II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti L. Menurut Borror et al., (1996), kedudukan taksonomi Aedes aegypti L.

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.)

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

II. TINJAUAN PUSTAKA

UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) SEBAGAI OBAT NYAMUK ELEKTRIK TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Musca domestica ( Lalat rumah)

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) : Monocotyledonae. : Pandanus

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Dan Morfologi Nyamuk Culex quinquefasciatus Say

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana, 2002) : Kerajaan : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Familia : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum frutescen L. Cabai rawit memiliki sistem perakaran yang menyebar, memiliki batang yang tumbuh tegak, dan berkayu pada pangkalnya. Daun cabai rawit tumbuh dengan bentuk bervariasi, mulai dari lancip hingga bulat telur, bunga cabai rawit tumbuh tunggal dari ketiak ketiak daun dan ujung ruas, struktur bunga mempunyai 5-6 helai mahkota bunga. Buah cabai rawit memiliki ukuran yang bervariasi (1-6 cm), buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah tua. Buah Cabai Rawit Daun Cabai Rawit Gambar 1. Tanaman Cabai Rawit (sumber : Rukmana, 2002) 6

7 B. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti L. Kedudukan taksonomi Aedes aegypti L. dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) hewan adalah sebagai berikut (Borror, dkk., 1996) : Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Subfamilia : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti L. Nyamuk Aedes aegypti L. Dewasa memiliki ukuran sedang (panjang 3-4 mm) dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Dibagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikel di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri species ini. Sisik pada tubuh nyamuk pada umunya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang di peroleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina pada dasarnya tidak memiliki perbedaan, dalam hal ukuran nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari pada yang betina. Nyamuk jantan mempunyai rambutrambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang ( Nugroho, 2008 ) Nyamuk Aedes aegypti L. menggigit manusia pada pagi sampai sore hari, biasanya pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00. Nyamuk ini hidup di tempat yang dingin dan terlindung dari matahari. Nyamuk betina bertelur di dalam air

8 yang tergenang di dalam dan di sekitar rumah. Telur-telur ini akan menjadi larva dan kemudian berubah menjadi bentuk dewasa (Suharmiati dan Lestari, 2007). Gambar nyamuk Aedes aegypti L. dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti L. (Sumber : Anonim, 2009) Keterangan : Ciri ciri Nyamuk Aedes aegypti L. Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan spesies nyamuk lain. Badan, kaki dan sayapnya berwarna dasar hitam dengan bintik bintik putih. C. Pengendalian Perkembangan Nyamuk Aedes aegypti L. Secara Hayati Pengendalian dan penanganan dari DBD tidak lepas dari pemberantasan vektor yang dilakukan. Meskipun pemerintah telah melakukan promosi tentang pemberantasan nyamuk Aedes aegypti L. namun masyarakat masih kurang tanggap terhadap himbauan tersebut., oleh sebab itu perlu diterapkan penanganan terpadu terhadap pengendalian vektor DBD dengan memanfaatkan metode yang tepat (fisik, biologi, dan kimiawi), aman, murah, ramah lingkungan, dan memanfaatkan tanaman obat berkhasiat (Suharmiati dan Lestari, 2007). Menurut Syahputra (2001), insektisida botani memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh insektisida sintetik. Di alam, insektisida botani memiliki sifat yang tidak stabil sehingga memungkinkan dampak didegradasi secara alami.

9 Selain dampak negatif yang dtimbulkan oleh pestisida sintetik seperti resisitensi, resurgensi dan terbunuhnya sajad bukan sasaran (Metcalf, 1986). Pemberantasan nyamuk banyak dilakukan diantaranya dengan obat-obat kimia seperti obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles atau elektrik. Pemberantasan yang paling sering dilakukan yaitu dengan fogging atau pengasapan. Penggunaan obat kimiawi tersebut tentunya dapat menimbulkan dampak yang merugikan di antaranya : 1. Menimbulkan bau yang menyengat dan bisa membuat sesak nafas atau alergi pada kulit sehingga akan berpengaruh pada kesehatan, 2. Nyamuk yang diberantas dengan penyemprotan racun serangga akan menjadi resisten atau kebal terhadap obat nyamuk, 3. Polusi lingkungan, 4. Penyemprotan dengan insektisida kimiawi juga membutuhkan biaya yang cukup besar (Anonim, 2008). Upaya mengendalikan perkembangan nyamuk antara lain : kimia, fisik, dan pengendalian hayati. Pengendalian nyamuk masih dititik beratkan pada penggunaan insektisida kimiawi. Insektisida kimia yang digunakan berulangulang akan menimbulkan permasalahan baru yaitu timbulnya resistensi vektor dan membunuh serangga yang bukan target. Dampak negatif ini telah mendorong para pakar dan peneliti untuk mencari alternatif pemberantasan vektor yaitu dengan cara pengendalian hayati (Widiyati dan Muyadihardja, 2004).

10 D. Potensi Ekstrak Cabai Rawit Sebagai Insektisida Nabati Insektisida nabati memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh insektisida kimiawi, seperti ramah lingkungan, mudah dibuat, murah, tidak berbahaya, dan lebih alami (Syahputra, 2001). Menurut Arnason dkk. (1993) dan Isman dkk (1997), di alam insektisida nabati memiliki sifat yang tidak stabil sehingga memungkinkan dapat didegradasi secara alami. Menurut Metcalf (1986), pestisida kimiawi menimbulkan dampak negatif seperti resistensi, resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran. Selain itu, dewasa ini harga pestisida kimiawi relatif mahal dan terkadang sulit untuk memperolehnya. Insektisida nabati bisa menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida kimiawi. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan tumbuhan yang memiliki khasiat insektisida, khususnya yang mudah diperoleh dan dapat diramu secara mudah sebagai sediaan insektisida (Schumetterer, 1995). Senyawa lain pada cabai rawit yaitu masing-masing flavonoid, saponin, dan tannin, kemungkinan jumlahnya lebih besar dibandingkan senyawa capsaicin. Oleh karena itu ekstrak cabai rawit kemungkinan akan lebih baik apabila digunakan sebagai larvasida, berdasarkan kandungan flavonoid yang dapat merusak membran sel, saponin yang dapat merusak pembuluh darah, dan tannin yang dapat mengecilkan pori-pori lambung. Untuk itu diperlukan penelitian lain untuk membuktikan daya bunuh ekstrak cabai rawit terhadap stadium larva nyamuk Aedes aegypti L. yang terkait (Wakhyulianto, 2005).

11 E. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti L. Pembasmian nyamuk Aedes aegypti L. bisa diberantas dengan efektif apabila pola perilaku tentang nyamuk tersebut sudah diketahui. Pola perilaku nyamuk Aedes aegypti L. meliputi perilaku mencari darah, perilaku istirahat, dan perilaku berkembangbiak (Hiswani, 2004). 1. Perilaku Mencari Darah Nyamuk betina untuk dapat melakukan kopulasi harus menghisap darah. Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur (Hiswani, 2004). Dalam kaitannya dengan kebiasaan makan Aedes aegypti L. termasuk nyamuk day biter atau aktif mengisap darah waktu siang hari, terutama nyamuk-nyamuk yang masih muda (umur 1-8 hari). Makin tua umurnya, cenderung adanya perubahan kebiasaan ke night biter atau aktif mengisap darah waktu malam hari (Wijana dan Ngurah, 2008). 2. Perilaku Istirahat Perilaku istirahat untuk nyamuk memiliki dua arti yaitu istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang mencari darah. Pada umumnya nyamuk memillih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat. Nyamuk Aedes aegypti L. lebih suka hinggap di tempat-tempat yang dekat tanah (Hiswani, 2004). 3. Perilaku Berkembangbiak Menurut Sukawati (2009), Suharmiati dan Lestari (2007), nyamuk Aedes aegypti L. bertelur dan berkembangbiak di tempat-tempat yang ada air (genangan)

12 jernih seperti di bak mandi, genangan air dalam pot, air dalam botol, drum, baskom, ember, vas bunga, batang atau daun tanaman, dan bekas piring. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Sekali bertelur nyamuk dapat mengeluarkan telur sebanyak 50 150 butir telur (Hiswani, 2004). Menurut Suharmiati dan Lestari (2007) dan Sukawati (2009), lama daur hidup nyamuk Aedes aegypti L. mulai telur sampai dewasa rata-rata 8 14 hari tergantung pada suhu air (30-40 o C). Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia untuk menghisap darah. Kebanyakan nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk menghisap darah (Sukawati, 2009). Menurut Borror dkk. (1996), nyamuk Aedes aegypti L. dewasa tidak pergi jauh dari tempat saat stadium larva karena daya terbangnya hanya dalam radius 100 200 m saja dan rata-rata lama hidup Aedes aegypti L. betina hanya 10 hari dan akan bertelur tiga hari kemudian setelah menghisap darah (Borror dkk., 1996). Nyamuk melalui empat tahap yang jelas dalam daur hidupnya: telur, larva, pupa, dan dewasa (Borror dkk., 1996). Larva nyamuk dikenal sebagai jentik dan didapati di sembarang wadah yang berisi air. Jentik bernafas melalui saluran udara yang terdapat pada ujung ekor. Pupa biasanya seaktif larva, tetapi bernafas melalui tanduk thorakis yang terdapat pada gelung thorakis (Sukawati, 2009).

13 F. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti Tahapan daur nyamuk Aedes aegypti L. meliputi : 1. Telur Telur nyamuk Aedes aegypti L. memiliki dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan seperti kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu persatu pada dinding perindukan. Panjang telur 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang. Telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2 o C sampai 42 o C dalam keadaan kering. Telur ini akan menetas jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5 hari (Soedarmo, 1989). Gambar 3. Telur Nyamuk Aedes aegypti L. (Sumber : Anonim, 2008) Keterangan : Ciri ciri dari Telur Nyamuk Aedes aegypti L. : Telur Aedes aegypti L. berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm, dan berbentuk seperti sarang tawon (Sumarmo, 1988). 2. Larva Perkembangan larva tergantung pada suhu, kepadatan populasi, dan ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu sekitar lingkungan 28 o C

14 sekitar 10 hari, pada suhu air antara 30-40 o C larva akan berkembang menjadi pupa dalam waktu 5 7 hari. Larva lebih menyukai air bersih, akan tetapi tetap dapat hidup dalam air yang keruh (WHO, 1972). Larva beristirahat di permukaan dan menggantung hampir tegak lurus. Larva akan berenang menuju dasar tempat atau wadah apabila tersentuh dengan gerakan jungkir balik. Larva mengambil oksigen di udara dengan berenang menuju permukaan dan menempelkan siphonnya di atas permukaan air (Panda dan Khush, 1995). Larva Aedes aegypti L. memiliki empat tahapan perkembangan yang disebut instar meliputi : instar I, II, III dan IV, dan setiap pergantian instar ditandai dengan pergantian kulit yang disebut ekdisis (Gandasuhada dkk., 1988). Larva instar IV mempunyai ciri siphon pendek, sangat gelap dan kontras dengan warna tubuhnya (Borror dkk., 1996). Gerakan larva instar IV lebih lincah dan sensitif terhadap rangsangan cahaya. Dalam keadaan normal (cukup makan dan suhu air 25 o 27 o C) perkembangan larva instar ini sekitar 6 8 hari (Gandasuhada dkk., 1988). Gambar larva Aedes aegypti L. dapat dilihat pada Gambar 4a dan 4b. Larva Aedes aegypti L. mempunya ciri-ciri sebagai berikut: (1) Adanya corong udara pada segmen yang terakhir. (2) Pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs). (3) Pada corong udara terdapat pectin. (4) Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).

15 (5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1 sampai 3. (6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri. (7) Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala. Gambar 4a. Larva nyamuk A. aegypti Gambar 4b. Larva nyamuk A. aegypti (Sumber : Anonim, 2008) (Sumber: Anonim, 2008) Keterangan : Gambar 4a : Larva Nyamuk A. aegypti L. dilihat secara vertikel tegak lurus. Gambar 4b :Larva Nyamuk A. aegypti L. dilihat secara horizontal nampak melengkung membentuk sudut 180 o C. 3. Pupa Pupa Aedes aegypti L. berbentuk bengkok dengan kepala besar sehingga menyerupai tanda koma, memiliki siphon pada thorak untuk bernafas (Brown, 1983). Pupa nyamuk Aedes aegypti L. bersifat aquatik dan tidak seperti kebanyakan pupa serangga lain yaitu sangat aktif dan seringkali disebut akrobat (tumbler). Pupa Aedes aegypti L. tidak makan tetapi masih memerlukan O 2 untuk bernafas melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada thorak (Gandasuhada dkk., 1988). Pupa pada tahap akhir akan membungkus tubuh larva

16 dan mengalami metamorfosis menjadi nyamuk Aedes aegypti L. dewasa (Borror dkk., 1996). Gambar pupa nyamuk Aedes aegypti L. bisa dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pupa Nyamuk Aedes aegypti L. (Anonim, 2008) Keterangan : Pupa Aedes aegypti L. berbentuk seperti koma, berukuran besar namun lebih ramping dibandingkan dengan pupa spesies nyamuk lain. 4. Imago Pupa membutuhkan waktu 1 3 hari sampai beberapa minggu untuk menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan menetas terlebih dahulu dari pada nyamuk betina, karena nyamuk betina setelah dewasa membutuhkan darah untuk dapat mengalami kopulasi (Gandasuhada dkk., 1988). Dalam meneruskan keturunannya, nyamuk Aedes aegypti L. betina hanya kawin satu kali semumur hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi 24 28 hari dari saat nyamuk dewasa (Hiswani, 2004). Nyamuk Aedes aegypti L. dewasa hanya dapat berkelana sejauh 100-200 meter dari tempat mereka menetaskan telur. Nyamuk dewasa lebih aktif di senja atau malam hari. Hanya nyamuk betina yang menghisap darah, sedangkan nyamuk jantan makan bakal madu dan cairan-cairan

17 tumbuhan lain (Borror dkk., 1996). Gambar daur nyamuk Aedes aegypti L. dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Siklus Aedes aegypti L. (Anonim, 2008) Keterangan : Perkembangan Aedes aegypti L. dari telur sampai menjadi Nyamuk Aedes aegypti L. berlangsung srelama 10 hari. Telur berukuran panjang ± 0,5mm selama 1-2 hari menetas menjadi jentik-jentik (terdiri 4 instar) kemudian jentikjentik dalam waktu 5-7 hari akan menjadi kepompong atau pupa nyamuk. Kepompong dalam waktu 1-2 hari akan berkembangbiak menjadi nyamuk.

18 II.6 Hipotesis Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini antara lain : 1. Diantara tiga ekstrak yaitu daun, biji, dan daging buah cabai rawit, yang paling efektif dan efisien dalam membunuh larva nyamuk instar III Aedes aegypti L. adalah biji cabai rawit dengan konsentrasi 300.000 ppm. 2. Ekstrak daun, biji, dan daging buah cabai rawit dapat membunuh larva nyamuk instar III Aedes aegypti L. dalam waktu kurang dari 24 jam.