Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

dokumen-dokumen yang mirip
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS. Jakarta, 25 September 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193/PMK.03/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN M

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA. SIARAN PERS Jakarta, 18 September 2015

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

USULAN TINDAK LANJUT KEBIJAKAN DEREGULASI UNTUK PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mekanisme Investasi Modal Asing Dalam Pertambangan Nasional

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEBIJAKAN FASILITAS KEPABEANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.011/2008 TENTANG

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

PUSAT LOGISTIK BERIKAT (PLB)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

TLDDP ( Tempat Lain Dalam Daerah Pabean )

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

Menggerakkan Ekonomi di Wilayah, Pinggiran Penyediaan Air untuk Rakyat Secara Berkeadilan dan Proses Cepat Impor Bahan Baku Obat

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PMK.011/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA YANG DICAIRKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT FASILITAS KEPABEANAN

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 37/KMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG

MUC BLITZ. Updating Your Knowledge

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

- 3 - Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Transkripsi:

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015

A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres LPG bagi Nelayan, (F2) D. RPP Perubahan PP 10 Tahun 2010, (H3) E. RPP Perubahan PP 24 Tahun 2010, (H4) F. RPP Pengelolaan Sumber Daya Air. (K1) G. RPP tentang PPN Jasa Kepelabuhan posisi hard copy berada di Menhub, (D2) H. RPP Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis posisi hard copy di Menkeu, (D3-D4) I. RPP Sistem Penyediaan Air Minum posisi hard copy berada di Men PUPR, (K2) J. RPP Penggabungan Reasuransi dan (Tambahan) K. RPP Perum Perumnas posisi hard copy berada di Menko Perekonomian. (Tambahan)

A. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (D.1(2), Kementerian Keuangan) Tingginya logistics cost di dalam negeri. Adanya beban penimbunan dan dwelling time di Pelabuhan 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan: a. Memperluas fungsi Gudang Berikat yang ada, sehingga dapat berfungsi sebagai pusat distribusi yang menyediakan bahan baku berbagai sektor industri di dalam negeri. b. Mengembangkan bentuk lain Tempat Penimbunan Berikat, yaitu Pusat Logistik Berikat (PLB), dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut: i. Kewajiban pelunasan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atas barang impor yang dikeluarkan dari PLB dapat dilakukan oleh Pengusaha PLB dan juga dapat dilakukan oleh pihak lain/supplier sebagai pemilik barang sebenarnya. ii. Jenis barang yang dapat ditimbun di PLB tidak hanya digunakan untuk menimbun barang impor, namun juga dapat digunakan untuk menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean khususnya barang hasil produksi industri pengolahan/manufaktur di dalam negeri, dengan tujuan untuk diekspor. iii. Menyediakan alternatif tempat penimbunan barang bagi pelaku usaha di dalam negeri, dimana dalam prakteknya para pelaku usaha cenderung untuk menimbun barang impor di pelabuhan (tempat penimbunan sementara/tps) karena tidak memiliki gudang/tempat penimbunan sendiri. iv. Perusahaan yang dapat menjadi pengusaha PLB atau pengusaha di PLB dapat berbentuk badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap, sehingga memungkinkan perusahaan-perusahaan asing untuk menjadi pengusaha PLB atau pengusaha di PLB tanpa harus menjadi perusahaan berbadan hukum Indonesia c. Menambahkan tempat asal pemasukan dan tempat tujuan pengeluaran barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat sehingga barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat juga dapat berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan/atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Bebas), dan barang-barang tersebut juga dapat dikeluarkan dengan tujuan ke KEK dan/atau Kawasan Bebas. Hal tersebut dilakukan dalam rangka harmonisasi antar fasilitas yang diberikan kepada stakeholder, sehingga dapat memberikan kemudahan terhadap perusahaan pengguna fasilitas dalam melakukan pengadaan/penyediaan barang-barang untuk kebutuhan industrinya (supply chain).

d. Melakukan harmonisasi insentif fiskal (perlakuan perpajakan Kepabeanan dan/atau Cukai) yang diberikan melalui skema-skema fasilitas yang sudah ada, seperti pembebasan Cukai di Tempat Penimbunan Berikat dan belum dikenakan PPN penyerahan atas barang yang dikeluarkan dari PLB ke perusahaan penerima fasilitas. Tujuan dilakukannya penyelarasan fasilitas fiskal tersebut adalah untuk menurunkan harga produksi pabrik yang tinggi di Indonesia serta untuk memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri sehingga dapat meningkatkan daya saing produk nasional di pasar domestik, regional, dan global. e. Menambahkan lokasi Toko Bebas Bea di terminal kedatangan bandar udara internasional di Kawasan Pabean. Penambahan tersebut ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea dalam memperoleh barang impor dengan tujuan untuk dikonsumsi. 3. Manfaat yang diberikan Mendekatkan jarak antara pelaku usaha dengan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mendorong penurunan harga bahan baku dan menurunkan harga produksi pabrik.; Menarik investasi, dengan adanya Gudang Berikat dan Pusat Logistik Berikat diharapkan perusahaan-perusahaan asing dapat mendirikan perusahaan atau membuka perwakilan perusahaannya di Indonesia sehingga ada potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan Mengurangi beban penimbunan dan menurunkan dwelling time di Pelabuhan. Dengan adanya Gudang Berikat dan Pusat Logistik Berikat, diharapkan pelaku usaha dapat menimbun barang sehingga tidak menumpuk barang di Pelabuhan. 4. Rencana Implementasi Ketentuan ini mulai efektif Oktober 2015. Dengan terbitnya ketentuan ini sudah ada beberapa wilayah yang diusulkan oleh investor dalam rangka memanfaatkan fasilitas pajak dan kepabeanan yang diberikan Pemerintah yaitu : Cikarang Jawa Barat, untuk distribusi kapas dan susu Tanjung Batu Kalimantan, untuk migas Banten, kawasan pergudangan Millenium Banten, tangki cadangan BBM Sei Mangke Sumut, untuk industry chemical Momoi Sumut, untuk penimbunan bahan peledak aneka tambang

B. Peraturan Pemerintah tentang perubahan keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (F.3(16), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) Terdapat aturan mengenai jangka waktu perpanjangan operasi untuk Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP), Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang baru dapat diajukan minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 6 (enam) bulan sebelum masa kontrak berakhir, hal ini menimbulkan ketidakpastian usaha bagi investor di bidang pertambangan. 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan Permohonan perpanjangan operasi dapat diajukan paling cepat 10 (sepuluh) tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu; Persetujuan atas permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi diberikan paling lama dalam waktu 120 (seratus dua puluh) hari kerja. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak dikeluarkan keputusan, maka pihak terkait dianggap menerima usulan izin perpanjangan tersebut; Pasal-pasal yang direvisi sebagai berikut: a. Pasal 45 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) tentang perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi; b. Pasal 72 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) tentang perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi; c. Pasal 112B angka 2 tentang Jangka Waktu Perpanjangan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi perpanjangan; dan d. Pasal 112E tentang penyerahan kewenangan Izin Usaha Pertambangan PMA dari Gubernur atau Bupati/Walikota ke Menteri. 3. Manfaat yang Diberikan Memberikan kepastian usaha bagi investor tambang yang akan meningkatkan kegiatan dari eksplorasi menjadi produksi atau ekspansi produksi pada Perusahaan Izin Usaha Pertambangan, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 4. Rencana implementasi Oktober 2015.

C. Peraturan Presiden tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil (F.2(25), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) Kapal perikanan nelayan kecil menggunakan solar sebagai bahan bakar. Sebagaimana diketahui bahwa harga solar tergolong mahal yang berdampak kemudian pada tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil. Tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil menyebabkan nelayan kecil sulit mendapatkan tingkat kesejahteraan yang layak akibat kecilnya margin keuntungan. Terkait dengan hal tersebut, substitusi dari penggunaan bahan bakar solar ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) diharapkan dapat mengurangi beban biaya operasional nelayan kecil dan meningkatkan kesejahteraannya. 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan Pedoman bagi Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas untuk kapal perikanan nelayan kecil. Dasar hukum bagi PT Pertamina (Persero) untuk membagikan paket perdana Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Manfaat yang Diberikan Membantu nelayan kecil mengurangi beban biaya operasional; Mempermudah nelayan kecil untuk mendapatkan bahan bakar operasi penangkapan ikan; dan Membantu nelayan kecil untuk melakukan penghematan biaya operasional sekitar 65% per hari atau setara Rp.100.400,-. 4. Rencana implementasi Oktober 2015.

D. Masih Dalam Proses E. Masih Dalam Proses F. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. (K.1 (6), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau izin pengusahaan air tanah untuk kegiatan usaha tidak dapat diberikan kepada badan usaha swasta yang menggunakan modal asing baik sebagian maupun seluruhnya. Hal tersebut dapat menghambat/merealisasikan sebagian besar kegiatan investasi yang telah berjalan, dan seluruh izin pengusahaan sumber daya air atau izin pengusahaan air tanah yang dimiliki oleh Perusahaan Modal Asing (PMA) akan berakhir, sehingga berpotensi terjadinya penutupan usaha dan pemutusan hubungan kerja bagi karyawannya. 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan Pada rancangan awal Izin Pengusahaan Sumber Daya Air (SIPA) tidak dapat diberikan kepada badan usaha swasta yang menggunakan modal asing baik sebagian maupun seluruhnya. Saat ini rancangan tersebut telah dirubah menjadi pemberian izin pengusahaan sumber daya air dapat diberikan kepada : a) BUMN b) BUMD c) BUMDes d) Badan Usaha Swasta e) Koperasi f) Perseorangan g) Kerjasama antar badan usaha 3. Manfaat yang Diberikan Penetapan PP Pengusahaan Sumber Daya Air memberikan kepastian hukum bagi perusahaan-perusahaan industri dan kepastian dalam berinvestasi di Indonesia dalam upaya mencapai target 5,8%-8% pada periode 2015-2019. Perizinan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air diselenggarakan dengan maksud untuk memberikan perlindungan terhadap hak rakyat atas Air, pemenuhan kebutuhan para pengguna Sumber Daya Air dan perlindungan terhadap Sumber Daya Air

G. Masih Dalam Proses H. Rancangan revisi kedua Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (D.3(4), Kementerian Keuangan) Kebijakan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut antara lain berimplikasi kepada Pajak Masukan yang telah dibayar oleh industri di dalam negeri tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sehingga menjadi tambahan biaya. Oleh karenanya kebijakan PPN dimaksud dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan industri di dalam negeri, meskipun banyak faktor lain yang turut memiliki pengaruh. 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan: Mengubah bentuk fasilitas PPN, yaitu dari yang semula berupa fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan ketentuan di dalam PP No.146/2000 jo. PP No.38/2003, diubah menjadi fasilitas tidak dipungut PPN. Fasilitas PPN Tidak Dipungut selain diberikan terbatas pada jenis alat angkutan tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat) dan jenis Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu, juga dibatasi pada pihak yang bertindak sebagai konsumen, yaitu pihak yang mengimpor dan menggunakan, pihak yang menerima penyerahan dan menggunakan alat angkutan tertentu, dan pihak yang menerima penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu tersebut. Adapun contoh pengaturan mengenai impor dan penyerahan yang tidak dipungut PPN sebagaimana dimaksud di dalam RPP adalah sebagai berikut: Salah satu alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut PPN: Alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNI, POLRI, dan pihak lain yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan, TNI, dan POLRI untuk melakukan impor tersebut. Salah satu alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN: Alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI. Salah satu Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN: Jasa perawatan reparasi kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian

3. Manfaat yang diberikan Menurunkan biaya transportasi barang sehingga harga barang turun Meningkatkan daya saing industri dan penyedia jasa dalam negeri 4. Rencana Implementasi Ketentuan ini akan berlaku efektif mulai Oktober 2015. I. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Penyediaan Air Minum (K.2, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Penyelenggaraan SPAM oleh badan usaha swasta tidak diperbolehkan untuk penyelenggaraan SPAM secara keseluruhan. Perlunya penegasan bahwa Pemerintah Pusat/Daerah dapat melakukan kerjasama dengan Badan Usaha 2. Pokok-pokok Perubahan Regulasi/Deregulasi yang Diterbitkan Pihak pihak yang diperbolehkan melakukan penyelenggaraan SPAM adalah: a. BUMN / BUMD b. UPT / UPTD c. Kelompok masyarakat. Penyelenggaran SPAM oleh kelompok masyarakat dilakukan untuk memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat yang berada di luar jangkauan pelayanan BUMN/BUMD dan UPT/UPTD. d. Badan usaha yang diperbolehkan melakukan penyelenggaraan SPAM adalah badan usaha yang berada di luar wilayah jangkauaan BUMN/BUMD, dan tidak diperbolehkan melayani masyarakat umum di luar wilayahnya. Penyelenggaraan SPAM oleh badan usaha swasta diperbolehkan melalui skema kerjasama dengan BUMN/BUMD, dengan prinsip bahwa Surat Izin Pengambilan Air dimiliki oleh BUMN atau BUMD. Dalam rangka terwujudnya kerjasama tersebut, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan yang diperlukan sesuai dengan kewenangannya 3. Manfaat yang Diberikan Diberlakukannya RPP SPAM dapat mendukung pencapaian target akses air minum 100% sesuai amanat Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019. J. Masih Dalam Proses K. Masih Dalam Proses