BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep otonomi daerah dewasa ini, diikuti dengan adanya perubahanperubahan, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan Republik Indonesia sebelumnya lebih bersifat sentralistik, yaitu daerah tidak diberi peluang dan kesempatan untuk mengembangkan urusan rumah tangganya sendiri. Peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi diartikan sebagai adanya suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka daerah dengan sendirinya menentukan semua kewenangan terkait pengaturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari hasil kekayaan daerahnya sendiri. Penerapan sistem desentralisasi atau otonomi daerah diharapkan daerah dapat mengelola dan membangun sendiri daerahnya berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya yang tersedia pada masing-masing daerahnya. Tindakan aparatur dan kemampuan dana yang tersedia dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan secara kongkrit terlihat oleh masyarakat apabila terdapat hal-hal yang dilakukan oleh aparatur baik yang sifatnya positif maupun negatif. Pembangunan daerah menjadi tanggung jawab penuh masingmasing pejabat daerah yang melaksanakan pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat sejak diberlakukannya otonomi daerah.
Untuk dapat membiayai dan memajukan daerah, antara lain dapat ditempuh melalui suatu kebijakan bagi setiap orang atau badan untuk membayar pajak sebagai salah satu potensi penting dari suatu daerah sesuai dengan kewajibannya. Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Pemerintah dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah (budgetair), maupun untuk meningkatkan kegiatan masyarakat. Alokasi pajak untuk pembangunan prasarana dan perbaikan kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat (Fatchanie, 2007). Pajak daerah di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan fungsi pajak sebagai fungsi budgetair, adanya kedisiplinan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku sangat dibutuhkan. Persoalan mengenai kepatuhan pajak telah menjadi persoalan yang penting di Indonesia karena jika wajib pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak yang pada akhirnya akan merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak (Mangoting & Fuadi, 2013). Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi hampir di semua negara yang menerapkan sistem perpajakan. Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak
dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self asessment di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk memperhitungkan, membayar dan melapor kewajibannya. Grasmick dan Scott 1982 (dalam Davis et al., 2003) menyebutkan bahwa seseorang yang mengetahui wajib pajak yang tidak patuh, maka seseorang tersebut kemungkinan akan memiliki kecenderungan mengikuti ketidakpatuhan tersebut. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. Kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari: Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5 persen; wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Kabupaten Badung merupakan kabupaten dengan PAD tertinggi di Provinsi Bali setiap tahunnya. Sumber PAD tersebut sebagian besar berasal dari retribusi
pajak daerah, meski demikian, tidak semua pajak yang tergolong pajak daerah memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD Kabupaten Badung. Salah satu sektor pajak daerah yang belum berkontribusi besar terhadap PAD Kabupaten Badung adalah pajak reklame. Reklame yang terpasang di wilayah Kabupaten Badung berpotensi untuk mendukung Pemerintah Kabupaten Badung dalam meningkatkan PAD melalui pajak reklame, seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame yang menyebutkan bahwa pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Nyatanya tidak semua reklame yang terpasang tersebut memiliki izin. Petugas yang berwenang kerap menemukan reklamereklame yang tidak memiliki izin setiap tahunnya dan harus mencabutnya secara paksa. Jumlah Wajib Pajak Reklame dan jumlah reklame tanpa izin dicantumkan pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Jumlah Wajib Pajak Reklame, Jumlah Reklame Tanpa Izin Tahun Jumlah WP Terdaftar Jumlah Reklame Tanpa Izin Persentase (%) 2010 3.484 473 13,58 2011 3.220 461 14,32 2012 1.344 163 12,13 2013 1.982 148 7,47 2014 524 109 20,80 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung Tahun 2015
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan jumlah reklame yang dicabut oleh petugas yang berwenang setiap tahunnya. Reklame tersebut adalah reklame yang telah habis masa berlakunya dan reklame yang tidak memiliki ijin memasang reklame. Reklame yang tidak memiliki ijin tersebut berpotensi meningkatkan PAD Kabupaten Badung, jika saja masyarakat dari pemilik reklame tersebut memiliki kesadaran untuk mendaftarkan reklame yang akan dipasang. Kontribusi penerimaan Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung dicantumkan pada Tabel 1.2 berikut. Tabel 1.2 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Tahun Pendapatan Asli Realisasi Pajak Persentase Daerah Reklame (%) (Rp) (Rp) 2010 979.241.565.350 6.878.766.556 0,70 2011 1.406.835.182.181 7.855.373.253 0,56 2012 1.730.646.314.019 3.222.528.031 0,19 2013 2.029.161.138.232 6.606.523.205 0,33 2014 2.720.149.963.464 2.717.873.354 0,10 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung Tahun 2015 Tabel di atas memperlihatkan bahwa kontribusi pajak reklame terhadap PAD mengalami fluktuasi, sedangkan jumlah PAD dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jumlah kontribusi terendah secara persentase terjadi pada tahun 2014 yaitu hanya sebesar 0,10%. Rendahnya kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap PAD akan terus terjadi apabila kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih rendah, dalam hal ini kewajiban untuk mendaftarkan reklame yang akan didirikan. Kewajiban untuk mendaftarkan reklame sangat menentukan
peningkatan peran serta pajak reklame dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Penyelenggaraan reklame di Kabupaten Badung mengacu pada master plan reklame yang diberlakukan sejak pertengahan tahun 2014. Menurut Peraturan Bupati Badung Nomor 80 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Badung, master plan adalah rencana induk Pola Penyebaran Perletakan Reklame papan / billboard / videotron / megatron dan sejenisnya yang meliputi titik-titik pemasangan Reklame yang dirinci dalam bentuk peta. Master plan reklame ini bertujuan untuk menata kembali kawasan-kawasan yang dapat diberikan izin penyelenggaraan reklame oleh pihak berwenang dengan memperhatikan etika, estetika, keserasian bangunan dan lingkungan, norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, kesehatan, ketertiban umum dan keamanan. Adanya master plan ini juga berguna untuk menghindari reklame yang tidak mendapatkan izin pendirian dikarenakan wajib pajak tidak mematuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Tinggi rendahnya wajib pajak dalam mematuhi kewajibannya disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran wajib pajak. Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Kesadaran pajak ini dapat ditingkatkan dengan pemahaman wajib pajak akan peraturan perpajakan dan undang-undang perpajakan yang mencantumkan tata cara perpajakan yang akan membantu wajib pajak untuk mengetahui bagaimana cara memenuhi kewajiban perpajakannya. Penilaian positif wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk
mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Kesadaran wajib pajak mengenai perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jotopurnomo & Mangoting, 2013) Menurut Gardina dan Haryanto (2006) (dalam Supriyati & Hidayati, 2008), penyebab rendahnya kepatuhan pajak dapat disebabkan oleh kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak. Sistem self assessment yang berlaku di Indonesia dengan wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak menjalankan salah satu fungsinya yaitu fungsi pelayanan agar self assessment dapat berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak. Machogu dan Amayi (2013) melakukan penelitian pada pelaku UMKM dan mendapatkan hasil bahwa adanya pendidikan atau penyuluhan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak tahu benar melaksanakan kewajiban pajaknya, maka hal tersebut sangat mempengaruhi kepatuhan pajak secara sukarela semakin baik. Kepatuhan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas dari wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi behavior wajib pajak itu sendiri. Aspek moral dalam bidang perpajakan menyangkut dua hal, yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2) menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh
pemerintah. Thurman et al. (1984) dan Troutman (1993) dalam Salman dan Farid (2009) menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang signifikan antara moralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan telah dibuktikan memengaruhi tingkat kepatuhan pelaporan wajib pajak badan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tresno, dkk. (2014). Menurut Jatmiko (2006), wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Tiraada (2013) mengatakan bahwa sanksi pajak merupakan faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap kepatuhan wajib pajak dan ini berhubungan dengan sanksi yang tidak ringan yang dapat diterima oleh wajib pajak ketika terdapat suatu keterlambatan atau bahkan pelanggaran administratif atau pidana terhadap penetapan pajak atas wajib pajak tersebut. Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya agar peraturan perpajakan dipatuhi. Berdasarkan pemaparan kondisi di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kewajiban moral, dan persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung? 2) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung? 3) Apakah kewajiban moral berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung? 4) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah, 1) Untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. 2) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. 3) Untuk mengetahui pengaruh kewajiban moral pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung.
4) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya maupun yang secara langsung terkait di dalamnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai perpajakan, khususnya mengenai kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kewajiban moral dan persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Selain itu penelitian ini juga diharapkan menjadi literatur bagi peneliti yang tertarik melakukan kajian di bidang yang sama dan dapat memberikan bukti empiris dalam pengembangan teori mengenai perpajakan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak oleh pihak pembuat kebijakan perpajakan dengan mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kewajiban moral, dan persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak reklame.
1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah dari penelitian yang dilakukan, yang kemudian dari latar belakang masalah yang diungkapkan dapat dirumuskan ke dalam pokok permasalahan, serta disampaikan tujuan penelitian dan kegunaan penelitian dan pada akhir bab ini disampaikan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Bab ini menyajikan teori-teori yang relevan untuk mendukung pokok permasalahan terutama pajak reklame yang nantinya menjadi dasar masalah dalam penelitian ini serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya, dan disajikan juga mengenai dugaan sementara dari pokok permasalahan. BAB III METODE PENELITIAN DAN HIPOTESIS Bab ini menyajikan metode penelitian yang mencakup berbagai hal seperti lokasi dan objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan digunakan dalam membahas permasalahan yang diteliti. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan data beserta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan simpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan, permasalahan serta saran yang dapat diberikan berdasarkan atas hasil penelitian.