DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

dokumen-dokumen yang mirip
Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

Persyaratan Teknis jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/3/2016

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PENGANTAR TRANSPORTASI

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB III LANDASAN TEORI

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

Penempatan marka jalan

Rekayasa Lalu Lintas

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abubakar, I. dkk, (1995), yang dimaksud pertemuan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasar AASHTO 2001 dalam Khisty and Kent, persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah umum di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

Laporan Monitoring. Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan. Sumiyati (Disabilitas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

Transkripsi:

DAFTAR ISI ` DAFTAR ISI DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR TABEL v 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1-1 1.2. Maksud & Tujuan 1-1 1.3. Landasan Hukum Penyediaan Fasilitas Pejalan Kaki & Pesepeda 1-1 1.4. Ruang Lingkup 1-2 2. FASILITAS PEJALAN KAKI 2-1 2.1. Zona Pejalan Kaki 2-1 2.2. Ruang Pejalan Kaki 2-1 2.2.1. Kerb 2-2 2.2.2. Kelandaian 2-2 2.2.3. Kontinuitas Trotoar 2-3 2.2.4. Akses Masuk Kendaraan (Driveways) 2-3 2.2.5. Aksesibilitas Trotoar 2-4 2.2.5.1. Ramp 2-4 2.2.5.2. Jalur Pemandu 2-5 2.2.5.3. Infrastruktur Lain Pendukung Aksesibilitas 2-6 2.3. Ruang Muka Bangunan (Frontage Zone) 2-7 2.4. Ruang Multifungsi 2-8 2.4.1. Peneduh 2-8 2.4.2. Zona KUKF 2-9 2.4.3. Utilitas& Perabot Jalan 2-10 2.5. Material Permukaan 2-12 2.6. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki 2-12 2.6.1. Fasilitas Penyeberangan Di Ruas Jalan 2-14 2.6.2. Tempat Penyeberangan Sebidang (At Grade Crossing) 2-14 2.6.3. Tempat Penyeberangan Pelikan (Pelican Crossing) 2-16 2.6.4. Tempat Penyeberangan Tidak Sebidang 2-18 2.6.5. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki 2-21 2.7. Median dan Pulau Pelindung 2-22 2.8. Rambu, Marka dan Papan Informasi 2-24 2.9. Lampu Penerangan 2-25 2.10. Fasilitas Pelengkap Jalan (Street Furniture) 2-27 2.11. Area Pejalan Kaki 2-30 3. FASILITAS PESEPEDA 3-1 3.1. Elemen Desain 3-1 3.1.1 Parameter 3-1 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA i

DAFTAR ISI ` 3.1.1.1 Desain Kendaraan 3-1 3.1.1.2 Ruang Minimum untuk Pesepeda 3-1 3.1.1.3 Buffer Zone 3-2 3.1.1.4 Kelandaian 3-2 3.1.2 Tipe Fasilitas Sepeda 3-2 3.1.2.1 Bike lane 3-2 3.1.2.2 Shared lanes 3-4 3.1.3 Memilih Fasilitas Sepeda yang Tepat 3-5 3.1.4 Penyeberangan Sepeda 3-7 3.1.4.1 Penyeberangan Sebidang 3-7 3.1.4.2 Penyeberangan tidak sebidang 3-7 3.1.5. Material Permukaan 3-8 3.1.6. Parkir Sepeda 3-8 3.1.7. Rambu dan Sinyal 3-12 3.1.8. Penerangan jalan 3-13 3.2. Integrasi Dengan Angkutan Umum 3-14 4.5. Raised Crossing 4-8 4.6. Variasi Permukaan Jalan 4-9 DAFTAR PUSTAKA 5-1 4. TEKNIK PERLAMBATAN LALU LINTAS 4-1 4.1. Radius Kerb Pada Persimpangan (Corner Radius) 4-2 4.2. Curb Extension/Bulb Out 4-3 4.3. Lateral Shift 4-5 4.4. Speed Bump, Speed Hump & Speed Table 4-6 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA ii

DAFTAR GAMBAR ` DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Zona Pejalan Kaki 2-1 Gambar 2.2. Tinggi Trotoar dan Kelandaian 2-2 Gambar 2.3. Ruang Berjalan Yang Menerus 2-3 Gambar 2.4. Manajemen Akses Masuk Bangunan 2-3 Gambar 2.5. Desain Akses Masuk Kendaraan 2-4 Gambar 2.6. Desain Ramp Trotoar 2-5 Gambar 2.7. Jalur Pemandu 2-6 Gambar 2.8. Ruang Muka Bangunan 2-7 Gambar 2.9. Manfaat Ruang Muka Bangunan 2-7 Gambar 2.10. Ruang Multifungsi 2-8 Gambar 2.11. Penempatan Peneduh 2-9 Gambar 2.12. Tanaman Peneduh 2-9 Gambar 2.13. Ruang KUKF 2-10 Gambar 2.14. Contoh Penempatan Utilitas 2-11 Gambar 2.15. Rencana Common Utility Duct (CUD) di India 2-11 Gambar 2.16. Contoh Material Trotoar 2-12 Gambar 2.17. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki 2-13 Gambar 2.18. Contoh Penyesuaian Penempatan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki di New York 2-14 Gambar 2.19. Tempat Penyeberangan Sebidang 2-15 Gambar 2.20. Prioritas Penyeberangan Pelikan 2-16 Gambar 2.21. Fase Sinyal Pelican Crossing 2-17 Gambar 2.22. Diagram Fase Sinyal Pelikan 2-18 Gambar 2.23. Pertimbangan dalam Penyediaan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang 2-19 Gambar 2.24. Contoh Desain Jembatan Penyeberangan 2-20 Gambar 2.25. Desain Bukaan Median Pada Persimpangan 2-22 Gambar 2.26. Tipikal Pulau Pelindung 2-23 Gambar 2.27. Contoh Rambu Pejalan Kaki 2-24 Gambar 2.28. Informasi Untuk Pejalan Kaki 2-25 Gambar 2.29. Efek Lampu Penerangan Pejalan Kaki Terhadap Estetika & Keselamatan 2-26 Gambar 2.30. Bangku Istirahat 2-27 Gambar 2.31. Toilet dan Tempat Sampah 2-28 Gambar 2.32. Penempatan Halte 2-29 Gambar 2.33. Tipikal Pagar Pembatas (dalam m) 2-30 Gambar 2.34. Area Pejalan Kaki di Barcelona, Spanyol 2-32 Gambar 3.1 Jenis Sepeda 3-1 Gambar 3.2 Ruang Minimum untuk Sepeda 3-1 Gambar 3.3 Buffer zone 3-2 Gambar 3.4 Typical Bikelane Cross Section 3-3 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA iii

DAFTAR GAMBAR ` Gambar 3.5 Rekomendasi Jalur sepeda untuk jalur 15 m dengan parkir on-street 3-3 Gambar 3.6 Rekomendasi Jalur Sepeda untuk 2 Jalur Tanpa Parkir di Badan Jalan 3-4 Gambar 3.7 Bikelane di Dublin 3-4 Gambar 3.8 Shared lanes dengan jalur pejalan kaki di Berlin, Jerman 3-5 Gambar 3.9 Contoh shared road di Guangzhou, Cina 3-5 Gambar 3.10 Kurva penentuan Jenis Fasilitas Sepeda 3-6 Gambar 3.11 Penyeberangan Sebidang 3-7 Gambar 3.12 Jembatan untuk Pesepeda 3-7 Gambar 3.13 Ramp Sepeda 3-7 Gambar 3.14 Terowongan untuk Pesepeda 3-8 Gambar 3.15 Permukaan Aspal untuk jalur sepeda di Guangzhou 3-8 Gambar 3.16 Struktur dari Sheffield Stand 3-9 Gambar 3.17 Sheffield Stand 3-10 Gambar 3.18 Aternatif penempatan Sheffield Stand 3-10 Gambar 3.19 Wall Bars 3-10 Gambar 3.20 Rak Dua Tingkat Di Salah Satu Stasiun Guangzhou BRT 3-11 Gambar 3.21 Parkir Elektronik 3-11 Gambar 3.22 Parkir On-Street untuk Sepeda 3-11 Gambar 3.23 Rambu Parkir Sepeda 3-11 Gambar 3.24 Marka di Permukaan Jalan 3-13 Gambar 3.25 Pelican Sign Untuk Pesepeda 3-13 Gambar 4.1. Efek Radius Kerb Pada Persimpangan 4-2 Gambar 4.2. Perbedaan Radius Kerb Dan Radius Belok Efektif Kendaraan 4-3 Gambar 4.3. Penerapan Curb Extension 4-4 Gambar 4.4. Lateral Shift 4-5 Gambar 4.5. Marka Speed Bump dan Speed Hump 4-7 Gambar 4.6. Speed Bump, Speed Hump dan Speed Table 4-8 Gambar 4.7. Raised Crossing 4-9 Gambar 4.8. Variasi Permukaan Jalan 4-10 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA iv

DAFTAR TABEL ` DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Rekomendasi Lebar Minimum Berdasarkan Guna Lahan 2-2 Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pada Kondisi Tidak Terkontrol 2-21 Tabel 2.3. Tinggi Tiang & Interval Pemasangan Lampu Penerangan Jalan 2-27 Tabel 3.1 Jenis Sepeda 3-1 Tabel 3.2 Menentukan fasilitas sepeda 3-6 Tabel 4.1. Standar Speed Bump, Speed Hump & Speed Table 4-6 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA v

PENDAHULUAN ` PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya permasalahan transportasi pada wilayah perkotaan di negara-negara berkembang, umumnya disebabkan oleh kebijakan pengembangan transportasi yang memihak kepada kendaraan pribadi dan mendorong orang untuk melakukan perjalanan dengan kendaraan bermotor. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan perjalanan dan tingginya ketergantungan pada kendaraan bermotor, pertumbuhan sarana dan prasarana transportasi yang ada akhirnya tidak mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut dan menyebabkan timbulnya kemacetan lalu lintas dengan segala implikasinya, seperti polusi, penurunan kualitas hidup masyarakat dan tingkat keselamatan jalan, pemborosan bahan bakar dan terbuangnya waktu produktif dijalan. Adapun guna mengatasi permasalahan ini, banyak kota, baik di negara berkembang maupun maju, mulai merubah kebijakan transportasi mereka dan menciptakan suatu sistem transportasi berkelanjutan yang mempromosikan budaya berjalan kaki dan bersepeda. Sebagai komponen vital dalam sistem transportasi berkelanjutan yang ramah lingkungan dan layak huni, suatu fasilitas yang baik harus disediakan bagi pejalan kaki dan pesepeda. Untuk itulah diperlukan suatu Pedoman Teknis Fasilitas Pejalan Kaki dan Pesepeda. 1.2. Maksud & Tujuan Maksud dari pedoman teknis ini adalah mengintegrasikan seluruh elemen desain dari fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, yang nantinya menjadi suatu acuan atau panduan bagi kota/daerah atau perencana lainnya dalam perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Pedoman ini bertujuan untuk mewujudkan jaringan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang aman, selamat, nyaman, mudah, langsung dan menerus, sehingga nantinya mendorong masyarakat untuk menerapkan budaya berjalan kaki dan bersepeda guna mendukung terwujudnya sistem transportasi berkelanjutan yang ramah lingkungan dan kota yang layak huni. 1.3. Landasan Hukum Penyediaan Fasilitas Pejalan Kaki & Pesepeda Secara umum, perubahan kebijakan pengembangan transportasi yang memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda di Indonesia ditandai dengan diterbitkannya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan ini menyatakan dengan jelas kewajiban pemerintah dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Pedoman ini disusun sebagai pendukung dalam mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam undang-undang tersebut. Meskipun demikian, beberapa elemen desain yang terkandung dalam pedoman ini telah menjadi subyek dari berbagai standar dan peraturan yang berlaku. Untuk itu, pedoman teknis ini berusaha untuk menyatukan disparitas dari masing-masing kriteria elemen PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 1-1

PENDAHULUAN ` desain teknis fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Terdapat berbagai aturan, standar dan pedoman yang dikeluarkan oleh instansi nasional yang berbeda, yang menjadi acuan dalam penyusunan pedoman teknis ini. 1.4. Ruang Lingkup Pedoman ini menyediakan informasi dan panduan yang diperlukan dalam proses perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Mengingat fasilitas pejalan kaki dan pesepeda harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan jalan keseluruhan, maka pedoman ini sebaiknya digunakan secara tidak terpisah dengan standar dan pedoman yang berlaku mengenai elemen desain jalan lainnya, seperti penerangan, lansekap jalan dan sebagainya. MANFAAT BERJALAN KAKI DAN BERSEPEDA Berjalan kaki dan bersepeda merupakan bentuk dasar dari transportasi berkelanjutan dalam perjalanan sehari-hari. Kedua moda transportasi ini tidak menimbulkan polusi udara dan suara, serta tidak memerlukan konsumsi bahan bakar. Energi yang dibutuhkan dalam berjalan dan bersepeda disediakan langsung oleh pelaku perjalanan dan memberikan manfaat berupa aktifitas fisik yang menyehatkan tubuh. Untuk orang yang tidak melakukan olahraga harian, bersepeda selama 30 menit dapat mengurangi resiko terserang penyakit jantung dan diabetes sebesar 50% (Training Course on Non Motorized Transportation, 2005). Dari sisi penggunaan ruang jalan, berjalan dan bersepeda hanya membutuhkan sebagian kecil ruang yang diperlukan untuk kendaraan bermotor (roda empat) beroperasi dan parkir. Dengan berkembangnya budaya berjalan dan bersepeda, ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dapat ditekan dan akan membawa dampak terhadap efisiensi penggunaan ruang kota. Selanjutnya, guna menciptakan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang baik, pembatasan kecepatan menjadi bentuk komponen manajemen dan rekayasa lalu lintas yang umum bagi fasilitas pejalan kaki dan pesepeda. Dengan berkurangnya kecepatan lalu lintas, secara berkesinambungan terjadi peningkatan keselamatan jalan. Belajar dari pengalaman negara-negara maju di Eropa, penyediaan fasilitas pejalan kaki akan menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan pejalan kaki sebesar 80 90% (Walking and Cycling in Western Europe and the United States, 2012). Dari sisi ekonomi, berjalan dan bersepeda merupakan moda transportasi yang ekonomis. Kedua moda transportasi memerlukan biaya yang lebih rendah dari kendaraan pribadi dan angkutan umum, sehubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku perjalanan dan besarnya investasi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan berjalan kaki dan bersepeda menjadi moda yang terjangkau bagi seluruh kalangan dan investasi didalamnya akan mewujudkan kesetaraan dalam penggunaan ruang jalan. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 1-2

FASILITAS PEJALAN KAKI 2. FASILITAS PEJALAN KAKI 2.1. Zona Pejalan Kaki Zona pejalan kaki merupakan komponen penting dari perencanaan fasilitas pejalan kaki. Zona ini membagi secara jelas fungsi pemanfaatan ruang pada fasilitas pejalan kaki sehingga diperoleh ruang berjalan yang selamat, aman, nyaman dan bebas hambatan bagi pejalan kaki. Zona pejalan kaki terdiri atas : 1. Kerb; 2. Ruang multi fungsi; 3. Ruang pejalan kaki yang menerus; 4. Ruang muka bangunan, atau yang biasa disebut frontage zone/dead width. 2.2. Ruang Pejalan Kaki Ruang pejalan kaki adalah bagian dari koridor sisi jalan yang secara khusus disediakan bagi pejalan kaki untuk berjalan. Ruang ini harus sepenuhnya terbebas dari hambatan, baik permanen maupun sementara. Minimum ruang pejalan kaki ditentukan berdasarkan kebutuhan ruang yang dibutuhkan 2 orang dewasa untuk berjalan berpapasan tanpa bersinggungan. Secara umum, ruang Gambar 2.1. Zona Pejalan Kaki Sumber : UTTIPEC, 2009 pejalan kaki dinyatakan dalam lebar sebesar 1,50 m (lebar rata-rata manusia (0,6 m) ditambah ruang bebas bergoyang (0,15 m) dikalikan dua dan tinggi bebas 2,50 m. Terkait dengan lebar minimum, beberapa standar internasional menganjurkan lebar 1,80 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-1

FASILITAS PEJALAN KAKI m dengan mempertimbangkan kemudahan aksesibilitas bagi pengguna kursi roda. Adapun mengingat besarnya volume pejalan kaki sangat dipengaruhi oleh guna lahan disekitarnya, lebar minimum dalam Tabel 2.1 dapat diambil dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. 2.2.1. Kerb Kerb pada trotoar harus cukup untuk memberikan batas yang jelas antara jalur kendaraan bermotor dan trotoar, mencegah masuknya kendaraan bermotor ke trotoar dan mencegah limpasan air dari badan jalan ke trotoar. Lebar kerb ditetapkan sekurang-kurangnya 150 mm dengan tinggi maksimum tidak melebihi 250mm, tinggi 150 mm direkomendasikan. Khusus pada area persimpangan, maksimum tinggi kerb 150 mm sebaiknya digunakan untuk mengakomodasi ramp bagi pejalan kaki. 2.2.2. Kelandaian Untuk memberikan kenyamanan dalam berjalan kaki, trotoar harus memiliki permukaan yang relatif rata namun tetap memiliki kemiringan yang cukup untuk limpasan air. Besarnya kemiringan melintang trotoar ditetapkan maksimum 2%. Pada kondisi topografi yang sulit dimana kemiringan 2% tidak dapat digunakan, maka kombinasi kemiringan antara tiap zona dapat digunakan dengan mempertahankan kemiringan 2% pada ruang pejalan kaki dan max. 8% pada ruang lainnya (ruang multifungsi dan ruang muka bangunan). Sementara itu, kelandaian memanjang trotoar ditetapkan maksimum 8% dengan kelandaian yang dianjurkan sebesar 5%. Max. 250 mm Tabel 2.1. Rekomendasi Lebar Minimum Berdasar Guna Lahan Penggunaan Lahan Sekitar Lebar Minimum Ruang Pejalan Kaki (m) Pemukiman 1,50 Perkantoran 2,00 Industri 2,00 Sekolah 2,00 Terminal/halte 2,00 Pertokoan/perbelanjaan 3,00 Jembatan/underpass untuk lalu lintas bermotor 1,50 Rural area 1,50 Sumber : Wright L., 2010 i MAX = 8% i MAX = 2% Gambar 2.2. Tinggi Trotoar dan Kelandaian PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-2

FASILITAS PEJALAN KAKI 2.2.3. Kontinuitas Trotoar Untuk memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki, suatu fasilitas trotoar harus bersifat menerus, tidak terputus dan bebas dari rintangan, baik secara horisontal maupun vertikal. Gambar 2.3. Ruang Berjalan Yang Menerus Berikut beberapa panduan guna mempertahankan kontinuitas trotoar : Pertahankan permukaan yang rata dan minimalisasi terjadinya perubahan level trotoar; Pindahkan semua hambatan dan rintangan dari trotoar. Tempatkan semua utilitas, perabot jalan dan peneduh pada zona multifungsi; Secara visual, konsistensi dalam desain, warna dan tekstur dapat mempermudah pejalan kaki untuk mengenali dan menemukan lintasan yang harus digunakan, bahkan pada area penyeberangan; Ciptakan konektifitas yang baik dengan pusat-pusat pergerakan manusia dan simpul angkutan umum; Minimalisasi akses masuk kendaraan dan desain akses dengan mempertahankan level trotoar. Gambar 2.4. Manajemen Akses Masuk Bangunan Sumber : UTTIPEC, 2009 2.2.4. Akses Masuk Kendaraan (Driveways) Akses kendaraan pada bangunan di sisi jalan yang berpotongan dengan trotoar harus mempertahankan kemudahan dan kenyamanan pergerakan pejalan kaki. Radius yang kecil atau mendekati tegak lurus (90º) terhadap badan jalan juga diperlukan guna menjamin keselamatan pejalan kaki, dengan memaksa kendaraan untuk menurunkan kecepatannya saat bermanuver pada jalan akses. Desain raised driveway (A) sebaiknya digunakan untuk setiap akses kendaraan, dimana akses kendaraan tetap mempertahankan tinggi trotoar dengan menyediakan ramp bagi kendaraan pada zona multi fungsi. Kelandaian maksimum ramp kendaraan ditetapkan sebesar 25%, dengan kelandaian yang dianjurkan sebesar 15%. Dalam hal lebar trotoar yang sangat terbatas dan desain raised driveway tidak dapat dilakukan, desain dropped curb (B) dapat digunakan dengan tetap mempertahankan kemiringan melintang dan memanjang trotoar yang diijinkan. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-3

FASILITAS PEJALAN KAKI orang dengan keterbatasan penglihatan atau pendengaran. Kemudahan penggunaan fasilitas pejalan kaki dapat dicapai, antara lain dengan : Penggunaan ramp pada lokasi-lokasi dimana adanya perubahan ketinggian; Penyediaan jalur pemandu (ubin tactile) bagi penyandang tuna netra; Penyediaan elevator/lift pada jembatan penyeberangan; Penggunaan sinyal suara (auditory signal) pada pelican crossing; Penempatan rambu dan marka petunjuk yang tepat dan jelas terlihat (wayfinding); Pemotongan median atau pulau pelindung (curb cuts) pada lokasi penyeberangan. Gambar 2.5. Desain Akses Masuk Kendaraan Sumber : Office of Transportation, 1998 2.2.5.1. Ramp 2.2.5. Aksesibilitas Trotoar Pada dasarnya, seluruh fasilitas pejalan kaki harus memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi bagi penggunanya. Indikator tingkat aksesibilitas ini dapat diukur dari kemudahan pejalan kaki dalam menggunakan fasilitasnya, terutama bagi pejalan kaki dengan keterbatasan kemampuan (difabel), seperti pengguna kursi roda, manula dan Ramp adalah jalur sirkulasi pejalan kaki yang memiliki bidang kemiringan tertentu dan diperuntukkan untuk mempermudah kaum difabel pada lokasi terjadinya perubahan ketinggian. Untuk meningkatkan aksesibilitas trotoar, ramp harus PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-4

FASILITAS PEJALAN KAKI ditempatkan pada setiap titik bertemunya trotoar dengan penyeberangan sebidang, baik di persimpangan maupun pada ruas jalan. Terdapat dua tipe ramp (pelandaian) pada trotoar, yaitu curb ramp dan dropped curb. Secara umum, dropped curb hanya digunakan apabila pelandaian dengan curb ramp tidak dapat dilakukan. Berikut beberapa ketentuan mengenai penempatan ramp pada trotoar : 1. Memiliki kemiringan bidang utama maksimum 8% (1 : 12). Kemiringan bidang sayap pada curb ramp maksimum 10% (1 : 10); 2. Bidang utama curb ramp atau bidang yang selevel dengan badan jalan pada dropped curb memiliki lebar sekurangkurangnya 1500 mm; 3. Ditempatkan pada setiap arah penyeberangan pejalan kaki dan tepat pada as penyeberangan. Pada tiap persimpangan, disarankan untuk menggunakan satu curb ramp pada tiap arah penyeberangan dibandingkan dengan menggunakan dropped curb atau satu curb ramp dengan posisi diagonal. Selain memberikan informasi lebih jelas mengenai adanya penyeberangan, penggunaan curb ramp pada tiap arah penyeberangan juga memberikan keamanan lebih bagi penyeberang jalan; 4. Pertemuan ramp dengan badan jalan (aspal) harus rata dan mulus, sementara Gambar 2.6. Desain Ramp Trotoar Sumber : Office of Transportation, 1998 itu pada tepian curb ramp perlu dilengkapi dengan ubin tactile dengan motif peringatan (bulat-bulat). 2.2.5.2. Jalur Pemandu Jalur pemandu adalah jalur yang disediakan bagi pejalan kaki yang memiliki keterbatasan PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-5

FASILITAS PEJALAN KAKI penglihatan dengan memanfaatkan ubin bertekstur (tactile paving). Jalur ini khususnya digunakan pada fasilitas trotoar yang cukup lebar, dimana tepi trotoar atau dinding bangunan (panduan berjalan yang umumnya digunakan oleh penyandang keterbatasan penglihatan) tidak dapat digunakan lagi, serta pada lokasi dimana adanya rintangan atau penghalang. Terdapat dua jenis ubin tekstur yang digunakan pada jalur pemandu, yaitu : Ubin pengarah (guiding tile), bermotif garis-garis yang menunjukkan arah berjalan; Ubin peringatan (warning tile), bermotif bulat-bulat yang memberikan peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya. Ubin bertekstur ini memiliki standar ukuran 300 mm x 300 mm, dengan tinggi tekstur 5 mm dan dapat berwarna kuning, jingga atau warna lain yang kontras dengan permukaan trotoar. Ketentuan lain mengenai pemasangan jalur pemandu dapat mengacu pada pedoman teknis aksesibilitas untuk bangunan gedung dan lingkungan yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum. Gambar 2.7. Jalur Pemandu Sumber : UTTIPEC, 2009 2.2.5.3. Infrastruktur Lain Pendukung Aksesibilitas Sinyal suara (Auditory signals) Sinyal suara pada penyeberangan pejalan kaki (pelican crossing) merupakan komponen esensial bagi pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan. Sinyal ini sebaiknya menjadi elemen wajib yang dipasang pada APILL penyeberang jalan dan ditempatkan pada titik awal (asal) penyeberangan jalan, bukan titik akhir (tujuan). Pegangan rambat (Handrail) Handrail atau pegangan rambat, harus disediakan pada tangga atau ramp, minimal pada satu sisi, untuk membantu penggunanya. Handrail harus mudah dipegang dengan ketinggian 850-900 mm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu dengan bagian ujung yang bulat (tidak tajam). Panjang handrail harus ditambah 300 mm pada bagian ujungujungnya (bagian dasar dan puncak) sebagai landasan pengguna. Lift Lift adalah alat mekanis elektris yang dipergunakan untuk membantu pergerakan vertikal manusia, khususnya bagi penyandang keterbatasan fisik. Pada fasilitas pejalan kaki, keberadaan lift/elevator sebaiknya PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-6

FASILITAS PEJALAN KAKI menjadi elemen pelengkap pada tiap jembatan penyeberangan pejalan kaki. Ukuran bersih minimal ruang dalam lift adalah 1400 mm x 1400 mm, atau 2000 mm x 1400 m apabila juga diperuntukkan untuk pesepeda. Pegangan rambat (handrail) wajib dipasang secara menerus pada ketiga sisi dalam lift, dengan ketinggian panel tombol (dalam dan luar) lift antara 900 1100 mm. Lift sebaiknya dilengkapi dengan tombol Braille pada panel dalam dan memiliki indikator suara. perlengkapan, utilitas jalan dan peneduh dapat ditempatkan di ruang muka bangunan selama tidak bersinggungan dengan aktifitas bangunan yang ada. Aktifitas privat (tangga/ramp akses, cafe, tenda makan, dll) juga dapat ditempatkan pada ruang ini selama diijinkan dan lebar ruang pejalan kaki tetap dipertahankan. Tidak ada ruang yang tersedia untuk pejalan kaki yang tertarik dengan etalase, menyebabkan aktifitas etalase mengganggu arus pejalan kaki 2.3. Ruang Muka Bangunan (Frontage Zone) Ruang muka bangunan atau frontage zone adalah area antara ruang pejalan kaki dan batas bangunan di samping jalan. Secara umum, area ini bertujuan untuk memberikan jarak yang cukup nyaman bagi pejalan kaki dari aktifitas bangunan samping (aktifitas etalase, pergerakan keluar masuk toko, dll) maupun dahan tanaman pada pagar perumahan. Pada lebar yang terbatas, dimana ruang multi fungsi tidak dapat disediakan, Gambar 2.8. Ruang Muka Bangunan Sumber : Office of Transportation, 1998 Penyediaan ruang muka bangunan mampu meminimalisasi gangguan terhadap arus pejalan kaki Gambar 2.9. Manfaat Ruang Muka Bangunan Sumber : UTTIPEC, 2009 & CALTRANS, 2005 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-7

FASILITAS PEJALAN KAKI Lebar minimum ruang muka bangunan tidak kurang dari 0,30 m pada area tanpa aktifitas samping (pagar pemukiman) dan tidak kurang dari 1,00 m pada area dengan aktifitas samping tinggi (komersial). 2.4. Ruang Multifungsi Ruang multi fungsi atau yang sering disebut zona perabot (furnishing zone) adalah ruang yang membatasi ruang pejalan kaki dengan lalulintas kendaraan (badan jalan). Ruang ini bukan hanya berperan sebagai penyangga (buffer) bagi pejalan kaki, namun juga ruang dimana elemen-elemen jalan seperti lansekap jalan (tanaman peneduh), utilitas (pipa hydran, box telepon, tiang listrik, dll), serta perabot jalan (rambu lalu lintas, halte bus, tiang lampu jalan, bangku jalan, dll) ditempatkan. Pada kawasan komersial, dimana terdapat aktifitas pedagang kaki lima (PKL) yang tinggi, ruang multi fungsi dapat dimanfaatkan sebagai zona KUKF (Kegiatan Usaha Kecil Formal) yang tertata sehingga tidak mengganggu ruang berjalan. Secara umum, lebar minimum ruang multi fungsi adalah 0,9 m apabila tidak digunakan untuk tanaman peneduh atau 1,50 m apabila terdapat tanaman peneduh didalamnya. Gambar 2.10. Ruang Multifungsi Sumber : Office of Transportation, 1998 UTTIPEC, 2009 2.4.1. Peneduh Tanaman peneduh adalah elemen pelengkap esensial dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki, baik sebagai pelindung dari cuaca maupun lalulintas kendaraan bermotor. Selain itu, zona tanaman pada jalan juga dapat menjadi pengarah/petunjuk bagi pejalan kaki, meningkatkan nilai estetika jalan dan berperan sebagai zona tangkapan air (catchment area) di sisi jalan. Beberapa pedoman dalam penempatan peneduh jalan diuraikan sebagai berikut : Ditempatkan pada ruang multi fungsi, diantara ruang pejalan kaki dan lajur lalulintas (ditanam secara berbaris) dan tidak mengganggu ruang pejalan kaki yang menerus; Lebar minimum zona peneduh adalah 1,50 m. Pada kawasan komersial dimana tingkat pejalan kaki tinggi, sebaiknya digunakan tree pit atau tree grates untuk mengefisiensikan ruang yang digunakan untuk peneduh. Dimensi minimum tree pits atau tree gratesadalah 1,50 m x 1,50 m PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-8

FASILITAS PEJALAN KAKI untuk mengakomodasi pertumbuhan tanaman secara penuh; Tinggi tanaman dan jangkauan dahan tidak boleh mengganggu ruang bebas vertikal pejalan kaki (2,50 m) dan jarak pandang pengguna jalan, khususnya pada kawasan persimpangan; Penempatan tanaman peneduh harus dikoordinasikan dengan penempatan lampu jalan dan utilitas lainnya. Gambar 2.12. Tanaman Peneduh Sumber : UTTIPEC, 2009 Gambar 2.11. Penempatan Peneduh Sumber : UTTIPEC, 2009 Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai peneduh, antara lain : Kiara Payung (Filicium Decipiens), Tanjung (Mimusops Elengi) dan Angsana (Ptherocarphus Indicus). 2.4.2. Zona KUKF KUKF (Kegiatan Usaha Kecil Formal) atau yang umumnya disebut PKL (Pedagang Kaki Lima) merupakan aktifitas yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi suatu kawasan, namun juga dapat menjadi gangguan apabila tidak tertata dengan baik. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-9

FASILITAS PEJALAN KAKI Kegagalan dalam menata PKL menyebabkan keberadaan usaha kecil ini dianggap mengganggu dan menurunkan estetika suatu kota. Seringkali para pedagang bermain kucing-kucingan dengan petugas sehingga menimbulkan inefisiensi biaya bagi kedua pihak. Adapun pada kenyataannya, masih cukup ruang pada jalan yang dapat dimanfaatkan untuk menata para pedagang ini. Keberhasilan mengakomodir keberadaan KUKF dalam suatu jalan dapat menghidupkan suasana jalan, meningkatkan tingkat keamanan jalan dan keselamatan pengguna (public supervision). Beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam mengakomodasi keberadaan KUKF sebagai berikut : Zona KUKF tidak boleh mengganggu ruang pejalan kaki atau pesepeda. Zona ini dapat ditempatkan pada ruang muka bangunan atau ruang multi fungsi; Lebar zona maksimum 2,00 m, dengan lebar ruang pejalan kaki tidak kurang dari 2,00 m; Ditempatkan pada kawasan-kawasan komersial dan dengan rentang antara 300 500 m; Dilengkapi dengan infrastruktur pendukung, seperti pembuangan sampah, saluran pembuangan, saluran air bersih, saluran listrik, dll; Pengaturan waktu berjualan dapat diterapkan untuk menjamin kenyamanan pengguna jalan. 2.4.3. Utilitas & Perabot Jalan Perencanaan lokasi dan penempatan utilitas dan perabot jalan menjadi salah satu komponen kritis dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. Penempatan utilitas dan perabot jalan sedapat mungkin tidak menimbulkan gangguan terhadap pengguna jalan, namun harus tetap menyediakan akses yang mudah bagi pemeliharaan rutin. Secara umum, utilitas pada jaringan jalan perkotaan diletakkan pada jarak tertentu dari tepi luar bahu atau perkerasan jalan, sementara pada jaringan jalan luar kota, utilitas umumnya ditempatkan disisi terluar Tidak tertatanya PKL menyebabkan turunnya kenyamanan pejalan kaki dan estetika lingkungan. Memformalkan PKL dan memberikan ruang jelas di jalan mampu menghidupkan suasana dengan tetap mempertahankan kenyamanan pejalan kaki. Gambar 2.13. Ruang KUKF Sumber : UTTIPEC, 2009 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-10

FASILITAS PEJALAN KAKI ruang milik jalan. Beberapa pedoman penempatan utilitas dan perabot jalan diuraikan sebagai berikut : Untuk utilitas memanjang diatas tanah, ditempatkan dengan jarak sekurangkurangnya 0,6 m dari tepi luar perkerasan jalan dengan tetap mempertahankan lebar minimum ruang pejalan kaki. Apabila terdapat ruang multi fungsi, maka penempatan utilitas dan perabot harus ditempatkan pada ruang ini. Utilitas melintang diatas tanah harus memperhatikan ruang bebas vertikal jalan (5,00 m); Penempatan perabot jalan yang dapat digunakan pejalan kaki, seperti tempat duduk, harus ditempatkan sekurangkurangnya 0,9 m dari tapak pejalan kaki atau pada ruang multifungsi sehingga tidak mengganggu ruang berjalan; Untuk utilitas bawah tanah, sedapat mungkin diletakkan diluar badan jalan dengan kedalaman minimal 1,50 m. Pada kondisi tertentu, dimana utilitas harus diletakkan kurang dari kedalaman minimal, maka konstruksi utilitas harus mampu memikul beban lalu lintas dan struktur perkerasan jalan. Penggunaan utility duct sangat disarankan untuk penempatan utilitas bawah tanah; Penempatan utilitas tidak boleh pada 1 bidang vertikal yang sama; Penempatan utilitas, perabot jalan dan vegetasi peneduh harus terkoordinasi dengan baik. Penempatan utilitas dibawah vegetasi, meskipun dapat dilakukan, namun akan mengganggu perkembangan vegetasi yang ada; Penempatan utilitas dan perabot jalan tidak boleh mengganggu kebebasan Gambar 2.14. Contoh Penempatan Utilitas Sumber : UTTIPEC, 2009 Gambar 2.15. Rencana Common Utility Duct (CUD) di India Sumber : UTTIPEC, 2009 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-11

FASILITAS PEJALAN KAKI pandang pengguna jalan dan sistem penerangan yang ada. 2.5. Material Permukaan Pemilihan material permukaan yang tepat untuk konstruksi trotoar dapat memberikan pengaruh pada tingkat kenyamanan pejalan kaki, daya tahan konstruksi dan nilai estetika lingkungan. Selain itu, pemilihan material trotoar yang tepat juga dapat mempengaruhi kondisi lingkungan dimana trotoar itu berada. Berikut ketentuan yang dapat menjadi pedoman dalam menentukan material permukaan trotoar : Material konstruksi trotoar harus memberikan permukaan berjalan yang tidak kasar, kokoh, stabil, tidak licin dan tidak menyilaukan; Material harus memiliki durabilitas tinggi, tidak gampang rusak/pecah, namun tetap mudah didalam pemeliharaannya. Material juga harus cukup kuat untuk menahan beban kursi roda, sepeda dan alat bantu mobilitas lainnya; Material dengan tingkat permeabilitas tinggi dan tidak mudah menyerap panas disarankan; Material permukaan yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik lingkungan yang ada untuk meningkatkan nilai estetika. Beton, blok terkunci, batu pecah atau karet daur ulang adalah beberapa material yang dapat digunakan untuk konstruksi trotoar. Gambar 2.16. Contoh Material Trotoar Sumber : CALTRANS, 2005 2.6. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Pejalan kaki dalam melakukan perjalanannya tidak hanya bergerak menyusuri badan jalan, namun juga bergerak berpotongan dengan badan jalan (menyeberang). Suatu jaringan fasilitas pejalan kaki yang lengkap akan menjadi sia-sia, apabila pejalan kaki tidak dapat menyeberang jalan dengan selamat dan nyaman. Hal ini menunjukkan fasilitas penyeberangan menjadi elemen yang krusial dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-12

FASILITAS PEJALAN KAKI Suatu fasilitas penyeberangan pejalan kaki harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi pejalan kaki saat menyeberang jalan, bahkan pada jalan yang sibuk sekalipun. Selain itu, harus disadari pula, desain fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang baik dapat menjadi elemen perlambatan lalulintas yang nantinya meningkatkan keselamatan jalan keseluruhan. Secara umum, fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat dibedakan menjadi : Tempat penyeberangan sebidang Tempat penyeberangan tidak sebidang. Adapun untuk mengakomodasi pergerakan penyeberang jalan dengan baik dan menjamin keselamatan pejalan kaki, berikut beberapa kriteria penempatan fasilitas penyeberangan pejalan kaki : Fasilitas penyeberangan pejalan kaki harus ditempatkan pada setiap persimpangan jalan, dan ruas jalan dengan volume pergerakan pejalan kaki yang tinggi; Guna memberikan rute terpendek bagi pejalan kaki, tempat penyeberangan sebidang sebaiknya selalu menjadi prioritas utama dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki; Lokasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki harus memiliki jarak pandang (sight distance) yang cukup; Gambar 2.17. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Sumber : www.transportphoto.net Lokasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki harus menyesuaikan pola pergerakan (desire lines) penyeberang jalan. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-13

FASILITAS PEJALAN KAKI 2.6.1. Fasilitas Penyeberangan Di Ruas Jalan Fasilitas penyeberangan pejalan kaki di ruas jalan harus disediakan pada : a. Kawasan dengan volume pergerakan penyeberang jalan tinggi, seperti kawasan komersial dan sekolah; b. Halte bus; c. Ruas jalan dengan interval persimpangan lebih dari 180 m. Beberapa panduan penempatan fasilitas penyeberangan pejalan kaki pada ruas jalan diuraikan sebagai berikut : Tempatkan fasilitas penyeberangan pada lokasi dengan volume penyeberang tertinggi, atau sesuaikan dengan pola pergerakan pejalan kaki (desire lines); Lokasi fasilitas penyeberangan harus memiliki jarak pandang yang cukup; Fasilitas penyeberangan di ruas jalan harus disediakan dengan interval jarak maksimum 180 m. Interval jarak 90 m dapat digunakan pada kawasan padat pejalan kaki. Gambar 2.18. Contoh Penyesuaian Penempatan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki di New York Sumber : King M., 2004 2.6.2. Tempat Penyeberangan Sebidang (At Grade Crossing) Terdapat dua tipe tempat penyeberangan pejalan kaki yang sebidang dengan badan jalan. Yaitu zebra cross dan pelican cross. Secara umum, zebra cross adalah bentuk dasar dari tempat penyeberangan sebidang di Indonesia dan dinyatakan dengan marka jalan berbentuk garis membujur. Sementara pelican cross adalah tempat penyeberangan sebidang pejalan kaki yang dilengkapi dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL). Berikut beberapa panduan perencanaan tempat penyeberangan sebidang pejalan kaki : PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-14

FASILITAS PEJALAN KAKI Digunakan pada jalan dengan kecepatan lalu lintas 40 km/jam; Lebar tempat penyeberangan sekurangkurangnya 2,50 m. Pada tempat penyeberangan yang digunakan untuk pesepeda, lebar tempat penyeberangan sekurang-kurangnya 5,00 m; Tempat penyeberangan harus ditempatkan tegak lurus dengan sumbu jalan dan memudahkan pejalan kaki untuk melihat kendaraan yang datang; Dilengkapi dengan marka dan rambu yang jelas terlihat. Penerapan tempat penyeberangan sebidang yang ditinggikan (raised crossing) dan sinyal kuning (hatihati) sangat disarankan; Pertemuan trotoar dengan tempat penyeberangan selalu dilengkapi dengan ramp dan ubin tactile bagi pejalan kaki yang memiliki keterbatasan penglihatan; Maksimum jarak penyeberangan tanpa pelindung tidak melebihi 11 m ( 4 lajur). Yang dimaksud pelindung adalah median dan pulau pelindung (refugee islands). Selain itu, teknik rekayasa lain dapat Bulb out/curb Extension digunakan untuk mengurangi jarak penyeberangan, seperti curb extensions/bulb out, pengurangan lebar lajur atau jumlah lajur kendaraan; Apabila terdapat fasilitas parkir di badan jalan, gunakan teknik bulb out /curb extension untuk meningkatkan visibilitas Gambar 2.19. Tempat Penyeberangan Sebidang Sumber : Departemen Perhubungan, 2005 Abu Dhabi Urban Planning Council, 2009 Ramp pengemudi terhadap penyeberang jalan dan sebaliknya. Jarak bebas tempat penyeberangan sebidang dari fasilitas parkir di badan jalan sekurang-kurangnya 6,00 m Lokasi tempat penyeberangan sebidang harus memiliki jarak pandang yang cukup PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-15

FASILITAS PEJALAN KAKI dan sedapat mungkin memudahkan pejalan kaki dalam mengantisipasi kendaraan yang datang. Apabila terdapat putaran (u turn), tempatkan tempat penyeberangan setelah u turn; Tempat penyeberangan sebidang memiliki jarak sekurang-kurangnya 30 m dari jalan akses atau akses masuk kendaraan (driveway) 2.6.3. Tempat Penyeberangan Pelikan (Pelican Crossing) Penyeberangan pelikan merupakan penyeberangan sebidang yang dilengkapi dengan sinyal khusus untuk memberikan prioritas yang jelas kepada pejalan kaki. Hal ini dilakukan, khususnya pada penyeberangan sebidang dengan jarak pandang yang terbatas atau di jalan dengan volume dan kecepatan lalu lintas tinggi ( 40 km/jam). Berikut ini pedoman perencanaan penyeberangan pelikan bagi pejalan kaki : Digunakan pada penyeberangan sebidang dengan kecepatan lalu lintas diatas 40 km/jam atau jarak pandang yang terbatas; Penggunaan zebra cross seringkali memberikan prioritas semu bagi pejalan kaki. Pejalan kaki berpikir mendapatkan prioritas sementara tidak jarang pengemudi yang mengabaikan keberadaan zebra cross (lihat gambar sebelah kiri). Sebaliknya pelican crossing memberikan prioritas yang jelas dengan penggunaan sinyal lalu lintas (gambar sebelah kanan). Gambar 2.20. Prioritas Penyeberangan Pelikan Sumber : www.transportphoto.net kaki menyala terlebih dahulu sebelum Pada persimpangan, sinyal pelikan sinyal hijau bagi kendaraan berbelok sebaiknya menjadi satu kesatuan dengan menyala. Interval minimum 3 detik atau APILL persimpangan. Penggunaan sistem sekurang-kurangnya waktu yang fixed time signal dengan memberikan fase diperlukan penyeberang jalan untuk khusus bagi pejalan kaki sangat melewati 1 lajur lalu lintas (lajur yang disarankan, kecuali pada penyeberangan digunakan untuk kendaraan membelok) di ruas jalan; dapat digunakan sebagai periode sinyal Penerapan LTOR pada persimpangan tidak penyeberang menyala sebelum sinyal disarankan. Apabila LTOR diterapkan, belok berubah hijau; sebaiknya gunakan sistem LPI (lead pedestrian interval) dimana sinyal pejalan PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-16

FASILITAS PEJALAN KAKI Tundaan pejalan kaki pada penyeberangan pelikan maksimum 60 detik. Waktu tundaan lebih dari 60 detik akan menyebabkan penyeberang jalan mulai menerobos sinyal yang ada. Pada persimpangan, tundaan dapat diminimalisasi dengan memperpendek waktu siklus atau mengurangi jarak penyeberangan; Penyeberangan pelikan di ruas jalan memiliki jarak sekurang-kurangnya 300 m dari persimpangan; Penyeberangan pelikan di ruas jalan dilengkapi dengan tombol aktivasi (push button) dengan tinggi antara 900 1100 mm. Pada ruas jalan dengan penyeberang jalan cukup tinggi (>100 penyeberang per jam), sebaiknya menggunakan sistem fixed time signal; Sebaiknya dilengkapi dengan fitur hitung mundur (countdown) dan sinyal suara. hijau dan sinyal stop yang menggunakan simbol orang berdiri berwarna merah. Sinyal ini memiliki 3 fase sebagai berikut : Fase Merah Fase merah memberikan perintah untuk berhenti menyeberang jalan (stop). Fase Hijau Fase hijau memberikan perintah untuk menyeberang dengan hati-hati (jalan). Fase Hijau Berkedip Fase hijau berkedip memberikan peringatan akan berakhirnya fase hijau dan perintah agar penyeberang jalan yang berada di titik awal untuk berhenti menyeberang. Sinyal Pelican Sinyal lalu lintas bagi penyeberang jalan terdiri atas 2 simbol. Sinyal jalan yang menggunakan simbol orang berjalan berwarna Gambar 2.21. Fase Sinyal Pelican Crossing Sumber : https://www.gov.uk/rules-pedestrians-1-to-35 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-17

FASILITAS PEJALAN KAKI Perhitungan Waktu Menyeberang Perhitungan waktu menyeberang (crossing time) atau waktu hijau minimum untuk penyeberangan pelikan dilakukan dengan mempertimbangkan lebar jalan yang akan diseberangi, kecepatan pejalan kaki, jumlah penyeberang jalan, lebar tempat penyeberangan dan ada tidaknya median atau pulau pelindung. Panjangnya waktu menyeberang dihitung dengan menggunakan formula empiris sebagai berikut : P t = L + C V t Gambar dibawah menunjukkan urutan fase APILL bagi kendaraan dan pejalan kaki pada penyeberangan pelikan. Waktu tunggu pejalan kaki dari mulai sinyal diaktifasi (tombol ditekan) sebaiknya tidak lebih dari 60 detik. Lamanya fase hijau pejalan kaki ditentukan berdasarkan interval waktu menyeberang, sementara fase hijau berkedip ditentukan berdasarkan kecepatan pejalan kaki yang diambil 1 m/detik (kecepatan rata-rata manula). 2.6.4. Tempat Penyeberangan Tidak Sebidang Dalam perencanaan fasilitas penyeberangan pejalan kaki, tempat penyeberangan tidak sebidang sedapat mungkin dihindari. Selain dikarenakan besarnya biaya investasi yang diperlukan dan kebutuhan akan pemeliharaan/pengawasan yang tinggi, seringkali tempat penyeberangan tidak sebidang tidak digunakan oleh pejalan kaki dikarenakan tambahan jarak/waktu yang harus ditempuh, rendahnya aksesibilitas difabel dan alasan keamanan. C = 1,7( N W 1) KENDARAAN H 3 dtk 3 dtk K M M Dengan : C L/V P t = Waktu menyeberang (detik) C = Interval waktu menyeberang (detik) = Minimum 4 detik V t = Kecepatan pejalan kaki (m/detik) = 1 m/detik L = Lebar badan jalan yang diseberangi (m) N = Jumlah penyeberang jalan per siklus W = Lebar fasilitas penyeberangan (m) PEJALAN KAKI M H Keterangan : Tidak lebih dari 60 detik M : Merah H : Hijau Gambar 2.22. Diagram Fase Sinyal Pelikan HB M K : Kuning HB : Hijau Berkedip PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-18

FASILITAS PEJALAN KAKI Penyediaan tempat penyeberangan tidak sebidang hanya dapat dipertimbangkan, apabila : Penyediaan fasilitas penyeberangan dengan tempat penyeberangan sebidang tidak dapat diterapkan lagi dikarenakan aspek keselamatan dan aspek kelancaran lalulintas; Adanya persilangan antara jalur pejalan kaki dengan jalan tol, kereta api atau penghalang alam; Adanya pertimbangan konektifitas langsung dengan guna lahan sekitar, seperti pusat perbelanjaan, simpul angkutan umum, sekolah, dll; Pada kawasan dengan tingkat pejalan kaki tinggi yang dipisahkan oleh jalan utama berlajur > 4 dengan volume kendaraan dan kecepatan tinggi > 60 km/jam. Berdasarkan letak bidang penyeberangan, tempat penyeberangan tidak sebidang terdiri atas jembatan penyeberangan (diatas) dan terowongan penyeberangan (dibawah). Berikut panduan untuk perencanaan tiap jenis tempat penyeberangan tidak sebidang : Tambahan waktu, ketidaknyamanan dan keamanan seringkali membuat jembatan penyeberangan di kota-kota Indonesia tidak digunakan (gambar kiri). Penyeberangan tidak sebidang harus menjadi opsi terakhir dalam perencanan fasilitas penyeberangan dikarenakan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk mengatasi ketiga faktor tersebut. Gambar kanan menunjukkan penyediaan penyeberangan tidak sebidang yang sukses di Guang Zhou, China. Gambar 2.23. Pertimbangan dalam Penyediaan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang 1. Terowongan Penyeberangan Memiliki lebar jalur pejalan kaki sekurang-kurangnya 2,50 m; Memiliki ruang bebas vertikal sekurang-kurangnya 3,00 m. Penyediaan ruang vertikal dapat dilakukan dengan mengakomodasi sebagian ketinggian melalui peningkatan level badan jalan, sehingga level terowongan tidak terlalu dalam; Dilengkapi dengan ramp pada jalan akses dengan kelandaian maksimum 8%. Penggunaan handrail pada ramp sangat disarankan; Harus dilengkapi dengan sistem penerangan dan sistem drainase yang baik. Sistem pengawasan dengan video monitor dianjurkan untuk menjamin keamanan pengguna. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-19

FASILITAS PEJALAN KAKI 2. Jembatan Penyeberangan Kebebasan vertikal antara jembatan dan jalan raya 5,00 m; Memiliki lebar jalur pejalan kaki sekurang-kurangnya 3,00 m. Lebar 5,00 m dapat digunakan apabila volume penyeberang jalan tinggi; Harus dilengkapi dengan ramp. Penggunaan elevator atau lift sangat dianjurkan; Lebar landasan dan jalur tangga sekurang-kurangnya 2,00 m. Lebar minimal 3,00 m diperlukan apabila konfigurasi tangga ramp di terapkan; Lebar anak tangga maksimum 0,30 m dengan tinggi maksimum 0,15 m; Kelandaian maksimum 8%, dengan panjang jalur naik/turun minimal 1,50 m; Memiliki tingkat visibilitas yang tinggi, pejalan kaki harus dapat melihat dan terlihat oleh pengguna jalan lain. Terkait dengan tingkat keamanan dan tingkat penggunaan fasilitas, keberadaan kios atau kegiatan lain pada tempat penyeberangan tidak sebidang dapat dipertimbangkan untuk menambah daya tarik sekaligus meningkatkan tingkat keamanan penyeberangan, selama tidak mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Gambar 2.24. Contoh Desain Jembatan Penyeberangan Sumber : UTTIPEC, 2009 Lift Ruang iklan Guiding rail untuk pesepeda Selain itu, penggunaan pembatas pada median jalan juga diperlukan pada lokasi penyeberangan tidak sebidang untuk menjamin efektifitas penggunaan penyeberangan tidak sebidang. PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-20

FASILITAS PEJALAN KAKI 2.6.5. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Pada dasarnya, penerapan tempat penyeberangan sebidang harus menjadi opsi pertama dalam penyediaan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki. Opsi ini khususnya pada persimpangan bersinyal pada kawasan perkotaan. Hirarki fasilitas penyeberangan yang perlu dipertimbangkan berdasarkan kenyamanan dan kemudahan penggunaannya dari sudut pandang pejalan kaki Penyeberangan Zebra; Penyeberangan Zebra dengan pelindung; Penyeberangan Pelikan; Terowongan Penyeberangan; Jembatan Penyeberangan. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu dimana tempat penyeberangan sebidang tidak memadai dikarenakan kondisi fisik, faktor keselamatan pejalan kaki dan faktor kelancaran lalu lintas yang sudah tidak dapat dipertahankan, peningkatan harus dilakukan. Secara umum, kriteria pemilihan fasilitas penyeberangan mengacu pada rekomendasi yang dikeluarkan The Federal Highway Administration (FHWA, 2002) dalam menetapkan penyeberangan sebidang bermarka serta peningkatan yang diperlukan pada kondisi tidak terkontrol. Berdasarkan rekomendasi tersebut, kriteria pemilihan fasilitas penyeberangan pejalan kaki didasarkan pada besaran volume lalu lintas (LHR), kecepatan operasional lalu lintas, konfigurasi jalan dan keberadaan median. Tabel berikut menunjukkan rekomendasi FHWA. Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Pada Kondisi Tidak Terkontrol Tipe jalan (jumlah lajur & keberadaan median) 2 lajur 3 lajur Lebih dari 4 lajur dengan median Lebih dari 4 lajur tanpa median LHR 9,000 9,000 < LHR 12,000 12,000 < LHR 15,000 LHR > 15,000 Batas kecepatan (km/jam) 30 40 60 30 40 60 30 40 60 30 40 60 Sumber : Public Works Department, City of Stockton, 2003 Zebra cross Pertimbangkan pelican crossing atau kombinasi zebra cross dengan teknik perlambatan lalu lintas Gunakan pelican crossing, kombinasi zebra cross dengan teknis perlambatan lalu lintas atau penyeberangan tidak sebidang PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-21

FASILITAS PEJALAN KAKI 2.7. Median dan Pulau Pelindung Median adalah bagian jalan yang terletak memanjang sumbu badan jalan dan berfungsi sebagai pemisah arah lalulintas kendaraan. Pada penyeberangan pejalan kaki, median dapat berfungsi sebagai pelindung bagi penyeberang jalan. Selain itu, dengan lebar yang memadai, median jalan juga dapat berfungsi sebagai tempat perletakan perlengkapan jalan dan lensekap jalan. Berikut beberapa ketentuan yang dapat menjadi pedoman terkait dengan median dan pulau pelindung pada penyeberangan pejalan kaki : Median Dipasang secara menerus, sejajar dengan sumbu jalan; Memiliki lebar sekurang-kurangnya 1,50 m untuk pelindung penyeberangan pejalan kaki, atau 2,00 m apabila digunakan pada penyeberangan sepeda; Besarnya lebar median sebaiknya disesuaikan dengan fungsi yang diakomodasinya (fasilitas belok kiri, Median nose Pulau pelindung (refugee islands) adalah area terlindung, dapat berupa marka jalan atau segmen median, yang memiliki fungsi utama sebagai tempat perlindungan/istirahat untuk menunggu kesempatan menyeberang bagi penyeberang jalan yang tidak dapat langsung menyeberang jalan dalam 1 tahap. Penggunaan median dan pulau pelindung pada penyeberangan pejalan kaki secara langsung dapat meningkatkan tingkat keselamatan jalan dengan mengurangi waktu tereksposnya penyeberang jalan terhadap lalulintas kendaraan bermotor. Median atau pulau pelindung harus digunakan pada jalan dengan lebar badan jalan > 11 m atau > 4 lajur. Cut Curbs /Cut Through Min. 2,5 m Gambar 2.25. Desain Bukaan Median Pada Persimpangan Sumber : ITE, 2010 & UTTIPEC, 2009 Min. 1,5 m Bollards Median PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-22

FASILITAS PEJALAN KAKI pelindung penyeberangan, pemisah, lansekap, dll) dan tidak lebih dari 5,00 m; Harus dilengkapi dengan bukaan median (cut curbs/cut through) dengan lebar sekurang-kurangnya 2,50 m atau sama dengan lebar penyeberangan jalan. Bukaan median ini diletakkan sejajar dengan as penyeberangan jalan; Untuk memastikan adanya batas yang jelas bagi tempat perlindungan penyeberang jalan di median, sekaligus memberikan panduan bagi pengendara kendaraan untuk menjaga jarak aman dengan median atau tempat penyeberangan di persimpangan, gunakan median nose dengan desain yang sesuai dengan standar geometri jalan yang berlaku; Pada lokasi-lokasi penyeberangan tidak sebidang, median sebaiknya dilengkapi dengan alat pembatas. Penggunaan vegetasi (tanaman perdu/semak) lebih disarankan dibandingkan pagar pembatas. Pulau Pelindung Penggunaan pulau pelindung yang ditinggikan sangat direkomendasikan. Penggunaan marka seringkali kurang efektif; Memiliki luas minimal 9,00 m 2, dengan panjang sekurang-kurangnya 6,00 m dan lebar sekurang-kurangnya 1,50 m; Harus dilengkapi dengan bukaan median (cut curbs/cut through) dengan lebar sekurang-kurangnya 2,50 m atau sama dengan lebar penyeberangan jalan. Bukaan median ini diletakkan sejajar dengan as penyeberangan jalan; Harus dilengkapi dengan rambu dan marka chevron, untuk menjamin visibilitas yang tinggi bagi pengguna jalan. Untuk mencegah masuknya kendaraan bermotor pada bukaan median/pulau pelindung, tiang pembatas (bollards) dapat digunakan dengan interval antar tiang antara 0,90 1,50 m untuk menjamin aksesibilitas pengguna kursi roda. Tipikal pulau pelindung pada penyeberangan di persimpangan dengan median nose Tipikal pulau pelindung pada penyeberangan di ruas jalan Gambar 2.26. Tipikal Pulau Pelindung Sumber : Office of Transportation, 1998 PEDOMAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI & PESEPEDA 2-23