PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

MODEL SILABUS. Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi, dan fungsi serta gerakannya.

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK BERKEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS. Oleh: Drs. Djadja Rahardja, M.Ed.

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional


KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY

MANAJERIAL BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI (KKS) PENYANDANG TUNANETRA. Irham Hosni

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

52. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada saat perjalanan. Rasa aman, nyaman dan terhindar dari bahaya

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 2

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

PRAKTEK BERGERAK DILINGKUNGAN SEKTAR SEKOLAH DAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

LAYANAN TERPADU LOW VISION DALAM MENDUKUNG INKLUSI

Lomba Inovasi Penataan Ruang

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. tentang fenomena-fenomena alam. Fenomena-fenomena alam dikemas berupa

2015 MODIFIKASI PERMAINAN SCRABBLE UNTUK MENAMBAH PERBENDAHARAAN PERMAINAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SLB AYPLB MAJALENGKA

Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan. merupakan dambaan setiap individu tidak terkecuali mereka yang menyandang

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan adalah Sekolah Dasar (SD). Sesuai dengan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. dan bermakna. Menurut Morse (1964) dalam Suherman (2000: 5) membedakan

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun tentang STANDAR PENILAIAN DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI SISWA TUNANETRA. Yuni Astuti ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

STANDAR PENILAIAN (Permen No. 20 Th. 2007)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : 10/D/KR/2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional, pasal 1 ayat 1 tentang ketentuan umum menyatakan Pendidikan

ORIENTASI PENGAJARAN MIKRO

PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni

PERENCANAAN PENGAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MAKNA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam

PRINSIP PRINSIP KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. memadukan secara sistematis dan berkesinambungan suatu kegiatan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN K T S P. Oleh: Marojahan Hutabarat

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat.pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah bagian dari masyarakat

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODIFIKASI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF OLEH : Drs. Mamad Widya, M.Pd.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian tentang kontribusi kompetensi profesional

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2016

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I Nyoman Sumertna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan

Transkripsi:

PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM KHUSUS : ORIENTASI DAN MOBILITAS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNANETRA (SMPLB-A) DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN DIKDASMEN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2006 1

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Satuan Pendidikan Program Khusus : Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) : Orientasi dan Mobilitas (OM) A. Latar Belakang Orientasi dan Mobilitas merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi tunanetra, karena semua aktivitas pelajaran berhubungan dengan unsur-unsur Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi siswa tunanetra. Kemandirian siswa tunanetra dalam bergerak dan berpindah tempat akan meningkatkan kemampuan siswa untuk memenuhi tuntutan kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Di samping itu, keterampilan Orientasi dan Mobilitas juga akan memperlancar siswa tunanetra dalam mengikuti kegiatan kependidikan. Manfaat dikuasainya keterampilan Orientasi dan Mobilitas bagi siswa tunanetra adalah: 1. Secara fisik akan lebih baik penampilan postur tubuh dan gaya jalannya; 2. Secara psikologis, akan meningkatkan rasa percaya diri; 3. Secara sosial tunanetra akan lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya; 4. Secara ekonomis siswa tunanetra tidak akan banyak meminta bantuan orang lain, dan lebih efektif dalam bergerak menuju ke tempat tujuan; 5. Pandangan masyarakat akan lebih positif dan wajar dalam mengenal kepribadian dan rasa sosial tunanetra. Keterampilan Orientasi dan Mobilitas tidak hanya akan mengembangkan ranah psikomotor dan keterampilan gerak, tetapi juga akan mengembangkan ranah kognitif dan afektifnya siswa tunanetra. Dengan dikuasainya keterampilan Orientasi dan Mobilitas, maka akan menambah keberhasilan siswa tunanetra dalam proses belajar mengajar dan keterampilan lainnya. 2

B. Fungsi dan Tujuan Orientasi dan Mobilitas berfungsi untuk mengatasi keterbatasan siswa tunanetra sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari ketunanetraan yang disandangnya. Kemandirian siswa tunanetra dalam bergerak dan berpindah tempat dapat mendukung keberhasilan siswa tunanetra dalam proses belajar mengajar maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Orientasi dan Mobilitas bertujuan untuk memberikan keterampilan agar siswa tunanetra dapat memasuki berbagai lingkungan baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dengan aman, efektif dan efisien tanpa banyak meminta bantuan orang lain. Dengan kemampuan Orientasi dan Mobilitas maka akan dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan fisik dan mental siswa tunanetra. Dengan demikian siswa akan memiliki kesempatan dan kemudahan untuk bepergian ke luar rumah sehingga akan memperkaya konsep dan keanekaragaman pengalaman. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam bidang Orientasi dan Mobilits meliputi: 1. Keterampilan motorik dan kesadaran lingkungan 2. Hubungan orientasi dengan lingkungan 3. Prinsip orientasi dan komponen orientasi 4. Bepergian dengan teknik pra tongkat 5. Analisis alat bantu Orientasi dan Mobilitas 6. Bepergian mandiri dengan menggunakan teknik tongkat di lingkungan yang tidak terbatas D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. Memahami gerakan motorik dan 1.1 Melakukan gerakan motorik untuk mengenal kesadaran lingkungan Lingkungan 1.2 Mengidentifikasi lingkungan sekitar 2. Memahami hubungan orientasi dengan lingkungan 2.1 Memahami prinsip-prinsip orientasi dalam mengenal lingkungan 3

STANDAR KOMPETENSI 3. Memahami prinsip-prinsip orientasi dan komponen keterampilan orientasi KOMPETENSI DASAR 2.2 Memahami gerakan orientasi untuk pengenalan lingkungan 3.1 Menetapkan posisi diri di berbagai lingkungan dengan menggunakan indera penglihatan yang masih berfungsi 3.2 Menggunakan komponen keterampilan yang dibutuhkan dalam berorientasi di berbagai lingkungan 4. Bepergian dengan menggunakan teknik pra tongkat di berbagai lingkungan 4.1 Bepergian dengan teknik pendamping awas di semua lingkungan 4.2 Bepergian mandiri dengan teknik melindungi diri di semua lingkungan 5. Menganalisa alat bantu Orientasi dan Mobilitas 5.1 Mengidentifikasi tongkat panjang 5.2 Mengidentifikasi tongkat lipat 5.3 Mengidentifikasi kompas Braille 5.4 Mengidentifikasi peta timbul 6. Bepergian dengan menggunakan teknik tongkat di berbagai lingkungan 6.1 Bepergian di semua lingkungan dengan teknik tongkat 6.2 Bepergian di daerah perkotaan 6.3 Bepergian di daerah pertokoan dan perdagangan E. Arah Pengembangan Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi unit penilaian dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. 4

F. Rambu-rambu 1. Sesuai dengan sifat dan ciri khas dari Orientasi dan Mobilitas, pembelajaran Orientasi dan Mobilitas berpusat pada praktek sedangkan teori hanya sebagai penunjang terlaksananya praktek tersebut. 2. Materi pembelajaran Orientasi dan Mobilitas disusun secara berurutan, sistematis, bertahap, dan berkesinambungan, sehingga Orientasi dan Mobilitas untuk siswa tunanetra tingkat satuan pendidikan SMPLB disusun dalam bentuk yang utuh, satu paket. 3. Siswa tunanetra mendapatkan pembelajaran Orientasi dan Mobilitas sesuai dengan apa yang ia butuhkan, sebagai hasil dari asesmen. Untuk itu, sebelum dilaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya dilakukan asesmen bagi setiap siswa tunanetra tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas yang telah dimilikinya secara menyeluruh. Asesmen merupakan proses dan metode sistematis untuk mengetahui: a. Apa yang telah dimiliki tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas b. Apa yang belum dimiliki oleh siswa tunanetra tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas c. Apa yang dibutuhkan oleh siswa tunanetra dalam keterampilan Orientasi dan Mobilitas 4. Sesuai dengan keadaan dan kemampuan yang telah dimiliki siswa tentang Orientasi dan Mobilitas yang, diketahui melalui hasil asesmen (penilaian), maka instruktur/guru dapat merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar secara individual dengan sistem prioritas. 5. Pelaksanaan proses belajar mengajar secara individual ini dapat dilaksanakan pada jam sekolah atau dapat juga dilaksanakan di luar jam sekolah. Untuk mendapatkan waktu yang tepat dalam melaksanakan proses belajar mengajar Orientasi dan Mobilitas bagi setiap siswa tunanetra pada jam sekolah, instruktur/guru dapat berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan lainnya atau dengan guru kelas, guru bidang studi, dan kepala sekolah. 6. Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas juga harus dilakukan dalam program terpadu, di mana semua guru kelas dan guru bidang studi lainnya ikut terlibat dan bertanggungjawab terhadap perkembangan keterampilan mobilitas siswa tunanetra sehingga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan harus lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sehingga pembentukan konsep akan dapat dicapai. 5

7. Hal-hal yang harus dilakukan terhadap siswa tunanetra adalah: a. Memberi informasi yang jelas/konkrit. Hindari kata ganti petunjuk (ini, itu, di sana dsb) b. Memberi bantuan jika diperlukan c. Memberi kesempatan beradaptasi terhadap perubahan cahaya. d. Beberapa siswa tunanetra memiliki masalah lain seperti gangguan pada tulang, gangguan pendengaran dan intelegensi rendah. Oleh karena itu beragam pendekatan harus digunakan untuk memberikan bimbingan secara individual dengan tepat. 8. Panduan pelaksanaan kurikulum ini sebagai acuan dasar, sehingga sekolah atau guru Orientasi dan Mobilitas dapat mengembangkan panduan kurikulum kurikulum Orientasi dan Mobilitas ini ke dalam kegiatan yang lebih operasional sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa tunanetra di sekolah masing-masing. 6

D. Latar Belakang Orientasi dan Mobilitas merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi tunanetra, karena semua aktivitas pelajaran berhubungan dengan unsur-unsur Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi siswa tunanetra. Kemandirian siswa tunanetra dalam bergerak dan berpindah tempat akan meningkatkan kemampuan siswa untuk memenuhi tuntutan kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Di samping itu, keterampilan Orientasi dan Mobilitas juga akan memperlancar siswa tunanetra dalam mengikuti kegiatan kependidikan. Manfaat dikuasainya keterampilan Orientasi dan Mobilitas bagi siswa tunanetra adalah: 6. Secara fisik akan lebih baik penampilan postur tubuh dan gaya jalannya; 7. Secara psikologis, akan meningkatkan rasa percaya diri; 8. Secara sosial sosial tunanetra akan lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya; 9. Secara ekonomis siswa tunanetra tidak akan banyak meminta bantuan orang lain, dan lebih efektif dalam bergerak menuju ke tempat tujuan; 10. Pandangan masyarakat akan lebih positif dan wajar dalam mengenal kepribadian dan rasa sosial tunanetra. Keterampilan Orientasi dan Mobilitas tidak hanya akan mengembangkan ranah psikomotor dan keterampilan gerak, tetapi juga akan mengembangkan ranah kognitif dan afektifnya siswa tunanetra. 7

Dengan dikuasainya keterampilan Orientasi dan Mobilitas, maka akan menambah keberhasilan siswa tunanetra dalam proses belajar mengajar dan keterampilan lainnya. E. Fungsi dan Tujuan Orientasi dan Mobilitas berfungsi untuk mengatasi keterbatasan siswa tunanetra sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari ketunanetraan yang disandangnya. Kemandirian siswa tunanetra dalam bergerak dan berpindah tempat dapat mendukung keberhasilan siswa tunanetra dalam proses belajar mengajar maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Orientasi dan Mobilitas bertujuan untuk memberikan keterampilan agar siswa tunanetra dapat memasuki berbagai lingkungan baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dengan aman, efektif dan efisien tanpa banyak meminta bantuan orang lain. Dengan kemampuan Orientasi dan Mobilitas maka akan dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan fisik dan mental siswa tunanetra. Dengan demikian siswa akan memiliki kesempatan dan kemudahan untuk bepergian ke luar rumah sehingga akan memperkaya konsep dan keanekaragaman pengalaman. F. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam bidang Orientasi dan Mobilits meliputi: G. Rambu-rambu 1. Sesuai dengan sifat dan ciri khas dari Orientasi dan Mobilitas, pembelajaran Orientasi dan Mobilitas berpusat pada praktek sedangkan teori hanya sebagai penunjang terlaksananya praktek tersebut. 2. Materi pembelajaran Orientasi dan Mobilitas disusun secara berurutan, sistematis, bertahap, dan berkesinambungan, sehingga Orientasi dan Mobilitas untuk siswa tunanetra tingkat satuan pendidikan SDLB disusun dalam bentuk yang utuh, satu paket. 3. Siswa tunanetra mendapatkan pembelajaran Orientasi dan Mobilitas sesuai dengan apa yang ia butuhkan, sebagai hasil dari asesmen. Untuk itu, sebelum dilaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya dilakukan asesmen bagi setiap siswa tunanetra 8

tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas yang telah dimilikinya secara menyeluruh. Asesmen merupakan proses dan metode sistematis untuk mengetahui: a. Apa yang telah dimiliki tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas b. Apa yang belum dimiliki oleh siswa tunanetra tentang keterampilan Orientasi dan Mobilitas c. Apa yang dibutuhkan oleh siswa tunanetra dalam keterampilan Orientasi dan Mobilitas 4. Sesuai dengan keadaan dan kemampuan yang telah dimiliki siswa tentang Orientasi dan Mobilitas yang diketahui melalui hasil asesmen (penilaian), maka instruktur/guru dapat merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar secara individual dengan sistem prioritas. 5. Pelaksanaan proses belajar mengajar secara individual ini dapat dilaksanakan pada jam sekolah atau dapat juga dilaksanakan di luar jam sekolah. Untuk mendapatkan waktu yang tepat dalam melaksanakan proses belajar mengajar Orientasi dan Mobilitas bagi setiap siswa tunanetra pada jam sekolah, instruktur/guru dapat berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan lainnya atau dengan guru kelas, guru bidang studi, dan kepala sekolah. 6. Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas juga harus dilakukan dalam program terpadu, di mana semua guru kelas dan guru bidang studi lainnya ikut terlibat dan bertangungjawab terhadap perkembangan keterampilan mobilitas siswa tunanetra sehingga kegiatan belajar mengajar yang dilaksnakan harus lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sehingga pembentukan konsep akan dapat dicapai. 7. Hal-hal yang harus dilakukan terhadap siswa tunanetra adalah: a. Memberi informasi yang jelas/konkrit. Hindari kata ganti petunjuk (ini, itu, di sana dsb) b. Memberi bantuan jika diperlukan c. Memberi kesempatan beradaptasi terhadap perubahan cahaya. d. Beberapa siswa tunanetra memiliki masalah lain seperti gangguan pada tulang, gangguan pendengaran dan intelegensi rendah. Oleh karena itu beragam pendekatan harus digunakan untuk memberikan bimbingan secara individual dengan tepat. 8. Panduan pelaksanaan kurikulum ini sebagai acuan dasar, sehingga sekolah atau guru Orientasi dan Mobilitas dapat mengembangkan panduan kurikulum Orientasi dan 9

Mobilitas ini ke dalam kegiatan yang lebih operasional sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa tunanetra di sekolah masing-masing. E. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar F. Arah Pengembangan Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi unit penilaian dalam merancang kegiatan pembelajran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. 10