I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah tujuan pemerintah Indonesia yang dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. satu tindak pidana berat, karena tindak pidana ini telah menghilangkan nyawa

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat.beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan. Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar peras yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. 1 Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau 1 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 855

2 supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging).kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP. 2 Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut: Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat di Jalan Raya Lintas Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama saksi Edwin berkandara menggunakan truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk yang dikendarai kedua saksi tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar 2 Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013, http://kismadi.blogspot.com/2013/01/pemerasanpengancaman.html, 20.00 WIB

3 yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan berhenti! Berhenti kamu!. Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon saya tidak ada duit, Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto masa tidak ada duit dan dijawab saksi kalau bisa dikurangi. Lalu Adon memukul kepala saksi Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong. Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp 100.000,- kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross V5 dari saku baju saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp 100.000,-. Berkaitan dengan kasus tersebut maka terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3 Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut: Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP : 1. Barang siapa 2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. 3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 3 Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014, http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5e80a45bc4deefe9ed722ff5b054a669, 19.30 WIB.

4 4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). 5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. 6. Pada waktu malam dijalan umum. Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 3 tahun dan 6 bulan, Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana maksimal 9 tahun, tetapi dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS terdakwa hanya memeras uang sebesar Rp 200.000.- dan dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan. Atas dasar hal tersebut putusan yang dijatuhkan oleh hakim selama 3 tahun dan 6 bulan penjara maka dianggap terlalu berat dibanding dengan uang yang diperas oleh pelaku sebesar Rp 200.000.- Berkaitan dengan kasus di atas maka berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasaan Sopir Truk yang Dilakukan oleh Preman. ( Studi Kasus No. 370/Pid.B/2013/PN.GS )

5 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana materiil, khususnya tentang analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasaan sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. yang terkandung dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Kejaksaan Negeri Gunung Sugih dan Fakultas Hukum Universitas Lampung, penelitian dilakukan pada tahun 2014. C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan Permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah :

6 a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. 2. Kegunaan Penelitian Adapun Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam mengkaji ilmu hukum mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan. Dapat menjadi pengetahuan awal untuk penelitian lebih lanjut. b. Kegunaan Praktis Penulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan berfikir dan memberikan informasi bagi para pembaca dan memberikan sumbangan pemikiran pada pihak pihak terkait dalam rangka studi yang berhubungan dengan kasus tindak pidana pemerasan. D. Teoritis dan Konseptual 1. Teoritis a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Seseorang akan dipertanggungjawabkan secara pidana apabila ia melakukan suatu

7 tindakan yang terlarang (diharuskan), dimana tindakan tersebut adalah melawan hukum dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar untuk itu. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbar) bilamana pada umumnya : 1. Keadaan jiwanya : a. Tidak terganggu oleh penyakit yang terus menerus atau sementara b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idioot, dan sebagainya) dan c. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe beweging, melindur, mengigau karena demam, ngidam, dan lain sebagainya. 2. Kemampuan jiwanya : a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya b.dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa dan bukan pada keadaan dan kemampuan berpikir. Subyek dari tindak pidana adalah manusia sedangkan badan hukum tidak dianggap sebagai subyek. Dalam badan hukum yang dipertanggungjawabkan adalah pengurusnya. Dapat disimpulkan bahwa manusialah yang dianggap sebagai subyek tindak pidana, dapat dilihat dari :

8 1. Perumusan tindak pidana yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah barangsiapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri dan lain sebagainya; 2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana seperti diatur terutama dalam Pasal 44, 45, 49 KUHP yang antara lain mengisyaratkan kejiwaan dari petindak. Demikian juga unsur kesalahan yang merupakan hubungan kejiwaan antara petindak dengan tindakannya; 3. Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP terutama mengenai pidana mati, pidana penjara, dan pidana kurungan. Hanya manusialah yang dapat dipidana mati, penjara, dan kurungan. b. Dasar Pertimbangan Hakim Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa : (1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. (2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Teori tentang Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana antara lain sebagai berikut: a.teori Relatif atau tujuan Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Pemberian pidana tidak hanya dilihat dari masa lampau melainkan juga ke masa

9 depan. Memidana harus ada tujuan lebih jauh dari pada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat, maka teori ini disebut teori perlindungan masyarakat. Penjatuhan pidana yang dimaksudkan agar tidak ada perbuatan jahat sebenarnya tidak begitu bisa dipertanggung jawabkan, karena terbukti semakin hari kualitas dan kuantitas kejahatan semangkin bertambah, jadi penjatuhan pidana tidak menjamin berkurangnya kejahatan. b. Teori Absolut atau teori pembalasan Teori ini mengatakan bahwa didalam kejahatan itu sendiri terletak pembenaran dari pemidanaan terlepas dari manfaat yang hendak di capai. Ada pemidanaan karena ada pelanggaran hukum. Jadi menurut teori ini, pidana dijatuhkan sematamata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Tujuan utama dari pidana menurut teori absolute adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan, sedangkan pengaruh-pengaruhnya adalah skunder. Contoh, apabila ada dua orang pelaku yang seorang menciptakan akibat yang lebih serius dari yang lain, maka dia di pidana lebih berat. 4 c. Teori Gabungan Kemudian teori gabungan antara pembalasan dan prevensi bervariasi pula. Ada yang menitikberatkan pembalasan, ada pula yang ingin agar unsur pembalasan 4 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia,Pradnya Paramita, Jakarta,1986, hlm.3.

10 dan seimbang. Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitikberatkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat. 5 d. Teori Pendekatan Seni dan intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi,dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam pekara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim. e. Teori Integratif Pemilihan teori integratif tentang tujuan pemidanaan ini didasarkan atas alasanalasan, baik yang bersifat sosiologis ideologis, maupun yuridis. Alasan sosiologis dapat dilihat dari pada pendapat yang dikemukakan oleh Stanley Grupp, bahwa kelayakan suatu teori pemidanaan tergantung pada anggapan-anggapan seseorang terhadap hakekat manusia, informasi yang diterima seseorang sebagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat, macam dan luas pengetahuan yang mungkin dicapai dan penilaian terhadap persyaratan-persyaratan untuk menerapkan teori 5 P.A. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, PT. Armico, Bandung, 1984, hlm 85

11 tertentu serta kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menemukan persyaratan-persyaratan tersebut. Pendekatan yang mendasar tersebut melihat permasalahan pidana dan pemidanaan dari aspek ekstrayudisial, yaitu dari hakekat manusia didalam konteks masyarakatnya sesuaidengan kondisi sosial masyarakat indonesia. 6 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antara konsep konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui. 7 Sumber konsep adalah undang undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa. Konsep ini akan menjelaskan pengertian pokok dari judul penelitian, sehingga mempunyai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan utuk menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian. Adapun pengertian dasar dari istilah istilah yang dipergunakan dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut : a. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan, dan sebagainya ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya ( sebab, musabab, duduk perkaranya dan sebagainya ). 8 6 Tri Andrisman, Hukum Pidana; Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011, hlm. 33 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 125 8 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit, hlm. 32

12 b. Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalambab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu : Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. c. Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar peras yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan. d. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 9 e. Pertanggungjawaban pidana adalah mekanisme hukum yang menggariskan bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. 10 Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan 9 Tri Andrisman, op.cit, hlm. 8 10 Moeljono, Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1993, hlm hlm.44.

13 militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selain diatur dalam Pasal 18 tersebut di dalam Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Berkaitan dengan tujuan pemidanaan dalam Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sedangkan dari Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa : (1) Alat bukti yang sah adalah : a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

14 E. Sistematika penulisan 1. PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai pelaku, serta tindak pidana pemerasan. 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara penetuan populasi dan sampel,prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan dari permasalahan yang ada yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara penjatuhan pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. 5. PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta terdapat beberapa saran dari penulis sesuai dengan permasalahan yang diangkat.