BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. [Online].

Teori dan Model Pemrosesan Informasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Model Linier)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Memori. Rahayu Ginintasasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. University Press (2014), ingatan adalah kemampuan pikiran dalam

MATERI : 1. Human Information Processing 2. Persepsi 3. Pattern Recognition & Pandemonium 4. Perhatian 5. Memori 6. Mnemonic

PENGINDERAAN & PERSEPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sensasi persepsi perhatian - berpikir - mengambil keputusan - memori motivasi

PROSES BERPIKIR MAHASISWA DALAM MENGKONSTRUKSI BUKTI MENGGUNAKAN INDUKSI MATEMATIKA BERDASARKANTEORI PEMEROSESAN INFORMASI

Hall & Lindsay, Human information processing, 1977

PSIKOLOGI KOMUNIKASI. Komunikasi Intra Personal. Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Public Relation

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh kemampuan koneksi matematis terhadap hasil belajar. Hasil analisis pengaruh kemampuan koneksi matematis terhadap hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini dijelaskan teori mengenai memori, relative pitch, jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERTEMUAN KE 5 dan 6

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATERI REGULA FALSI

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut arti leksikal Hasil adalah sesuatu yang diadakan. 10 Sedangkan belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teori Pembelajaran Pemprosesan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. informasi memberikan tantangan tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. belajar, waktu yang tersedia tidak mencukupi menyebabkan penyampaian materi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai makna yang dihubungkan dengan gagasan-gagasan yang diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PROFIL BEBAN KOGNITIF SISWA SMA WILAYAH BANDUNG PADA PEMBELAJARAN KONSEP SYARAF

PENDAHULUAN. Mengapa Interaksi Manusia dan Komputer (Human Computer Interaction)?

Pengantar Psikologi Ingatan. Dosen Meistra Budiasa, S.Ikom, MA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

PROFIL BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dosen prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram 2&3

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

PROSIDING ISSN: PM-23 PROSES KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN BERMAKNA

Psikologi Umum 2 Memori. Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Organisasi pada masa kini dituntut untuk menjadi organisasi pembelajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam perilaku,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran matematika tidak sekedar menyampaikan berbagai informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

Studi Pendahuluan Model Learning Cycle 5 E dengan Strategi Question Student Have pada Materi Suhu dan Perubahannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. memungkinkan manusia mengubah tingkah laku secara permanen. Sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. budaya bangsa sehingga membentuk manusia yang berkualitas. pendidikan. penting untuk berkomunikasi (Chaer, 2003:29).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MODUL PRAKTIKUM KOGNITIF CP3 CHAPTER : IMPLICIT & EXPLICIT MEMORY. Disusun Oleh : Tim Penyusun Laboratorium Psikologi Universitas Gunadarma

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

Fakultas : Teknologi Industri Pertemuan : Jurusan : Teknik Industri Modul : 3 Praktikum : Kecepatan Reaksi Tanggal : Juni 2015 KECEPATAN REAKSI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

Long Term Memory. Memori jangka panjang. Wakid Rima Oktafianto

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing

BAB I PENDAHULUAN. semester ganjil tahun pelajaran pada mata pelajaran matematika,

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

9. Masalah matematika sintesis adalah suatu soal matematika yang memerlukan. kemampuan dalam menggabungkan unsur pokok ke dalam struktur baru.

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

PEMBELAJARAN SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pemrosesan Informasi Teori pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang digagas oleh Robert Gagne. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di saat memproses suatu informasi. Menurut Gagne, belajar adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. 8 Dengan kata lain, pemrosesan informasi adalah kegiatan menerima informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi dan memanggil kembali informasi. Pemrosesan informasi memiliki tiga komponen yang dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa. Pertama, Sensory Receptor (SR) yaitu sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti. 9 Kedua, Shot Term Memory atau Working Memory (WM) yaitu memori yang diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM antara lain: 1) Memiliki kapasitas yang terbatas. Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan informasi yang kedua berkaitan dengan peran proses kontrol. Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan rehearsal (pengulangan). Sedangkan penyandian pada tahap WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya. 10 Ketiga, Long Term Memory (LTM) yaitu memori yang diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh 8 http://teknologipendidikan11086ilmaefha.wordpress.com, Loc. Cit. 9 [Online].http://tugasakhiramik.blogspot.com/2009/10/skripsi.html. Diakses pada 26 Februari 2013. 10 http://tugasakhiramik.blogspot.com, Loc. Cit. 6

individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan. 11 B. Tahap - Tahap Pemrosesan Informasi Pemrosesan informasi merupakan proses psikologis yang abstrak, dan tersembunyi. 12 Namun beberapa ahli mampu menganalisis pemrosesan informasi yang terjadi dalam otak manusia melalui tahap tahap yang muncul dari perilaku manusia tersebut. Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama. (1) Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan sebagai jembatan di Amerika atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama. (3) Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori jangka pendek maupun jangka panjang. (4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. 13 Sedangkan menurut Donald Broadbent, pemrosesan informasi terdiri dari tiga tahap. (1) Encoding yaitu proses pengtransformasian peristiwa-peristiwa ke dalam bentuk yang bisa disimpan dan digunakan selama masa tertentu (biasa disebut dengan pembelajaran). Encoding itu sendiri dapat berupa kata-kata, gambar, grafik, fenomena, dll. Lebih lanjut encoding merupakan proses mengalihkan informasi dari bentuk fisik, energi dan lain-lain ke dalam bentuk yang dapat disimpan di dalam memori. Di dalam proses encoding informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu tidak sengaja dan sengaja. Tidak sengaja terjadi apabila hal-hal yang diterima oleh indranya dimasukkan dengan tidak sengaja kedalam ingatannya. Contohnya konkritnya dapat kita lihat pada anak anak yang umumnya 11 http://tugasakhiramik.blogspot.com, Loc. Cit. 12 http://blog.tp.ac.id/memahami-tahapan-pemrosesan-informasi, Loc. Cit. 13 [Online]. http://linda-haffandi.blogspot.com/2011/10/27/pemrosesaninformasi-gagne-dan-hakikat.html?m=1. Diakses pada 26 Februari 2014. 7

menyimpan pengalaman yang tidak di sengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan bila ia menangis keras-keras sambil berguling-guling. Sedangkan sengaja terjadi apabila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya orang yang bersekolah dimana ia memasukkan segala hal yang dipelajarinya di bangku sekolah dengan sengaja. 14 (2) Storage, atau disebut juga dengan retensi yaitu proses mengendapkan informasi yang diterima dalam suatu tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi informasi sehingga tempat informasi tersimpan sesuai dengan kategorinya. Dalam proses ini, penyimpanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang sudah diencodekan. (3) Retrieval, yaitu sebuah proses pengaksesan, penemubalikan atau pemanggilan kembali informasi yang disimpan di dalam memori untuk digunakan. Proses penemubalikan informasi yang disimpan dalam memori dari sensory memory bersifat langsung dan otomatis. 15 Ketiga tahapan yang disebutkan Donald Broadbent tersebut, lebih dikenal dengan sebutan Information Processing Model (Model Pemrosesan Informasi). Cara kerja dari sistem informasi menurut model ini adalah adanya rangsangan dari lingkungan si pelajar mempengaruhi reseptornya dan memasuki sistem saraf melalui suatu sensory register (register penginderaan). Struktur inilah yang bertanggung jawab atas persepsi awal terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa sehingga si pelajar melihat, mendengar atau mengindera. Informasi itu dikodekan (dijadikan kode) dalam sensory register (register peindraan), yakni informasi itu diubah bentuknya menjadi bentuk terpola yang merupakan wakil rangsangan aslinya. Keberadaan register penginderaan mempunyai 2 implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, seseorang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran. 16 Memasuki memori jangka pendek, sekali lagi informasi itu di kodekan. Kali ini ke dalam suatu bentuk konseptual. Misalnya gambar 14 [Online].http://itsarbolo.wordpress.com/2012/06/19/memori pemprosesaninformasi/ 15 [Online].http://itsarbolo.wordpress.com/2012/06/19/memoripemprosesaninformasi/ 16 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hal.21 8

mirip X menjadi suatu representasi semacam X. Menetapnya informasi dalam memori jangka pendek bisa relatif lama, bisa pula hanya beberapa detik. Hal ini tergantung perhatian awal. Proses mempertahankan informasi jangka pendek dengan cara mengulangulang, dan menghafal (rehearsal). Latihan juga sangat penting dalam hal ini, karena lebih lama sebuah informasi berada dalam memori jangka pendek lebih besar pula kemungkinan informasi tersebut akan di transfer ke dalam memori jangka panjang. Tanpa latihan dan pengulangan kemungkinan informasi tersebut akan cepat hilang beberapa detik, karena memori jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas. Informasi juga dapat hilang oleh informasi lain yang baru dan lebih kuat. 17 Memasuki memori jangka panjang maka manusia mampu menyimpan informasi itu untuk sebuah periode yang cukup lama. Memori jangka panjang diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk menyimpan informasi. Banyak ahli yang percaya bahwa manusia mungkin tidak akan pernah melupakan informasi yang telah ada pada memori jangka panjang ini, akan tetapi manusia hanya tidak mampu menemukan kembali informasi dalam memori mereka. Para ahli kognitivisme membagi memori jangka panjang ini dengan tiga bagian, yaitu episodic memory, semantic memory, dan procedural memory. 18 Episodic memory adalah memori pengalaman hidup manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat dan dengar. Seperti ketika seseorang bertanya tentang makan malamnya bersama seorang teman, untuk menjawab pertanyaaan ini seseorang menceritakan dan mengingat serta membayangkan saat makan malam bersama teman. Pada saat mengingatnya, artinya orang tersebut memangil kembali informasi gambar yang telah disimpan episodic memory di memory jangka panjangya. 19 Semantic memory adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Skema menurut Piaget adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-pengalaman. Para ahli teori juga menggunakan istilah skema untuk menjelaskan jaringan kerja 17 Burhanudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarata: Aruz Media, 2010), hal. 104 18 Ibid., hal.106 19 Ibid., hal.106 9

konsep-konsep yang telah dimiiki individu dalam memori mereka untuk memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi yang baru. 20 Procedural memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat prosedural sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu itu dikerjakan. Misalnya, pada saat belajar mengunakan komputer, maka memori menyimpan informasi tersebut sebagai ingatan prosedural. Bila suatu saat akan mengunakan komputer maka ingatan akan tentang prosedur mengunakan komputer akan digali atau dipanggil untuk digunakan mengoperasikan komputer. 21 Informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang akan dicari lagi pada saat informasi itu dibutuhkan. Jika pada saat informasi dibutuhkan namun gagal dalam upaya pencarian atau pemangilan informasi, maka proses itulah yang dinamakan lupa. Pencarian itu terkadang bisa terjadi secara sadar atau otomatis. Pada saat inilah cara seseorang belajar atau menerima informasi, kemudian memengolah dan menyimpanya akan berpengaruh terhadap pemanggilan informasi tersebut. Sementara itu, Lukman El Hakim membagi pemrosesan informasi menjadi empat tahap. (1) Menerima informasi, yaitu memperoleh informasi tertentu dari lingkungan dengan alat indra untuk selanjutnya diolah. (2) Mengolah informasi, yaitu upaya mengabungkan dan mengaitkan informasi atau pengetahuan yang dimiliki. (3) Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan dalam memori. (4) Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi atau pengetahuan yang disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan. 22 Untuk lebih memperjelas pembahasan, keempat tahap tersebut dapat dianalisis melalui indikator berikut. 10 20 Ibid., hal.106 20 Ibid., hal.106 20 Lukman El Hakim, Op. Cit., hal.16.

11 No. Langkah Langkah Pemrosesan Informasi Tabel 2.1 Indikator Pemrosesan Informasi 23 Indikator Pemrosesan Informasi 1 Menerima informasi 2 Mengolah informasi 3 Menyimpan informasi Siswa mengamati soal yang diberikan, membaca dengan suara keras, membaca dengan suara pelan, membaca dalam hati, serta siswa mengungkapkan informasi baik secara verbal atau nonverbal (ditulis). Siswa merespon informasi baik secara verbal atau nonverbal (ditulis). Siswa menggunakan satu atau lebih informasi dalam memberikan respon. Siswa mengungkapkan kembali atau mengulang secara verbal atau nonverbal (ditulis) setelah informasi diterima. 4 Memanggil kembali informasi Siswa mengungkapkan kembali atau mengulang secara verbal atau nonverbal (ditulis) informasi yang diterima dalam selang waktu tertentu. C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pemrosesan Informasi Menurut Craik Lockhart, ada beberapa faktor penghambat dalam pemrosesan informasi seorang individu. Hambatan hambatan tersebut antara lain: (1) tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal, (2) proses internal memori tidak dapat dapat diamati secara langsung, (3) tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan, dan (4) kemampuan otak tiap individu tidak sama. 24 Sedangkan menurut Robert Gagne, dalam suatu pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif. 23 Ibid., hal.16. 24 http://teknologipendidikan11086ilmaefha.wordpress.com. Loc. Cit.

Gagne juga mengartikan belajar adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Jadi di dalam kondisi internal seorang individu untuk mencapai hasil belajar pasti terjadi proses yang berkenaan dengan pemrosesan informasi. Dengan kata lain dalam proses belajar terjadi pemrosesan informasi. Adapun hal-hal yang terjadi pada seorang individu yang mempengaruhi proses belajar maka juga akan mempengaruhi pemrosesan informasinya, inilah yang disebut kondisi internal. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran, seperti kondisi lingkungan, media belajar, dan guru. 25 Sehingga dapat dikatakan bahwa menurut Gagne, faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi terdiri dari faktor internal dan eksternal. D. Penyelesaian Soal Garis Singgung Persekutuan Lingkaran Dalam konteks pendidikan matematika, soal dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu soal sebagai konstruksi, soal sebagai perantara, dan soal sebagai aktivitas. Sebagai konstruksi, kemampuan penyelesaian soal harus menjadi tujuan dari pengajaran matematika. Sebagai perantara, soal merupakan alat atau perantara untuk menuju sasaran pembelajaran. Sebagai aktivitas, soal adalah suatu situasi dimana siswa dibangkitkan minatnya untuk mencapai tujuan, tetapi jalan tersebut terhalang karena siswa belum mempunyai teknik atau langkah yang dapat diterapkan langsung. 26 Berdasarkan tiga fungsi tersebut, dapat dikatakan bahwa penyelesaian soal merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran matematika. Menurut penelitian Aris Kiswanto, dalam penyelesaian soal soal Garis Singggung Persekutuan Lingkaran rawan terjadi kesalahan pada siswa. Kesalahan kesalahan tersebut meliputi kesalahan konsep klasifiksional, korelasional, dan teoritik. Adapun kesalahan konsep klasifikasional umumnya terjadi ketika siswa salah dalam mendefinisikan lingkaran, garis singgung dan unsur-unsur yang terdapat pada lingkaran. Sementara itu, kesalahan konsep korelasional terjadi ketika siswa salah menentukan hubungan suatu konsep dengan konsep yang lainnya, serta hubungan antara rumus dengan proses penyelesaiannya. Sedangkan kesalahan konsep teoritik terjadi ketika siswa salah dalam menjelaskan fakta-fakta 25 http://linda-haffandi.blogspot.com. Loc. Cit. 26 [Online]. http://devimardhiyanti.blogspot.com/2010/01/mengajar-melaluipenyelesaian-soal.html?m=1. Diakses pada 26 Februari 2014. 12

terkait materi lingkaran. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan konsep tersebut adalah rendahnya minat siswa untuk mempelajari konsep, siswa terbiasa memahami definisi berdasarkan gambar yang ada dalam buku pada umumnya, dan pelajaran matematika di sekolah lebih menekankan pada soal yang berkaitan dengan hitung menghitung. 27 Pemaparan tersebut diperkuat oleh penelitian dari Siti Rohani. Menurutnya, ada empat aspek yang mempengaruhi kesalahankesalahan dalam penyelesaian soal Garis Singgung Persekutuan Lingkaran. 28 Pertama, aspek pemahaman maksud soal. Kesalahan yang terjadi dalam aspek ini seringkali disebabkan karena siswa tidak teliti dalam membaca soal sehingga jawaban yang diperoleh siswa seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu dimungkinkan siswa belum mempunyai gambaran dalam skema pikirannya tentang materi garis singgung lingkaran sehingga siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami soal yang dihadapkan kepadanya. Kedua, aspek pemahaman konsep. Aspek ini erat kaitannya dengan penguasaan materi yang dimiliki oleh siswa. Dari penguasaan materi yang telah dimiliki, siswa diharapkan dapat menggunakan pemahaman konsep yang dimilikinya tersebut untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Kesalahan dalam memahami konsep adalah kesalahan yang dilakukan siswa karena lemahnya konsep yang dikuasai oleh siswa. Ketiga, aspek penerapan rumus. Dalam menyelesaikan soalsoal pokok bahasan garis singgung lingkaran siswa harus memperhatikan dengan baik rumus-rumus yang ada yang nantinya akan digunakan. Karena jika siswa tidak benar-benar mengingat rumus yang telah ada dengan baik maka bukan tidak mungkin siswa akan salah dalam menerapkan rumus yang akan digunakan sehingga dalam pengerjaan berikutnya juga tidak akan didapatkan jawaban yang benar. Keempat, aspek proses perhitungan. Satu hal yang tidak kalah penting dalam menyelesaikan soal-soal pokok bahasan garis singgung lingkaran selain ketiga aspek yang telah diuraikan di depan adalah aspek yamg berkaitan dengan proses perhitungan. Karena meskipun siswa sudah menguasai ketiga aspek di atas dengan baik, tetapi jika siswa tidak menguasai dengan baik atau dalam melakukan proses perhitungan maka juga akan menyebabkan kesalahan. Sehingga dalam 27 Aris Kiswanto, Op. Cit., hal.121. 28 Siti Rohani, Op. Cit., hal. 40. 13

menyelesaikan soal-soal pokok bahasan garis singgung lingkaran aspek ini juga tidak boleh diremehkan. Untuk meminimalisir kesalahan kesalahan yang terjadi dalam penyelesaian soal garis singgung persekutuan lingkaran, diperlukan analisis mendalam tentang pemrosesan informasi siswa. Oleh sebab itu dalam penelitian ini diberikan soal soal untuk melihat pemrosesan informasi siswa dalam pembelajaran garis singgung persekutuan lingkaran. Menurut Thomas Butts, soal matematika dapat diklasifikasikan ke dalam lima tipe. Pertama, tipe soal ingatan (recognition). Tipe ini biasanya meminta kepada siswa untuk mengenali atau menyebutkan fakta fakta matematika, definisi, atau pernyataan suatu teorema/dalil. Kedua, tipe soal prosedural atau algoritma (algorithmic). Tipe ini menghendaki penyelesaian berupa sebuah prosedur langkah demi langkah, dan seringkali berupa algoritma hitung. Ketiga, tipe soal terapan (application). Soal aplikasi memuat penggunaan algoritma dalam konteks yang sedikit berbeda. Pada soal tipe ini umumnya siswa mudah mengenal rumus atau teorema yang harus dipergunakan. Satu-satunya keterampilan baru yang harus mereka kuasai adalah bagaimana memahami konteks masalah untuk merumuskannya secara matematis. Keempat, tipe soal terbuka (open search). Berbeda dengan tiga tipe soal sebelumnya, maka pada tipe soal terbuka ini strategi pemecahan masalah tidak tampak pada soal. Kelima, tipe soal situasi (situation). Salah satu langkah krusial dalam tipe ini adalah mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan untuk situasi tersebut. 29 Sedangkan menurut Benjamin S. Bloom tipe soal matemtika dibedakan atas enam komponen ranah kognitif. (1) Pengetahuan. Pengetahuan adalah kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, fakta-fakta, konsep, definisi, nama, rumusan teori, gagasan, pola, urutan, metodologi, dan prinsip dasar. 30 Pengetahuan juga merupakan proses mengidentifikasi, menyatakan, mengingat, menyebutkan, memberi nama, menggarisbawahi, memilih, dan 14 29 Thomas Butts, Posing Problems Properly. Dalam Krulik & Reys, Problem Solving in School Mathematics, (New York: the National Council of Teachers of Mathematics, 1980), h.23-30. 30 Abdullah Tsani, Evaluasi Pembelajaran Matematika. (Surabaya : Fakultas Tarbiyah PendidikanMatematika IAIN Sunan Ampel), hal. 6.

memberi definisi yang di dalamnya meliputi ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 31 (2) Pemahaman. Pemahaman adalah kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, dan peraturan. Pemahaman merupakan proses menjelaskan, menguraikan, menerjemah, menentukan, menafsirkan, merumuskan, merangkum, memberi contoh, memperkirakan dan memahami atas setiap hal yang telah dicerna dalam proses pengetahuan. 32 (3) Aplikasi. Aplikasi adalah kemampuan menerapkan suatu konsep, prinsip, dan metode pada suatu masalah yang kongkrit dan baru. Aplikasi merupakan proses menerapkan memperhitungkan, membuktikan, menunjukkan, dan menghasilkan suatu konsep-konsep yang belum pernah ditemui dengan jalan memahami konsep tersebut. 33 (4) Analisis. Analisis adalah kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Analisis merupakan proses mengenali, membedakan, menyimpulkan dan menganalisa suatu masalah yang kompleks menjadi sub-sub bagian agar masalah tersebut dapat dipahami dengan baik. 34 (5) Sintesis. Sintesis adalah kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis merupakan proses mengkategorikan, menghubungkan, mengkombinasi, menciptakan, merangkai dan membuat pola dari suatu masalah yang dibentuk menjadi masalah baru. 35 (6) Evaluasi. Evaluasi adalah kemampuan memberi penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi berdasarkan kriteria dan standar tertentu untuk menentukan nilai efektifitas dan manfaatnya. Evaluasi merupakan proses menilai, melengkapi, mengkritik dan mempertimbangkan dalam menentukan keefektifan dan keefisienan masalah tersebut. 36 Soal soal yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada soal tipe pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Sedangkan materi soal adalah yang berkaitan dengan Garis Singgung Persekutuan Lingkaran untuk siswa kelas VIII SMP. 31 H. Martiis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat : Gaung Persada Press, 2005), hal. 45-46. 32 Ibid., hal. 46. 33 Ibid., hal. 47 34 Ibid., hal 47-48 35 Ibid., hal 48-49 36 Ibid., hal 49-50 15