BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saja namun lebih menekankan kepada nilai-nilai kepribadian yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosda Karya, 2013) hlm. 16. aplikasinya (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm, 13

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

PELAKSANAAN PENILAIAN AUTENTIK PADA MATA PELAJARAN PPKN (Studi Kasus Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SMP Negeri 2 Colomadu)

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai pihak dan pendekatan. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rafika Warma, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

ANALISIS KURIKULUM 2013 DAN KTSP Landasan Pendidikan SD

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait

I. PENDAHULUAN. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan upaya

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan. berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembelajaran, antara lain adalah powerpoint dan internet. Kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang marak menjadi

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan, tantangan masa depan, kemajuan teknologi dan seni maka diperlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lastri Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I PENDAHULUAN. guru-guru pada semua jenjang pendidikan, yang setiap harinya bersama-sama

EVALUASI HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN PENILAIAN AUTENTIK PADA MATA PELAJARAN KELISTRIKAN SISTEM REFRIGERASI

MENERAPKAN PENILAIAN AUTENTIK DI MADRASAH ALIYAH KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta. keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

STRATEGI PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ** Oleh : Nurhayati Djamas

BAB I P E N D A H U L U A N. Karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

2015 IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PPKN UNTUK PEMBINAAN KARAKTER SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah pilar kehidupan suatu bangsa. Masa depan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah pendidikan menjadi hal yang utama bahkan mendapat perhatian dari

STRATEGI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMP NEGERI 3 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan yang menyatakan bahwa :

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai proses perubahan tingkah laku siswa, peran evaluasi proses

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN sangat banyak sekali perubahan setiap pergantian Menteri Pendidikan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses transfer ilmu yang melibatkan pendidik dan peserta didik, peserta didik tidak hanya mengembangkan potensi intelektualnya saja namun lebih menekankan kepada nilai-nilai kepribadian yang nantinya nilai itu akan dibawa ke dalam lingkungan masyarakat sehingga peserta didik menjadi lebih dewasa dan mampu menghadapi problematika yang terjadi dengan lingkungannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Pendidikan menjadi institusi penting di Indonesia, karena menjadi penentu cetak biru generasi masa depan para penerus bangsa. Tanpa pendidikan akan menjadi bangsa yang tertinggal dari bangsa-bangsa lain, karena pendidikan menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Banyak negara dengan sumber daya alam minim, namun dengan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, mampu menjadi negara maju. Berbeda dengan Indonesia, sumber 1

2 daya alam Indonesia berlimpah ruah, namun sumber daya manusiannya lemah, sehingga masih sulit bersaing dengan negara lain. Itulah tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki cita-cita yang luhur yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat): melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut tidak akan terwujud tanpa kontribusi dari masingmasing elemen sesuai dengan perannya. Guna mewujudkan cita-cita itu perlu dilakukan dengan mempersiapkan penerus bangsa yang jujur, adil, mandiri, kreatif, bertanggung jawab, beriman, dan bertakwa. Pendidikan menjadi instutusi penting untuk menyiapkan penerus bangsa dengan kualifikasi tersebut, dengan tegas dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003). Namun kualifikasi yang diamanatkan undang-undang tersebut belum sepenuhnya berhasil. Hal tersebut bisa diukur dari data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang mengemukakan bahwa indeks pembangunan pendidikan Indonesia berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di

3 dunia. Artinya Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia. Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia (Kompas.com). Guna mendorong percepatan peningkatan kualitas pendidikan, maka pada tahun 2013 melakukan perubahan kurikulum, yang disebut Kurikulum 2013. Sebelumnya menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau biasa disebut dengan Kurikulum 2006. Perubahan Kurikulum dimaksudkan merupakan penyempurnaan yang dirintis oleh pemerintah agar kekurangan dari kurikulum 2006 atau KTSP bisa disempurnakan. Dorongan utama perubahan ini adalah mempersiapkan generasi penerus bangsa yang handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Disamping juga untuk menghadapi dan antisipasi globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan, serta hasil TIMSS dan PISA (Kemdikbud dalam Kunandar, 2014: 16-17). Disamping untuk menghadapi tantangan global di atas, perubahan kurikulum dimaksud juga untuk mengantisipasi maraknya sikap atau karakter negatif generasi muda, seperti meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh kelompok yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan

4 narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama (Lickona 2012:17). Secara lebih singkat dapat dinyatakan bahwa Kurikulum 2013 diberlakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kunandar, 2014: 16). Secara internal berdasarkan kajian kurikulum, pemberlakuan kurikulum 2013, dimaksudkan untuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP atau kurikulum 2006. Penyempurnaan dimaksud meliputi: 1. Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukaran melampau tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 3. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik dominan sikap, keterampilan, dan pengetahuan 4. Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, kewirausahaan) belum terakomodasi secara eksplisit di dalam kurikulum 5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global 6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru, dan standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala (Kunandar, 2014: 22).

5 Berdasarkan kelemahan atau kekurangan dari KTSP atau kurikulum 2006, maka elemen perubahan pada Kurikulum 2013, meliputi kompetensi lulusan, kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, pendekatan, struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu), proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta ekstrakulikuler. Elemen di atas menyangkut semua mata pelajaran termasuk juga Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Perubahannya meliputi: materi disajikan tidak berdasarkan pengelompokkan menurut empat pilar kebangsaan tetapi berdasarkan keterpaduan empat pilar dalam pembentukan karakter bangsa, materi disajikan berdasarkan kebutuhan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab (taat norma, asas, dan aturan), adanya kompetensi yang dituntut dari siswa untuk melakukan tindakan nyata sebagai warga negara yang baik, serta Pancasila dan Kewarganegaraan bukan hanya pengetahuan tetapi ditunjukkan melalui tindakan nyata dan sikap keseharian (Kemdikbud, 2013). KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (Arifin, 2012:184). Kelemahan dari KTSP atau Kurikulum 2006, yaitu: 1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampui tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. 3. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). 4. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan,

6 pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum. 5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. 6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. 7. Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala (Mulyasa, 2014:60-61). Adanya kelemahan dari KTSP atau kurikulum 2006 tersebut, pemerintah mengeluarkan Kurikulum 2013 yang berbasis pada karakter. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Kurikulum 2013 diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Sesuai dengan KTSP yang disempurnakan oleh Kurikulum 2013, maka Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Peserta didik dilihat sebagai subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk kinerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Kurikulum 2013 juga berbasis karakter dan kompetensi yang mendasari pengembangan kemampuankemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Kurikulum 2013 juga mengamodasi mata pelajaran tertentu yang pengembangannya lebih tepat menggunakan

7 pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan. Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi, dan membuat guru memilki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar (Mulyasa, 2014:163-164). Secara lebih kongkrit implementasi Kurikulum 2013, diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. 2. Penilaian dilakukan pada semua aspek kompetensi yang semestinya diperoleh siswa. 3. Pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti pelaksanaanya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. 4. Kompetensi yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 5. Kompetensi menggambarkan secara holistic domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 6. Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional. 7. Mengharuskan adanya remediasi berkala (Kurniasih dan Berlin Sani, 2014:40-41) Berdasarkan prinsip-prinsip implementasi Kurikulum 2013 di atas menegaskan bahwa guru bukan lagi pelaku utama dalam proses pembelajaran, guru di dorong berperan sebagai fasilitator, karena itu guru dituntut pula sebagai

8 demonstartor, pengelola kelas, mediator, dan evaluator. Untuk itu guru harus pula memilki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, serta kompetensi profesional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidik tidak hanya dituntut dapat mengajar atau menguasai materi yang diajarkan saja namun harus dapat mengelola peserta didik, bersosialisasi, dan yang terpenting adalah pendidik dituntut dapat mengevaluasi peserta didik. Guru sebagai pendidik harus dapat mengevaluasi peserta didiknya sesuai kemampuan yang dimiliki anak didiknya masing-masing. Penilaian sangat penting dalam pembelajaran, karena dengan penilaian pendidik bisa mengetahui tingkat pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik mengenai pelajaran tertentu, sehingga untuk peserta didik yang kurang bisa dibantu dan dioptimalkan lagi dengan latihan-latihan supaya bisa mencapai KKM. Penilaian merupakan proses menilai proses peserta didik dalam memahami materi tertentu dan menilai sikap-sikap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dari input, proses, dan output pembelajaran. Penilaian input berarti menilai peserta didik sebelum masuk materi pembelajaran, biasanya dengan menggunakan pre test. Dan yang terakhir adalah penilaian output, berati menilai keluaran peserta didik, paham atau tidak, lulus atau tidak, biasanya dengan menggunakan rapot. Sebagaimana disinggung di depan pada KTSP lebih menekankan pada ranah kognitif, untuk ranah afektif, dan psikomotorik belum dilakukan secara maksimal dan menyeluruh. Untuk Kurikulum 2013 berupaya menutupi kelemahan tersebut dengan menekankan pada penilaian autentik (authentic assesment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang menilai kesiapan, proses, dan hasil belajar

9 siswa. Penilaian autentik menekankan untuk menilai peserta didik secara objektif pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) (Kunandar, 2014: 35-36). Idealnya penilaian autentik mengacu pada Penilaian Acuan Patokan (PAP), yaitu pencapaian hasil belajar di dasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal). Berdasarkan hal tersebut pencapaian kompetensi peserta didik tidak dalam konteks dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dibandingkan dengan standar atau kriteria tertentu, yakni Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dalam penilaian autentik guru melakukan penilaian tidak hanya pada penilaian level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL (Kunandar, 2014: 36). Penilaian autentik juga menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan hasil dan proses. Guru melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi atau pengamatan perilaku dengan alat lembar pengamatan atau observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh peserta diidk, jurnal, dan wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara (pertanyaan-pertanyaan) langsung. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik dan pada wawancara berupa daftar pertanyaan (Kunandar, 2014:119). Untuk penilaian pengetahuan, dilakukan melalui tes tertulis dengan menggunakan

10 butir soal, tes lisan dengan bertanya langsung terhadap peserta didik menggunakan daftar pertanyaan, dan penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu (Kunandar, 2014:173). Sedang untuk penilaian kompetensi keterampilan dilakukan melalui penilaian berupa: 1. Kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu menggunakan tes praktik (unjuk kerja) dengan menggunakan instrumen lembar pengamatan (observasi). 2. Proyek dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen laporan proyek. 3. Penilaian portofolio dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen kumpulan portofolio dan penilaian produk dengan menggunakan instrumen lembar penilaian produk. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik (Kunandar, 2014:263). Penilaian autentik sebagaimana tuntutan Kurikulum 2013 tidak mudah dilakukan, salah satu penyebabnya guru sudah terbiasa hanya menilai kompetensi pengetahuan saja, aspek sikap maupun keterampilan jarang dinilai. Padahal Kurikulum 2013 menekankan ketiga aspek tersebut secara seimbang. Karena itu pelaksanaan penilaian autentik pada kurikulum 2013 kurang optimal. Fakta ini diperkuat bahwa sejumlah guru masih mengalami kebingungan dengan sistem penilaian hasil belajar siswa di kurikulum 2013 (Jakarta.com), diantaranya separuh Guru SMAN 78 Jakarta tidak paham Kurikulum 2013 (Tempo.co), ribuan guru di Surabaya tetap saja masih tidak paham mengenai penerapan Kurikulum 2013 meski sudah dilatih (Jawapos.com), sedang di Semarang, sebanyak 20 dari 23 guru SMP 21 Semarang yang mengisi angket, 87 % guru masih kesulitan dalam memahami cara penilaian kurikulum 2013 (Rohmawati, 2013). Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari (2014), hasilnya

11 menunjukkan bahwa pelaksanaan penilaian autentik pada aspek afektif baru sebesar 52,8%, sedang aspek psikomotorik sebesar 48,4%, dan pada aspek kognitif dominan, yaitu sebesar 98,8%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penilaian autentk masih kurang optimal (Utari, 2014). Berdasarkan hal tersebut masih banyak pendidik yang belum paham mengenai penilaian dalam Kurikulum 2013. Berbagai fenomena mengenai penilaian kurikulum 2013 membuat guru atau pendidik semakin kebingungan dalam hal menilai. Guru tidak hanya disibukan dalam pembuatan rencana pembelajaran, penguasaan materi, penerapan strategi, namun guru juga disibukan dengan penilaian autentik, yang sebelumnya pada KTSP pendidik hanya menilai pengetahuan saja, dengan adanya kurikulum 2013 guru juga menilai sikap dan keterampilan peserta didik. Guru harus mencermati karakter masing-masing peserta didik saat proses pembelajaran berlangsung. Permasalahan di atas, dapat diketahui belum optimalnya penilaian autentik pada Kurikulum 2013, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pelaksanaan Penilaian Autentik Pada Mata Pelajaran PPKn, Studi Kasus Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SMP Negeri 2 Colomadu.

12 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu perumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu? 2. Bagaimana kendala penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu? 3. Bagaimana solusi dari kendala penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan pelaksanaan penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu. 2. Untuk mendeskripsikan kendala penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu. 3. Untuk mendeskripsikan solusi dari kendala-kendala dalam penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 2 Colomadu.

13 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep penilaian autentik pada mata pelajaran PPKn. b. Sebagai sumbangan untuk landasan kegiatan penelitian selanjutnya yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi Siswa Agar siswa mencapai penilaian yang objektif sesuai dengan kompetensi yang sebenarnya, baik kompetensi spiritual, kompetensi sosial, keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran yang diikuti. b. Manfaat bagi Guru Agar guru bisa menggunakan penilaian autentik dalam proses pembelajaran, sehingga kompetensi siswa dapat diukur secara lebih riil dan objektif. c. Manfaat bagi Sekolah 1) Mendorong guru untuk mengimplemetasikan Kurikulum 2013 secara lebih baik khususnya mengenai penilaian. 2) Mendorong guru untuk melakukan penilaian secara lebih komprehensif melalui penilaian autentik sehingga kompetensi siswa lebih ternilai secara objektif. 3) Mendorong peningkatan kualitas sekolah melalui pelaksanaan Kurikulum 2013 secara lebih tepat.

14 E. Daftar Istilah Daftar istilah merupakan suatu penjelasan istilah yang diambil dari kata-kata kunci dalam judul penelitian (Maryadi dkk, 2010:11). Adapun istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penilaian. Penilaian berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk (Sudaryono, 2012:38). Disebut pula sebagai keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dan para siswanya dalam menilai diri sendiri, yang kemudian dipergunakan sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai umpan balik untuk mengubah, membuat modifikasi kegiatan pengajaran, dan pembelajaran (Black dan William dalam Basuki dan Hariyanto, 2014:7). Assesment yaitu suatu proses untuk pengum-pulan bukti dan mendokumentasikan pembelajaran dan pertumbuhan anak (Hill dan Ruptic, 1994 sebagaimana dikutip dalam Basuki dan Hariyanto, 2014: 8). Jadi penilaian adalah kegiatan atau proses untuk mengukur, menilai, mendokumentasikan suatu objek tertentu. 2. Penilaian Autentik. Penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang sseharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) (Kunandar, 2014: 35-36). Atau assesment autentik yang merupakan suatu penilaian yang dilakukan melalui penyajian atau penampilan oleh siswa dalam bentuk pengerjaan tugas-tugas atau berbagai aktivitas tertentu yang langsung mempunyai makna pendidikan (Hart

15 dikutip dalam Pantiwati, 2013: 4). Assesment autentik di dalamnya meliputi tentang asesmen autentik, sebenarnya juga berbicara prosedur, seperti tes formal, inventori, checklist, asesmen diri, portofolio, proyek dan kegiatan lainnya (Corebima dalam Pantiwati, 2013: 4) Jadi penilaian autentik adalah penilaian yang menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan dari input hingga output yang disajikan atau ditampilkan dalam bentuk tugas-tugas, tes formal, inventori, checklist, asesmen diri, portofolio, proyek dan kegiatan lainnya. 3. Kurikulum 2013, merupakan kurikulum yang lebih menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Mendikbud dalam Kurniasih dan Berlin, 2014). Kurikulum 2013 dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa, 2014: 68). Berarti Kurikulum 2013 adalah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berupa tugas-tugas dengan standar performansi tertentu. 4. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dapat dimaknai sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Darmadi, 2013). PPKn merupakan mata pelajaran yang

16 terdapat dalm kurikulum sekolah, untuk membina perkembangan moral anak didik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila agar dapat mencapai perkembangan secara optimal dan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (Daryono, 2011:1). Jadi PPKn merupakan mata pelajaran yang mengembangkan dan melestarikan nilai luhur sesuai dengan Pancasila dan moral yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.