BAB I PENDAHULUAN. Rumah merupakan kebutuhan pokok (primer) yang dibutuhkan. oleh manusia, selain makanan dan pakaian. Dalam perkembangannya, rumah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. baik dari sisi financial maupun non-financial. Hal ini berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian global persaingan ekonomi semakin kompetitif. Semua

BAB 1 PENDAHULUAN. pasar dunia mengalami keruntuhan / degresi dan mempengaruhi sektor lainnya di

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. (Santoso, 2005). Perusahaan property and real estate adalah perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan adanya going concern, suatu entitas dianggap mampu. aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pendanaan dari dalam negeri maupun luar negeri. Dimana penghimpunan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1997 telah menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya stabilitas pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada saat ini sangat berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar

BAB I PENDAHULUAN. dengan menerbitkan saham. Penerbitan saham ini dilakukan oleh berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang diambil oleh pengguna (user) akan selalu berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan itu sendiri. Menurut Marcelinda et al. (2014), perusahaan bisa

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan lain. Perusahaan yang mampu bersaing akan bertahan hidup,

BAB 1 PENDAHULUAN. tuntutan bagi perusahaan untuk terus melakukan inovasi baru, bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dalam jangka panjang yang tidak terbatas. Hal ini berarti dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan wahana yang mempertemukan pihak yang. kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambar 1.1

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sektor bisnis yang berkembang pesat.bisnis property dan real

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih meningkatkan daya saingnya agar mampu bertahan di tengah

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor manufaktur dalam beberapa dekade terakhir. Industri tekstil dan garmen

BAB I PENDAHULUAN. (Sinambela, 2009). Pada dasarnya tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang. Untuk mencapai hal tersebut tentu diperlukan biaya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Maka dengan didirikannya sebuah perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini perkembangan teknologi terus meningkat dengan pesat,

BAB I tahun 1998 salah satunya berdampak pada sektor industri Property dan Real Estate.

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak bisa dipisahkan dari pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin pesat pula. Perkembangan tersebut juga dibarengi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berkaitan erat dengan pasar modal. Pasar modal memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. Dari kedua tujuan tersebut, maka pihak manajemen harus dapat menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi untuk membayar utang atau kewajibannya kepada kreditur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan untuk mendapatkan keuntungan (Meidera, 2013). Modal juga

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya peranan tersebut mempunyai kesamaan antara negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pasar modal merupakan tempat memperjualbelikan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara. Pasar modal menjadi media yang dapat digunakan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang

BAB I PENDAHULUAN. internet kepada penggunanya dalam hal akses. Pengguna dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran sebagai tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Suatu entitas

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaannya. Modal tersebut berasal dari dalam perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. minim, khususnya di wilayah luar Jawa. Hal tersebut terjadi karena setelah krisis pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan menengah kebawah hingga kalangan menengah keatas. Selain

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya kondisi infrastruktur terpuruk. Terutama infrastruktur jalan yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. tidak menentu pada saat sekarang ini membuat perusahaan harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder dan shareholder. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25%

BAB I PENDAHULUAN. semakin anjlok, terjun bebas dari Rp ,-/dollar AS hingga tembus hampir

BAB I. sangat panjang (going concern). Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan akan

2014 PERBA PENGARUH ASIMETRI INFORMASI TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang biasanya ditandai dengan mengalami kerugian.

Tim Statistik Sektor Riil BERITA PROPERTI. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter. Edisi Perdana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam memasuki pasar bebas perdagangan dunia, aktivitas perekonomian

PENDAHULUAN. Banyak perusahaan yang berskala besar atau kecil akan. mempunyai perhatian besar di bidang keuangan, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Pasar ini telah menjadi perhatian banyak pihak khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Wibowo, 2011) (The president post indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, jika hal itu terjadi akan memberikan kehawatiran pada pihak pihak

BAB I PENDAHULUAN. penulisan yang akan di bahas dalam penelitian ini. pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana. Jogiyanto (2003:11)

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA S E M A R A N G

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara dengan menjalankan dua fungsi. Fungsi pertama ialah fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang dapat diambil oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan

BAB-I. mengalir ke dalam perbankan, juga melimpahnya jenis tabungan yang di. fungsi kebijakan moneter. Bank sebagai institusi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kesetabilan moneter yang disebabkan atas kebijakannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Perusahan harus terus memperoleh laba agar

BAB I PENDAHULUAN. meminimalisasi risiko sesuai dengan hasil dari perdagangan yang telah dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin terintegrasinya ekonomi domestik dengan ekonomi dunia membuat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bursa Efek Indonesia. Gambar 1.1 Logo Bursa Efek Indonesia Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. yang disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sebagai badan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan kebutuhan pokok (primer) yang dibutuhkan oleh manusia, selain makanan dan pakaian. Dalam perkembangannya, rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat bernaung dan perlindungan diri, namun juga sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, peningkatan kualitas generasi mendatang, termasuk sebagai simbol untuk memperlihatkan status sosial dan gaya hidup. Karena itu kebutuhan untuk memperindah rumah semakin ditingkatkan. Sejalan dengan itu, Undang Undang Dasar (UUD) 15 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kutipan UUD 15 tersebut menegaskan bahwa setiap penduduk di Indonesia berhak bertempat tinggal dan hidup sejahtera. Yang dimaksud dengan berhak bertempat tinggal adalah memiliki kesempatan untuk memiliki tempat berteduh yang digunakan sebagai tempat tinggal, umumnya berbentuk tenda-tenda nomaden, rumah, hingga apartemen. Permasalahannya, seiring dengan perkembangan jumlah manusia, semakin tinggi pula kebutuhan masyarakat akan rumah. Sementara dihadapkan dengan penawaran lahan yang terbatas, maka penawaran rumah relative terbatas dibanding permintaannya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011-201 menunjukkan, backlog terus bertambah dan angka backlog tahun 201 mencapai 1

12 juta unit. Sedangkan supply produksi rumah 250.000 00.000 unit / tahun (Studi Bank Dunia, 201). Dalam situasi demikian, tidak semua penduduk memiliki rumah. BPS (201) melaporkan pada tahun 201, sebanyak 21,2 persen penduduk Indonesia tidak memiliki rumah. Mereka yang memiliki rumah sebanyak 78,68 persen dari sekitar 251 juta penduduk Indonesia. Berdasar realita di atas, maka usaha bidang property menjadi terbuka lebar dan berkembang pesat. Berbagai jenis perumahan dibangun untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Bermacam-macam tipe rumah mulai dari yang sederhana sampai mewah, harga rumah yang beragam, hingga lokasi rumah yang tersebar di berbagai daerah memudahkan para konsumen untuk memilih rumah yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Komponen penunjang kepemilikan rumah juga semakin mudah serta menjangkau beragam lapisan masyarakat, contohnya dengan kucuran KPR yang melimpah. Hampir seluruh bank besar di Indonesia memiliki produk kredit kepemilikan rumah dengan beragam variasi pembiayaan. Selain itu, apartemen, gedung perkantoran, mall, dan gudang industry juga dibangun oleh para pengembang (developer). Seiring dengan perkembangan bisnis properti maka dibutuhkan dana yang sangat besar. Berbagai upaya dilakukan guna memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan untuk pengembangan kegiatan usaha, salah satunya adalah dengan menerbitkan saham. Penerbitan saham dilakukan oleh berbagai jenis perusahaan di pasar yang disebut dengan pasar modal. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Khusus untuk Indonesia pasar modal dinamakan Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan listing di BEI maka usaha untuk 2

menghimpun dana akan semakin mudah karena semua laporan kinerja perusahaan akan di publikasikan di BEI sehingga baik perusahaan sendiri maupun para calon investor akan sangat mudah memperoleh informasi. Semua saham yang tercatat di BEI diklasifikasikan kedalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA (Jakarta Industrial Clasification). Salah satunya adalah sektor properti dan Real Estate, dimana sektor ini merupakan indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi nasional. Dengan kata lain, kegiatan di bidang properti dapat dijadikan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi secara umum yang sedang berlangsung. Namun demikian, perkembangan industri properti perlu dicermati secara hati-hati karena dapat memberikan dampak pada dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, industry properti dapat menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi karena meningkatnya kegiatan di bidang properti bisa mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor lain yang terkait. Namun disisi lain, perkembangan industri properti yang berlebihan dapat pula menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Di PT. Bursa Efek Indonesia, terdapat indeks sektoral properti dan Real Estate. Indeks sektoral properti dan Real Estate merupakan gambaran untuk menunjukkan apakah terjadi penurunan atau peningkatan peran sektor properti dan Real Estate tersebut terhadap perekonomian Indonesia dewasa ini. Sektor ini dianggap sebagai sektor yang penting di Indonesia karena merupakan indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara. Industri properti dan Real Estate juga merupakan sektor yang pertama memberi sinyal jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah negara (Santoso, 2005).

Fenomena ini masih hangat dan memiliki dampak yang cukup signifikan bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia adalah krisis global Subprime Mortage tahun 2008 yang mana telah terjadi krisis perumahan di Amerika Serikat yang dipicu oleh macetnya kredit dari para debitur dengan profil gagal bayar yang tinggi. Kredit ini ditandai dengan pemberian suku bunga yang lebih tinggi dari normal dan penyalurannya cenderung kurang hati-hati, ditambah dengan keuangan peminjam tidak dianalisis secara seksama. Pada kenyataannya, sejauh ini bisnis property Indonesia justru sektor yang memiliki rata-rata indeks paling rendah, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel ini menunjukkan sektor agriculture (pertanian) memiliki rata-rata indeks harga terbesar diantara sektor lain, diikuti sektor mining (pertambangan). Sementara itu, Bank Dunia bahkan memperingatkan akan potensi terjadinya penggelembungan (bubble) di sektor property. Hal ini ditengarai tingginya pinjaman atau kredit yang diberikan perbankan dan semakin tingginya harga property di Tanah Air. Tabel I.1 Data Pergerakan Harga Indeks Sektoral Tahun 2010-201 Sector 2010 2011 2012 201 201 ratarata Agriculture 2.28.1 2.16.0 2.062. 2.1.6 2.51.0 2.16.85 6 7 0 5 7 Mining.27.16 2.52.7 1.86.66 1.2.1 1.68. 2.0.70 8 5 1 Basic 87.25 08.27 526.551 80.7 5.67 6.2

Industry Miscellaneo 67.02 1.11.1 1.6.52 1.205.01 1.07.07 1.225.5 us Industry 7 2 6 Consumer 1.0.65 1.15.6 1.565.87 1.782.08 2.177.1 1.587.0 Goods 8 6 0 Property Real Estate & 20.07 22.25 26.552 6.7 52.08 2.162 Infrastructur e 81.20 6.6 07.52 0. 1.160.28 0.72 Finance 66.66 1.776 550.07 50. 71.60 556.10 Trade Service & 7.080 582.186 70. 776.786 878.6 60.527 Manufacturi 82.10 2.65 1.17.1 1.150.62 1.5.20 1.08.86 ng 1 5 Sumber : www.idx.co.id Dalam laporan Indonesia Economic Quarterly 201 yang dirilis Bank Dunia, terdapat dua faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya bubble property di Indonesia, terutama di Jakarta. Bank Dunia menganalisis faktor pertama adalah terus meningkatnya harga jual apartemen di Jakarta yang tumbuh 5 persen (year-on-year) per Desember 2012. Kondisi ini, dialami juga oleh subsektor property lain, yakni perkantoran dan kawasan industri. Harga jual ruang kantor di Jakarta naik sekitar persen per Desember. Sementara sewa lahan industri (greater Jakarta) berada di atas 22 persen. Kedua, tingkat pertumbuhan kredit untuk apartemen yang melaju cepat hingga 8 persen pada 5

periode yang sama. Pinjaman dari perbankan ini ikut mendorong kenaikan harga property. Pertanyaan yang perlu diajukan apakah kondisi bubble property di Indonesia mengganggu kesehatan finansial perusahaannya? Masalah finansial yang dihadapi suatu perusahaan apabila dibiarkan berlarut-larut dapat mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Kebangkrutan perusahaan dapat mempengaruhi yang memiliki kepentingan dalam perusahaan termasuk para pemegang saham, pemasok, kreditur pelanggan, karyawan, dan manajemen perusahaan itu sendiri. Dalam insiden kebangkrutan perusahaan khususnya pada perusahaan yang memperkerjakan banyak orang dapat secara signifikan mempengaruhi mata pencaharian banyak orang dan perekonomian di mana perusahaan tersebut berlokasi. Pemegang saham dan investor dapat menderita kerugian ekonomi yang besar karena mereka adalah pihak terakhir yang berkepentingan untuk melunasi dalam masalah likuidas perusahaan (Yap et.al, 2012 : 2). Untuk memprediksi apakah industri property di Indonesia dapat tetap bertahan atau berpotensi mengalami kebangkrutan, maka perlu dilakukan penelitian atas kinerja perusahaan property di BEI. Terdapat beberapa model prediksi yang digunakan sebagai perangkat analisis kebangkrutan seperti model Altman Z-Score, model Grover, model Springate, model Ohlson dan model Zmijewski. Namun tingkat akurasi dalam prediksi berbeda-beda. Menurut Purnajaya dan Merkusiwati (201), model Altman Z-Score, Springate, dan model Zmijewski relatif banyak digunakan karena relatif mudah diaplikasikan dan juga memiliki tingkat keakuratan yang cukup tinggi dalam melakukan prediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Model Springate 6

memiliki akurasi sebesar 2,5%, sedangkan tingkat akurasi dari model Zmijewski adalah sebesar,%. Senada dengan itu, penelitian yang dilakukan Fatmawati (2012) menyimpulkan bahwa model Zmijewski merupakan prediksi yang lebih akurat dibandingkan model Altman Z-score dan model Springate. Namun penelitian Hadi dan Anggraeni (2008) menunjukkan bahwa model Zmijewski tidak bisa memprediksi kebangkrutan. Sedangkan Model Altman dan Model Springate cukup mampu memprediksi kebangkrutan secara moderat. Penelitian ini menemukan bahwa model Altman merupakan prediktor kebangkrutan terbaik. Namun Imanzadeh et al (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan model Springate lebih konservatif dibandingkan model Zmijewski dalam arti model Springate lebih efisien daripada model Zmijewski. Adanya perbedaan berbagai model prediksi kebangkrutan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Perbandingan Potensi Kebangkrutan Perusahaan Properti yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2015 Berdasarkan Model Z - Score Altman, Springate, dan Zmijewski Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meneliti tentang kemampuan model prediksi kebangkrutan dan sekaligus dapat menjadi masukan bagi stakeholder Perusahaan Properti agar dapat di lakukan tindakan pencegahan yang terbaik sejak dini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut: 7

1. Bagaimana hasil perbandingan potensi kebangkrutan pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski? 2. Apakah terdapat perbedaan perbandingan potensi kebangkrutan perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski?. Sejauhmana perbedaan perbandingan potensial kebangkrutan di antara model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski dengan kenyataan yang ada? C. Tujuan Penelitian 1. Ingin mengetahui hasil perbandingan potensi kebangkrutan pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski. 2. Ingin mengetahui perbedaan perbandingan tingkat kebangkrutan perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berdasarkan model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski.. Ingin mengetahui perbedaan perbandingan potensial kebangkrutan di antara model Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski dengan kenyataan yang ada? D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penerapan model perbandingan kebangkrutan sehingga dapat di gunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan 8

keputusan investasi pada perusahaan property yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Selain itu, bagi peneliti, penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan berbagai ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh pada saat perkuliahan di Jurusan Manajemen FEB UNS terhadap permasalahan bisnis. 1. Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan property dan stakeholder terkait dalam menentukan kebijakan mengenai kelangsungan kehidupan perusahaan, sehingga dapat terhindar dari kesulitan keuangan perusahaan di masa depan.