BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya, baik pada dimensi intelektual moral maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam pendidikan, seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Shadiq (2004) Suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN DENGAN METODE BERMAIN KARTU

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB II KAJIAN TEORITIK. spesifik (Solso, 2008). Menurut Suherman (2001) pemecahan masalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI. Ali, dkk (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa There

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. geometri, dan analisis (Hamzah Uno, 2007: 129). mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

BAB II KAJIAN TEORETIK. sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel

BAB I PENDAHULUAN. dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia akan selalu berhubungan dengan matematika.

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

PENDAHULUAN. memberikan bekal untuk menjalani kehidupan. Berdasarkan pendapat. pelatihan. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki kewajiban untuk

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Masalah Matematika. Masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN TEORI BELAJAR VAN HIELE PADA MATERI VOLUME KUBUS DAN BALOK

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Menggunakan Metode Problem Solving Materi Simetri

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Matematika berperan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tidak hanya menekankan pada pemberian rumus-rumus melainkan juga

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik.

BAB II KAJIAN TEORI. Morgan, dkk (dalam Walgito, 2004: 167) memberikan definisi mengenai

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata Kunci : analisis, kesalahan, newman, soal cerita, bilangan bulat.

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan soal (pertanyaan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya.

BAB I PENDAHULUAN. serta dapat bertingkah sesuai dengan norma-norma yang berlaku. melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan karena dia memiliki

Diajukan Oleh: RIKKI ASMARANDANI A

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi lingkungannya.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK. 1. Pengertian Model Problem Based Learning

Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa. simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS. Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang. dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pemecahan Masalah Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan memperoleh pengalaman dengan pengetahuan serta keterampilan yang telah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang sifatnya tidak rutin. Dengan belajar pemecahan masalah, siswa diharapkan dapat mengembangkan cara berpikir, kebiasaan, ketekunan dan rasa ingin tahu. Sedangkan menurut Ruseffendi (2006: 241) Pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum, yang lebih mengutamakan kepada proses dari pada hasil. Aspek proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah bukan aspek produk. Menurut Majid (2008: 224) Pemecahan masalah merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulus siswa untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia, oleh karena itu seharusnya proses belajar mengajar disekolah dapat membiasakan siswa menghadapi masalah agar terlatih untuk memecahkan masalah. Menurut Krulik dan Rudnik (dalam Badri, 2012) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di mana individu menggunakan pengetahuan,

keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situasi yang tidak dikenalnya. Dengan belajar pemecahan masalah, siswa dapat mengembangkan cara berpikir, kebiasaan, ketekunan dan rasa ingin tahu serta kepercayaan diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka dengan baik di luar kelas matematika. Pemecahan masalah juga dapat membantu siswa mempelajari fakta-fakta, konsep, prinsip matematika dengan mengilustrasikan obyek matematika dan realisasinya. Pemecahan masalah merupakan aktifitas yang memberikan tantangan bagi kebanyakan siswa serta dapat memotivasi siswa untuk belajar matematika. Menurut Polya (dalam Sudjadi, 2011) langkah-langkah dalam pemecahan masalah, yaitu : (1) Under standing the problem (memahami masalah), (2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian), (3) Carying out the plan (melaksanakan perhitungan), (4) Looking back (memeriksa kembali proses dan hasil). Sedangkan menurut Ruseffendi (2006: 169) ada lima langkah yang harus dilakukan siswa, yaitu sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah dalam bentuk yang lebih jelas 2. Menyatakan kembali masalah dalam bentuk yang dapat diselesaikan 3. Menyusun hipotesis alternatif dan strategi pemecahan yang diperkirakan baik untuk digunakan sebagai pemecahan masalah 4. Menguji hipotesis dan melakukan prosedur pemecahan 5. Memeriksa kembali apakah hasil yang diperoleh benar.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah dengan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya kedalam situasi yang baru. Pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dari pada hasil yang diperoleh siswa. 2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dalam pembelajaran matematika salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan sikap kreatif adalah pemecahan masalah karena dalam pemecahan masalah, siswa dituntut memiliki kemampuan menciptakan cara baru yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, siswa memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penyelesaian masalah yang bervariasi. Menurut Sukirman (dalam Nugroho 2010: 20) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu: (1) Masalah mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal, (2) Masalah membuktikan (problem to prove) yaitu untuk menentukan apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. Menurut Ibrahim (2010: 32) kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menggunakan prosedur dan kemampuan menemukan pemecahan masalah matematika sebagai usaha nyata untuk mencari penyelesaian dari suatu

persoalan yang dihadapi. Beberapa indikator pemecahan masalah menurut Polya (dalam Priyanta 2010) yaitu sebagai berikut: 1. Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Dalam memahami masalah terdiri dari beberapa komponen, yaitu: a) identifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut, b) identifikasi apa yang akan dicari, 3) mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan. 2. Merencanakan penyelesaian masalah Kemampuan ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa semakin kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah. Dalam merencanakan penyelesaian masalah terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan siswa, diantaranya: (a) membuat tabel, grafik atau diagram, (b) menyederhanakan permasalahan dengan membagi menjadi bagian-bagian, (c) menggunakan rumus, (d) menggunakan rumus yang ekuivalen, (e) menggunakan infomasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis maupun tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.

4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya Pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan atau menjawab apa yang ditanyakan dan menarik kesimpulan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menemukan suatu pemecahan masalah matematika untuk mencari penyelesaian dari suatu persoalan yang dihadapi. Siswa dikatakan mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang baik jika siswa tersebut dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan yang diperoleh siswa dalam belajar matematika, sehingga latihan merupakan hal yang penting agar siswa semakin terampil. Semakin sering siswa memecahkan masalah, maka semakin baik kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa. Menurut Resnick dan Ford (dalam Ibal, 2012) terdapat tiga aspek yang mempengaruhi kemampuan siswa

dalam memecahkan masalah, yaitu: (1) Kemampuan siswa dalam mempresentasikan masalah, (2) Keterampilan siswa dalam memahami ruang lingkup masalah, (3) Struktur pengetahuan siswa, sedangkan menurut Apriyani (2010) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah antara lain: (1) Kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan menemukan informasi yang relevan guna memperoleh solusi, (2) Kemampuan dalam memilih strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, (3) Kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif, (4) Keyakinan yang positif tentang belajar matematika (5) Perilaku siswa yang positif, mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah, (6) Latihan-latihan soal pemecahan masalah. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa, yaitu: 1. Kemampuan memahami soal dengan cara mengulangi kembali materi. 2. Kemampuan dalam memilih strategi 3. Keyakinan yang positif tentang belajar matematika 4. Giat dalam belajar 5. Latihan-latihan soal pemecahan masalah. 2.4 Pengertian Matematika Menurut Soedjadi (2000: 11) terdapat beberapa beberapa pengertian tentang matematika diantaranya (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, (2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan tentang faktafakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan (5) matematika adalah pengetahuan dengan struktur-struktur yang logik. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam abdurrahman 2003: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah memudahkan untuk berfikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Menurut Uno dan Umar (2010: 109) Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsurunsunya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika terdiri dari empat wawasan dintaranya aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis selain itu matematika juga merupakan bahasa simbolis dan universal yang memungkinkan manusia untuk memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide.

2.5 Keunggulan dan Kelemahan Pemecahan Masalah Menurut Sanjaya (2008: 220) Sebagai suatu strategi pembelajaran pemecahan masalah memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, diantaranya: 2.5.1 Keunggulan a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantag kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Selain itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i. Pemecahan masalah (problem solving) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 2.5.2 Kelemahan a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving)membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 2.6 Tinjauan Materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok 2.6.1 Kubus (a) Luas Permukaan Kubus Gambar 2.1

Dari gambar 2.1 terlihat suatu kubus beserta jarring-jaringnya. Menurut Agus (2007: 189) Untuk mencari luas permukaan kubus, berarti sama saja dengan menghitung luas buah persegi yang sama dan kongruen maka Luas permukaan kubus = luas jarring-jaring kubus ( ) ( ) Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Luas Permukaan Kubus 6s 2 (b) Volume Kubus Gambar 2.2 Gambar 2.2 menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran berbeda. Kubus pada gambar 2.2 (a) merupakan kubus satuan. Untuk membuat kubus satuan

pada gambar 2.2 (b), diperlukan membuat kubus pada gambar 2.2 (c), diperlukan kubus satuan, sedangkan untuk kubus satuan. Dengan demikian, volume atau isi suatu kubus tersebut sebanyak tiga kali. Sehingga: Jadi, volume kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Volume Kubus s 3 2.6.2 Balok (a) Luas Permukaan Balok Menurut Nugroho dan Meisaroh (2009: 185) Luas permukaan suatu bangun ruang dapat dicari dengan cara menjumlahkan luas dari bidang-bidang yang menyusun bangun ruang tersebut. Gambar 2.3

Jika kita mempunyai balok seperti pada gambar diatas, maka: Luas permukaan balok = luas bidang SWVR + luas bidang SRQP + luas bidang PQUT + luas bidang TUVW + luas bidang TPSW + luas bidang QUVR ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (( ) ( ) ( )) (sifat distributif) ( ) Jadi, luas permukaan balok dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Luas Permukaan Balok 2(pl pt lt) (b) Volume balok Gambar 2.4 Pada gambar 2.4 menunjukkan pembentukan berbagai balok dari balok satuan. Gambar 2.4 (a) adalah balok satuan. Menurut Agus (2007: 197) Untuk membuat

balok seperti pada gambar 2.4 (b), diperlukan balok satuan, sedangkan untuk membuat balok seperti pada gambar 2.4 (c), diperlukan balok satuan. Hal ini menunjukan bahwa volume suatu balok diperoleh dengan cara mengalikan ukuran panjang, lebar, dan tinggi balok tersebut. Volume Balok panjang lebar tinggi p l t 2.7 Penelitian Yang Relevan Beberapa peneliti sebelumnya menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih tergolong rendah. Peneliti-peneliti tersebut diantaranya adalah: 1. Sri Wahyuni Kaaba (2011), menyimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita pada keliling dan luas segi empat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata siswa untuk ítem yang mampu menyelesaikan soal dengan baik dan benar sebesar 20,67% dan siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar 79,33%. 2. Dewi Sartika P (2008), menyimpulkan bahwa ketidakmampuan siswa dalam proses pemecahan masalah disebabkan oleh siswa tidak berani mencoba-coba, tidak mampu membuat pola yang berkaitan dengan masalah serta belum mampu mempertimbangkan setiap kemungkinan dari masalah.