I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA (DIENDAPKAN 5 HARI) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima,pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

NURUL FATIMAH A

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

PENGUJIAN MODEL BURNER KOMPOR BIOETANOL DENGAN VARIASI VOLUME BURNER CHAMBER 50 cm 3, 54 cm 3, 60 cm 3, 70 cm 3

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

HIDROLISIS ONGGOK DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR KOLOM BERSEKAT

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

SKRIPSI PEMANFAATAN LIMBAH BIJI JAGUNG DARI INDUSTRI PEMBIBITAN BENIH JAGUNG MENJADI BIOETHANOL

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. fosil (Meivina et al., 2004). Ditinjau secara global, total kebutuhan energi dunia

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK GANYONG (Canna edulis Kerr.) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

ETANOL DARI HASIL HIDROLISIS ONGGOK ETHANOL FROM CASSAVA WASTE HYDROLYSIS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan sentra penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

KAJIAN POTENSI SUMBER BIOETHANOL DARI PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGY ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP KADAR ETANOL HASIL FERMENTASI JERAMI PADI (Oryza sativa) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOETANOL ALTERNATIF

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

TUGAS KETEKNIKAN SISTEM ANALISA KUANTITATIF PRODUKSI BIOETANOL

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi. BPPT. Jakarta. Indonesia. Jakarta. Prosising Workshop Nasional Biodesel dab Bioethanol Di Indonesia.

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH SALAK DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KUALITAS NATA DE CASSAVA LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA. Oleh :

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan limbah tapioka berupa onggok menjadi bioetanol merupakan alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis onggok. Disamping itu, pengolahan onggok menjadi bioetanol yang diusahakan pada bidang bisnis dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang didukung kondisi bahan baku pembuatan bioetanol saat ini masih sangat terbatas, sementara jumlah permintaannya terus meningkat dan harganya menjanjikan. Sejauh ini, seiring dengan banyaknya pabrik tapioka berproduksi mengakibatkan banyaknya limbah onggok yang dihasilkan yang dinilai belum termanfaatkan secara bijak. Asfarinah dkk. (2010) sejauh ini onggok hanya dibuang dan digunakan sebagai pupuk sehingga menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap. Harga jual onggok juga sangat rendah yaitu Rp 500,00 per kilogramnya yang digunakan sebagai pakan ternak dengan kadar proteinnya yang rendah sehingga membutuhkan tambahan sumber protein lain. BPPT dalam ITS (2015) menyebutkan kandungan protein dalam onggok adalah 1,57%. Data BPS (2015) menunjukkan bahwa pada tahun 2015 panen ubi kayu mengalami peningkatan produktivitas 6,37% atau setara dengan 10,01 kuintal/hektar yaitu sebesar 157,69 kuintal/hektar pada tahun 2014 dan 167,71 kuintal/hektar pada tahun 2015. Pada saat yang bersamaan, Maxima (2015) menyebutkan bahwa hal 1

2 tersebut juga diikuti oleh permintaan singkong yang meningkat, terutama oleh 150 pabrik tapioka dengan harga yang lebih tinggi. Rata-rata setiap pabrik tapioka membutuhkan 200-1000 ton ubi kayu untuk produksinya. Setiap 1 kuintal ubi kayu menurut Nur dkk. (2016) menghasilkan onggok sebanyak 20 kg. Maka, untuk 150 pabrik tapioka pada tahun 2015 tersebut sendiri menghasilkan onggok 400.000-2.000.000 kg yang dinilai belum dimanfaatkan secara bijak. Banyaknya onggok yang terbuang tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bioetanol. Menurut ITS (2015) onggok masih mengandung pati cukup tinggi yaitu sekitar 63%. Widayatnim (2015) pati merupakan salah satu turunan karbohidrat dan bahan baku utama pembuatan etanol disamping molases dan tepung kayu. Masih tingginya kandungan pati tersebut, maka onggok dinilai dapat dimanfaatkan sebagai usaha substitusi bahan baku bioetanol. Bioetanol yang dibutuhkan dengan permintaan tertinggi adalah bioetanol kadar 96%, yaitu bioetanol yang sering digunakan sebagai bahan campuran (aditif) 10% dari bensin, yang biasa disebut dengan Gasohol E-10, meskipun terdapat manfaat lain dari penggunaan bioetanol dengan kadar yang berbeda, misalnya kebutuhan medis dan farmasi, serta sebagai substitusi kebutuhoan minyak tanah. Gasohol E-10 memiliki angka oktan 92 yang hampir sama dengan Pertamax (92-95), bersifat ramah lingkungan dengan hasil pembakarannya berupa H 2 O dan CO 2. Jika usaha substitusi bahan baku bioetanol tersebut dapat terealisasikan, hal tersebut serujuk dan didukung oleh pemerintah yang disebutkan Azizah dkk. (2010)

3 bahwa salah satu upaya untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap BBM adalah dengan memanfaatkan energi alternatif terbarukan, seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5. Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, adalah melalui pengembangan energi terbarukan berbasis nabati atau yang sering disebut Bahan Bakar Nabati (BBN). Menurut Azizah dkk. (2010) juga menyebutkan bahwa tidak hanya mengeluarkan Perpres no.5 tahun 2006, tetapi pemerintah juga menargetkan pada tahun 2016 pemanfaatan BBN mencapai 5%. Namun permasalahan yang tengah dihadapi pada usaha substitusi bahan baku bioetanol berupa bahan berpati maupun berkayu terletak pada bagaimana mendapatkan kadar gula yang tinggi sehingga mempengaruhi kadar bioetanolnya. Berangkat dari beberapa penelitian, diantaranya penelitian Yusrin dan Mukaromah (2010) memberikan hasil bahwa kadar etanol maksimum sebesar 9,11% didapatkan pada perlakuan asam Sulfat 3% yang setara dengan 0,2 M, selama 3 jam dengan ragi 1%, dan waktu fermentasi 32 jam. Penelitian bioetanol jerami padi oleh Novia dkk. (2015) memberikan hasil kadar etanol tertinggi sebesar 4,96% didapatkan pada perlakuan hidrolisis dengan asam Sulfat 5% selama 30 menit dan lama waktu fermentasi 5 hari. Penelitian Novia dkk. (2015) memberikan kesimpulan bahwa semakin tinggi lama fermentasi dan konsentrasi asam maka akan semakin tinggi kadar bioetanol yang didapatkan. Penelitian bioetanol onggok oleh Dwi dkk. (2012) memberikan hasil bahwa perlakuan H 2 SO 4 2M selama 4 jam memberikan kadar

4 glukosa tertinggi sebesar 30,74 g/l dari perlakuan 0,2M yang digunakan untuk hidrolisis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pada kesempatan ini penulis akan meneliti pengaruh lama hidrolisis H 2 SO 4 2M 3 jam, 4 jam, 5 jam, dengan konsentrasi H 2 SO 4 3% dari volume media dan dengan diberi perlakuan tambahan molase 10% dan 15%. Perlakuan lama waktu hidrolisis asam sulfat yang diberikan bertujuan untuk mendapatkan kadar gula yang semakin tinggi dengan lama hidrolisis yang semakin lama. Begitu juga pada kombinasi perlakuan penambahan molase konsentrasi 10% dan 15%. Harapannya dapat meninggikan kadar gula sehingga mempengaruhi kadar etanolnya. Metode hidrolisis asam yang digunakan pada penelitian ini bertujuan menerapkan metode yang dinilai efektif dan terjangkau dari segi tata cara pelaksanaan, hasil kadar gula yang diperoleh, dan kondisi ekonomi oleh masyarakat, sehingga jika nantinya diperoleh hasil penelitian yang dikehendaki, besar harapan dapat direalisasikan oleh masyarakat di bidang usaha dan bisnis. B. Rumusan Masalah Pada prinsipnya, hidrolisis merupakan proses pemecahan rantai polimer bahan menjadi monomer-monomer sederhana. Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya secara enzimatis, kimiawi, ataupun kombinasi keduanya. Pada penelitian ini, hidrolisis secara kimiawi menggunakan H 2 SO 4 adalah yang digunakan dengan mengaitkan perlakuan lama hidrolisis yaitu 3 jam, 4 jam, 5 jam. Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh lama hidrolisis H 2 SO 4 terhadap kadar gula yang dihasilkan sehingga mempengaruhi kadar etanolnya.

5 Selanjutnya dilakukan penambahan molase agar mendapatkan kadar gula yang lebih tinggi setelah tahap hidrolisis. Tujuan penelitian ini adalah : C. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh lama hidrolisis H 2 SO 4 terhadap kadar gula yang dihasilkan dari fermentasi tepung onggok. 2. Mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi molase terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi tepung onggok. 3. Mendapatkan perlakuan terbaik dari lama hidrolisis H 2 SO 4 dan konsentrasi molase terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi tepung onggok.