BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghasilkan suatu perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan oleh setiap warga negara yaitu dengan membayar pajak. Sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. penyidikan dan penagihan. Sistem pemeriksaan harus dapat mendorong kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

BAB I PENDAHULUAN. disamping komponen pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Menurut Undang-Undang (UU) no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak. pajak, yaitu dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber pendanaan proyek pembangunan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak bersifat dinamik, sifat ini dibuktikan dari pajak selalu mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan di Indonesia berubah yang awalnya official assessment system menjadi

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. yaitu mulai berlakunya sistem pemungutan pajak self assessment system sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemitro (1990:2) dalam buku Perpajakan: Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan dana yang besar yang tidak hanya bersumber dari pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pajak ini sangat berperan dalam kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempuyai umur tidak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan agar negara tersebut dapat mandiri dalam membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

Disusun Oleh : Meli Aritonang ( UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pajak merupakan masalah yang tidak henti-hentinya dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. PNBP. Pemeriksaan. Wajib Bayar. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini, pemerintah sangat mengandalkan penerimaan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembangunan negara. Meskipun pendapatan negara dari

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. Telah diketahui pada umumnya negara yang memiliki administrasi. saat ini bertumpu pada pajak dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Pemasukan dari pajak diharapkan terus meningkat salah satunya dengan membuat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PE DAHULUA. Pemerintah memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit dalam melakukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. sejak saat itulah Indonesia menganut Self Assessment System. di Indonesia memberi kepercayaan kepada pengusaha kena pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunannya tentu memerlukan anggaran yang sangat besar. Penerimaan anggaran di negara Indonesia diatur dalam Undang-Undang Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). Salah satu sumber perolehan Anggaran Pendapatan Belanja Negara adalah melalui penerimaan pajak. Dikutip dati penelitian Putri Dwi Juliyanti (2009), pajak merupakan iuran wajib yang dikenakan oleh negara atau pemerintah kepada rakyatnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dalam suatu negara. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak dibutuhkan suatu sistem yang efektif dan efisien agar memudahkan semua kalangan masyarakat dalam pembayaran pajak. Dahulu negara Indonesia menganut beberapa sistem perpajakan, namun seiring adanya reformasi dalam perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan Self Assessment System sebagai sistem pemungutan pajak yang melandasi ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia. Self Assessment System merupakan sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya, sehingga menuntut wajib pajak melakukan sendiri dalam mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan 1

Bab I Pendahuluan 2 Pajak, menghitung jumlah pajak terutang, menyetorkan pajak, dan melaporkan pajak terutang. Menurut John Hutagaol (2007), penerapan Self Assessment System dalam sistem perpajakan, tidak sepenuhnya berjalan dengan baik, karena sebagian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masih saja mendapatkan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan perpajakan, salah satunya yaitu Surat Pemberitahuan (dikenal dengan sebutan SPT) yang diisi dan dilaporkan oleh Wajib Pajak tidak dapat terdeteksi kebenarannya, yang tahu kebenaran dari isi SPT adalah Wajib Pajak itu sendiri yang melaporkan SPT tersebut. Hal ini dikarenakan Direktorat Jenderal Pajak tidak memiliki perangkat pengawasan yang memadai, yaitu data yang lengkap dan akurat mengenai usaha Wajib Pajak. Menurut Putri dalam penelitiannya, pelaksanaan Self Assessment System erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran pajak, karena semakin Wajib Pajak benar dan jujur dalam menyetorkan pajaknya berdasarkan Self Assessment System, maka secara tidak langsung menambah tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam hal perpajakan. Namun dalam realitanya, pelaksanaan perpajakan dengan Self Assessment System, Direktorat Jenderal Pajak masih mengalami tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, hal ini terbukti dari jumlah SPT yang dikembalikan oleh Wajib Pajak di Indonesia dimana setiap tahunnya hanya dibawah 50% saja yang dikembalikan dari seluruh SPT yang dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Tidak hanya kondisi kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, sistem administrasi perpajakan yang masih dalam proses penyempurnaan dan tidak

Bab I Pendahuluan 3 adanya sumber data yang terintegrasi untuk pembentukan pusat data (karena banyaknya instansi-instansi penerbit data misal: data Perbankan, data dari Bea dan cukai, data dari Deperindag serta lainnya yang belum terintegrasi) pun menyebabkan lemahnya sistem pengawasan perpajakan selama ini. Hal tersebut dibuktikan oleh data laporan hasil audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menunjukkan bahwa selama periode 1995/1996 sampai 1998/1999 terdapat perbedaan (tax gap) yang signifikan. Disamping tax gap, indikator tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat juga terlihat dari tax ratio, dimana tax ratio Indonesia masih yang terendah di kawasan ASEAN yaitu sebesar 13,5 untuk tahun 2003. (Gunadi, 2004) Adanya tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah ini menuntut Direktorat Jenderal Pajak untuk selalu melakukan pembinaan dan pengawasan dalam perpajakan terhadap Wajib Pajak. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak adalah melalui peningkatan pemeriksaan pajak. Dalam kerangka Self Assessment System, pemeriksaan pajak merupakan salah satu pilar fungsi penegakkan hukum (law enforcement) yang dilakukan oleh pemerintah. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak diatur dalam Pasal 29 UU KUP. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menangani kecurangan karena pada masa sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diantaranya adalah memanipulasi pendapatan atau penyelewengan dana pajak. Pemeriksaan pajak dimaksudkan untuk menguji sejauhmana

Bab I Pendahuluan 4 kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada Wajib Pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Pada praktiknya jumlah pemeriksaan pajak tidak lebih dari tiga persen dari populasi Wajib Pajak yang terdaftar. Pekerjaan yang menumpuk dan target laporan yang harus diselesaikan dalam pemeriksaan menjadikan para pemeriksa pajak, baik aparatur Direktorat Jenderal Pajak, auditor internal perusahaan, maupun auditor di kantor konsultan pajak harus tepat waktu dan tepat dalam menghitung jumlah PPh terutang yang sebenarnya. Pelaksanaan pemeriksaan tentu akan lebih sulit terlaksana dengan baik dan tepat waktu apabila dilakukan secara manual oleh auditor. (Natalia Tangke, 2004). Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling aman saat ini. Penerimaan pajak berasal dari iuran masyarakat (yang dipungut berdasarkan Undang-undang) yang diterima oleh negara dalam suatu masa yang nantinya digunakan oleh negara untuk pengeluaran umum. Penerimaan pajak juga mempunyai peranan yang sangat dominan dalam pos penerimaan dalam negeri. Menurut Danny Darussalam (2009) pengamat pajak Universitas Indonesia, ada banyak faktor yang menyebabkan penerimaan negara dari sektor pajak masih belum juga optimal. Salah satunya yaitu, jumlah petugas pemeriksa Direktorat

Bab I Pendahuluan 5 Jenderal Pajak yang tidak sebanding dengan Wajib Pajak yang sudah mencapai angka 12,7 juta. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengatakan, idealnya rasio jumlah petugas pemeriksa pajak seperti di negara-negara lain, yakni sebanyak 30% sampai 35% dari total jumlah pegawai pajak, Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia masih dibawah 10%. Dengan rasio yang tidak lebih dari 10%, artinya jumlah petugas pemeriksa pajak di Indonesia hanya sekitar 3.400 orang saja, karena jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak saat ini ada 34.000 orang. Hal ini pun terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang, dimana jumlah pemeriksa pajak nya hanya terdiri dari 37 orang, sedangkan jumlah wajib pajak yang diperiksa setiap tahunnya sekitar 900 lebih, kondisi ini tentu menghambat kelancaran kegiatan pemeriksaan pajak, karena jumlah pemeriksa tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak yang diperiksa, yaitu 1 orang pemeriksa harus menyelesaikan kurang lebih 25 pemeriksaan wajib pajak, padahal standarnya 1 orang pemeriksa hanya dapat menyelesaikan 16 pemeriksaan wajib pajak. (Pratomo Dewanto,2010). Danny Darussalam melihat Direktorat Jenderal Pajak tidak hanya harus menambah jumlah petugas pemeriksa pajak. Mereka juga harus meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak untuk mendapatkan penerimaan yang optimal. Dengan persentase jumlah pemeriksa pajak terhadap seluruh jumlah pegawai pajak yang mencapai 30% s/d 35% seperti contoh yang terjadi dibeberapa negara merupakan salah satu bentuk ideal yang diharapkan, tetapi akan menjadi sia-sia apabila tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pemeriksaan itu sendiri.

Bab I Pendahuluan 6 Agar pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan penggunaan teknologi informasi yang secara luas. Komputerisasi mempunyai dampak yang besar terhadap prosedur dan teknik pemeriksaan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi seperti computer hardware and software, teknik pemeriksaan khususnya dalam pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer, teknik ini dikenal dengan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK). Selain oleh karena adanya perkembangan teknologi informasi, pemeriksaan pajak dengan bantuan komputer dilakukan juga dikarenakan semakin luasnya pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan komputer. (Sasongko Budi, 2009) Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) adalah setiap penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam kegiatan audit. TABK merupakan perangkat dan teknik untuk mengaudit aplikasi komputer serta mengambil dan menganalisa data. TABK juga dapat berupa teknik yang digunakan untuk menguji baik secara langsung atau tidak langsung logic internal dari suatu aplikasi komputer yang digunakan untuk mengolah data. (V1Z, 2009) Menurut Meidawati N. (2002), perkembangan komputer hardware dan software sangat membantu pemeriksaan pajak, sehingga pemeriksaan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien serta hasilnya berkualitas. Perbedaan pokok audit dalam pemeriksaan yang menggunakan sistem komputer dengan yang menggunakan sistem manual, khususnya dalam hal pengumpulan bukti yaitu (1) Ditinjau dari segi Visibility, dalam sistem komputer, dokumen tidak dapat dilihat, proses langsung masuk komputer dan otomatis mempengaruhi laporan keuangan,

Bab I Pendahuluan 7 dan secara serentak memenuhi beberapa tujuan. Sedangkan dalam sistem manual dokumen dapat dilihat, dicatat dan tidak otomatis mempengaruhi laporan keuangan, serta tidak secara serentak memenuhi beberapa tujuan. (2) Ditinjau dari segi Sarana dan Fasilitas, dalam sistem komputer, bisa memuat lebih banyak data dan prosesnya lebih cepat dibanding dengan sistem manual dimana lebih sedikit memuat data dan prosesnya pun lebih lama. (3) Ditinjau dari segi Personalia, dalam sistem komputer, personalia harus ahli bidang komputer. Sedangkan dalam sistem manual tidak diperlukan. Dengan bantuan komputer, penyelesaian pemeriksaan pajak diharapkan akan lebih cepat karena kompleksitas penghitungan semakin sederhana dan analisa dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat. Apabila pemeriksaan pajak dapat diselesaikan dengan lebih cepat, maka hal ini akan memberikan kepastian dan kepuasan bagi Wajib Pajak. Hasil dari pemeriksaan pajak dengan menggunakan bantuan komputer diharapkan dapat memberikan efek pencegahan (deterrent effect) dan sekaligus mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran pajak sehingga kepatuhan di dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan menjadi lebih baik di tahun-tahun mendatang. (Natalia Tangke, 2004) Dalam kenyataannya wajib pajak banyak sekali mengeluh karena wajib pajak seringkali harus membayar lagi sejumlah pajak yang dianggap kurang dibayar. Tidak tanggung-tanggung, sangat mungkin jumlah yang harus dibayar itu besarnya puluhan atau bahkan ratusan kali lipat dari jumlah pajak yang telah

Bab I Pendahuluan 8 dibayar (Aris Aviantara, 2009), hal ini pun terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. Perkembangan teknologi informasi yang pesat mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan di berbagai bidang. Semua pihak berlomba-lomba untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi tersebut. Salah satu hal yang hampir dilakukan oleh semua oleh perusahaan/organisasi adalah merubah sistem dalam perusahaan/organisasi tersebut dari sistem manual menjadi sistem komputerisasi. Pengaruh perkembangan teknologi informasi di bidang audit juga berpengaruh pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai Lembaga Tinggi Negara yang bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara. Sebagian besar instansi-instansi pemerintahan seperti BUMN, BUMD, BI dan lainnya yang menjadi subjek pemeriksaan BPK-RI sudah menerapkan teknologi informasi dalam pengelolaan kekayaan negara yang dipercayakan kepada mereka. Mempertimbangkan kondisi seperti itu, pelaksanaan pemeriksaan secara manual semakin sulit dilakukan, karena itu mau tidak mau BPK-RI harus mengikuti perkembangan di bidang teknologi informasi tersebut. Untuk mendukung perannya sebagai badan pemeriksa pengelolaan kekayaan negara, BPK-RI telah menetapkan audit berbasis teknologi informasi, melalui penerapan TABK. Selain pada lembaga BPK, perkembangan teknologi informasi pun terjadi pada kantor perpajakan, salah satunya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang, yakni dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak

Bab I Pendahuluan 9 menggunakan software tertentu yang khusus dipergunakan untuk mengaudit. Namun tetap saja pemeriksa pajak merasa kurang puas dengan adanya software ini, dikarenakan mahalnya harga software ini menyebabkan kepala kantor hanya menyediakan tiga software saja untuk digunakan oleh semua pemeriksa pajak. Menurut Meidawati N. (2002), pada masa sekarang ini auditor dituntut tidak hanya ahli pada bidangnya tetapi harus melakukan ekspansi pengembangan keahlian auditor dalam bidang teknologi infornasi untuk mendukung pelaksanaan pekerjaannya. Salah satu perkembangan yang telah terjadi dalam bidang auditing sehubungan dengan pemakaian teknologi informasi adalah dengan adanya TABK. Dengan TABK, pekerjaan auditor dibantu oleh software audit tertentu sehingga audit dapat dilakukan pada sistem yang terkomputerisasi dengan lebih efektif, efisien dan hemat waktu. Sasongko Budi (2009) menekankan bahwa dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) memerlukan adanya pemahaman auditor dalam pemeriksaan sebuah sistem akuntansi berbasis komputer. Penggunaan TABK akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas auditor dalam melaksanakan audit, baik itu untuk pemeriksaan laporan keuangan maupun untuk pemeriksaan pajak dengan memanfaatkan segala kemampuan yang dimiliki oleh komputer. Merujuk Coderre (1998), efektivitas dan efisiensi prosedur audit dapat ditingkatkan melalui penggunaan TABK dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara (1) meningkatkan efektivitas pengujian bukti audit dengan cara memeriksa lebih banyak jumlah transaksi dalam waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih rendah dibandingkan bila

Bab I Pendahuluan 10 hal tersebut dilakukan secara manual, dan (2) meningkatkan efisiensi pelaksanaan pengujian substantif dengan membuat prosedur tambahan dibandingkan dengan hanya mengandalkan kepercayaan auditor atas pengendalian dan pengujian pengendalian obyek audit. Apabila Implementasi TABK telah dijalankan dengan baik, maka pelaksanaan pemeriksaan pajak akan menjadi berkualitas karena didukung dimensi tahapan pemeriksaan rutin, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan rutin, dan standar atau pedoman pemeriksaan rutin. Dari fenomena di atas dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor belum terlaksana dengan baik, dikarenakan auditor belum mengimplementasikan TABK dalam pemeriksaan. Selain penggunaan TABK, kualitas pemeriksa turut mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak rutin. Kualitas yang dimaksud dapat dilihat dari segi latar belakang, pendidikan dan pengalaman auditor, dan hal yang paling utama adalah adanya pemahaman yang dimiliki auditor dalam hal pemeriksaan. Sama hal nya dengan BPK, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang pun memiliki satu tanggung jawab untuk memeriksa laporan keuangan, namun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang hanya memeriksa orang pribadi atau badan yang telah menjadi Wajib Pajak. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan implementasi TABK dan pemeriksaan pajak rutin, sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul:

Bab I Pendahuluan 11 Analisis Implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer Pengaruhnya Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang belum terlaksana dengan baik dikarenakan masih adanya hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu SPT yang diiisi dan dilaporkan oleh Wajib Pajak tidak dapat terdeteksi kebenarannya. 2. Mahalnya software yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang, menyebabkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang hanya menyediakan tiga software saja untuk digunakan oleh semua pemeriksa. Hal ini berdampak pada kurang maksimalnya kinerja pemeriksa pajak. 3. Jumlah penerimaan SPT yang dikembalikan oleh Wajib Pajak tidak sebanding dengan SPT yang dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang, hal ini menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pemeriksaan pajak khususnya pemeriksaan pajak rutin.

Bab I Pendahuluan 12 4. Jumlah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak yang diperiksa, yaitu 1 orang pemeriksa harus menyelesaikan kurang lebih 25 pemeriksaan wajib pajak, padahal standarnya 1 orang pemeriksa hanya dapat menyelesaikan 16 pemeriksaan wajib pajak. 5. Wajib pajak merasa tidak puas dengan kinerja pemeriksa pajak, karena mereka seringkali harus membayar lagi sejumlah pajak yang dianggap kurang dibayar sebesar puluhan atau ratusan kali lipat dari jumlah pajak yang telah dibayar. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 2. Bagaimana kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 3. Seberapa besar pengaruh implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer terhadap kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang.

Bab I Pendahuluan 13 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer dan kualitas pemeriksaan pajak rutin. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 2. Untuk mengetahui kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer terhadap kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. 1.4 Kegunaaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain sebagai berikut: 1.4.1 Kegunaan Akademis a. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer terhadap kualitas pemeriksaan pajak rutin.

Bab I Pendahuluan 14 b. Bagi Instansi Pajak Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi instansi pajak sekaligus untuk mempertimbangkan dan menilai kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dalam hal pengaruh implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer terhadap kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. c. Bagi Pihak Lain Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian di bidang yang sama. 1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis yang penulis tujukan pada perusahaan adalah sebagai berikut: a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang yang diteliti memberikan informasi tentang pelaksanaan pengaruh implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer terhadap pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang, sehingga bisa digunakan dalam mengontrol mutu pelaksanaan pemeriksaan. b. Bagi karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang yang diteliti pada bagian Fungsional Pemeriksa, memberikan informasi tentang sejauh mana mutu pelaksanaan pemeriksaan pajak rutin yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang guna evaluasi mengenai implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer dalam pemeriksaan pajak, khususnya pemeriksaan pajak rutin.

Bab I Pendahuluan 15 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melaksanakan penelitian pada bagian fungsional pemeriksaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. Adapun waktu untuk melaksanakan penelitian dimulai sejak bulan April 2010 sampai dengan bulan Juli 2010. Tabel 1.1 Jadwal Penelitian No Kegiatan Maret 10 April 10 Mei 10 Juni 10 Juli 10 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan a. Penyusunan UP b. Bimbingan UP c.pendaftaran seminar UP d. Seminar UP ke-1 e. Perbaikan proposal UP 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan data 4. Penyusunan laporan dan bimbingan 5. Pendaftaran ujian sidang akhir 6. Ujian sidang akhir