BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang komunitas terkecil manusia, yaitu keluarga. Namun seiring kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi, dan pertambahan manusia itu sendiri, lahan untuk perumahan semakin berkurang. Berkurangnya lahan bagi perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Membangun ataupun membeli rumah memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang cukup, walaupun kebutuhannya akan rumah sudah cukup mendesak. Secara prinsip, pembelian rumah bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tunai maupun secara kredit. Siapa pun bisa mendapatkan rumah secara tunai bila memiliki uang yang nilainya sama dengan harga rumah yang diinginkan. Misal, bila harga rumah tunai beserta tanah dan bangunan rumah adalah Rp 210 juta, maka rumah tersebut bisa dibayar tunai bila mempunyai uang tunai sebesar Rp 210 juta ditambah biaya biaya yang timbul untuk jual beli. Tetapi, masyarakat tingkat ekonomi menengah ke bawah seringkali tidak memiliki uang tunai sebesar itu. Jumlah uang cash yang mereka punya mungkin hanya sebesar 50%, 40%, dan bahkan hanya 30%. Permasalahan akan kebutuhan tempat tinggal ini, tentunya tidak akan menjadi permasalahan individu saja. Melainkan juga permasalahan yang wajib dihadapi
bersama sama oleh pemerintah maupun rakyatnya. Karena bila semakin banyak rakyat tak berumah, tentunya akan menambah kawasan kumuh di negara ini. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, maka pemerintah melalui lembaga perbankan membantu rakyatnya, terutama golongan ekonomi lemah, untuk mendapatkan rumah. Dengan bantuan tersebut, diharapkan dapat mengurangi kawasan kumuh sebagai akibat kesulitan mendapatkan rumah, sekaligus meningkatkan pembangunan negeri ini. Bank sebagai lembaga keuangan negara, menjalankan fungsinya membantu pemerintah meningkatkan pembangunan melalui layanan kredit yang berkenaan dengan permasalahan di atas. Kredit konsumsi ini, oleh bank diberikan untuk membiayai barang barang kebutuhan atau konsumsi tahan lama seperti rumah dan kendaraan. Dalam kasus ini, kredit konsumsi dimaksud, dikenal dengan KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Kredit Pemilikan Rumah atau KPR bank adalah solusi yang sangat diharapkan bagi sebagian besar masyarakat. Dimana kredit tersebut telah terbukti membantu rakyat mendapatkan rumah lebih mudah dari sebelumnya. Dewasa ini, KPR berkembang dengan banyak jenisnya, dan permintaannya yang semakin meningkat. Namun perputaran uang melalui kredit tidak selalu lancar. Ada kalanya uang itu tersendat untuk kembali lagi ke bank. Dengan kata lain, debitur kesulitan mengembalikan pinjaman atau hutangnya pada bank. Dalam kondisi ini, tercipta apa yang disebut dengan kredit macet. Pada bank, kredit macet tidak hanya akan merugikan para pemilik saham bank tersebut, tetapi juga akan merugikan para pemilik dana yang sebagian besar adalah anggota masyarakat, dari berbagai
lapisan dan tingkat kehidupan, yang dapat meresahkan masyarakat, bahkan merusak sendi perekonomian suatu negara. Bisa dibayangkan jika terjadi kredit macet yang cukup besar, maka bank tersebut akan lumpuh bahkan terancam tidak mampu memenuhi semua kewajiban keuangannya apabila karena perusahaan dilikuidasi (insolvable) dan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya, terutama kewajiban jangka pendeknya (illiquid), karena sebagian besar dana masyarakat yang dititipkan pada bank, tertahan di tangan para debitur bank 1. Karena itu, kredit macet bagi dunia perbankan merupakan penyakit berbahaya yang dapat membuat lumpuhnya suatu bank. Untuk itu, dalam menyalurkan kreditnya, bank juga melakukan penelitian atas peminjamnya. Para calon debitur diwajibkan mengisi formulir tertentu yang diajukan bank sekaligus memenuhi persyaratannya. Kemudian bank akan mempertimbangkan mengenai beberapa hal, termasuk kesanggupan calon debitur untuk membayar kembali pinjamannya. Meskipun demikian, masalah kredit macet bukan masalah yang mudah dielakkan. Maka diperlukan suatu pengaturan mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur atas kasus kredit macet pada perjanjian kreditnya. Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk mengangkat dan menuangkannya dalam skripsi berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang terjadi pada Perjajian Kredit Pemilikan Rumah. hlm. 3. 1 A.S. Mahmoeddin, 1995, 100 Penyebab Kredit Macet, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta,
B. Perumusan Masalah 1. Upaya upaya apa yang dapat dilakukan bank untuk mengatasi kredit macet yang akan timbul pada kredit pemilikan rumah? 2. Bagaimana bank melakukan analisis terhadap permohonan kredit pemilikan rumah yang diajukan? 3. Bagaimana perlindungan terhadap kreditur atas sengketa kredit macet yang terjadi pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk mengetahui upaya upaya yang dapat dilakukan bank untuk mengatasi kredit macet yang akan timbul pada kredit pemilikan rumah. 2. Untuk mengetahui analisis yang dilakukan bank terhadap permohonan kredit pemilikan rumah yang diajukan. 3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur atas sengketa kredit macet yang terjadi pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR? Manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini antara lain : 1. Secara teoretis : a. Mengetahui mengenai perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. b. Menambah pengetahuan tentang hal hal yang berhubungan dengan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.
c. Mangetahui pengaturan perlindungan pada bank selaku kreditur atas penyelesaian kredit macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. d. Memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya, dan bidang hukum perbankan khususnya. 2. Manfaat secara praktis yaitu agar dalam praktiknya, dapat bermanfaat dalam mencari solusi penyelesaian kredit macet bank. Terutama mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau KPR. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide, gagasan, dan pemikiran penulis sendiri. Pemilihan judul diambil berdasarkan beberapa penulisan ilmiah oleh mahasiswa / i Fakultas Hukum. Namun belum ada judul yang sama dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur atas Penyelesaian Sengketa Kredit Macet pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. E. Tinjauan Kepustakaan Mengupas tentang perjanjian kredit, sepatutnya dipahami terlebih dahulu pengertian tentang perjanjian pada umumnya. Pengertian tentang perjanjian seperti dikemukakan oleh beberapa pakar di bawah ini : Subekti mengatakan :
suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal." 2 Wirjono Projodikoro : perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, 3 sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan rumusan sebagai berikut : suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perumusan Pasal 1313 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa perjanjian atau persetujuan dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber lainnya, yaitu undang undang. Terhadap perjanjian kredit terdapat beberapa pandangan, yaitu : Subekti mengatakan bahwa, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam. Sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Mirip dengan pendapat Subekti adalah pendapat Marhais Abdul Hay 5, yang mengatakan bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam, dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUH Perdata. 4 2 Subekti. 1984, Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa, hlm 1. 3 Wirjono Projodikoro. 1993. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur, hlm 9. 4 Subekti. 1982. Jaminan Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia. Bandung : Alumni, hlm 3. 5 Marhais Abdul Hay. 1975. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Pradnya Paramita, hlm 67.
Mariam Darus Badrulzaman 6 tidak sependapat dengan Subekti dan Marhais Abdul Hay, karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Djuhaendah Hasan 7 yang menyatakan perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan bab XIII buku III KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terletak pada beberapa hal, antara lain 8 : 1. Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan. Biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut, dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas. 2. Dalam perjanjian kredit, sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, pemberian pinjaman dapat oleh individu. 3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam, berlaku ketentuan 6 Mariam Darus Badrulzaman. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni, hlm 11. 7 Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal. Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm 174. 8 Ibid, hal 174.
umum dari buku III bab XIII KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit, akan berlaku ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama Bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia ( SEBI ) dan sebagainya. 4. Pada perjanjian kredit, telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, hanya berupa bunga saja dan bunga ini pun baru ada jika diperjanjikan. 5. Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melakukan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan, baik materiil, maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian perlunasan hutang, dan ini pun ada apabila diperjanjikan, juga jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja. Pendapat lain dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini 9, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian kredit mempunyai ciri ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Ciri ciri pembeda itu adalah : a. Sifat konsensual dari suatu perjajian kredit merupakan ciri pertama yang membedakannya dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris 9 Sutan Remy Sjahdeini. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank. Jakarta : Institut Bankir Indonesia, hlm 158 160.
yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit, yang jelas jelas mencantumkan syarat syarat tangguh, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatangani kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. b. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian, dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu dapat menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti, nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian
pinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti. Oleh karena itu, pada perjanjian kredit bank, tidak berlaku ketentuan ketentuan ke XIII buku III KUH Perdata. c. Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaanya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan Cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lai hampir dapat dikatakn tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank. Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni : perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang mewajibkan nasabah nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. 10 Dari pengertian perjanjian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan yang dibuat antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur mengenai pinjaman dana untuk dijadikan modal dalam suatu usaha yang akan dijalankan debitur, dengan pengembalian dana tersebut pada waktunya yang ditentukan disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha debitur. 10 Ibid, hlm 14.
Dalam praktiknya, perjanjian kredit ini disetujui oleh bank hanya berdasarkan kepercayaan bahwa debitur akan segera melunasi utangnya pada waktunya tertentu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Namun sekalipun bank telah melakukan penilaian yang ketat terhadap para calon debiturnya, kredit yang diberikan selalu mengandung risiko. Risiko yang mungkin akan dihadapi, terutama oleh pihak perbankan selaku kreditur adalah apa yang biasa sdikenal dengan istilah kredit macet. Yakni suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank pada waktunya 11. Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi. Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah pihak. Bagi nasabah, dalam hal ini nasabah yang masih beritikad baik, artinya kredit macet terjadi bukan disengaja, kredit macet berarti ia harus menanggung beban kewajiban yang cukup berat terhadap bank. Karena bunga tetap dihitung terus selama kredit belum dilunasi. Mengingat setiap pinjaman dari bank (konvensional) mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin 11 Gatot Supramono, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta : Djambatan, hal. 92.
lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi. F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum normatif didapat dari kajian terhadap peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan permasalahan. Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan bahan bahan yang dikumpulkan melalui wawancara. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Melalui penelitian kepustakaan, data dikumpulkan dan diteliti melalui sumber bacaan seperti buku buku serta karya karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan. Sedangkan penelitian lapangan berdasarkan pengamatan langsung di tempat yang berkaitan dengan penulisan skripsi sekaligus melalui wawancara dengan pihak pihak terkait.
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang masing masing bab permasalahannya diuraikan tersendiri dalam beberapa sub bab yang lebih kecil. Namun masing masing pembahasan saling berkaitan antara satu dan lainnya, sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN KREDIT PERBANKAN Pada bab ini, diuraikan lagi mengenai bank, yaitu mengenai pengertian bank, asas, fungsi, dan tujuan bank, serta jenis jenis bank, juga diuraikan mengenai kredit, yaitu pengertian kredit perbankan, tujuan dan fungsi kredit perbankan, dasar dasar pemberian kredit bank, penggolongan kredit bank, klausula dalam perjanjian kredit bank, serta penjelasan mengenai perjanjian kredit bank. BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PEMILIKAN RUMAH Bab ketiga ini menguraikan tentang Kredit Pemilikan Rumah, yakni tentang pengertian kredit pemilikan rumah, jenis pembiayaan kredit pemilikan rumah, persyaratan kredit pemilikan rumah, serta analisis bank terhadap permohonan kredit pemilikan rumah.
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KREDIT MACET YANG TERJADI PADA PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Disini akan diuraikan mengenai kebijakan pengawasan kredit, sebab sebab timbulnya kredit macet, tindakan hukum penyelamatan dan penyelesaian kredit macet, dan perlindungan terhadap kreditur atas sengketa yang terjadi pada perjanjian kredit pemilikan rumah. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan beberapa kesimpulan berkaitan dengan permasalahan sekaligus penulis akan mencoba memberikan saran sebagai jalan keluar dari permasalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.