19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total berjumlah 4-5 hari (102) jam (Baker et al. 1980). Pemberian ekstrak metanol buah adas tidak mempengaruhi lama siklus estrus tikus putih (p>0.05). Pola yang terbentuk pada penelitian ini adalah waktu siklus estrus pada kelompok D1, D2, dan D3 cenderung lebih lama dibandingkan dengan kelompok KP. Pola lainnya adalah semakin tinggi dosis maka lama siklus estrus cenderung semakin pendek. Hasil aktivitas ekstrak methanol buah adas terhadap lama siklus estrus disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata lama siklus estrus tikus putih yang diberi ekstrak metanol adas (jam) Perlakuan Rata-rata lama siklus estrus (jam) KP 90.0 ± 23.0 KN 110.7 ± 13.8 D1 112.0 ± 8.0 D2 99.2 ± 17.5 D3 92.0 ± 16.6 Keterangan: KP = kontrol positif (45 x 10-3 g / kg BB), KN = kontrol negatif (akuades 1 ml), D1= dosis 1 (4.85 g / kg BB), D2 = dosis 2 (9.7 g / kg BB), D3 = dosis 3(19.4 g / kg BB) Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Fase Siklus Pemberian ekstrak metanol buah adas mempengaruhi lama fase siklus estrus tikus putih. Dengan pemberian buah adas, fase proestrus dan estrus cenderung semakin lama, tetapi fase metestrus dan diestrus cenderung semakin pendek (p>0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fase proestrus dan estrus pada kelompok KP, D1, D2, dan D3 cenderung lebih lama dibandingkan dengan kelompok KN. Secara umum, lama fase metestrus tikus yang diberi ekstrak buah adas cenderung lebih pendek dibandingkan dengan (KN). Waktu fase diestrus pada kelompok yang diberi esktrak adas (D1, D2, D3) dan kelompok KP cenderung lebih pendek dibanding waktu diestrus kelompok KN (Tabel 6). Hal
20 ini disebabkan pada fase diestrus kadar estrogen pada level rendah berlangsung hanya sebentar akibat paparan fitoestrogen adas. Kadar estrogen yang tinggi menyebabkan sel akan cepat berproliferasi kembali. Perpendekan waktu metestrus dan diestrus menguntungkan karena pada fase ini bukan fase yang potensial dalam fertilitas. Tabel 6 Rata-rata lama fase siklus estrus tikus putih yang diberi ekstrak metanol adas (jam). Fase KP KN D1 D2 D3 Proestrus 26.0 ± 16.5 a 21.3 ± 4.1 a 24.0 ± 0.0 a 24.0 ± 5.7 a 25.6 ± 8.8 a 18.0 ± 7.7 a 16.0 ± 9.2 a 28.0 ± 5.7 a 27.2 ± 4.4 a 19.2 ± 10.7 a Metestrus 48.0 ± 22.6 b 18.7 ± 9.7 a 21.3 ± 4.6 a 12.0 ± 4.6 a 16.0 ± 6.5 a Diestrus 29.3 ± 9.2 a 60.0 ± 17.3 a 56.0 ± 13.9 a 38.4 ± 22.9 a 44.0 ± 20.7 a Keterangan : Tanda superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05. KP = kontrol positif (45 x 10-3 g / kg BB), KN = kontrol negatif (akuades 1 ml), D1= dosis 1(4.85 g / kg BB), D2 = dosis 2 (9.7 g / kg BB), D3 = dosis 3(19.4 g / kg BB) Fungsi utama estrogen adalah menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin serta jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi (Siswandono 1995). Fitoestrogen pada buah adas diduga mempunyai efek pada epitel vagina yaitu terjadinya proliferasi dan kornifikasi sel epitel vagina. Hal ini terlihat cenderung adanya perpanjangan fase proestrus dan fase estrus. Estrogen pada fase proestrus menyebabkan proliferasi sel epitel vagina dan pada fase estrus menyebabkan kornifikasi sel epitel vagina. Tikus yang diberi ekstrak metanol buah adas cenderung mengalami perpanjangan siklus estrus yaitu pada fase proestrus dan estrus. Hal ini dapat meningkatkan potensi fertilitas karena memiliki waktu kawin yang panjang dan probabilitas kawin yang tinggi. Menurut Tou et al. (2003) perpanjangan siklus estrus pada tikus mempunyai implikasi yang penting pada reproduksi karena dapat mengurangi jumlah kumulatif siklus dan berpotensi dalam hal fertilitas.
21 Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Bobot Uterus dan Ovarium Pemberian ekstrak metanol buah adas tidak mempengaruhi bobot uterus dan ovarium tikus putih (p>0.05). Bobot uterus dan ovarium kelompok D2 cenderung lebih berat dibanding kelompok KP dan D3. Kelompok D1 paling rendah dari semua kelompok. Hasil aktivitas ekstrak metanol adas terhadap bobot ovarium dan uterus tikus putih disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata bobot uterus dan ovarium tikus putih yang diberi ekstrak metanol buah adas (g) Perlakuan Rata-rata bobot uterus dan ovarium (g) KP 0.7326 ± 0.2056 KN 0.7704 ± 0.2257 D1 0.5671 ± 0.0389 D2 0.7603 ± 0.4738 D3 0.6580 ± 0.0582 Keterangan : KP = kontrol positif (45 x 10-3 g / kg BB), KN = kontrol negatif (akuades 1 ml), D1= dosis 1(4.85 g / kg BB), D2 = dosis 2 (9.7 g / kg BB), D3 = dosis 3(19.4 g / kg BB) Fase proestrus dan estrus disebut fase folikular sedangkan fase metestrus dan diestrus disebut fase luteal. Pada fase folikular kadar estrogen yang tinggi menyebabkan vaskularisasi tinggi pada uterus. Estrogen juga menyebabkan uterus mengalami pembesaran dan menggembung akibat akumulasi cairan (Turner & Bagnara 1976). Rendahnya bobot uterus dan ovarium pada kelompok D1 karena pada saat panen organ tikus sedang berada pada fase metestrus. Pada masa metestrus kadar estrogen menurun karena folikel yang menghasilkan estrogen telah ovulasi. Penurunan kadar estrogen menyebabkan uterus akan mengecil, vaskularisasi menurun, dan akumulasi cairan di uterus makin berkurang. Hasil pada penelitian menunjukkan vaskularisasi uterus menurun. Pada saat pengamatan vaskularisasi uterus (hari ke-8 sebelum dipanen) diketahui KN dalam fase proestrus, KP estrus, D1 metestrus, D2 estrus, dan D3 estrus. Gambar 4C menunjukkan penurunan vaskularisasi uterus pada D1 saat metestrus.
22 A B Proestrus c Metestrus D E Gambar 4 Vaskularisasi uterus tikus putih pasca perlakuan terakhir. Keterangan: A. Vaskularisasi uterus kontrol negatif (KN), B. Vaskularisasi uterus kontrol positif (KP), C. Vaskularisasi uterus dosis 1 (D1), D. Vaskularisasi uterus dosis 2 (9.7 g / kg BB), E. Vaskularisasi uterus dosis 3 (19.4 g / kg BB). Tingginya bobot uterus dan ovarium pada kelompok D2 karena pada saat panen organ tikus sedang berada pada fase estrus. Bobot ovarium tinggi diduga
23 fitoestrogen buah adas dapat berikatan dengan reseptor estrogen pada ovarium. Ikatan fitoestrogen dengan reseptor estrogen akan mengaktivasi sel dan menginduksi produksi dan proliferasi se-sel ovarium sehingga menyebabkan penambahan jumlah sel dalam ovarium yang akan meningkatkan masa ovarium. Penambahan bobot ovarium diperkirakan berasal dari penambahan sel-sel mesenkim dan sel-sel folikular ovarium disertai dengan peningkatan kadar cairan dalam ovarium. Cairan ini berupa transudat dari serum dan mukopolisakarida yang disekresikan oleh sel-sel granulosa (Suttner et al. 1998). Pada tikus yang sedang estrus terdapat akumulasi cairan di dalam lumen uterus yang akan menyebabkan meningkatnya berat basah organ (Hafez 2000). Fitoestrogen bekerja dengan cara yang sama dengan estradiol, yaitu dengan cara berikatan pada reseptor estrogen dan komplek reseptor ligan untuk menginduksi ekspresi dari gen yang responsif terhadap estrogen (estrogen -responsive gens) sehingga terjadi peningkatan masa uterus. Kadar estrogen yang tinggi menyebabkan vaskularisasi uterus meningkat. Gambar 4D menunjukkan peningkatan vaskularisasi uterus pada fase estrus. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan aliran darah secara tidak langsung yaitu melalui terjadinya peningkatan prostaglandin yang dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah pada miometrium maupun pada endometrium (Schramm et al. 1984). Reseptor estrogen ada dua jenis yaitu REα dan REβ (Ibanez dan Baulieu 2005). REα dan REβ banyak terdapat dalam jaringan reproduksi wanita (ovarium, endometrium, dan payudara), kulit, pembuluh darah, tulang, dan otak (Ganong 2002). Fitoestrogen walaupun bukan hormon namun karena strukturnya yang mirip dengan estradiol dapat menduduki reseptor estrogen dan mampu menimbulkan efek layaknya estrogen endogenous sendiri (Harrison et al. 1999). Organ yang dipengaruhi fitoestrogen antara lain ovarium, uterus, testis, prostat, dan beberapa organ lainnya (Tsourounis 2004). Walaupun afinitas terhadap reseptor estrogen tidak setinggi estradiol namun fitoestrogen mampu menimbulkan efek estrogenik (Sheehan 2005). Kim et al. (1998) berpendapat aktivitas dan implikasi klinis fitoestrogen sangat tergantung pada jumlah reseptor estrogen dan konsentrasi estrogen endogen yang mampu bersaing.