberikan alasan atas putusannya (Pasal 12). 9. Majelis arbitrase wajib menerapkan ketentuan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya, serta aturan hukum internasional publik lainnya. Majelis arbitrase wajib menerapkan aturan hukum lainnya yang berlaku untuk permasalahan substantif terkait sengketa, atau untuk memutuskan sebuah kasus secara ex aequo et bono, apabila disetujui oleh Para Pihak (Pasal 14 ayat 1 dan 2). 10. Putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat bagi para Pihak dalam sengketa. Para Pihak wajib mematuhi sepenuhnya putusan tersebut. Para Pihak dalam sengketa harus mematuhi putusan arbitrase dan persetujuan penyelesaian yang dihasilkan oleh jasa baik, mediasi, dan konsiliasi. Setiap Pihak dalam sengketa yang diharuskan mematuhi putusan arbitrase atau persetujuan penyelesaian, wajib menyampaikan laporan tertulis yang berisi tingkat kepatuhannya terhadap putusan arbitrase dan persetujuan penyelesaian kepada Sekretaris Jenderal ASEAN (Pasal 15 ayat 1 dan 2 serta Pasal 16 ayat 2). 11. Biaya arbitrase di dalam Protokol ini akan ditanggung oleh para Pihak dalam sengketa sesuai dengan Aturan Arbitrase yang terlampir dalam Protokol. Biaya jasa baik, mediasi, dan konsiliasi akan ditentukan oleh orang-orang yang memberikan jasa baik, mediasi, dan konsiliasi melalui konsultasi dengan dan persetujuan Para Pihak dalam sengketa, dan akan ditanggung secara adil oleh 5

Para Pihak dalam sengketa. Semua biaya lain yang timbul karena salah satu Pihak dalam sengketa wajib ditanggung oleh Pihak tersebut (Pasal 17 ayat 1 dan 2). 12. Protokol ini berlaku dengan adanya pengesahan oleh seluruh Negara Anggota sesuai dengan prosedur internal masing-masing. Protokol ini mulai berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal penyimpanan instrumen pengesahan kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal (Pasal 19 ayat 2 dan 4). 13. Seluruh Lampiran terhadap Protokol ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Protokol ini. Dalam hal terjadi konflik antara Protokol ini dengan Lampiran-lampiran tersebut, Protokol ini yang berlaku (Pasal 20). 6

BAB II KEUNTUNGAN DAN KONSEKUENSI A. KEUNTUNGAN Pengesahan Protokol ini akan memberikan keuntungan bagi Pemerintah Indonesia, antara lain, karena: 1. Mewujudkan komitmen Indonesia terhadap kesepakatan ASEAN mengenai pemeliharaan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan. 2. Mewujudkan komitmen Indonesia terhadap kesepakatan ASEAN untuk bertindak sesuai dengan prinsip piagam ASEAN yang mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai. 3. Menyediakan forum bagi Indonesia dalam penyelesaian sengketa terkait penafsiran piagam ASEAN dan instrumen-instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa. 4. Memberikan kepastian hukum kepada Indonesia atas penyelesaian sengketa terkait penafsiran piagam ASEAN dan instrumen-instrumen ASEAN lainnya yang belum mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa. B. KONSEKUENSI Pengesahan Protokol ini akan memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Indonesia, antara lain: 7

1. wajib mengutamakan mekanisme yang sudah diatur dalam protokol ini dalam hal penyelesaian sengketa, antara lain melalui mekanisme mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. 2. terikat dan wajib melakukan konsultasi jika diminta oleh pihak lain dalam hal terjadi sengketa mengenai penafsiran atas Piagam ASEAN dan instrumen lain yang tidak mengatur mekanisme penyelesaian sengketanya sendiri; 3. Indonesia wajib untuk melaksanakan hasil dari mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui proses konsultasi, arbitrase, konsiliasi maupun jasa-jasa baik; 4. apabila Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara anggota ASEAN lainnya, mekanisme penyelesaian sengketa ini akan berlaku jika perjanjian yang dibuat tersebut tidak secara tegas mengatur mekanisme penyelesaian sengketanya sendiri. C. URGENSI PENGESAHAN Pengesahan Protokol ini dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1. LANDASAN FILOSOFIS Sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu ikut serta dalam memelihara perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memelihara stabilitas di kawasan, hal ini juga sejalan dengan tujuan ASEAN yaitu untuk memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan. Dalam kaitan ini, dipandang perlu untuk memperkuat 8

ASEAN dengan membentuk suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat menangani perbedaan dalam penafsiran atau penerapan Piagam ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya. Berkenaan dengan hal di atas, perlu disusun suatu instrumen hukum yang mengatur mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa secara damai bagi seluruh negara anggota ASEAN. Ketentuan penyelesaian sengketa tersebut telah dituangkan dalam Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa. 2. LANDASAN SOSIOLOGIS Keputusan ASEAN untuk membentuk Piagam ASEAN dan Instrumen lain harus diikuti dengan pembuatan suatu mekanisme penyelesaian sengketa terkait dengan perbedaan penafsiran atas dokumen-dokumen tersebut. Hal ini sangat diperlukan untuk menjamin adanya kepastian hukum di ASEAN dalam hal timbulnya sengketa. Selain itu, keberadaan suatu mekanisme penyelesaian sengketa ini diharapkan juga dapat memberikan rasa keadilan kepada seluruh pihak yang bersengketa melalui keputusan-keputusan yang dibuatnya. 3. LANDASAN YURIDIS Pengesahan Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa dilandasi oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882); 9

b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); c. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 165). 10

BAB III KAITAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. KAITAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROTOKOL 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 165); 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1999 Nomor 138) B. HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Setelah dipelajari tidak ditemukan pertentangan isi Protokol dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun demikian, agar dapat diketahui secara luas oleh masyarakat, Pemerintah Indonesia perlu melakukan sosialisasi pemberlakuan Protokol ini kepada semua pihak yang terkait. 11

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian Naskah Penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa merupakan landasan hukum bagi pembentukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa di ASEAN. Bagi Pemerintah Indonesia, ratifikasi Protokol ini akan membantu Indonesia untuk menyelesaikan sengeketa secara damai dengan negara anggota ASEAN lainnya terkait perbedaan penafsiran Piagam ASEAN. Selain itu ratifikasi Protokol ini akan membantu Indonesia untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan ASEAN. Secara filosofis dan sosiologis, keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa diharapkan dapat membantu ASEAN dalam mencegah konflik dan menyelesaikan perselisihan di antara negara-negara anggota serta meningkatkan hubungan persahabatan antarnegara ASEAN. Dengan adanya mekanisme yang disepakati, setiap negara anggota ASEAN dapat memelihara suasana kooperatif dan kondusif untuk mewujudkan Komunitas ASEAN tahun 2015. B. REKOMENDASI Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Pasal 19 Protokol, Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan pengesahan Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanism (Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa) dengan Peraturan Presiden. --ooo-- 12