PERANAN KEPALA ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dapat ditarik. Hukum Adat Kecamatan Jerebu u Kabupaten Ngada.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN.

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

pertanahan untuk diterbitkan sertifikat tanah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai. berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

Dewi Hasmawaty Simanjuntak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

MENYELESAIKAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN MELALUI PERAN KEPALA DESA. Ibrahim Ahmad

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan dalam penulisan ini sesuai dengan rumusan masalah, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Tanah ulayat dan Hak Ulayat. Hak Ulayat yang dalam kepustakaan hukum adat disebut (beschikkingsrecht).

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM MENDAPATKAN KEABSAHAN HAK ATAS TANAH DI DESA LONG UMUNG KECAMATAN KRAYAN KABUPATEN NUNUKAN

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita

Bab V. Kesimpulan dan Saran V.1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB V PENUTUP. penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan. dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB II. ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DAN UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN DI KECAMATAN TALANG EMPAT KABUPATEN BENGKULU TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

ejournal Ilmu Pemerintahan, 2 (4), 2014 : 3273-3287 ISSN 0000-0000, ejournal.ip.fisip-unmul.org Copyright 2014 PERANAN KEPALA ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU Jenny Lah 1 Abstrak Jenny Lah, Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau, dibimbing oleh pembiming I Bapak Dr.H. Muhammad Jamal Amin, M.Si dan pembimbing II Bapak Iman Surya, S. Sos, M.Si. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu deskriptif mengatakan bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran dan bukan angkaangka. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini dapat menjelaskan dan menggambarkan atau mendeskripsikan peran Kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif yaitu pertama yang dilakukan cara pengumpulan data melalui wawancara langsung, kemudian dilakukan penyederhanaan data, setelah itu penyejian data, dan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dari data yang ada. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa peranan kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat yang terjadi di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau sangat penting karena kepala adat berperan sebagai hakim penengah dan pendamai yang akan mengambil keputusan dengan tidak merugikan kedua belah pihak dan membuat aturan hukum adat yang disertai saksi bagi siapa saja yang melanggar. Tidak hanya itu saja, dalam proses musyawarah kepala adat juga berperan untuk mengkoordinasikan musyawarah atau rapat yang sedang berlangsung. Hal yang menjadi penyebab terjadinya sengketa tanah ulayat tersebut adalah kurang jelasnya batas-batas tanah ulayat ditambah lagi tidak adanya surat bukti kesepakatan perjanjian antara nenek kedua belah pihak yang bisa menguat bukti kepemilikan tanah dan meningkatnya nilai tanah secara ekonomi sehingga membuat seseorang ingin memiliki tanah lebih banyak dan lebih luas. Adapun penghambat dalam proses penyelesaian sengketa yang terjadi yaitu tidak diakuinya bahwa tanah tersebut merupakan tanah hak ulayat, sulitnya mengadakan pertemuan, saksi yang tidak mau menjadi saksi, ketidakjelasan kepemilikan tanah dan kurang berperannya kepala adat sebagai hakim penengah dan pendamai. Kata Kunci : Kepala Adat, Sengketa Tanah 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. Email : jennyfha.18@gmail.com

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya penyelesaian sengketa yang tanah ulayat yang terjadi di dalam suatu persekutuan segenap pihak menangani permasalahan tersebut dengan cara bermusyawarah dengan dibantu oleh kepala adat sebagai hakim penengah dan hakim pendamai yang akan membantu kedua belah pihak mengambil keputusan dan mengembalikankeseimbangan dalam persekutuan. Peran kepala adat adalah cara bagaimana mengetahui upaya yang dilakukan kepala adat dalam menyelesaikan sengketa tanah ulayat yang terjadi. Tujuannya adalah untuk mengetahui peranan kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat, untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa tanah ulayat dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengketa yang terjadi. Berdasarkan observasi yang dilakukan, penulis melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam proses penyelesaian sengketa yang terjadi. Adapun hambatan-hambatan dalam upaya penyelesaian sengketa, yaitu: 1. Kurang berperanya kepala adat sebagai hakim penengah dan hakim pendamai 2. Ketidak jelasan tanah ulayat 3. Tidak diakuinya tanah ulayat 4. Sulitnya mengadakan pertemuan 5. Saksi yang tidak mau menjadi saksi Pokok permasalahan yang teramati dilapangan bahwa kurangnya peranan kepala adat sebagai hakim penengah dan hakim pendamai yang dipercaya dapat menangani permasalahan yang dihadapi masyarakatnya sehingga masalah tersebut menjadi berlarut-larut. Dan adanya faktor penghambat dari luar seperti dari masyarakatnya. Berdasarkan kondisi di atas maka penulis tertarik melakukan sebuah penelitian dengan judul Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Kerangka Dasar Teori peran Menurut pendapat Miftah Thoha (2004:10) bahwa suatu peran dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu kantor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang juga sangat mempengaruhi bagaimana peran yang harus dijalankan. Kemudian menurut Edy Suhardono (1994:15) bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi. Disamping itu makna dari kata peran dapat dijelaskan lewat beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater pada zaman Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran menunjuk pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelas yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, 3274

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan berada dalam suatu penampilan/unjuk peran. Hubungan antara pelaku (actor) dan pasangan laku perannya bersifat saling terkait dan saling mengisi, karena dalam konteks sosial, tak satu peran pun dapat berdiri sendiri tanpa yang lain. Kepala Adat Menurut Soepomo (19 79:45), pengertian Kepala Adat adalah bapak masyarakat, Ia mengetuai persekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar, Ia adalah pemimpin pergaulan hidup dalam persekutuan. Fungsi Kepala Adat berdasarkan pengertian diatas adalah bertugas memelihara hidup rukun di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu dapat berjalan dengan selayaknya. Dengan demikian Kepala Adat bertugas memelihara hidup hukum dalam persekutuan, menjaga hukum itu supaya dapat berjalan dengan selayaknya. Aktivitas Kepala Adat sehari-hari adalah meliputi seluruh lapangan masyarakat. Tidak ada satupun lapangan pergaulan hidup didalam badan persekutuan yang tertutup bagi Kepala Adat untuk ikut campur bilamana diperlukan untuk memelihara ketentraman, perdamaian, keseimbangan untuk menegakkan hukum. Adapun aktivitas Kepala Adat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Tindakan-tindakan mengenai urusan tanah berhubungan dengan adanya pertalian yang erat antara tanah dan persekutuan yang menguasai tanah tersebut. 2. Penyelesaian hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya pelanggaran hukum; supaya hukum dapat berjalan bagaimana semestinya (pembinaan secara preventif). 3. Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum setelah hukum itu dilanggar (pembinaan secara repressif). Dengan demikian Kepala Adat dengan segala tindakannya dan dalam memegang adat itu, kepada adat harus memperhatikan perubahan-perubahan. Adanya pertumbuhan hukum, sehingga dibawah pimpinan dan pengawasan Kepala Adat yang sangat penting adalah kerja dilapangan atau sebagai hakim perdamaian desa. Apabila ada perselisihan atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, maka Kepala Adat bertindak untuk memulihkan keseimbangan didalam suasana desa serta pemulihan hukum. Istilah adat itu berasal dari bahasa Arab adah yang berarti kebiasaan, yaitu sesuatu yang sering berulang. Tetapi kebiasaan dalam arti adat adalah kebiasaan yang normatif yang telah terwujud aturan tingkah laku yang berlaku dalam masyarakat dan dipertahankan oleh masyarakat itu sendiri. Dengan perpaduan arti istilah Kepala Adat dengan adat seperti yang dikemukakan diatas, maka Kepala Adat adalah seorang pemimpin yang memimpin sebuah kebiasaan yang normatif dan telah terwujudkan aturan tingkah 3275

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) laku yang berlaku dalam daerah atau wilayah hukum adat yang dipertahankan secara terus menerus. Fungsi Kepala Adat Fungsi Kepala Adat dalam masyarakat tidak terlalu jauh berbeda dengan fungsi hukum adat karena fungsi Kepala Adat yang ada didalam masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana seharusnya bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Dan merupakan dasar dari tingkah laku tersebut adalah kebiasaan yang bersifat normatif yaitu Adat dan Hukum Adat. 2. Menjaga keutuhan persekutuan dalam masyarakat, supaya persekutuan tersebut tetap terpelihara dan dapat dirasakan oleh berbagai tindakan anggota masyarakat yang tidak sesuai dengan Adat dan Hukum Adat. 3. Memberikan pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Pengendalian sosial tersebut lebih bersifat pengawasan terhadap tingkah laku masyarakat sehingga hidup persekutuan dapat dipertahankan dengan sebaik-baiknya. 4. Memperhatikan setiap keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh Hukum Adat, sehingga keputusan tersebut mempunyai wibawa dan dapat memberikan kepastian hukum yang mengikat semua anggota masyarakat. 5. Merupakan tempat bersandarnya anggota masyarakat untuk menyelesaikan, melindungi dan menjamin ketentraman, maka Kepala Adat adalah satusatunya tempat anggota masyarakat bersandar untuk menyelesaikan masalahnya. 6. Sebagai tempat anggota masyarakat menanyakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan Adat dan Hukum Adat. Hal ini sangat penting sebab tidak semua anggota masyarakat mengetahui, mengerti dan memahami tentang seluk beluk Adat dan Hukum Adat. Dengan fungsi yang demikian maka Kepala Adat boleh dikatakan sebagai media informasi Adat dan Hukum Adat dalam masyarakat. 7. Sebagai tempat anggota masyarakat menyelesaikan segala masalah, baik yang menyangkut urusan hidup maupun urusan yang berkaitan dengan kematian. Fungsi tersebut sangat penting karena anggota masyarakat tidak semua dapat menyelesaikan masalahnya sendiri kecuali meminta keterlibatan Kepala Adat ikut serta menyelesaikannya. 8. Sebagai bapak masyarakat yang mengepalai persekutuan, dimana fungsi tersebut lebih memperlihatkan kepemimpinan yang dapat menjadi teladan dalam pergaulan hidup ditengah masyarakat. Sedangkan menurut Soepomo (1979:112), bahwa Kepala Adat senantiasa mempunyai peranan dalam masyarakat dan peranan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepala Adat mempunyai peranan sebagai hakim perdamaian yang berhak menimbang berat ringannya sanksi yang harus dikenakan kepada anggota 3276

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 masyarakat yang bersengketa. Kepala Adat disini berkewajiban untuk mengusahakan perdamaian, sehingga dalam masyarakat tercipta kedamaian. 2. Untuk membetulkan hukum adat yang telah dilanggar oleh masyarakat. Pembetulan yang dimaksud adalah mengembalikan citra hukum adat, sehingga dapat ditegakkan keutuhannya. Misalnya terjadi sengketa pertanahan sehingga hubungan menjadi rusak. Maka dalam masalah ini Kepala Adat berperan untuk membetulkan keseimbangan tersebut sehingga dapat didamaikan kembali. 3. Untuk memutuskan dan menetapkan peraturan hukum adat sebagai landasan bagi kehidupan bermasyarakat. 4. Adapun keputusan mempunyai tujuan agar masyarakat dapat melaksanakan perbuatan selalu berpegang kepada peraturan yang telah diputuskan. Soleman Biasane Taneko, (1981:32) telah mengemukakan pendapat tentang peranan Kepala Adat, yaitu : 1. Mengenakan sanksi terhadap anggota masyarakat yang telah melakukan pelanggaran adat. Pengenaan sanksi tersebut bukan hanya menyangkut satu bidang pelanggaran saja, tetapi menyangkut semua pelanggaran keseimbangan Hukum Adat. 2. Sebagai pelaksana dan pelaksanaan Hukum Adat dalam kehidupan seharihari. Hal ini mempunyai maksud supaya Hukum Adat yang telah berlaku tersebut dipertahankan keutuhannya dengan cara menyelesaikan segala bentuk pelanggaran Hukum Adat. Dengan menyelesaikan segala sengketa yang timbul dalam masyarakat berarti ada upaya untuk menegakkan Hukum Adat, untuk memberitahukan Hukum Adat yang berlaku dalam masyarakat, sebab tidak semua anggota masyarakat mengetahui dan memahami tentang Hukum Adat. Karena itu Kepala Adat disini berperan sebagai media informasi yang cukup efektif memberitahukan Hukum Adat kepada masyarakat. Tanah Ulayat dan Hak Ulayat Hak ulayat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang atau kekuasaan yang mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar. Sedangkan ulayat artinya wilayah, sehingga tanah Ulayat merupakan tanah wilayah masyarakat hukum adat tertentu. Menurut Boedi Harsono (2005:185) hak ulayat dalam bentuk dasarnya adalah suatu hak dari persekutuan atas tanah yang didiami, sedangkan pelaksanaannya diakui baik oleh persekutuan hukum itu sendiri, maupun kepala persekutuan atas nama persekutuan hukum. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam wilayahnya yang merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa (Lebensraum). Menurut Boedi Harsono (2005:58), hak ulayat hukum adat dinyatakan masih ada apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu : 3277

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) 1. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat. 2. Masih adanya wilayah yang merupakan hak ulayat sebagai masyarakat hukum adat tersebut, yang ditandai sebagai tanah kepunyaan bersama para warganya sebagai lebensraum nya, dan 3. Masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya ada dan diakui oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat. Subyek, Obyek Hak Ulayat dan Karakteristiknya Menurut Boedi Harsono (200 5:181) subyek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat yang mendiami suatu wilayah tertentu. Masyarakat hukum adat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Masyarakat hukum adat teritorial disebabkan para warganya bertempat tinggal di tempat yang sama. 2. Masyarakat hukum adat geneologis, disebabkan para warganya terikat oleh pertalian darah. Selanjutnya Bushar Muhamad (2002:105) mengemukakan obyek hak ulayat meliputi: 1. Tanah ( daratan ) 2. Air ( perairan seperti : kali, danau, pantai serta perairannya ). 3. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar ( pohon buah-buahan, pohon untuk kayu pertukangan atau kayu bakar dan sebagainya ). 4. Binatang liar yang hidup bebas didalam hutan. Menurut Boedi Harsono (200 5:272) "Terciptanya hak ulayat sebagai hubungan hukum konkret pada asal mulanya diciptakan oleh nenek moyang atau suatu kekuatan Gaib, pada waktu meninggalkan tanah yang bersangkutan kepada orang-orang yang merupakan kelompok tertentu. Hak ulayat sebagai lembaga hukum adat sebelumnya. Karena masyarakat hukum adat yang bersangkutan bukan yang satu-satunya mempunyai hak ulayat. Bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, hak ulayat bisa tercipta karena pemisahan dari masyarakat hukum adat induknya, menjadi masyarakat hukum adat baru yang mandiri, dengan sebagian wilayah induknya sebagai tanah ulayatnya". Konsepsi Hak Ulayat Menurut Hukum Adat Konsepsi hak ulayat menurut hukum adat dapat dirumuskan sebagai konsepsi yang komunalistik religious yaitu yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Sifat komunalistik menunjukan kepada adanya hak bersama para anggota masyarakat hukum adat atas tanah, yang dalam kepustakaan hukum adat disebut hak ulayat. Menurut Boedi Harsono (2005:185-186) mengatakan bahwa : Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya, 3278

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 yang merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa. Jadi, hak ulayat adalah hak penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam adat yang meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama warganya. Bersifat magis religious bahwa hak ulayat tersebut merupakan tanah milik bersama, yang diyakini memiliki sesuatu yang bersifat gaib dan merupakan peninggalan nenek moyang dan para leluhur kepada masyarakat adat sebagai unsur terpenting bagi kehidupan mereka sepanjang masa dan sepanjang kehidupannya berlangsung. Sengketa Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sengketa adalah segala sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau pembantahan timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan suatu pihak yang berisi keberatan dan tuntutan atas hak atas tanah baik status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Ada 3 (tiga) fase atau tahap dalam proses sengketa yaitu: 1. Pra konflik adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas seseorang. 2. Konflik adalah keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut. 3. Sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut dinyatakan dimuka umum atau melibatkan pihak ketiga. Timbulnya bentuk-bentuk konflik pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : 1. Konflik Data Konflik data terjadi karena adanya kekurangan informasi, kesalahan informasi, adanya perbedaan pandangan, adanya perbedaan interpretasi terhadap data, adanya perbedaan penafsiran terhadap prosedur. 2. Konflik Kepentingan, Dalam melaksanakan kegiatan, setiap pihak memiliki kepentingan. Tanpa adanya kepentingan para pihak tidak akan mengadakan kerjasama. Timbulnya konflik kepentingan karena adanya beberapa hal sebagai berikut: a. Adanya perasaan atau tindakan yang bersaing b. Adanya kepentingan substansi dari para pihak c. Adanya kepentingan pihak prosedural d. Adanya kepentingan spikologi 3. Konflik Hubungan Konflik hubungan dapat terjadi oleh adanya kadar emosi yang kuat, adanya kesalahan persepsi, miskin komunikasi, atau kesalahan komunikasi, dan tingkah laku negatif yang berulang-ulang. 4. Konflik Struktur 3279

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) Konflik struktur dapat terjadi karena adanya pola merusak perilaku atau interaksi kontrol yang tidak sama, adanya kekuasaan dan kekuatan geografi, pisikologi yang tidak sama atau faktor-faktor lingkungan yang menghalangi kerjasama serta waktu yang sedikit. 5. Konflik Nilai konflik ini terjadi karena adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau prilaku. Adanya perbedaan pandangan hidup ideologi dan agama. Adanya penilaian sendiri tanpa memperhatikan penilaian orang lain. Sengketa Tanah dan Permasalahannya Sengketa pertanahan ialah proses interaksi antara dua orang atau lebih atau sekelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atau obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah seperti air, tanaman, tambang juga udara yang berada dibatas tanah yang bersangkutan. Menurut Maria S.W.Sumardjono (1982:28) secara garis besar permasalahan tanah dapat dikelompokan menjadi 5 yaitu : 1. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan, kehutanan, proyek perumahan yang terlantarkan dan lain-lain. 2. Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan kepemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanah (Landreform) 3. Akses-akses penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan 4. Sengketa perdata yang berkenaan dengan tanah 5. Masalah yang berkenaan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat. Sedangkan menurut Margono (2000:188-189) sengketa yang sering terjadi saat ini adalah : 1. Sengketa tradisional tentang warisan, keluarga dan tanah 2. Sengketa bisnis yang serta berat dengan unsur keuangan, perbankan, peraturan Perundang-Undangan, etika dan sebagainya 3. Sengketa lingkungan yang rumit dengan masalah pembuktian ilmiah 4. Sengketa tenaga kerja yang diwarnai dengan masalah hak asasi, reputasi, Negara dan perhatian masyarakat tradisional. Secara yuridis Boedi Harsono dalam bukunya Arie Sukanti Hutagalong (2000:52), lebih lanjut memperinci masalah tanah yang dapat disengketakan yang terdiri dari : 1. Sengketa mengenai bidang mana yang dimaksud 2. Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah 3. Sengketa mengenai luas bidang tanah 4. Sengketa mengenai status tanahnya : tanah Negara atau tanah hak 5. Sengketa mengenai pemegang hak 6. Sengketa mengenai hak yang membebaninya 7. Sengketa mengenai pemindahan haknya Menurut Maria S.W.Sumardjono (1982:28) secara garis besar permasalahan tanah dapat dikelompokan menjadi 5 yaitu : 3280

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 1. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan, kehutanan, proyek perumahan yang terlantarkan dan lain-lain. 2. Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan kepemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanah (Landreform) 3. Akses-akses penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan 4. Sengketa perdata yang berkenaan dengan tanah 5. Masalah yang berkenaan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat. Sedangkan menurut Margono (2000:188-189) sengketa yang sering terjadi saat ini adalah : 1. Sengketa tradisional tentang warisan, keluarga dan tanah 2. Sengketa bisnis yang serta berat dengan unsur keuangan, perbankan, peraturan Perundang-Undangan, etika dan sebagainya 3. Sengketa lingkungan yang rumit dengan masalah pembuktian ilmiah 4. Sengketa tenaga kerja yang diwarnai dengan masalah hak asasi, reputasi, Negara dan perhatian masyarakat tradisional. Secara yuridis Boedi Harsono dalam bukunya Arie Sukanti Hutagalong (2000:52), lebih lanjut memperinci masalah tanah yang dapat disengketakan yang terdiri dari : 1. Sengketa mengenai bidang mana yang dimaksud 2. Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah 3. Sengketa mengenai luas bidang tanah 4. Sengketa mengenai status tanahnya : tanah Negara atau tanah hak 5. Sengketa mengenai pemegang hak 6. Sengketa mengenai hak yang membebaninya 7. Sengketa mengenai pemindahan haknya 8. Sengketa mengenai penunjuk lokasi dan penetapannya untuk suatu proyek atau swasta 9. Sengketa mengenai pelepasan / pembebasan tanah 10. Sengketa mengenai pengosongan tanah 11. Sengketa mengenai pemberian ganti kerugian 12. Sengketa mengenai pembatalan haknya 13. Sengketa mengenai pemberian haknya 14. Sengketa mengenai pencabutan haknya 15. Sengketa mengenai pemberian sartifikatnya 16. Sengketa mengenai alat-alat pembuktian adanya hak / pembuatan liku yang dilakukan dengan sengketa-sengketa lainnya. Macam-macam Upaya Penyelesaian Sengketa Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktivitas yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi untuk penyelesaiannya. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara umum media penyelesaian sengketa yang tersedia dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan penyelesaian 3281

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) sengketa diluar pengadilan atau sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa merupakan sebuah pengertian konsep penyelesaian konflik atau sengketa yang kooperatife yang diarahkan pada suatu kesempatan atau solusi terhadap konflik atau sengketa yang bersifat win- win solution (menang). Cara-cara untuk menyelesaikan sengketa yaitu: 1. Memberikan saja, Dalam tahap ini masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atau dirugikan gagal dalam upaya menegakkan tuntutannya. Sehingga mereka mengabaikankan saja isu yang menimbulkan tuntutannya dan tetap berhubungan dengan pihak yang dirasakan merugikannya. Hal ini dilakukan karena berbagai kemungkinan, seperti kekurangan informasi bagaimana proses pengajuan keluhan itu kepengadilan, kurangnya akses kelembaga pengadilan atau sengaja tidak diproses pengadilan karena diperkirakan kerugian lebih besar dari pada keuntungan (baik materi maupun kejiwaannya). 2. Mengelak, Pada tahap ini, pihak yang merasa dirugikan memilih untuk mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama sekali tidak berhubungan. Misalnya, dalam hubungan bisnis, hal semacam ini dapat terjadi. Dengan mengelak, maka isu yang menimbulkan keluhan dielakkan saja. 3. Paksaan, Tahap selanjutnya, yaitu paksaan dimana salah satu pihak memaksa pemecahan kepada pihak lain. Tindakan yang bersifat memaksa ini atau ancaman untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi kemungkinan penyelesaian secara damai. 4. Perundingan, Pada tahapan perundingan, dua pihak yang berhadapan merupakan para pengambil keputusan pemecahan dari permasalahan yang mereka hadapi dilakukan oleh kedua bela pihak, mereka sepakat tanpa adanya pihak ketiga ikut campur. Kedua bela pihak berupaya untuk saling meyakinkan, dengan menggunakan aturan yang mereka buat sendiri. 5. Mediasi, Dalam cara ini, ada pihak ketiga yang membantu kedua bela pihak yang berselisi pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua bela pihak atau ditunjuk oleh orang yang mempunyai wewenang. 6. Arbitrase, Kedua bela pihak sepakat untuk meminta bantuan perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setujuh bahwa mereka akan menerima apapun keputusan yang diambil oleh arbitrator. 7. Pengadilan,Disini, pihak ketiga berhak mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan pihak sengketa. Pihak ketiga juga memiliki hak membuat dan menegakkan keputusan itu artinya bahwa keputusan berupaya dilaksanakan. Bentuk penyelesaian sengketa lainnya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah negosiasi. Penyelesaian sengketa model seperti ini disebut penyelesaian untuk menghasilkan suatu keputusan atau kesepakatan tanpa 3282

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 campur tangan pihak ketiga. Biasanya model penyelesaian seperti ini tidak berdasarkan peraturan yang ada melainkan aturan yang mereka buat sendiri. Sedangkan penyelesaian yang melibatkan pihak ketiga meliputi penyelesaian yang berbentuk ajudikasi, arbitrase, dan mediasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa ketiga bentuk penyelesaian bersifat triadic karena melibatkan pihak ketiga. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai ajudikasi merupakan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang untuk campur tangan dan dapat melaksanakan keputusan yang telah ditentukan tanpa memperhatikan apa yang menjadi kehendak kedua belah pihak. Berbeda dengan ajudikasi, arbitrase merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga dan keputusannya disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan mediasi adalah bentuk penyelesaian yang melibatkan pihak ketiga untuk membantu pihak-pihak yang bersangkutan dalam mencapai persetujuan. Metode Penelitian Penelitian ilmiah ini menggunakan metode penelitian kualitatif sedangkan jenis penelitiannya adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah Menurut Moleong (2006: 6) deskriftif adalah data yang dikumpulkan berupa katakata, gambaran dan bukan angka-angka. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini dapat menjelaskan dan menggambarkan atau mendeskripsikan peranan kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Jadi dalam Artikel ini penulis berupaya memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat tentang kondisi yang ada pada lokasi penelitian mengenai objek yang diteliti, dimana dikemukakan juga fakta yang berhubungan dengan kondisi tersebut dan berdasarkan fakta-fakta yang ada akan diambil suatu kesimpulan. Hasil Penelitian dan Pembahasan Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau Peranan kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat adalah sebagai hakim penengah dan sebagai hakim pendamai yang akan membantu kedua belah pihak untuk mengambil keputusan yang sama-sama tidak merugikan kedua belah pihak yang bersengketa dan untuk mengembalikan keseimbangan dalam persekutuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh kepala adat sebagai orang yang dipercaya sebagai hakim penengah, untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa, dan untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengketa. Berdasarkan definisi diatas maka akan dibahas dalam artikel ini yaitu terkait tiga fokus diantaranya peranan kepala adat dalam penyelesaian sengketa, 3283

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) penyebab terjadinya sengketa tanah ulayat dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Peranan Kepala Adat sebagai hakim penengah dan hakim pendamai dalam Upaya penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Dalam suatu persekutuan kepala adat merupakan bapak bagi masyarakat yang akan membantu masyarakatnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam persekutuan. Karena, masyarakat tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa adanya campur tangan dari kepala adat yang mempunyai peran yang penting dalam persekutuan. Sehingga dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulyata diperlukan adanya campur tangan dari seseorang kepala adat sebagai hakim penengah dan pendamai yang akan membantu kedua belah pihak dalam menemukan jalan keluar dari sengketa yang sedang terjadi dengan keputusan yang diambil tidak merugikan kedua belah pihak yang bersengketa. Menurut Soepomo (1979:112) peran kepala adat dalam suatu persekutuan adat adalah : 1. Kepala Adat mempunyai peranan sebagai hakim perdamaian yang berhak menimbang berat ringannya sanksi yang harus dikenakan kepada anggota masyarakat yang bersengketa. Kepala Adat disini berkewajiban untuk mengusahakan perdamaian, sehingga dalam masyarakat tercipta kedamaian. 2. Untuk membetulkan hukum adat yang telah dilanggar oleh masyarakat. Pembetulan yang dimaksud adalah mengembalikan citra hukum adat, sehingga dapat ditegakkan keutuhannya. Misalnya terjadi sengketa pertanahan sehingga hubungan menjadi rusak. Maka dalam masalah ini Kepala Adat berperan untuk membetulkan keseimbangan tersebut sehingga dapat didamaikan kembali. 3. Untuk memutuskan dan menetapkan peraturan hukum adat sebagai landasan bagi kehidupan bermasyarakat. 4. Adapun keputusan mempunyai tujuan agar masyarakat dapat melaksanakan perbuatan selalu berpegang kepada peraturan yang telah diputuskan. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau menunjukan bahwa peranan kepala adat dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat yang terjadi antara masyarakat desa Mahak Baru dengan masyarakat desa Data Baru selaku pemohon. Sebagai hakim penengah dan pendamai kepala adat mengambil beberapa langkah-langkah yaitu, dengan membuat larangan membuka lahan yang bersengketa (Sapan), mengadakan pertemuan dengan masyarakat yang bersengketa, mengadakan pertemuan, melakukan perundingan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang bersengketa, melihat masalah belum terselesaikan sehingga kepala adat memutuskan untuk menyerahkan permasalahan tersebut ketingkat yang lebih lanjut dengan persetujuan masyarakat yang bersengketa. Disini kepala adat berperan untuk membuat surat pernyataan bahwa permasalahan ini sudah tidak 3284

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 dapat ditangani ditingkat kecamatan dan melimpahkan wewenang kepada tingkat Adat Besar Apau Kayan untuk menangani permasalahan tersebut. Faktor PenyebabTerjadinya Sengketa Tanah Ulayat Pada masyarakat adat tanah merupakan nafas kehidupan, dengan demikian tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga perlu memiliki batas-batas tanah yang jelas untuk menghindari terjadinya sengketa sekaligus menjadikan pemilik tanah tersebut menjadi lebih pasti. Hasil penelitian menunjukan bahhwa penyebab terjadinya sengketa tanah ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau khususnya antara masyarakat desa Mahak Baru dengan masyarakat desa Data Baru adalah : Batas-batas tanah ulayat yang tidak jelas, tidak adanya surat bukti kesepakatan dan perjanjian yang pernah dubuat oleh nenek moyang dari kedua belah pihak, meningkatnya nilai-nilai tanah secara ekonomi,melunturnya nilai budayah dan hukum adat, Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat Dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat yang terjadi di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau yang terkait dengan kepemilikan atas tanah dengan hak-hak ulayatnya. Dimana sering menimbulkan hambatan sehingga masalah tersebut menjadi berlarut-larut. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat di kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau yaitu : tidak mengakui bahwa tanah tersebut merupakan tanah hak ulayat, sulitnya mengadakan pertemuan, saksi yang tidak mau menjadi saksi, ketidak jelasan pemilik tanah,dan kurang berperannya kepala adat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penyajian data dan pembahasan yang telah diuraikan dari fokus penelitian yang telah ditentukan peranan kepala adat dalam penyelesaian engketa, penyebab terjadinya sengketa dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengketa di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa : 1. Peranan kepala adat dalam upaya penyelesaian sengketa tanah ulayat yang terjadi di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau adalah sebagai hakim penengah dan hakim pendamai dalam musyawarah yang diadakan dan juga sebagai pengambil keputusan yang dapat memikat kedua belah pihak yang bersengketa serta mengembalikan keseimbangan dalam persekutuan. 2. Faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa adalah batas-batas tanah ulayat yang tidak jelas karena batas tanah ulayat hanya ditandai dengan batas alam sehingga sulit untuk menentukan dimana batas ulayat dengan pasti dan tanah 3285

Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat (Jenny Lah) ulayat juga tidak memiliki bukti kepemilikan tanah yang berupa surat perjanjian dan kesepakatan yang pernah dibuat oleh Nenek Moyang dari kedua belah pihak dan juga meningkatnya nilai tanah secara ekonomi sehingga membuat orang-orang ingin memiliki tanah yang lebih banyak dan luas, dan melunturnya nilai-nilai budaya sehingga tidak menghargai antara sesama dan kurangnya sosialisasi dari tokoh-tokoh masyarakat sehingga banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tentang tanah ulayat dan penggunaanya. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam upaya penyelesaian sengkata tanah ulayat yang terjadi di Kecamatan Sungai Boh adalah sulitnya mengadakan suatu pertemuan dalam artian undangan yang diberikan sering kali diabaikan oleh pihak termohon sehingga masalah menjadi berlarut-larut dan juga pihak termohon tidak mengakui bahwa tanah tersebut bukan tanah ulayat dari pihat pemohon. Dan kurangnya peran kepala adat selaku hakim penengah dan sebagai hakim pendamai yang dipercaya masyarakat dapat menyelesaikan permasalahan ini sehingga berlarut-larut. Saran-Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakkan adalah sebagai berikut. 1. Sebagai kepala adat yang dipercaya menjadi hakim penengah, harus bisa bersikap tegas dan membuat aturan yang bersifat memikat dan memberikan sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. 2. Sebaiknya batas-batas patokan yang digunakan bersifat lebih kuat, agar tidak mudah tergeser ataupun hilang hingga tanda kepemilikan tanah menjadi lebih pasti 3. Membuat Peraturan Daerah tentang ketentuan tanah-tanah ulayat di wilayah Kabupaten Malinau, sehingga terlihat secara jelas aturan-aturan tentang eksistensi tanah-tanah ulayat di wilayah tersebut Daftar Pustaka Andrian Sutedi, 2007 Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Sinar Grafika :Jakarta. Ari Sukanti Hutagalong, 2002, Penyelesaian Sengketa Tanah Menurut Hukum Yang Berlaku,Jurnal Hukum Bisnis. Boedi Harsono, 2005 Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undangundang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jambatan : Jakarta --------- -, 2000, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Jambatan Jakarta Bushar Muhammad, 2002 Pokok-Pokok Hukum Adat. Penerbit Pratnya Paramita : Jakarta. G. Kertasapoetra, R.G. Kertasapoetra, A. Setiadi, 1985, Hukum Tanah, Jaminan Undang-Undang Pokok Agraria Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta. Jhon Salindeho, 1994 Manusia Tanah Hak dan Hukum, Sinar Grafika : Jakarta. Joni Emirzon, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan. Penerbit PT Gramedia pustaka. Jakarta 3286

ejournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor 4, 2014 : 3273-3287 Koentjaraningrat, 1982, Kebudayaan Mataliteit dan Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta K. Wantjik Saleh, 1982, Hak Anda Atas Tanah. Penerbit Ghalia Indonesia :Jakarta Timur Muhammad Bakti, 2007 Hukum Menguasai Tanah Oleh Negara : Paradigma Baru Untuk Reformasi Agrarian. Citra Media : Yogyakarta. Mulyo Putro, 2002, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan.penerbit fokusmedia, Bandung Maria.S.W. Sumarjono, 2001, Puspita Serangkum Masalah Hukum Agraria, Penerbit Liberty, Jogjakarta.---------------, 2009, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta. ---------------, 1997, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian sebuah Panduan Milles B, Mathew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Buku Sumer Tentang Metode-metode Baru. Diterjemahkan oleh TR Rohidi Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Rusmadi Murad,1991, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah.penerbit Mandar Maju. Bandung. Surojo Wignjodipuro, 1990 Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Penerbit Cv Haji Mas Agung Cetakan VII : Jakarta. Soerjono Soekanto, 1983 Hukum Adat Indonesia. Penerbit PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Suyud Margono, 2000, ADR ( Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase Proses Perkembangan & Aspek Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia Jakarta Soepomo, 1979, Bab- bab tentang Hukum Adat, Penerbit Pradnya Paramitha Soeleman Biasene Taneko, 1981, Dasar-dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat, Penerbit Alumni Bandung Soebakti Poesponoto K.Ng, 1994, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Pradya Pramitha. Suhardono, Edy, 1994. Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasinya. PT Gramdia Pustaka Utama : Jakarta. T. May Rudi, 2002. Studi Strategi Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Rafika Aditama : Bandung. Thoho, Miftah, 2004. Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Website Hendru, 2012 Penyelesaian sengketa-sengketa tanah: http:// Hendru-kapantow. Penyelesaian sengketa-sengketa tanah blogspot.com. (diakses 5 Desember 2013) Tommodachi, 2011 Sengketa http://nevacipid.blogspot.com/2011/03/pengertian-sengketa.html (Diakses 5 Desember 2013) 3287