Proyek Tangki Air dari Semen-Pasir-Bambu di Mesjid Al-Ikhlas, Binong - Tangerang 1

dokumen-dokumen yang mirip
PROYEK TANGKI AIR DARI SEMEN-PASIR-BAMBU DI MESJID AL-IKHLAS, BINONG - TANGERANG

PENGARUH PENULANGAN BAMBU PADA KEKUATAN GESER DINDING MASONRY. Yudha Rachman Winarto, S.T., M.T., Dra. Tri Endang S.P.

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT ALAM TERHADAP KEKUATAN GESER BALOK BETON MUTU TINGGI

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

Gambar 5.1. Proses perancangan

BAB III METODE PENELITIAN

MODEL SAMBUNGAN DINDING PANEL DENGAN AGREGAT PECAHAN GENTENG

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

TINJAUAN KUAT LEKAT TULANGAN BAMBU DENGAN BETON

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PENGARUH BENTUK AGREGAT TERHADAP KUAT DESAK BETON NON PASIR. Oleh : Novi Andhi Setyo Purwono & F. Eddy Poerwodihardjo. Intisari

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

KEGAGALAN STRUKTUR DAN PENANGANANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI PENGARUH PEMASANGAN ANGKUR DARI KOLOM KE DINDING BATA PADA RUMAH SEDERHANA AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

baku beton tersedia cukup melimpah dengan harga yang sangat murah, sehingga

PENGARUH KAWAT AYAM DALAM PENINGKATAN KEKUATAN PADA BALOK BETON. Abstrak

Campuran Beton terhadap Kuat Tekan

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai lapisan atas struktur jalan selain aspal atau beton. Paving block dibuat dari

RUMAH SEDERHANA DENGAN SISTEM STRUKTUR BETON BERTULANG BAMBU PETUNG NUSA PENIDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT ALUMINUM LIMBAH (BERLAPIS / COATING) PADA KUAT GESER BALOK BETON MUTU TINGGI

PENGGUNAAN CARBON FIBRE PADA STRUKTUR BETON BERDASARKAN PERANCANGAN DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

NASKAH PUBLIKASI. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : DIKA SETIAWAN NIM : D

bangunan Teknik Sipil belum banyak dikenal dan belum banyak digunakan dalam

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN

I. PENDAHULUAN. Beton dan bahan dasar butiran halus (cementitious) telah digunakan sejak

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. proyek pembangunan. Hal ini karena beton mempunyai banyak keuntungan lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAK PENAMPUNGAN AIR BAMBU SEMEN (KAPASITAS LITER)

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

Kayu mempunyai kuat tarik dan tekan relatif tinggi dan berat yang relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK

Beton sebagai bahan bangunan teknik sipil telah lama dikenal di Indonesia, lokal, sehingga beton sangat populer dipakai untuk struktur-struktur besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

ANALISA HARGA SATUAN KEGIATAN KONSTRUKSI PEMERINTAH KOTA MADIUN TAHUN ANGGARAN 2016

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

Transkripsi:

Proyek Tangki Air dari Semen-Pasir-Bambu di Mesjid Al-Ikhlas, Binong - Tangerang 1 Harianto Hardjasaputra, Wiryanto Dewobroto, Firman Setiawan http://sipil-uph.tripod.com Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, Lippo-Karawaci Abstrak Gabungan Semen-Pasir-Bambu ternyata dapat secara efektif digunakan sebagai tangki air yang kedap air. Bambu digunakan sebagai tulangan tarik menggantikan baja sehingga diharapkan lebih ekonomis. Makalah ini menyajikan hasil penelitian kuat tarik bambu Tali, cara penyambungan, pengaruh lekatan bambu terhadap semen-pasir di laboratorium UPH, sekaligus proses pembuatan tangki air dengan kapasitas 2500 liter dan evaluasi hasilnya. Kata kunci: tangki air, semen, pasir, bambu 1 Pendahuluan Tangki air dari semen-pasir-bambu merupakan alternatif tangki air yang cocok digunakan didaerah pedesaan yang kaya dengan bambu. Bambu dipakai sebagai kerangka tangki yang nantinya berfungsi juga sebagai tulangan tarik yang timbul pada tangki akibat gaya tekan air pada dinding tangki yang harus kedap air. Karena berfungsi sebagai kerangka pembentuk tangki sekaligus penahan gaya tarik maka bambu yang digunakan harus mudah untuk dilenturkan sesuai dengan bentuk tangki. Untuk itu digunakan bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) yang kuat terhadap tarik dan mudah dilenturkan dibanding bambu jenis lain. Bambu Tali juga mudah didapat di lokasi pembuatan tangki air Masjid Al-Ikhlas di Perumahan Sari Bumi Indah, Kel. Binong, Kec. Curug, Kab. Tangerang, Banten. D= 140cm 60cm 15 cm Pipa Peluap Ø 3/4" H = 170cm tebal dinding (6cm) Kran Air Ø 1" 40cm 10cm 10cm 180cm Pipa Penguras Ø 1" Lantai Pasir Urug Gambar 1. Penampang Rencana Tangki Air dari Semen-Pasir-Bambu 1 Diterbitkan pada Jurnal Teknik Sipil UPH, (ISSN:1693-6833) Vol.2 No.1 Januari 2005. 1

2 Proses Perancangan Tangki Air Tangki air tradisional umumnya dibuat secara trial-error, jika satu ukuran telah berhasil dibuat maka selanjutnya dijadikan pola empiris bagi tangki-tangki air lainnya yang sama. Pada tangki air yang dibahas akan dilakukan langkah-langkah rasional untuk merancang, dan kemudian melaksanakan pembuatannya. Dalam merancang tangki ini dilakukan asumsi-asumsi perencanaan sebagai berikut : a) Bahan mortar dari pasir-semen dianggap hanya kuat terhadap tekan. b) Anyaman bambu dibuat cukup kaku untuk digunakan sebagai kerangka campuran pasir-semen pada tangki air sebelum mengeras. Selanjutnya bagian bambu yang berbentuk cincin dianggap sebagai tulangan tarik dinding. c) Dinding dibuat kedap air agar dapat menahan tekanan radial air, yang melalui efek arch (gaya tekan saja) selanjutnya disebarkan ke bagian cincin bambu. Jarak vertikal antara cincin satu dengan yang lain menentukan ketebalan dinding. d) Dinding juga berfungsi sebagai penyalur beban vertikal dari tutup tangki, tekanan vertikal akibat gesekan air-dinding diabaikan. e) Beban vertikal dari air dan dinding diterima langsung pondasi. f) Hubungan dinding dengan pondasi untuk analisa gaya-gaya dianggap rol, sehingga tidak menyumbang kekakuan, meskipun dalam pelaksanaannya nanti bagian bawah tangki air ditambah ketebalannya dengan pasangan batu-bata. Berdasarkan asumsi-asumsi diatas dapat diketahui bahwa tekanan hidrostatis air ke dinding, relatif kecil dibanding daya dukung ijin pasir-semen (mortar) yang telah mengeras. Sedangkan gaya tarik pada dinding yang terjadi, dianggap paling menentukan. Untuk menghindari keretakan akibat gaya tarik maka harus dipasang tulangan tarik dari bambu. Keunggulan bambu antara lain; kuat terhadap gaya tarik (terutama kulit bambu yang merupakan pelindung dan bagian terkuat dari bambu), banyak dijumpai di Indonesia. Sedangkan kelemahan Bambu antara lain; sifat fisik bambu sebagai bahan alam yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya, ketidakawetannya, dan bambu lemah terhadap gaya geser. Dalam pembuatan tangki air bambu semen, digunakan bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) karena bambu ini lebih lentur dibanding bambu yang lain, dan tahan lama sekalipun tidak diawetkan Namun terdapat satu hal yang perlu diketahui bahwa bambu akan mengalami pembesaran dimensi jika menyerap air. Hal ini juga berlaku pada saat bambu diselimuti pasta semen, yang pada awal pengerasan, pasta semen yang mengandung banyak air akan diserap oleh bambu, sehingga akan terjadi pembesaran dimensi dari bambu tersebut. Keadaan ini merugikan karena pembesaran dimensinya akan mengakibatkan pasta semen terdesak oleh tekanan dan dapat merusak serta memecahkan pasta semen yang belum mengeras dengan benar dan mencapai kekuatannya. Hal ini juga mengakibatkan retak sepanjang bilah bambu dan kekuatannya melawan gaya geser akan berkurang. Bila pasta semen telah mengeras serta bilah bambu tidak bisa menyerap air lagi atau mengerut, maka akan timbul rongga-rongga udara disekeliling bambu antara batang bambu dan pasta semen sehingga mempengaruhi daya lekat keduannya. Berdasarkan penelitian Herdarmin (1991), cara-cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah: a) Memakai batang bambu yang tua agar daya serap terhadap kelembabannya kecil, sehingga tidak mengalami pengerutan dan retak yang terlampau besar. 2

b) Melapisi batang bambu dengan bahan kedap air (kerosin alkohol, aspal dan lain-lain). c) Memakai semen yang berkekuatan awal tinggi. d) Batang bambu berupa bilah-bilah lebih baik daripada berbentuk bulat, dapat mencegah retakan selama interaksi bambu dan pasta semen. Dari serangkaian analisis diatas, kita perlu menguji masing-masing kekuatan dari tarikan bambu Tali, lentur tarik beton, dan tarik lekatan bambu Tali dan semen. 2.1 Uji Tarik Bambu Bambu yang diuji adalah bambu tua (warna kulit kekuning-kuningan) berukuran φ 8-10 cm, dibuat bilah-bilah bambu selebar 2-3cm. Pengujian terhadap bambu ini adalah untuk mengetahui tegangan tarik yang diijinkan dari bambu tali. Pengujian ini dilakukan dengan dua jenis pengujian, yaitu uji tarik bambu utuh dan uji tarik sambungan bambu. Menurut Morisco (1994) daerah bambu yang paling lemah adalah bilah berbuku pada daerah pangkal. Untuk pengujian digunakan 16 batang bambu, yang dipotong dalam tiga bagian (pangkal, tengah dan ujung) masing-masing dipilih bambu ruas dan berbuku, jadi total sampel yang diuji ada sebanyak 16 * 3 * 2 = 96 buah. Sebelum diuji bambu dikeringkan terlebih dahulu. A 1 cm B 2 cm A 1 cm 10 cm 5 cm 5 cm 10 cm B 0,3mm 2cm 0,15mm 1cm Potongan A-A Potongan B-B Gambar 2. Sampel Bambu Tali untuk Uji Tarik Utuh (Bukan Sambungan) Gambar 3. Pelaksanaan Uji Tarik di Laboratorium UPH 3

Gambar 4. Kurva Hubungan Beban Perpanjangan dari Sampel Bambu Ruas Gambar diatas adalah kurva hubungan beban perpanjangan yang dihasilkan secara otomatis untuk setiap sampel bambu yang diuji, yang menggambarkan besarnya beban yang diberikan (Newton) dan besarnya perpanjangan (mm) yang tercatat. Meskipun yang digambarkan diatas hanya salah satu dari puluhan sampel yang diuji tetapi dapat dijadikan gambaran bagaimana perilaku keruntuhan tarik bambu yang diuji. Pada suatu level pembebanan tertentu, perilaku keruntuhan bambu bersifat elastis linier, selanjutnya mulai terjadi kerusakan pada serat-serat bambu dan akhirnya terjadi keruntuhan yang bersifat getas (tiba-tiba). Gambar 5. Kondisi Putus Hasil Pembebanan Tarik Sampel Bambu Gambar diatas memperlihatkan berbagai bentuk sampel uji yang telah mengalami keruntuhan (putus), perhatikan lokasi putus yang bervariasi. 4

15 Hasil pengujian disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut : Tegangan - kg/cm 2 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Tegangan Putus Sampel Bambu "Tali"Terhadap Tarik Pangkal - Ruas Pangkal - Buku Tengah - Ruas Tengah - Buku Ujung - Ruas Ujung - Buku 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nomer Kode Sampel Gambar 6. Hasil Pengujian Tarik Bambu Tali Hasil pengujian menunjukkan bahwa bila ada buku bambu maka pada bagian tersebut akan putus terlebih dahulu dibanding daerah ruas. Nilai rata-rata tegangan tarik yang menyebabkan putus diberikan dalam bentuk tabel berikut. Tabel 1 : Tegangan Putus Rata-rata (Kg/cm 2 ) Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Ruas 1312 (47%) 2012 (72%) 2784 (100%) Buku 672 (24%) 1026 (37%) 1329 (48%) Untuk memberi gambaran betapa bervariasinya kekuatan tarik terhadap kondisi bambu uji pada tabel di atas disajikan prosentasi tegangan terhadap tegangan tarik maksimum. 2.2 Uji Tarik Sambungan Bambu Benda uji sambungan berupa dua bilah bambu yang berukuran sama besar, sisi luar (kulit) bertemu dengan sisi dalam. Pada sambungan diberi takik (groove) sedalam ± 0.5 cm terhadap sisi pinggir bilah bambu. Lilitan kawat diberikan pada daerah takikan tersebut. 30 cm A 2cm A Panjang Sambungan Lilitan Kawat 30 cm 0,4 cm 2 cm Takikan Potongan A-A Gambar 7. Sampel Sambungan Bambu Tali untuk Uji Tarik Sambungan 5

Untuk mencari sistem sambungan bambu yang optimum maka dipilih 8 macam sambungan penyambungan dengan kawat yang terdiri dari kombinasi jumlah tempat, jumlah lilitan kawat dan cara penyambungan. Sebagai contoh untuk sambungan type 2/3/2 lilit 1 tempat berarti sambungan terdiri dari 1 takikan yang dijadikan tempat bagi 3 ikat kawat sambungan yang masing-masing terdiri dari 2 lilit, 3 lilit dan 2 lilit yang berdiri sendiri. Gambar 8. Kondisi Putus Pembebanan Tarik Sambungan Type 3-3-3 Dari hasil uji terlihat bahwa yang rusak adalah searah serat memanjang, sehingga jarak ujung bilah - takikan (tempat sambungan) atau jarak antar takikan mempunyai pengaruh yang besar. Tegangan - kg/cm 2 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Tegangan Putus Sambungan Bambu Terhadap Tarik Nomer Kode Sampel Sambungan Bambu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 lilit 1 tempat 2 lilit 1 tempat 3 lilit 1 tempat 2/3/2 lilit 1 tempat 3 lilit 2 tempat 2/3/2 lilit 2 tempat 3-3-3 lilit 3 tempat 2/3/2-3-2/3/2 lilit 3 tempat Gambar 9. Hasil Pengujian Tarik Sambungan Bilah Bambu Nilai rata-rata tegangan tarik yang menyebabkan putus diberikan dalam bentuk tabel berikut. Tabel 2 : Tegangan Putus Sambungan Rata-rata (Kg/cm 2 ) Type Sambungan Kg/cm 2 Type Sambungan Kg/cm2 1 lilit 1 tempat 121 3 lilit 2 tempat 186 2 lilit 1 tempat 140 2/3/2 lilit 2 tempat 254 3 lilit 1 tempat 151 3-3 - 3 lilit 3 tempat 297 2/3/2 lilit 1 tempat 181 2/3/2-3-2/3/2 lilit 3 tempat 345 Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kekuatan sambungan lebih kecil dibanding kekuatan bilah utuh sehingga menentukan dalam perencanaan. Selanjutnya nilai yang akan diambil sebagai tegangan putus dari bambu adalah pada sambungan 3 3 3, disebabkan sambungan ini mudah dibuat di lapangan. 6

2.3 Uji Lentur Tarik pada Mortar Ujian lentur tarik bertujuan mengetahui tegangan tarik mortar dari campuran pasir-semen yang dipakai untuk pembuatan tangki air. Pengujian dilakukan dengan sampel uji sebanyak dua balok uji berukuran 15 x 15 x 55 cm dengan variasi campuran bahan. Balok A dibuat tanpa menggunakan additif sedangkan balok B dibuat sehari sesudahnya dengan mencampurkan additif berupa Colt Bond (aditif penambah daya lekat) yang telah diencerkan dengan air ke dalam adukan. Adapun perbandingan volume campuran mortar adalah Semen : Pasir hitam (yang lolos ayakan ½ cm) : Air : Colt Bond = 1 : 2 : 0.75 : 0.05. Hasil yang diperoleh adalah untuk balok A, yaitu balok beton tanpa Colt Bond, walaupun berumur delapan hari, namun tegangan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan balok B yang berumur tujuh hari dan mengandung Colt Bond. Hasil uji tegangan pada balok A = 20.81 kg/cm 2, dan untuk balok B = 36.12 kg/cm 2. a). Posisi Siap Uji b). Setelah Pengujian Gambar 10. Uji Lentur Tarik Mortar 2.4 Uji Tarik Lekatan Bambu dengan Mortar Uji lekatan bambu - mortar diperlukan untuk mengetahui pengaruh mortar terhadap kekuatan sambungan bilah bambu. Gambar 11. Mesin Tarik dan Sampel Uji Lekatan Bambu-Mortar 7

Ada 6 benda uji yang dibuat dan hasil uji sebagai berikut : Kode Sampel Ukuran Type Sambungan σ putus (kg/cm 2 ) A, B 15 x 10 x 4 cm overlaps tanpa ikatan kawat 115.06 C, D 20 x 10 x 6 cm 3-3-3, jarak sambungan diperbesar 535.58 E, F 15 x 10 x 4 cm 3-3-3, standar 214.33 Hasil uji sampel A,B memperlihatkan bahwa mortar dapat berfungsi sebagai alat sambung bagi bilah bambu seperti halnya sambungan tulangan baja pada struktur beton bertulang, hal tersebut juga ditegaskan dengan hasil uji pada sampel C,D yang menghasilkan kekuatan sambungan lebih besar dibanding sambungan biasa (tanpa mortar). Hasil uji sampel E,F memperlihatkan anomali karena kekuatan sambungan lebih kecil dibanding sambungan biasa yang telah diuji, kemungkinan ada ketidak sempurnaan dalam menyambung atau hal yang lain, yang perlu dilakukan penelitian lebih dalam. Meskipun kekuatan lekatan mortar tidak diperhitungkan secara langsung terhadap kekuatan sambungan desain tetapi diperoleh pemahaman bahwa sambungan didalam mortar akan bertambah kuat dibanding yang diluar. 2.5 Desain Tangki Air Mengacu pada asumsi-asumsi perancangan maka gaya-gaya yang bekerja pada tangki dapat dihitung, jika diketahui : Diameter tangki (D) = 140 cm, jari-jari tangki (R) = 70 cm, tinggi tangki (H) = 170 cm gr Tegangan lateral terbesar pada dinding paling bawah p = H. γ air = 170 2, jika ditinjau cm tinggi 10 cm maka gaya lateral pada dinding adalah p = 1700 gr cm Gaya lateral di atas menyebabkan gaya tangensial tarik pada dinding sebesar yaitu T = 119000 gr = 119kg T = p* R Selanjutnya gaya tangensial tarik di atas ditahan oleh bilah bambu. Tegangan ijin bambu diambil dari hasil uji sambungan yaitu σ putus = 296.6 kg/cm 2. Dari pengalaman empiris dilapangan ukuran bilah bambu yang disediakan serta mudah dikerjakan adalah bilah bambu dengan tebal min. 2 mm dan lebar min. 1 cm, dan panjang sambungan min. 15 cm type 3-3-3. Untuk setiap 10 cm tinggi dinding dapat dipasang 3 buah bilah, jadi luas bilah bambu adalah 0.2 * 1 * 3 = 0.6 cm 2. Jadi faktor aman yang tersedia adalah σ putus * A bambu / T 1. 5, maka konfigurasi 3 bilah bambu untuk tiap 10 cm tinggi dianggap mencukupi. 3 Proses Konstruksi Tangki Air Setelah tahap perencanaan maka selanjutnya adalah realisasi tangki air yang sekaligus dijadikan proyek pengabdian masyarakat Jurusan Teknik Sipil UPH tahun akademik 2004/2005. Dari survey yang dilakukan tangki air jenis tersebut ternyata dibutuhkan oleh mesjid Al-Ikhlas, di Perum Sari Bumi Indah, Kel. Binong, Kec. Curug, Kab. Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada dua alasan, yaitu: 1. Mesjid Al-Ikhlas berada di sekitar lingkungan Universitas Pelita Harapan. 2. Tangki penampung air untuk berwudhu yang sudah ada tidak berfungsi. Proses pengerjaan tangki air adalah 7 hari kerja, yaitu dari tanggal 30 April 7 Mei 2004, adapun proses pengerjaan adalah sebagai berikut : 8

menyiapkan bambu 19 batang dengan ukuran panjang dan diameter masing-masing yaitu; 8-10 cm dan 6 meter, kemudian dibuat bilah-bilah dengan jumlah dan ukuran yang masingmasing ditentukan. Selanjutnya membuat anyaman alas dan atap, membuat anyaman dinding, kemudian menyambung anyaman alas dan dinding. Agar anyaman bambu dapat bertahan lama, maka dilakukan pengawetan anyaman bambu dengan cara dicat dengan pengawet bambu yaitu Lentrek dan dijemur ± 12 jam. Setelah selesai langkah selanjutnya membuat pondasi dan membuat cetakan dari tripleks, yang ditempatkan disebelah luar kerangka anyaman bambu (satu sisi). Cetakan tripleks berfungsi sebagai penahan mortar pada saat ditembakkan keanyaman bambu. Sebelum menempatkan mortar maka anyaman bambu perlu dilapisi dengan cairan colbond agar mortar dapat melekat lebih baik. Selanjutnya mortar dinding dapat ditempatkan dengan cara menembakkan mortar ke anyaman bambu dari bagian dalam tangki sedemikian sehingga ketebalan rata-rata dengan kerangka di tengah dinding adalah 6 cm. Setelah dinding selesai dikerjakan, termasuk meratakan permukaan sebelah dalam maka setelah mengeras tahap berikutnya adalah pembuatan tutup tangki. Untuk itu perlu dibuat bekisting dibagian bawah permukaan tangki. 9

Kondisi akhir penyelesaian tangki air dan setelah dilakukan finishing. Pengisian air dilakukan setelah menunggu proses curing selama kurang lebih 28 hari. 4 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan penelitian dan pelaksanaan tangki air yang telah dilakukan, ada beberapa kesimpulan dan saran yang dapat dibuat, antara lain : 1. Tegangan putus dari bambu Tali terhadap tarik yang diuji pada bagian terlemah dari bambu menghasilkan tegangan putus yang bervariasi antara 500 kg/cm 2 sampai dengan 2000 kg/cm 2. Besarnya perbedaan tegangan putus dari bambu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada pada bambu tersebut sebagai material dari alam. Sifat keruntuhan tarik dari bambu bersifat progresip, dimulai dari putusnya beberapa serat kemudian diikuti secara cepat oleh serat serat berikutnya. 2. Besarnya tegangan putus terkecil dari bambu yang diuji masih lebih besar dari tegangan putus dari berbagai tipe sambungan bilah bambu. Sehingga untuk perencanaan tangki air, yang diambil adalah tegangan putus dari tipe sambungan yang akan dipakai. Pengaruh lekatan mortar terhadap kekuatan sambungan tidak diperhitungkan. 3. Untuk mengoptimalkan kekuatan tarik bambu, perlu penelitian lanjut untuk menentukan tipe sambungan bambu yang paling baik (kuat tetapi praktis pelaksanaannya) sehingga kekuatan tarik pada sambungan sama atau lebih besar daripada kekuatan tarik bambu. 4. Penggunaan bambu sebagai pengganti penulangan baja pada pembuatan tangki ari merupakan alternatip yang patut disosialisasikan untuk program penyediaan ari bersih pada desa-desa karena material bambu umumnya lebih mudah diketemukan dipedesaan. 5. Ditinjau dari segi pelaksanaan pembuatan tangki air, cara yang digunakan relatif mudah, cukup dengan tenaga tukang batu yang dilengkapi dengan peralatan sederhana. Sistem penembakan mortar pasir semen pada anyaman bambu untuk dinding tangki air, yang dilakukan secara manual hanya memerlukan cetakan sederhana yang berfungsi untuk menahan mortar. 10

5 Ucapan Terima Kasih Pembiayaan penelitian dan pelaksanaan tangki air diperoleh dari dana penelitian Universitas Pelita Harapan yang disalurkan melalui LPPM UPH. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada Dr. Michael Elias selaku pimpinan LPPM yang telah mendukung penelitian ini dalam bentuk aplikasi langsung dilapangan berupa kegiatan pengabdian pada masyarakat Universitas Pelita Harapan. 6 Daftar Pustaka 1. Firman Setiawan (2004), Perancangan dan Pembangunan Tangki Penampungan Air dari Bambu dan Semen (Kapasitas 2500 liter), Skripsi Jurusan Teknik Sipil UPH, Lippo Karawaci, Tangerang. 2. Herdarmin S. (1991). Pemakaian Bambu Sebagai Tulangan Beton, UNTAR, Jakarta. 3. IDRC (1980). Bamboo Research in Asia, IDRC, Ottawa. 4. Lembaga Biologi Nasional (1977). Beberapa Jenis Bambu, LIPI, Bogor. 5. Morisco (1981). Rekayasa Bambu, Naffiri Offset, Yogyakarta. 6. Nuryatin (2000). Studi Analisa Sifat-sifat Dasar Bambu pada Tujuan Penggunaan, Tesis, Institut Pertanian Bogor. 7. Sunggono, K.H., Ir. (1984). Buku Teknik Sipil, Penerbit Nova. 8. Surjokusumo, S. dan N. Nugroho (Juni 1994). Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Bangun, Prosiding Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia di Puspitek Serpong. 9. Widjaja, E.A. (2001), Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Jawa, PPP Biologi, Bogor. 11