PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2001 PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2001 PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTADAT DAN LEMBAGA ADAT

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 1 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT BANGGAI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 13 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 2 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA ADAT MARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DESA NITA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 14 TAHUN 2000

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT MELAYU RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 SERI D ===============================================================

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN PEKON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa eksistensi masyarakat adat dengan adat istiadat dan lembaga adat merupakan elemen dasar Kebhinneka Tunggal Ika sesuai dengan falsafah Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa adat istiadat dan lembaga adat merupakan salah satu modal sosial yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembangunan perlu memberdayakan, melestarikan, mengembangkan adat istiadat dan kelembagaan adat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berbasis desa dan kelurahan; c. Bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang pelestarian adat istiadat dan Pemberdayaan lembaga adat melayu kepulauan bangka 1

belitung Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 200 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4033); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonsia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 2

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitas Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat; 9. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. 3

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 2. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 4. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung; 5. DPRD Provinsi adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 6. Kabupaten/Kota adalah wilayah kerja Bupati/Walikota sebagai bagian dari Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 7. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota Kepala Daerah dalam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 8. DPRD Kabupaten/Kota adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 4

9. Camat adalah Kepala Kecamatan dalam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 10. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan daerah Kota; 11. Desa/yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan mayarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indnesia dan berada di Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 12. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan; 13. Pemerintah Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 14. Badan Permusyawaratan Desa/yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa; 15. Adat Istiadat adalah seperangkat nilai atau norma, kaidah dan keyakinan sosial yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat atau satuan masyarakat yang masih dihayati 5

dan dipelihara masyarakat seagaimana terwujud dalam berbagai pola, nilai dan perilaku dengan mempertahankan kebiasaankebiasaan dalam kehidupan masyarakat setempat; 16. Pemberdayaan adalah upaya-upaya untuk membangun kemandirian, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga hal itu berperan positif dalam pembangunan daerah dan berguna bagi masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan tingkat kemajuan dan perkembangan zaman; 17. Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat-istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaankebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut; 18. Pengembangan adalah suatu upaya yang terencana, terpadu, dan terarah agar adat, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat dapat berkembang sehingga mampu meningkatkan perannya dalam pembangunan sesuai dengan perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang sedang berlaku; 19. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah organisasi kemasyarakatan baik yang dibentuk maupun secara wajar telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sejarah masyarakat Kepulauan Bangka Belitung dengan wilayah hukum adat, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan, dengan mengacu kepada adat 6

istiadat dan hukum adat masyarakat Kepulauan Bangka Belitung; 20. Hak Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah hak-hak untuk hidup di dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam lingkungan hidup yang dimiliki oleh warga masyarakat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Adat, berdasar hukum adat, yang berlaku dalam masyarakat atau persekutuan hukum adat tertentu; 21. Wilayah Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah satuan budaya dimana adat itu tumbuh, hidup dan berkembang sehingga menjadi penyangga keberadaan adat yang bersangkutan; 22. Hukum Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat dan tercermin dalam pola-pola kehidupan sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Pasal 2 Maksud dari pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah untuk menjaga agar nilainilai sosial budaya yang diaktualisasikan melalui adat/ tradisi masyarakat dapat menjadi modal sosial dalam pembangunan daerah dan pembangunan bangsa; 7

Tujuan dari pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung, adalah untuk mendukung, memelihara budaya daerah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung meliputi : a. Pemberdayaan Pemangku Adat; b. Pelestarian Nilai Adat Istiadat; c. Pengembangan Kelembagaan Adat. BAB IV METODE DAN KEWENANGAN PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Pasal 4 Metode pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung dilaksanakan dengan merevitalisasi peranan organisasi kemasyarakatan adat dan atau lembaga adat yang telah ada melalui kebijakan pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 5 (1) Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam rangka pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung adalah membuat kebijakan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota. 8

(2) Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah melaksanakan kebijakan Pemerintah Provinsi dan pengaturan lebih lanjut sesuai dengan potensi adat istiadat setempat. BAB V PEMBENTUKAN LEMBAGA ADAT MELAYU Pasal 6 (1) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung dapat dibentuk secara paralel dengan jenjang pemerintahan yakni Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan dan Desa; (2) Pembentukan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung harus memperhatikan prinsip dasar antara lain keanekaragaman, partisipasi, demokrasi, perlindungan mayarakat dan kearifan lokal; (3) Lembaga Adat Melayu Provinsi dibentuk berdasar atas prakarsa Lembaga-Lembaga Adat Kabupaten/Kota dan masyarakat serta pemerintah daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi. Lembaga Adat Melayu Provinsi merupakan majelis permusyawaratan adat yang menghimpun Lembaga-Lembaga Adat Melayu Kabupaten/Kota; (4) Lembaga Adat Melayu Kabupaten/Kota dibentuk atas prakarsa Lembaga-Lembaga adat Melayu Kecamatan, masyarakat dan pemerintah daerah yang bersangkutan dan ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota atas pertimbangan DPRD Kabupaten/Kota; 9

(5) Lembaga Adat Melayu Kecamatan dapat dibentuk atas prakarsa Lembaga-Lembaga adat Kelurahan/Desa dan masyarakat Kecamatan beserta Kecamatan yang bersangkutan melalui musyawarah dan mufakat, dan ditetapkan dengan Keputusan Camat; (6) Lembaga Adat Melayu Kelurahan/Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat Kelurahan/Desa yang bersangkutan melalui musyawarah dan mufakat atau berdasarkan kondisi adat istiadat yang ada atau yang pernah ada dengan difasilitasi oleh aparat Kelurahan/Desa dan ditetapkan dengan Keputusan Lurah dan Kepala Desa. BAB VI KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI SERTA WEWENANG LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Pasal 7 (1) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung berkedudukan sebagai organisasi permusyawaratan permufakatan masyarakat adat di bawah koordinasi ketua Lembaga Adat Melayu yang berada di luar susunan organisasi pemerintah; (2) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung mempunyai tugas : 1. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah serta menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat dan adat istiadat; 2. melestarikan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan masyarakat untuk memperkaya budaya daerah serta memberdayakan masyarakat dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan, 10

pelaksanaan, pembangunan dan kemasyarakatan; 3. menciptakan dan membina hubungan yang demokratis dan harmonis antara ketua Lembaga Adat Melayu dengan aparat pemerintah di daerah; 4. memelihara stabilitas yang sehat dan dapat memberi peluang yang luas pada aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, pelaksanaan pembangunan yang lebih berkualitas dan pembinaan kemasyarakatan yang adil dan demokratis; 5. menciptakan suasana yang dapat menjamin tetap terpelihara kebhinekaan masyarakat adat dalam rangka persatuan dan kesatuan masyarakat. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung mempunyai fungsi melaksanakan kegiatan pendataan dalam rangka menyusun kebijakan dan strategi untuk mendukung keberhasilan pembangunan kemasyarakatan. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung mempunyai wewenang : a. mewakili masyarakat adat keluar dalam hal menyangkut kepentingan yang mempengaruhi adat istiadat; b. mengelola hak-hak adat/harta kekayaan adat untuk meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik; c. menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara/ sengketa adat sepanjang penyelesaian itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11

BAB VII SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Pasal 8 (1) Anggota Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung terdiri atas unsur-unsur pemuka adat, pemuka-pemuka agama, cendekiawan dan pemuka-pemuka masyarakat; (2) Susunan Organisasi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari : a. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung berkedudukan di Ibukota Provinsi; b. Lembaga Adat Melayu Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten/kota; c. Lembaga Adat Melayu Kecamatan berkedudukan di Ibukota Kecamatan; d. Lembaga Adat Melayu Kelurahan/Desa berkedudukan di Ibukota Kelurahan/Desa. (3) Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat otonom. (4) Otonomi Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri. (5) Penetapan kepengurusan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 dilaksanakan secara musyawarah mufakat melalui proses pemilihan dari dan oleh masyarakat wilayah adat setempat. BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN TOKOH-TOKOH ADAT MELAYU 12

Pasal 9 (1) Hak-hak tokoh-tokoh adat melayu dan atau ketua adat melayu meliputi: a. Ikut dalam tim perencanaan pembangunan daerah. b. Mempunyai hak protokoler dalam acara tertentu. c. Dapat diberi insentif, sesuai kemampuan pemerintah daerah. (2) Kewajiban tokoh-tokoh adat melayu dan atau kepala adat melayu meliputi : a. Menyelesaikan konflik dalam masyarakat adat melayu atau yang terkait dengan adat melayu. b. Ikut menjaga kelestarian lingkungan. c. Mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. d. Menjaga keharmonisan antara pemerintah, tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh agama dan seluruh paguyuban. e. Membantu pemerintah dalam penyelesaian konflik diluar adat sepanjang ada permintaan dari pemerintah. f. Memelihara nilai-nilai adat yang positif untuk mendukung pembangunan daerah. BAB IX PROSES PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU Pasal 10 Proses pelestarian adat istiadat dilakukan dengan membuat : 1. Konsep dasar; 2. Program dasar; 3. Strategi pelaksanaan. 13

Pasal 11 Konsep dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 1 meliputi : a. Pengakomodasian keanekaragaman lokal untuk memperkokoh kebudayaan nasional; b. Penciptaan stabilitas nasional dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama maupun pertahanan dan keamanan nasional; c. Menjaga, melindungi, dan membina adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; d. Penumbuh kembangan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan; e. Partisipasi, kreatifitas, dan kemandirian masyarakat; f. Media menumbuh kembangkan modal sosial; dan g. Terbentuknya komitmen dan kepedulian mayarakat yang menjunjung tinggi nilai sosial budaya. Pasal 12 (1) Program dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 2 meliputi : a. Penguatan kelembagaan; b. Peningkatan sumber daya manusia; dan c. Pemantapan pelaksanaan. (2) Penguatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf a meliputi : a. Perencanaan; b. Pengorganisasian; c. Administrasi dan operasional; dan d. Pengawasan. (3) Peningkatan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui : a. Fasilitasi secara berjenjang kepada aparatur di daerah; 14

b. Pengembangan kapasitas aparatur pusat dan daerah dalam penyusunan program dan kebijakan berbasis budaya masyarakat; c. Sosialisasi program dan kebijakan pelestarian adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat kepada aparat pemerintah pusat dan daerah; dan d. Internalisasi program dan kebijakan berbasis budaya masyarakat kepada aparat pemerintah pusat dan daerah. (4) Pemantapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengembangan : a. Metode peningkatan kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia dan tata laksana pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; b. Prosedur dalam pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; dan c. Mekanisme koordinasi dalam pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat. Pasal 13 Strategi pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 3 meliputi : a. Proses perencanaan pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan lembagaan adat. b. Implementasi pelestarian dan pemberdayaan adat istiadat dan kelembagaan adat; c. Evaluasi pelestarian dan pemberdayaan adat istiadat dan kelembagaan adat. 15

Pasal 14 Proses perencanaan pelestarian dan pemberdayaan adat istiadat dan kelembagaan adat sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf a meliputi : a. Identifikasi nilai-nilai budaya yang masih hidup dan potensial untuk dilestarikan dan dikembangkan; b. Pengkajian pranata sosial yang masih ada, diakui dan diterima oleh masyarakat; c. Penyusunan langkah-langkah prioritas; Pasal 15 Proses implementasi pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan lembaga adat sebagaimana dimaksud pasal 13 huruf b meliputi : a. Pelembagaan forum-forum aktualisasi adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dalam even-even strategis daerah dan masyarakat; b. Pengembangan/pembentukan jaringan lintas pelaku melalui penguatan kerjasama antar kelembagaan adat istiadat di masing-masing Kabupaten/Kota maupun lintas daerah dan pengembangan jaringan kerjasama lintas pelaku; b. Pengembangan model koordinasi antara pemerintah daerah dengan kelembagaan adat istiadat yang bersifat berkelanjutan; c. Pengembangan, penyebarluasan dan pemanfaatan nilai sosial budaya masyarakat; d. Pemeliharaan norma, nilai dan sistem sosial budaya masyarakat; dan e. Internalisasi nilai sosial budaya esensial yang ada dan mentransformasikan menjadi nilai sosial budaya kekinian menuju terciptanya masyarakat madani. Pasal 16 16

Proses evaluasi pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan lembaga adat sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf c melalui 2 cara meliputi : a. Monitoring pelaksanaan program dilakukan secara rutin paling sedikit 6 (enam) bulan sekali; b. Evaluasi secara periodik dilakukan paling lambat sekali dalam 5 (lima) tahun (sebagai evaluasi kebijakan). BAB X HUBUNGAN DAN TATA KERJA Pasal 17 (1) Hubungan antara Lembaga Adat Melayu dengan pemerintah bersifat kemitraan, fungsional dan konsultatif; (2) Tata kerja antara Lembaga Adat Melayu disetiap jenjang pemerintahan diterapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Pasal 18 (1) Dalam rangka fasilitasi dan pembinaan upaya pelestarian adat istiadat, dapat dibentuk kelompok kerja di Provinsi dan Kabupaten/Kota; (2) Untuk pelaksanaan pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu dapat dibentuk satuan tugas (Satgas) di Kecamatan dan Kelurahan/Desa. Pasal 19 Satuan Tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan program pemberdayaan yang ada dengan prinsip transparansi, partisipatif dan akuntabilitas serta mencerminkan nilai-nilai 17

budaya lokal yang ada dan berkembang di masyarakat. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 (1) Gubernur mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan lintas Kabupaten/Kota atas pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; (2) Bupati/Walikota mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan lintas Kelurahan/Desa atas pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; (3) Bupati/Walikota dapat melimpahkan kepada camat untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan lintas Kelurahan/Desa atas pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat. Pasal 21 (1) Pelaporan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan/Desa sampai dengan tingkat pusat, dalam hal ini Kementerian yang membidangi; (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi: a. Bentuk kegiatan; b. Tujuan dan sasaran kegiatan; c. Frekuensi kegiatan; d. Peserta kegiatan; e. Fasilitator kegiatan; f. Prasarana dan sarana yang diperlukan; g. Kendala yang dihadapi dan strategi 18

pemecahan masalah. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan/sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pasal 22 (1) Monitoring dan evaluasi pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan masyarakat dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan/Desa sampai dengan tingkat pusat berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; (2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menjadi bahan pembinaan kegiatan selanjutnya. BAB XII PENDANAAN Pasal 23 Pendanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan Lembaga Adat Melayu bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; d. Swadaya masyarakat; e. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. 19

BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 24 Untuk lebih memperjelas arah dan kinerja pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan kelembagaan adat, Lembaga Adat Melayu Kepulauan Bangka Belitung berkewajiban menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, mencari identitas kemelayuan provinsi kepulauan Bangka Belitung, menyusun dan melaksanakan program kegiatan. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua kebijakan daerah yang mengatur tentang pelestarian adat istiadat dan pemberdayaan Lembaga Adat Melayu disesuaikan berdasarkan Peraturan Daerah ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang untuk pelaksanaannya (pelantikan) diatur dengan Peraturan Gubenur atau Keputusan Gubernur. Pasal 27 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal pengundangan. 20

Diundangkan di Pangkalpinang pada tanggal 13 September 2012 Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, dto IMAM MARDI NUGROHO Ditetapkan di Pangkalpinang pada tanggal 13 September 2012 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, dto EKO MAULANA ALI BERITA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2012 NOMOR I SERI E 21