PEMBANGUNAN HUKUM TANAH NASIONAL BERDASARKAN KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM. Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. Suwarnatha.pusku.com Suwarnatha.hol.es

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut

POLITIK HUKUM Oleh: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016

BAHAN TAYANG MODUL 5

PLEASE BE PATIENT!!!

LAND REFORM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia. Selly Rahmawati, M.Pd.

PEMBUKAAN UUD 1945 (Kuliah-8) 1

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

HUKUM AGRARIA NASIONAL

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Bab IV Penutup BAB IV PENUTUP

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

Materi Kuliah RULE OF LAW

MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

Kedudukan Pembukaan UUD Anggota Kelompok : -Alfin Anthony -Benadasa -Jeeva Laksamana -Nicolas Crothers -Steven David -Lukas Gilang

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia (Pembukaan UUD 1945) B Y : S E L L Y R A H M A W A T I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M.

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara

BAB IV KEDUDUKAN DAN SIFAT PANCASILA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

Transkripsi:

PEMBANGUNAN HUKUM TANAH NASIONAL BERDASARKAN KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA Suhadi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang e-mail: suhadi@mail.unnes.ac.id Abstrak Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai Hukum Tanah Nasional merupakan salah satu karya monumental bangsa Indonesia, karena UUPA dibangun berdasarkan konsep negara hukum Pancasila. UUPA berhasil merombak hukum tanah kolonial menjadi hukum tanah nasional. UUPA merupakan produk hukum yang bersifat prismatik. UUPA di satu sisi merupakan cermin budaya masyarakat Indonesia dan di sisi lain merupakan a tool of social engeneering. Namun dalam implementasinya, banyak hal yang tidak sejalan dengan UUPA. Banyak produk hukum yang merupakan pelaksanaan dan penjabaran lebih lanjut dari UUPA justru menampakan diri bertentangan dengan jiwa UUPA. Produk hukum yang bertentangan ini misalnya terkait dengan maraknya penguasaan tanah oleh orang asing, paksaan pemerintah terhadap rakyat, dan berpihaknya peraturan perundangan kepada pemilik modal besar dengan mengaibaikan kepentingan rakyat. Pembangunan hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila harus terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional, untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Politik hukum merupakan salah satu piranti membangun hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila. Kata-kata kunci: hukum tanah nasional, prismatik, negara hukum Pancasila. PENDAHULUAN Sampai saat ini Pancasila bagi bangsa Indonesia masih memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting. Pancasila sebagai norma dasar negara (grundnorm), cita hukum (rechtsidee), pokok kaidah fundamental negara, dan juga kerangka keyakinan ( belief frame work) yang bersifat normatif dan konstitutif. Bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif, dan bersifat konstitutif karena mengarahkan hukum pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan kedudukan dan fungsi yang semacam ini maka pembangunan sistem hukum nasional seharusnya selalu dan tetap berorientasi kepada Pancasila. Pembangunan hukum menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila masih menghadapi berbagai macam persoalan, hambatan maupun tantangan. Barda Nawawi Arief 1 mengidentifikasi minimal ada tiga masalah besar dalam pembangunan hukum nasional, yaitu: (1) masalah peningkatan kualitas penegakan hukum in concreto (masalah lawenforcement), (2) masalah pembangunan/pembaharuan Sistem Hukum Nasional, dan (3) masalah perkembangan globalisasi yang multikompleks, masalah internasionalisasi hukum, globalisasi/internasionalisasi kejahatan dan masalah hitechcyber crime yang terus berkembang. Senada dengan hal itu, Arief Hidayat menengarai, bahwa pembangunan sistem hukum nasional pasca reformasi mengalami hambatan baik dari dalam MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 19

maupun dari luar. Hambatan dari dalam berupa (1) budaya masyarakat yang cenderung feodalistik dan paternalistik yang menyebabkan hukum menjadi elitis dan korup, (2) tidak adanya kesadaran politik kebangsaan dan kenegaraan (politik nasional) para penyelenggara negara, sehingga hukum tidak mendasarkan pada kepentingan nasional namun hanya pada kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Hambatan dari luar berupa (1) pengaruh globalisasi yang membawa ideologi-ideologi lain di luar Pancasila sehingga mempengaruhi pemahaman yang utuh terhadap Pancasila serta mempengaruhi pola pikir (mind set) masyarakat, dan (2) adanya tekanan politik luar negeri negara adikuasa, sehinggga terjadi pertentangan antara kepentingan nasional dan kepentingan asing yang sangat mempengaruhi proses pembanguanan sistem hukum nasional. Dalam ungkapan yang agak berbeda, Jimmly Asshiddiqie menyatakan dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional, ada 3 (tiga) sektor penting yang perlu mendapat perhatian yaitu: (1) pembangunan materi hukum, (2) pembinaan aparatur hukum, dan (3) pembangunan sarana dan prasarana hukum. Dengan ungkapan lain pembangunan hukum sebenarnya menyangkut aspek dan dimensi yang sangat luas yang berhubungan erat dengan (1) law making process, (2) law enforcement, dan (3) legal awareness Hukum nasional apabila dipandang sebagai cerminan atau ekspresi dari realitas kesadaran bangsa Indonesia, pembentukan dan pembaharuan hukum nasional dewasa ini menjadi sesuatu yang urgen. Salah satu konsekuensi dari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, adalah adanya tugas yuridis untuk menciptakan tata dan aturan hukum sesuai dengan kedudukan negara Indonesia yang merdeka, yaitu sistem hukum yang tidak kolonialis dan tidak diskriminatif. Tugas yuridis tersebut sampai saat ini masih menjadi tunggakan sejarah. Hal ini terbukti dari adanya sejumlah peraturan perundang-undangan warisan penjajah yang belum tentu sesuai dengan realitas kesadaran bangsa Indonesia--- dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945--- kini tetap berlaku dan menjadi bagian hukum nasional Indonesia Beberapa pendapat tersebut di atas yang pada intinya mengatakan pembangunan hukum menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila masih menghadapi berbagai macam tantangan baik yang berkait dengan materi hukum sebagai komponen substantif, institusi sebagai komponen struktural, dan kesadaran hukum masyarakat sebagai komponen kultural. Indonesia merdeka memiliki kebebasan dalam mengatur organisasi negara sesuai dengan ideal-ideal yang diharapkan. Secara lebih jelas lagi bahwa Indonesia merdeka seharusnya dibangun berdasarkan dasar atau prinsip yang sesuai dengan masyarakat Indonesia sendiri. Dalam konteks yang demikian inilah dapat dinyatakan bahwa hukum yang hendak dibangun dan diberlakukan di Indonesia harus bersumber dan berdasar pada Pancasila. Bukankah Pancasila merupakan dasar atau pondamen yang telah dipersiapkan oleh bangsa Indonesia jauh sebelum negara Indonesia MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 20

diproklamasikan. Hal ini menunjukkan pula bahwa sesungguhnya para pendiri negara telah memiliki visi yang sangat baik, yang mampu melihat jauh ke depan, kelak bila Indonesia merdeka. Dalam kaitannya dengan hukum tanah nasional, tugas yuridis untuk menciptakan tata dan aturan hukum sesuai dengan kedudukan negara Indonesia yang merdeka sudah ditunaiakan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan UUPA. Sebagaimana dikemukakan Moh Mahfud MD bahwa UUPA merupakan hukum yang filosofinya sudah baik, berkarakter responsif, merupakan produk hukum prismatik yang ideal. Senada dengan Moh Mahfud, Achmad Sodiki mengemukakan bahwa UUPA merupakan karya revolusioner bangsa Indonesia yang membawa konsep ideal tentang pengaturan hukum agraria yang harus anti penjajahan dan anti penindasan, harus menguatkan jiwa persatuan dan kesatuan, serta adanya penegasan tentang hak menguasai negara yang kesemuanya untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Namun sayang, dalam implementasinya apa yang sudah baik dalam UUPA tidak dilaksanakan. Dalam implementasinya telah terjadi tarik menarik kepentingan, dinamika pembangunan politik ekonomi yang berubah-ubah dan hukum adat yang terpinggirkan di tengah arus global. Pilihan nilai pada kemakmuran sekelompok orang yang kuat secara ekonomis (pemodal) melalui liberalisasi ekonomi telah menggeser watak populisme UUPA. Keharusan membangun kemakmuran rakyat (pemerataan) dikalahkan oleh program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Atas dasar hal semacam inilah, pembangunan hukum tanah nasional harus dilakukan untuk mengembalikan ruh dan jiwanya yang berdasar pada prinsip negara hukum Pancasila. Tulisan ini akan menjelaskan pentingnya membangun hukum tanah nasional berdasar prinsip negara hukum Pancasila sebagai jawaban atas pengaruh kuat globalisasi dengan kekuatan kapitalnya yang mengukuhkan hak-hak individual semata. Tujuan akhirnya agar hukum tanah nasional tetap mampu menjadi sarana utama pencapaian kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Konsep Negara Hukum Pancasila Konsep negara hukum Pancasila adalah konsep negara hukum khas Indonesia yang berbeda dengan konsep negara hukum Eropa Barat (Rechtsstaat) maupun konsep the Rule of Law. Konsep yang dianut oleh negara hukum Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga saat ini bukanlah konsep rechtsstaat dan juga bukan the rule of law, tetapi konsep negara hukum baru yaitu konsep negara hukum Pancasila. Lebih lanjut Arief Hidayat menyatakan bahwa negara hukum Pancasila bersifat prismatik. Hukum prismatik adalah hukum yang mengintegrasikan unsur-unsur baik dari yang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 21

terkandung di dalam berbagai hukum (sistem hukum) sehinggga terbentuk suatu hukum yang baru dan utuh. Dikatakannya, negara hukum Pancasila memiliki karakterististik sebagai berikut ini. 1. Merupakan suatu negara kekeluargaan. Dalam suatu negara kekeluargaan terdapat pengakuan hak-hak individu (termasuk hak miliki) atau HAM namun dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) di atas kepentingan individu. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai sosial masyarakat paguyuban dan sejalan dengan pergeseran menjadi masyarakat patembayan. Dalam negara hukum Pancasila diupayakan terciptanya suatu harmoni atau keseimbangan antara kepntingan individu dan kepentingan sosial (masyarakat) dengan memberikan pada negara kemungkinan untuk campur tangan sepanjang diperlukan bagi terciptanya tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 2. Merupakan negara hukum yang berkepastian dan berkeadilan. Dengan sifatnya yang prismatik, dalam kegiatan berhukum baik dalam proses pembentukan maupun pengimplementasiannya dilakukan dengan memadukan berbagai unsur yang baik dengan memadukan prinsip kepastian hukum dan prinsip keadilan, sehingga terciptalah prasyarat bahwa kepastian hukum harus ditegakkan demi menegakkan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 3. Merupakan religious nation state, tidak menganut sekulerisme tetapi juga bukan negara agama. Negara Hukum Pancasila adalah konsep negara berketuhanan, konsekuensinya atheisme dan komuunisme dilarang karena telah mengesampingkan Ketuhanan Yang Maha Esa 4. Memadukan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan hukum sebagai cermin budaya masyarakat. Mencoba untuk memelihara dan mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat (living law), sekaligus melakukan positivisasi terhadap living law tersebut untuk mendorong dan mengarahkan masyarakat pada perkembangan dan kemajuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. 5. Basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional haruslah didasarkan pada prinsip hukum yang bersifat netral dan universal, dalam pengertian bahwa harus memenuhi persyaratan utama yaitu Pancasila sebagai perekat dan pemersatu, berlandaskan nilai yang dapat diterima oleh semua kepentingan dan tidak mengistimewakan kelompok atau golongan tertentu, mengutamakan prinsip gotong royong dan toleransi serta adanya kesamaan visi, misi, tujuan, dan orientasi yang sama disertai dengan saling percaya. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 22

Implementasi Hukum Tanah Nasional UUPA sebagai peraturan dasar hukum tanah nasional, dalam penjabarannya ke dalam peraturan perundangan yang lebih rendah banyak yang tidak sinkron dan tidak koheren. Dengan kata lain, implementasi lebih lanjut dari peraturan pokok itu tidak sesuai dengan jiwa atau ruh UUPA. Dalam implementasinya telah terjadi tarik menarik kepentingan, pilihan nilai pada kemakmuran sekelompok orang yang kuat secara ekonomis (pemodal) melalui liberalisasi ekonomi telah menggeser watak populisme UUPA. Keharusan membangun kemakmuran rakyat (pemerataan) dikalahkan oleh program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Implementasi UUPA yang semacam ini terjadi karena dominannya kekuasaan atas hukum. Dalam tataran ideal, hukum dan kekuasaan sesungguhnya kait mengkait satu sama lain. Di satu sisi hukum membutuhkan kekuasaan, dan di sisi lain kekuasaan membutuhkan hukum. Dalam hal ini Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa kekuasaan memberikan kekuatan kepada hukum untuk menjalankan fungsinya, misalnya sebagai kekuatan pengintegrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide ide belaka. Meskipun hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum. Kekuasaan dalam bentuknya yang paling murni tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan. Melalui hukum itulah pembatasanpembatasan diberikan, karena hukum bekerja dengan cara memberikan patokan-patokan tingkah laku. Dengan meminjam istilah Nonet dan Selznick, peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran atau pelaksanaan lebih lanjut UUPA termasuk kategori produk hukum represif. Hukum sebagai alat kekuasaan represif. Pada tipe hukum represif, tujuan hukum adalah ketertiban, dan dalam hubungannya dengan politik, hukum subordinat terhadap politik. Contoh konkrit tipe hukum represif ini adalah peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. Peraturan Menteri ini akhirnya diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Setelah reformasi, instrumen hukum pengadaan tanah berupa Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden inipun akhirnya diganti lagi dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan-peraturan ini seharusnya merupakan patokan-patokan perilaku negara dalam menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Idealnya, dengan peraturan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 23

perundang-undangan ini, di satu sisi negara memiliki dasar menjalankan kewenangannya untuk menyediakan tanah guna keperluan pembangunan. Di sisi lain, negara tidak akan menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang terhadap rakyat. Kekuasaan negara dibatasi oleh hukum, berupa peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah. Apa yang diidealkan melalui peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah tidak sama dalam realitanya. Meskipun telah ada pembatasan kekuasaan negara melalui hukum berupa peraturan perundang-undangan, ternyata tidak serta merta pengadaan tanah menghormati hak-hak rakyat. Hal ini terjadi karena peraturan perundang-undangan yang dibuat justru menampilkan kekuasaan dan dominasi negara. Dalam kaitan ini benar apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo, bahwa optik sosiologis menemukan kenyataan bahwa kekuasaan itu tetap ada secara laten dan pada saat saat tertentu dapat muncul kembali, dalam hal ini dengan menggunakan hukum sebagai selimutnya. Dengan meminjam pendapatnya Alfin Toffler, kekuatan itu sering muncul kembali dalam baju yang lebih halus, antara lain hukum. Pembebasan tanah atau pengadaan tanah memiliki prosedur yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan pencabutan hak atas tanah. Dalam kaitan ini Mahfud MD menyatakan prosedur pencabutan dirasakan menghambat laju pembangunan sehingga pemerintah mencari jalan lain yang lebih mudah, yakni prosedur pembebasan, meksipun berisiko terjadinya kesewenang-wenangan dan keadilan karena rakyat atau pemilik tanah tak mempunyai ruang untuk bernegosiasi secara bebas. Peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dengan UUPA yang sekaligus memperlihatkan bahwa implementasi UUPA yang tidak sejalan dengan Pancasila adalah ketentuan Pasal 21 dan 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Di dalam Pasal 21 ada ketentuan bahwa Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal, untuk antara lain memperoleh hak atas tanah. Dalam Pasal 22 ditentukan bahwa kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanam modal, berupa: (1) Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun. (2) Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbaharui selama 30 tahun. (3) Hak Pakai dapat diberikan dengan jangka waktu 70 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbaharui selama 25 tahun. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 24

Dalam kaitannya dengan ketentuan ini telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21-22/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap UUD NRI Tahun 1945. Dengan melihat amar putusan, pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai kepada perusahaan penanam modal diberikan dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan lainnya, yang dalam hal ini adalah ketentuan UUPA. Di dalam Pasal 29 UUPA, HGU dapat diberikan dengan jangka wakytu paling lama 35 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Setelah perpanjangannya berakhir dapat diberikan HGU baru. Pasal 35 UUPA ditentukan bahwa HGB dapat diberikan dengan jangka wakytu paling lama 30 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Untuk Hak Pakai tidak ada pembatasan berapa tahun jangka waktunya, namun dalam Psal 43 ditentukan bahwa Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Implementasi UUPA yang tidak sejalan dengan jiwa dan roh UUPA terjadi oleh karena pemerintah terjebak pada pembangunanisme dan penafsiran yang keliru terhadap kepentingan umum (kesejahteraan masyarakat). Pembangunan seringkali dipahami sebagai serangkaian upaya untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat melalui langkah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi (menggerakkan roda ekonomi) dengan dukungan stabilitas politik yang tinggi (mantap). Dengan pemahaman pembangunan semacam ini maka di dalam konsep pembangunan terdapat 4 (empat) asumsi utama, yaitu; (1) bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dengan sendirinya membawa perbaikan hidup masyarakat kebanyakan, terutama bagi kaum miskin; (2) bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti roda produksi telah membuka lapangan kerja dan menggairahkan pasar, sehingga bisa menjawab kebutuhan masyarakat, dan (3) bahwa politik atau dinamika politik merupakan hambatan bagi gerak ekonomi, dan (4) bahwa realitas kebudayaan masyarakat, dipandang pula sebagai salah satu kendala kemajuan, oleh sebab itu gerak ekonomi diharapkan dapat mengubah kebudayaan lama (tradisional) dan menggantinya dengan kebudayaan baru (modern). Politik Hukum: PerwujudanPembangunan Hukum Tanah Nasional Berdasarkan Konsep Negara Hukum Pancasila Negara Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945, memiliki tujuan negara yang dirumuskan secara tegas sebagaimana terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Tujuan negara itu adalah (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 25

memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan negara, politik hukum merupakan hal yang sangat penting. Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Lebih lanjut Moh. Mahfud MD menjelaskan bahwa politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimkasudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 Lebih lanjut Mahfud MD menyatakan bahwa politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara. Pijakan utama politik hukum nasional adalah tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu. Politik hukum sebagai arahan pembuatan hukum atau legal policy lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus sebagai alat untuk menilai dan mengkritisi apakah sebuah hukum yang dibuat sudah sesuai atau tidak kerangka pikir legal policy tersebut untuk mencapai tujuan negara. Moh. Mahfud MD menjelaskan bahwa dalam konteks politik hukum, hukum adalah alat yang bekerja dalam sistem hukum tertentu untuk mencapai tujuan negara atau cita-cita masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan politik hukum, Arief Hidayat menjelaskan bahwa Pembukaan dan pasal-pasal UUD NRI 1945 merupakan sumber politik hukum nasional. Pembukaan dan pasal pasal UUD NRI Tahun 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum Indonesia. Pembukaan dan pasal pasal UUD NRI Tahun 1945 mengandung nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonnesia. Posisi hukum dalam politik hukum ada tiga, yaitu (1) sebagai instrumen, (2) sebagai pembawa misi, dan (3) sebagai piranti manajemen. Hukum sebagai instrumen, artinya hukum sebagai alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan. Hukum sebagai pembawa misi, artinya hukum menjadi wadah yang menampung segala keinginan dan aspirasi mengenai berbagai hal yang ingin di tata dan dicapai. Hukum sebagai piranti manajemen, artinya hukum menata kepentingan-kepentingan secara adil, menetapkan apa yang harus dilakukan dan yang tidak MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 26

boleh dilakukan, mengatur hak dan kewajiban individu-kelompok, menyiapkan sanksi, dan dilengkapi lembaga/aparat penegaknya. Berdasarkan pada pendapat sebagaimana disebutkan di atas, dapat dinyatakan bahwa politik hukum hukum tanah nasional terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yang terjabar lebih lanjut dalam pasal-pasalnya, terutama Pasal 33 ayat (3). Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Politik hukum tanah nasional sekurang-kurangnya terdapat dua hal yang saling terkait, yaitu (1) bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai (dalam arti diatur dengan sebaik-baiknya) oleh negara dan (2) penguasaan oleh negara ditujukan untuk membangun kemakmuran rakyat. Di dalam Pasal 2 UUPA terdapat ketentuan bahwa atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.Kata-kata dikuasai oleh negara dalam kalimat tersebut diatas mengandung arti (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, (2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa, dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Politik hukum tanah nasional sebagaimana terdapat dalam UUPA sudah sejalan dengan konsep negara hukum Pancasila. Iman Sutiknyo, salah seorang sekretaris Panitia Agraria yang ikut membidani UUPA menyatakan bahwa UUPA itu semula mendapat kritik dari dua kubu yang ekstrem. Kubu pertama menuduh UUPA ini berpaham individualisme liberal dan bertentangan dengan Pancasila karena membolehkan pemilikan tanah meskipun dengan pembatasan-pembatasan. Kubu kedua menuding UUPA adalah berwatak komunistik karena meskipun membolehkan pemilikan atas tanah ooleh perseorangan tetapi memberikan batasan yang melanggar hak hak perseorangan. Dalam konteks ini Mahfud MD menyatakan bahwa hubungan manusia dengan tanah sebagaimana diatur dalam UUPA bukanlah pengaturan yang individualistik maupun komunistik, melainkan pengaturan yang prismatik sesuai dengan jiwa Pancasila. Konsep prismatik adalah konsep yang mempertemukan sisi baik individulasime dan sisi baik komunalisme. PENUTUP Hukum Tanah Nasional sebagaimana terdapat dalam UUPA dalam pokok-pokoknya sudah sejalan dengan konsep negara hukum Pancasila. Hanya saja dalam implementasinya ada hal-hal yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan konsep negara hukum Pancasila. Sehubungan dengan hal tersebut, peraturan perundang undangan yang merupakan penjabaran atau pelaksanaan lebih lanjut dari UUPA harus (1) mempertahankan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 27

sifat prismatik, (2) menjalankan fungsinya sebagai a tool of social engeneering tetapi juga harus memperhatikan hukum sebagai cerminan budaya yang hidup dalam masyarakat, (3) mengedepankan kepastian hukum yang sekaligus dibarengi dengan keadilan. Dengan cara ini, di satu sisi hukum tanah nasional dapat mengikuti perkembangan masyarakat dalam era globalisasi, tetapi di sisi lain, tetap memiliki basis kuat dalam masyarakatnya. Akhirnya, pembangunan hukum tanah nasional berdasarkan konsep negara hukum Pancasila ini tetap diabdikan pada pencapaian cita-cita bangsa Indonesia, yakni negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 2012. Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia). Semarang: Penerbit Pustaka Magister. Alkostar. Artidjo. 1999. Pembangunan Hukum dan Keadilan dalam Moh. Mahfud MD, dkk. (Editor). Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press. Asshidiqqie, Jimmly. 1998. Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad Globalisasi. Jakarta: Balai Pustaka Hidayat, Arief. 2012. NEGARA HUKUM PANCASILA: (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan Negara Hukum) dalam Prosiding Kongres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan Nilia nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, Yogyakarta 31 Mei-1 Juni 202. PSP UGM, halaman 60 Juliantara,Dadang (Penyunting). 2000. Menggeser Pembangunan Memperkuat Rakyat, Emansipasi dan Demokrasi Mulai Dari Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama Mahfud MD. Moh.2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada. Mahfud MD,Moh. 2012. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press. Sodiki, Achmad. 2013. Politik Hukum Agraria. Jakarta. Konstitusi Press. Nonet, Philippe and Philip Selznick, 2001. Law and Society intransition: Toward Responsive Law, New York, Hagerstown, San Fransisco and London: Harper Colophon Books. Rahardjo, Satjipto.2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Rahardjo, Satjipto. 2006. Sisi sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Tanya, Bernard L. 2011. Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama. Yogyakarta: Genta Publising. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 28