5 KINERJA REPRODUKSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak


TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.)

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

drh. Herlina Pratiwi

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Rumus bangun nikotin (Hukkanen et al. 2005)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

BAB 3 METODE PENELITIAN

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH

MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai

2. TINJAUAN PUSTAKA Umum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan 25 ekor

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati

BIOLOGI REPRODUKSI ULAR SANCA BATIK (Phyton reticulatus)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang menjadi habitat satwa ini, maka dikhawatirkan populasi satwa harapan tropis tersebut akan terus menurun dan akhirnya akan punah. Oleh karena itu perlu mempertahankan keberadaan satwa ini di alam. Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan individual seekor ternak, tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan dan kegunaan hewan tersebut sebagai ternak peliharaan. Reproduksi memainkan peranan penting dalam peningkatan produktivitas ternak. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan tersebut mencapai masa pubertas. Pubertas adalah suatu tahapan ketika organ reproduksi hewan sudah mencapai umur atau waktu untuk mulai berfungsi dan untuk perkembangbiakan. Pubertas dapat ditandai dengan peningkatan kegiatan kelamin atau perilaku seksual. Perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu siklus reproduksi akan terlihat pada ovarium, uterus, dan vagina serta perilaku yang dalam setiap stadiumnya mempunyai perbedaan. Proses budidaya dalam kandang membantu untuk pengamatan, biologis dan reproduksinya. Dengan penguasaan aspek-aspek biologis dan reproduksi diharapkan populasi tikus akan meningkat sehingga dapat menyumbang pangan sumber protein hewani. Penelitian ini bertujuan menguji dan mengkaji kinerja reproduksi tikus ekor putih. Bahan dan Metode Materi yang digunakan antara lain tikus ekor putih yang dipilih sebanyak 45 ekor terdiri atas 30 ekor betina dan 15 ekor jantan. Alat yang digunakan berupa 4 (empat) unit kandang kelompok, 6 (enam) unit kandang yang terbuat dari kaca, dan 10 (sepuluh) unit kandang yang terbuat dari kotak plastik dengan tutup ram kawat ukuran 30 x 30 cm, 22 unit tempat makan dan minum, kamera, mikroskop, higrometer, stop watch, kapas (cotton bud), tissue, gelas objek, wadah kaca tempat merendam kaca objek, tempat pengering kaca objek, baskom, dan lain-lain.

50 Penelitian ini berlangsung selama 12 bulan. Tikus percobaan ditempatkan dalam unit kandang kelompok yang dilengkapi tempat makan dan minum. Tikus yang ditempatkan dalam kandang terdiri atas jantan dan betina. Tikus yang bunting dipisahkan dari kelompoknya. Anak tikus yang lahir ditimbang bobot badan dan konsumsi pakannya. Tikus yang akan diulas vagina ditempatkan pada kotak plastik yang ditutupi ram kawat. Pemberian pakan secara ad libitum. a. Lama Berahi (Ulas vagina) Untuk menentukan fase siklus berahi tikus dilakukan pengambilan sampel ulas vagina, dan penentuan fase siklus didasarkan pada jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina (Baker et al., 1979). Pembuatan preparat ulas vagina dilakukan dengan mengusap kapas (cotton bud) yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis 0,9% ke dalam vagina tikus betina yang kemudian diulaskan pada gelas objek. Tabel 8 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina Fase Pengamatan Ulasan vagina Proestrus Estrus Metestrus Diestrus Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Sel-sel berinti banyak Sel-sel bertanduk 25% Sel-sel bertanduk 75% Sel-sel pavement (menumpuk) 25% Sel-sel pavement (menumpuk) 100% Sel-sel pavement dan leukosit Leukosit Leukosit dan sel berinti mulai muncul Gambar 15 Kandang untuk pengamatan estrus dan pengamatan preparat ulas vagina di bawah mikroskop

51 Preparat kemudian difiksasi dengan metanol 9% selama 15 menit lalu dicuci dengan akuades. Setelah itu preparat ulas diwarnai dengan cara dicelupkan ke dalam bak berisi pewarna Giemsa selama 30 menit. Preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran okuler 10 x dan objektif 40 x. Penentuan fase siklus reproduksi (proestrus, estrus, metestrus dan diestrus) dilakukan dengan mengamati ciri khas pada tiap siklus reproduksi (Tabel 8). b. Lama kebuntingan Lama kebuntingan diukur dengan cara tikus betina diulas vagina untuk memastikan estrus kemudian dimasukkan ke dalam kandang tikus jantan, ditunggu sampai tikus betina melahirkan. Lama kebuntingan diukur mulai saat tikus betina dimasukkan ke kandang jantan sampai tikus betina melahirkan. c. Jumlah anak per kelahiran Jumlah anak perkelahiran didapat dari jumlah anak yang dilahirkan induk per kelahiran. d. Bobot anak waktu lahir Bobot anak waktu lahir didapat dengan menimbang setiap anak tikus yang baru lahir. e. Lamanya kawin kembali setelah melahirkan Lamanya kawin kembali setelah melahirkan dihitung mulai saat tikus betina melahirkan sampai tikus tersebut mau dikawinkan setelah melahirkan. Hasil dan Pembahasan Estrus Estrus akan terjadi pada hewan betina tidak bunting menurut suatu siklus ritmik yang khas. Siklus estrus adalah selang waktu atau jarak antara estrus yang satu dan estrus berikutnya. Siklus estrus umumnya dibagi menjadi 4 fase atau periode, yaitu: proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. (McDonald, 1989; Toelihere, 1981; Guyton, 1994). Hasil penelitian estrus pada tikus ekor dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Lama estrus tikus ekor putih (Maxomys hellwandii) Tikus (Tahap) Proestrus (jam Estrus (jam) Metestrus (jam) Diestrus (jam) I 12 12 15-18 45-54 II 12 12 15-18 45-54 III 12 12 21 45-52 IV 12 12 18-24 45-54 Kisaran 12 12 15-21 45-54

52 Proestrus. Proestrus menandakan datangnya estrus, fase ini terjadi sebelum estrus yaitu periode ketika folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah untuk mempersiapkan sistem reproduksi (McDonald, 1989). Gambar 16 Fase proestrus pada ulas vagina tikus ekor putih Pada akhir proestrus, sekresi estrogen ke dalam urin meninggi dan mulai terjadi penurunan kosentrasi progesteron di dalam darah (Guyton, 1994). Hewan betina biasanya memperlihatkan perhatiannya pada hewan jantan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fase ini berlangsung selama 12 jam. Lamanya fase proestrus pada tikus ekor putih sama dengan pada tikus putih (Rattus norvegicus) (Baker et al., 1979; Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Ballenger, 2000). Fase ini merupakan periode terjadinya involusi fungsional corpus luteum serta pembengkakan praovulasi folikel ( McDonald, 1989). Pada preparat ulas vagina terlihat adanya dominasi sel-sel epitel berinti seperti pada Gambar 16. Pada tahap ini terjadi peningkatan vaskularisasi epitel vagina yang disebabkan estrogen makin tinggi dan penandukan yang semakin tinggi (Toelihere, 1984). Estrus. Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan berahi dan penerimaan pejantan oleh betina. Penerimaan terhadap jantan selama estrus disebabkan pengaruh estradiol pada sistem syaraf pusat yang menghasilkan pola-pola kelakuan yang khas pada tikus betina. Pada stadium estrus kopulasi dimungkinkan terjadi. Fase estrus berlangsung 12 jam. Lamanya fase estrus pada tikus ekor putih sama dengan pada tikus putih (Rattus norvegicus) (Baker et al.,1979 ; Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 ; Ballenger, 2000). Ciri yang khas

53 adalah dengan adanya aktivitas berlari-lari yang sangat tinggi di bawah pengaruh estrogen. Gambar 17 Fase estrus pada ulas vagina tikus ekor putih Pada periode estrus ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan, dan sekresi estrogen tinggi. Estrogen dari folikel de Graaf yang matang menyebabkan berbagai perubahan pada saluran reproduksi, uterus tegang, mukosa vagina tumbuh cepat serta adanya sekresi lendir (Toelihere, 1984). Banyak mitosis terjadi di dalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan menjadi skuamosa dan bertanduk. Sel-sel bertanduk ini berkelupas ke dalam lumen vagina (Baker et al., 1979). Adanya sel-sel ini bisa dilihat dalam preparat ulas vagina yang digunakan sebagai indikator fase estrus seperti pada Gambar 17. Metestrus. Metestrus merupakan fase segera setelah estrus di mana corpus luteum mulai tumbuh. Corpus luteum merupakan perubahan bentuk folikel de Graaf pada tahap akhir yang berubah fungsi setelah mengalami ovulasi (McDonald, 1989). Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan corpus luteum. Stadium metestrus pada tikus ekor putih berkisar antara 15 sampai 21 jam, dan pada tikus putih (Rattus norvegicus) 21 jam. setelah ovulasi berlangsung (Baker et al., 1979; Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Ballenger, 2000). Pada preparat ulas, vagina terlihat banyak leukosit

54 muncul di dalam lumen vagina bersama sedikit sel-sel bertanduk seperti terlihat pada Gambar 18. Gambar 18 Fase metestrus pada ulas vagina tikus ekor putih Diestrus. Diestrus merupakan periode terakhir dalam siklus estrus. Pada periode ini corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron semakin nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar membesar (Toelihere, 1984). Gambar 19 Fase diestrus pada ulas vagina tikus ekor putih Stadium diestrus tikus ekor putih berkisar antara 45 dan 54 jam yang lebih cepat dibanding tikus putih (Rattus norvegicus) yang berkisar antara 57 dan 70 jam ( Baker et al., 1979). Pada preparat ulas vagina terlihat leukosit dalam jumlah banyak dan sel-sel epitel berinti seperti terlihat pada Gambar 19.

55 Tikus mencapai dewasa kelamin pada umur 50 sampai 65 hari. Vagina mulai terbuka pada umur 35 sampai 90 hari dan testes turun / keluar pada umur 30 sampai 60 hari. Pada umur 65 hari jantan mulai mengeluarkan bau khas (hormon). Siklus estrus berlangsung 3 sampai 5 hari dengan lama estrus 12 jam. Tikus ekor putih yang masih muda dapat dibedakan antara yang jantan dan yang betina. Testes mudah terlihat terutama bila tikusnya diangkat sehingga testesnya berpindah dari saluran inguinal ke scrotum. Tikus jantan memiliki papila genitalia dan jarak anogenital yang lebih besar dari pada betina yaitu 5 mm pada umur 7 hari sedangkan yang betina hanya 2,5 mm. Puting susu pada betina sudah terlihat sejak umur 8 sampai 15 hari. Cara yang tepat untuk penentuan jenis kelamin tikus adalah dengan cara mengangkat tikus-tikus dari litter yang sama lalu membandingkan ukuran-ukuran tersebut (Malole dan Pramono, 1989). Tabel 10 Beberapa sifat biologis tikus ekor putih (Maxomys hellwandii) dibanding dengan Rattus norvegicus 1. Bobot lahir Karakteristik 2.Bobot dewasa 3. Jumlah anak 4. Jumlah puting 5.Awal estrus 6. Lama estrus 7. Mata terbuka 8. Umur disapih 9.Siklus Kelamin 10.Kawin sesudah beranak 11. Lama bunting 12. Siklus estrus Keterangan : * Pengamatan ** Baker et al., (1979) Tikus ekor putih (Maxomys hellwandii)* betina 5-10 g Jantan 5-11 g Jantan 250-450 g Betina 175-300 g Perkelahiran 1-4 ekor 6 puting (2 pasang di dada, 1 pasang sejajar kaki belakang) 55 hari - Proestrus 12 jam - Estrus 12 jam - Metestrus 15-21 jam - Diestrus 45-55 jam 15-19 hari 21-26 hari Poliestrus 1-24 jam 22-28 hari 3-4 hari 5-6 g Rattus norvegicus** jantan 300-400 g betina 250-300 g rata-rata 9 ekor dapat 20 ekor 12 puting ( 3 pasang di daerah dada dan 3 pasang di daerah perut 40-60 hari - Proestrus 12 jam - Estrus 12 jam - Metestrus 21 jam - Diestrus 57 jam 7 hari 21 hari Poliestrus 1-24 jam 20-22 hari 4-5 hari Masa kebuntingan tikus ekor putih diperkirakan berlangsung 22 sampai 28 hari. Dalam satu litter terdapat 1 sampai 4 anak yang baru dapat merambat sesudah berumur satu minggu dan melihat sesudah 2 minggu. Hal ini berbeda dengan tikus laboratorium (Rattus norvegicus) yang lama buntingnya 21 sampai

56 23 hari dan sudah melihat pada umur seminggu dan dalam satu litter terdapat 9 sampai 12 ekor anak dan bisa mencapai 20 ekor (Arrington,1972). Persentase kebuntingan tikus betina pada kadang penangkaran 31,03% hal ini sangat rendah dibandingkan dengan ternak domestik lainnya yang dapat mencapai 75 sampai 90%. Hal ini disebabkan tikus ekor putih baru beradaptasi di dalam penangkaran. Perlakuan kasar, kekurangan bahan untuk pembuatan sarang, kandang yang terlalu bising kekurangan makanan dan air minum dapat menyebabkan induk kanibal atau makan anak-anaknya. Anak tikus ekor putih disapih umur 21 sampai 26 hari lebih lama dibandingkan Rattus norvegicus yang disapih umur 21 hari dengan bobot anak 40 sampai 50 gram. Simpulan 1. Tikus ekor putih mampu beradaptasi dan bereproduksi di lingkungan kandang budidaya. 2. Siklus estrus berlangsung 3 sampai 4 hari yang terdiri atas proestrus 12 jam, estrus 12 jam, metestrus 15 sampai 21 jam dan diestrus 45 sampai 54 jam. 3. Umur dewasa tikus ekor putih lebih lama dari Rattus norvegicus.