BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. zakat sebagai salah satu rukun Islam (Al-Ba'ly, 2006:1). Hakzakat di berikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

I. PENDAHULUAN. sebagian besar umat manusia termasuk di dalamnya umat Islam. Masalah kaya

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan. serta bantuan lainnya (Depag RI, 2007 a:1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara,

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu)

BAB IV ANALISIS FAKTOR MINAT MASYARAKAT MENJADI MUZAKKI DI LAZ MASJID AL AKBAR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. harta dan dilarang untuk memubazirkan dan menyia-nyiakannya, karena

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut pernyataan standar akuntansi keuangan PSAK No 109, Zakat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun. ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman pada QS At Taubah : 60

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk

BAB I PENDAHULUAN. Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat, Zikrul Hakim Jakarta, 2005, hlm. 24

Bab I. Pendahuluan. pengembangan zakat menjadi salah satu pemerataan pendapaatan.

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencari harta, hanya sekali saja ketika seseorang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

Apa sih Zakat? Rizky Adhi Prabowo. Orang-orang wajib mengeluarkan zakat jika telah memiliki beberapa syarat berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sekarang bentuk pendapatan yang paling menonjol adalah

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari segi bahasa, zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI

BAB I PENDAHULUAN. zakat berarti memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nishab-nya

BAB I PENDAHULUAN Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Kota Bandung Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB I PENDAHULUAN. Al-Amin (dapat dipercaya). Rasulullah mewajibkan kepada kita untuk dapat selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua negara di dunia. Kemiskinan tidak bisa dianggap mudah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Maret 2006

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut;

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu problematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi pengelola zakat

BAB I PENDAHULUAN. SWT. 1 Zakat juga merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam. Perintah

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 05 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi setiap Negara,

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius

BAB I PENDAHULUAN. ingin berkembang. Indonesia yang merupakan Negara berkembang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk indonesia mencapai 252,20 juta jiwa (BPS: 2015). Dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

BAB I PENDAHULUAN. (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN UMUM KANTOR UPZ (UNIT PENGUMPUL ZAKAT) KECAMATAN TANGGEUNG CIANJUR

BAB 1 PENDAHULUAN. itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga memiliki potensi zakat yang cukup besar. melansir

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Secara umum Badan Lembaga Agama mempunyai tujuan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu kewajiban yang bersifat dogmatis dan hanya mengandung

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB V PENUTUP. akhirnya pada bab ini penulis dapat suatu kesimpulan. Adapun benang merah. 1. Pendapat Ulma Tentang Zakat Atas Tambak Garam.

BAB I PENDAHULUAN. dengan sesama manusia atau hablun minannas. Hubungan manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjelaskan dan mengajak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. untuk kesejahteraan masyarakat, selain itu juga dapat berupa shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu problematika yang melanda umat.

BAB I PENDAHULUAN. manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek ruhiyah harus senantiasa dimiliki oleh manusia dalam menjalani setiap aktivitasnya, yaitu kesadaran akan hubungannya dengan Allah Yang Maha Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai ketika sebuah perbuatan dilakukan diikuti dengan keikhlasan dan semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT, dengan tujuan menghambakan diri (beribadah) kepada-nya. Bukan hanya pada aktivitas ibadah mahdhah saja, melainkan juga pada aktivitas yang tidak tergolong ibadah mahdhah. Aktivitas mahdhah di antaranya adalah membayar zakat yang merupakan salah satu dari lima pilar ibadah dalam Islam. Seorang muzakki, sebelum mengambil keputusan dalam membayar zakat, wajib menanamkan sifat ikhlas dalam dirinya sebagai hal yang paling mendasar dan utama. Umat Islam sedang mengalami kemunduran dalam berbagai aspek. Di tengah-tengah berbagai krisis yang sedang melanda bangsa Indonesia sekarang ini, sudah sepantasnya bahkan seharusnya apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh, banyak jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yakni meyakini kebenarannya dan ketepatannya. Salah satunya adalah penataan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab. Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima'iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan umat sehingga keberadaannya dianggap ma lum minaddin bi adl-dlarurah (diketahui 1

2 secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman). Zakat sesungguhnya merupakan potensi yang sangat besar bagi umat Islam untuk menanggulangi permasalahan sosial. Secara substantif, zakat termasuk infaq dan sedekah adalah bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan kepada orang yang kekurangan, namun zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu dari harta yang wajib dizakati. Karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu (Heryani 2005, 1). Permasalahan yang sering timbul di tengah masyarakat adalah kepada siapa zakat harus diberikan. Lebih utama disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, atau sebaiknya melalui amil. Jika disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, memang ada semacam perasaan tenang karena menyaksikan secara langsung bahwa zakatnya tersebut telah tersalurkan kepada mereka yang dianggap berhak menerimanya. Tetapi terkadang penyaluran langsung yang dilakukan oleh muzakki tidak mengenai sasaran yang tepat. Seringkali orang sudah merasa menyalurkan zakat kepada mustahiq, padahal ternyata yang menerima bukan mustahiq yang sesungguhnya, hanya karena kedekatan secara emosi maka muzakki memberikan zakat kepadanya. Misalnya disalurkan kepada kerabatnya sendiri, yang menurut anggapannya sudah termasuk kategori mustahiq, padahal jika dibandingkan dengan orang-orang yang

3 berada di lingkungan sekitarnya, masih banyak orang-orang yang lebih berhak untuk menerimanya sebab lebih fakir, lebih miskin, dan lebih menderita dibandingkan dengan kerabatnya tersebut. Masalah ini harus diantisipasi dan diatasi agar pengelolaan zakat terlaksana sesuai dengan metoda yang dicontohkan Rasulullah SAW. Di sinilah peranan lembaga amil zakat dibutuhkan. Hal tersebut dapat terjadi salah satunya karena kredibilitas dari lembaga amil zakat belum mendapat perhatian dari muzakki. Ini akan menjadi perhatian yang sangat penting ketika masyarakat ingin melihat peningkatan kredibilitas dari sebuah amil. Kepuasan terhadap pelayanan lembaga amil zakat akan mendorong perilaku muzakki dalam berzakat berupa komitmen terhadap lembaga amil zakat tersebut, menjadikan lembaga amil zakat tersebut sebagai pilihan utama dalam berzakat dan mengajak orang lain untuk berzakat. Indikator keberhasilan dari pengelola zakat adalah besarnya zakat yang terserap. Masalah yang sering muncul adalah perolehan zakat yang masih sangat rendah. Salah satu sebabnya adalah tingkat pendapatan yang dimiliki masih dirasakan sangat rendah oleh seseorang yang seharusnya telah tergolong sebagai wajib zakat, walaupun sudah mencukupi haul-nya, sehingga keinginan untuk mengeluarkan zakat juga masih rendah. Karena itu, tingkat pendapatan juga menjadi faktor pendorong seorang muzakki dalam mengeluarkan atau bahkan meningkatkan penyaluran zakatnya. Memang jika melihat kenyataan yang ada, masih banyak potensi zakat yang belum tergali. Secara sistematis, minimal kita akan memperoleh angka sebesar Rp. 6,5 triliyun per tahun (Heryani 2005, 2). Potensi zakat yang dapat dikumpulkan dari masyarakat sangat besar. Menurut sebuah sumber, potensi

4 zakat di Indonesia mencapai hampir 20 triliun per tahun. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005 mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai Rp. 19,3 triliun. Diantara potensi tersebut, Rp. 5,1 triliun berbentuk barang dan Rp. 14,2 triliun berbentuk uang. Jumlah dana seperti itu, sepertiganya masih berasal dari zakat fitrah (Rp. 6,2triliun) dan sisanya zakat harta Rp. 13,1 triliun. Temuan menarik dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa 61 persen zakat fitrah dan 93 persen zakat maal diberikan langsung kepada penerima zakat. Penerima zakat fitrah dan zakat maal terbesar (70%) adalah masjid-masjid, Badan Amil Zakat (BAZ) pemerintah hanya mendapatkan 5% zakat fitrah dan 3% zakat maal, serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) swasta hanya 4% zakat maal. Bahkan, bukan hal yang tidak mungkin, jika pengelolaan zakat ini dikelola dengan maksimal maka kemiskinan akan berkurang secara signifikan. Pengelolaan zakat memang merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan umat Islam untuk mengentaskan kemiskinan karena zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang kaya untuk memberikan sebagian hartanya kepada orang yang berhak menerimanya. Zakat merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam Islam. Dengan zakat dapat ditumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggungjawab untuk saling menolong di antara anggota masyarakat, sekaligus menghilangkan sifat egois dan individualistik. Zakat telah direalisasikan secara nyata dan sukses dalam sejarah Islam, sampai-sampai pernah tak ditemukan lagi orang-orang fakir yang berhak mendapat zakat. Yahya bin Sa id, seorang petugas amil zakat pada masa Umar bin Abdul Aziz (w. 122 H), menuturkan:

5 Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengutusku untuk mengumpulkan zakat orang Afrika. Lalu aku menariknya dan aku minta dikumpulkan orang-orang fakirnya untuk kuberi zakat. Tapi ternyata tidak ada seorang pun dari kalangan itu yang mengambilnya (Ulwan, 1985:2, As-Siba, 1981:392). Namun sayang, kondisi seperti itu kini hanya nostalgia, terutama setelah hancurnya Negara Khilafah Islamiyah (1924) sebagai institusi pelaksana zakat dan setelah pemahaman umat terhadap ajaran-ajaran Islam (termasuk zakat) menjadi sedemikian lemah. Zakat kini dipahami terpisah dengan institusi pelaksananya, serta terlepas dari kesatuannya dengan hukum-hukum Islam yang lain dalam bidang ekonomi. Olehnya itu, pengelolaan zakat juga harus disusun secara terencana dan memenuhi persyaratan akuntabilitas oleh lembaga amil zakat sehingga muzakki tidak perlu khawatir bahwa zakat yang disalurkan kepada pihak yang salah. Maka dari itu, perlu adanya pengungkapan (disclosure) atas kinerja pengelolaan zakat yang dipercayakan kepada amil. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latarbelakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana konsep zakat di zaman Rasulullah dan pada masa kekhilafahan dengan membandingkan konsep zakat setelah runtuhnya Negara Khilafah Islamiyah? 2. Bagaimana jika konsep self assessment diaplikasikan dalam pembayaran zakat di Indonesia dalam rangka meningkatkan jumlah Muzakki (wajib zakat)?

6 1.3 Batasan Penelitian Penulis memberi batasan dalam penelitian ini sebagai berikut: Penjelasan secara historis konsep pelaporan zakat oleh Muzakki pada zaman Rasulullah SAW dan pada masa Kepemimpinan Khilafah Islamiyah dengan berusaha membandingkan konsep pelaporan zakat pada masa setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah. Analisis konsep self assessment pada zakat hanya dibahas atau dibatasi pada tataran konseptual. Analisis tentang persepsi muzakki terhadap sistem self assessment jika diterapkan di Indonesia terbatas pada hasil wawancara beberapa muzakki di lembaga pengumpul zakat di kota Makassar. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat penulisan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep pembayaran zakat di jaman Rasulullah dan pada masa kekhilafahan dengan melakukan analisis pembandingan dengan konsep zakat sekarang. 2. Untuk mengetahui apakah konsep self assessment dapat diaplikasikan dalam pembayaran zakat di Indonesia dalam rangka meningkatkan jumlah Muzakki (wajib zakat). 3. Penelitian ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang ekonomi syariah demi menyongsong kembali berjayanya Islam di muka bumi seperti janji Allah dalam Al-Qur an.

7 4. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi referensi dan pertimbangan dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat di Indonesia yang masih kurang diperhatikan. 5. Sebagai bahan referensi dan tambahan informasi kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam konsentrasi ekonomi syariah khususnya masalah zakat, maupun teman-teman mahasiswa atau masyarakat yang berminat dengan penelitian ini. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan dan penyajian hasil penulisan akan disusun dengan materi sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, batasan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan pengertian dan teori-teori yang mendasari dan berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini, yang digunakan sebagai pedoman dalam menganalisa masalah. Teori-teori yang digunakan berasal dari literatur-literatur yang ada baik dari perkuliahan maupun sumber yang lain. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan perihal objek penelitian, definisi dan pengukuran variabel operasional, jenis dan sumber data serta metode analisa data yang akan dipakai.

8 BAB IV: PEMBAHASAN Memuat gambaran umum serta deskripsi tentang analisis konseptual self assessment dalam meningkatkan jumlah muzakki di Indonesia. BAB V: PENUTUP Berisikan kesimpulan yang diambil serta saran-saran dari penulis.