PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.

dokumen-dokumen yang mirip
AKTUALISASI PERAN BPK DALAM MEMBANGUN PERGURUAN TINGGI NEGERI (PTN) YANG BERSIH DAN BERWIBAWA 1

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

Kepala Auditorat V.A

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

Transformasi Hasil Pemeriksaan BPK dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat 1. Oleh Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.

BAB I PEDAHULUAN. Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bab I membahas permasalahan yang melatarbelakangi penelitian, pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

Transformasi Hasil Pemeriksaan BPK dalam. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat 1. Oleh Dr. Harry Azhar Azis

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sorotan. Media massa terutama surat kabar hampir tiap hari menampilkan kasuskasus

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua,

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah. Pengelolaan keuangan yang baik ialah pengelolaan yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Good governance merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mendapatkan perhatian khusus dibandingkan masa-masa sebelumnya

KebijakanAnggaranuntuk Kesejahteraan Rakyat: dariformulasihinggaevaluasi

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

Transkripsi:

PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1 Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. (Ketua BPK RI) Pendahuluan Saya memberikan apresiasi dan menyambut dengan baik Kuliah Tamu yang diselenggarakan oleh Civitas Akademika Universitas Brawijaya, dengan tema Peran BPK dalam Mewujudkan Good Governance di Pemerintah Daerah (Pemda). Tema ini sangat penting mengingat keuangan negara belum secara maksimal dikelola dan dipergunakan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Efeknya, terlihat dari masih meluasnya praktik korupsi di berbagai sektor, yang tentu sangat merugikan negara. Namun demikian, hendaknya kita tidak pernah lelah untuk terus mencari jalan keluar dalam menanggulangi korupsi. Kita semua sebagai warga negara Indonesia, mempunyai tanggung jawab besar untuk turut serta bisa menanggulangi korupsi. Jangan sampai negara Indonesia menjadi negara terbelakang karena semua program yang diperuntukan peningkatan kesejahteraan rakyat juga dikorupsi. Pengelolaan Keuangan Negara yang tidak Berprinsip Pada Good Governance 1 Makalah Dr. H. Harry AzharAzis, MA (Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI) dalam acara Dies Natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Peran BPK Dalam Mewujudkan Good Governance Di Pemerintah Daerah, Malang, 27 November 2015. 1

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan Negara maka pengelolaan keuangan Negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab. Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan good governance, dari sisi legislasi adalah pemerintah telah membuat paket undang-undang pengelolaan keuangan negara, yaitu UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk mewujudkan good governance, berbagai masalah terkait pengelolaan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) maupun anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) masih banyak ditemukan. Terkait APBD, permasalahan yang ditemukan antara lain, manajemen kas daerah yang terdiri dari belum adanya pengimplementasian kebijakan treasury single account, bendahara daerah bukan pejabat fungsional, serta belum terstandarnya peran dan kedudukan Bendahara Umum Daerah (BUD) sebagaimana yang diamanatkan paket UU bidang Keuangan Negara. Selanjutnya, permasalahan lain yang muncul di bidang regulasi adalah belum tercapainya sinergi antara pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah. Hal ini terlihat dari belum ditetapkannya standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual sebagaimana ditetapkan dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kemudian, permasalahan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Transfer dari pemerintah pusat ke daerah merupakan sumber penerimaan terbesar bagi daerah. Sayangnya, transfer dalam rangka pelaksanaan makna otonomi tersebut, belum mampu mengatasi pertumbuhan ekonomi di daerah, bahkan justru menimbulkan persoalan baru, seperti penyimpangan penggunaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau bahkan pertanggungjawaban fiktif. Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan negara yang dibuat semaunya sendiri, tidak taat aturan, tidak sesuai peruntukkannya dan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, dapat mengakibatkan tujuan penggunaan keuangan negara seperti yang diamanahkan dalam UUD 1945 Pasal 23E, yakni sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak dapat tercapai. 2

Korupsi Di Pemerintah Daerah Salah satu tuntutan reformasi adalah terselenggaranya pemerintahan yang demokratis dan memperhatikan aspirasi daerah. Pemerintahan yang dijalankan secara sentralistis tidak akan mampu menanggulangi munculnya ketimpangan antar daerah. Salah satu jawabannya adalah menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Tujuan otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. 2 Selama lebih sepuluh tahun pelaksanaan otonomi daerah, harus diakui banyak kemajuan diperoleh, termasuk diantaranya dalam pemekaran daerah. Beberapa daerah tumbuh semakin maju baik di bidang ekonomi maupun sosial. 3 Namun demikian, di samping beberapa kemajuan yang diperoleh, kita juga prihatin dengan makin maraknya praktik korupsi di daerah. Saat ini kasus korupsi makin merajalela di daerah. Yang makin memprihatinkan, banyak kepala daerah dan anggota DPRD tersangkut kasus korupsi. Setidaknya, sejak 2004 hingga 2013 lebih dari 524 kepala daerah tersangkut kasus hukum. Sebagian di antaranya jadi tersangka, terdakwa, atau terhukum. Hal ini menunjukkan bahwa dalam desentralisasi pemerintahan ternyata muncul pula desentralisasi praktik-praktik korupsi anggaran pembangunan. Wujud KKN tersebut bermacam-macam, paling banyak ditemukan oleh BPK adalah pada penyimpangan pengadaan barang dan jasa, biaya perjalanan dinas fiktif, penyaluran anggaran bantuan sosial, penggunaan uang/barang untuk keperluan pribadi, pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet, penjualan dan penghapusan aset daerah tidak sesuai dengan ketentuan, dan lain-lain. Pada pengadaan barang dan jasa, modus korupsi yang sering ditemukan BPK antara lain pengadaan barang/jasa fiktif, kelebihan pembayaran, kekurangan volume pekerjaan, spesifikasi barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak, rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan, dan pemahalan harga (mark up). 2 UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang- Undang. 3 www.undp.or.id, Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007 Kerjasama Bappenas dengan UNDP. 3

Sedang pada penyaluran bantuan sosial, BPK sering menemukan penyaluran bantuan sosial fiktif, yang diterima oleh penerima bantuan sosial tidak sebesar yang dilaporkan, anggaran bantuan sosial diberikan untuk pinjaman anggota DPRD, anggaran bantuan sosial digunakan untuk kepentingan pribadi kepala daerah dan sekretaris daerah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan atas LKPD Semester I Tahun 2015, BPK juga menemukan sebanyak 5.978 permasalahan sistem pengendalian intern (SPI) dan sebanyak 5.993 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp3,20 triliun. Dari permasalahan sistem pengendalian intern tersebut, 37% merupakan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 43% merupakan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 20% merupakan kelemahan struktur pengendalian intern. Untuk permasalahan ketidakpatuhan, sebanyak 3.638 permasalahan berdampak pada pemulihan keuangan negara/daerah (atau berdampak finansial) senilai Rp3,20 triliun, yang meliputi kerugian Rp1,42 triliun, potensi kerugian Rp1,41 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp373,70 miliar. Permasalahan ketidakpatuhan lain berupa penyimpangan administrasi. BPK menemukan terjadinya kasus-kasus tersebut karena pejabat yang bertanggungjawab lalai, tidak cermat, dan tidak optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, pejabat yang bersangkutan tidak menaati dan atau tidak memahami ketentuan yang berlaku, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. Praktik-praktik penyimpangan dan korupsi jelas sangat menghambat upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah. Dengan demikian, tujuan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara untuk menyejahterakan rakyat menjadi tidak tercapai. Pemeriksaan Keuangan Daerah Upaya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, sangat tergantung kepada kemampuan pemerintah daerah (pemda) dalam mengelola kekayaan negara, baik yang berupa uang, sumber daya alam, aset tetap, dan aset lainnya. Sesuai dengan UU tentang Keuangan Negara, keseluruhannya tersebut pada hakekatnya adalah keuangan negara. 4

Saat ini, masih banyak pemda menghadapi kendala dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah. Pada tahun 2009, pemda yang laporan keuangannya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebanyak 15 dari 504 (3%), dan tahun 2014 naik menjadi 251 dari 504 (50%). Jika dibandingkan dengan kementerian dan lembaga, kemajuan pemda tersebut masih jauh tertinggal. Pada tahun 2009, laporan keuangan kementerian dan lembaga yang WTP sebanyak 44 dari 78 (56%), dan tahun 2014 yang WTP meningkat jadi 61 dari 86 (71%). Jika kita mencermati kondisi pemda tersebut, sebenarnya sebagian besar laporan keuangan pemda belum memadai menjadi alat pengambilan keputusan oleh manajemen pemda. Hal tersebut disebabkan laporan keuangan belum menyajikan informasi berkaitan dengan aset dan kewajiban (liabilities) secara andal nilainya. Seharusnya laporan keuangan bisa menjadi dasar pertimbangan bagi pemda dan DPRD dalam menyusun RAPBD berikutnya. Bagi investor, laporan keuangan menjadi dasar penilaian kelayakan berinvestasi. Bagi pemerintah pusat, laporan keuangan yang andal menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi pemda tersebut. BPK menyadari belum banyak yang memahami bahwa tujuan pemberian opini adalah agar laporan keuangan tersebut dapat menjadi alat pengambilan keputusan yang tepat dan bisa dipercaya. Laporan keuangan yang memperoleh opini WTP dari BPK bisa menjadi alat yang tepat bagi manajemen pemda, baik pemerintah daerah maupun DPRD, dalam merencanakan RAPBD pada tahun berikutnya. Bagi investor, laporan keuangan tersebut dapat menjadi alat pertimbangan yang akurat bagi kelayakan investasinya. Peran BPK Dalam Mewujudkan Good Governance Dalam beberapa tahun terakhir, laporan keuangan pemerintah pusat, kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah sudah mengalami peningkatan kualitas yang ditunjukkan dengan semakin banyak yang memperoleh opini WTP. Ke depan, sejalan dengan kemajuan penyusunan laporan keuangan tersebut, maka BPK akan semakin memprioritaskan pemeriksaan 5

kinerja. Terutama, pemeriksaan kinerja atas program-program atau kegiatan yang dapat mendorong peningkatan indikator kemakmuran rakyat. Harus diakui, meskipun semakin banyak instansi pemerintah memperoleh opini WTP, namun kita tidak dapat langsung memperoleh korelasi antara opini WTP tersebut dengan semakin meningkatnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, bagi instansi pemerintah tidak cukup hanya memperoleh opini WTP, namun juga harus berhasil dalam melaksanakan programprogram pembangunannya. BPK telah membuat kebijakan melakukan pemeriksaan atas program-program yang memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. BPK juga akan mengevaluasi apakah penganggaran yang dibuat benar-benar sudah mengarah kepada upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Secara lebih detil, BPK akan memprioritaskan pemeriksaan kinerja atas program-program yang bisa menekan tingkat kemiskinan, menekan angka pengangguran, mengurangi angka kesenjangan pendapatan, dan meningkatkan indeks pembangunan manusia yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan peningkatan daya beli masyarakat. Penutup Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan di masa mendatang penyelenggaraan negara khususnya pengelolaan keuangan daerah tidak hanya bersih dan bebas KKN, tetapi juga dilakukan secara professional untuk memperoleh kinerja yang terbaik dan bermanfaat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 6