TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

dokumen-dokumen yang mirip
KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

PERAN SERTA MASYARAKAT

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

KAJIAN NORMATIF TERHADAP DUALISME KEWENANGAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut:

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

PERBEDAAN KEWENANGAN KEKHUSUSAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DARI KEWENANGAN KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

Transkripsi:

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Sulistyo Utomo, SH* * Abstraksi Korupsi adalah sesuatu yang sangat sulit dihilangkan di Indonesia. Tetapi, bukan berarti pemerintah tidak bergerak dan mencari jalan keluar. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk oleh pemerintah adalah salah satu bukti keseriusan mereka dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, dalam pelaksanaan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi terdapat tumpang tindih antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Tumpang tindih tersebut apabila dibiarkan terus menerus akan menghambat penegakan hukum di Indonesia mengenai Korupsi. * Penulis adalah Alumni FH UII Angkatan 2004 dan Asisten pada kantor Advokat Muhammad Ikbal, SH dan Rekan 1

Pendahuluan Membicarakan tentang penegakan hukum di Indonesia, belakangan ini yang sedang marak terbaca, terdengar, maupun terlihat diberbagai media massa adalah tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Sering kita dapati berbagai berita tentang penyidikan, penuntutan, persidangan dari tingkat Pengadilan Negeri, banding, kasasi, bahkan Peninjauan Kembali (PK), hingga pada masalah eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi. Berbagai kasus korupsi sering muncul dari kasus-kasus yang bergengsi sampai kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah-daerah, namun yang sering terlewatkan dari ramainya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi tersebut adalah mengenai penyidikannya. Terdapat tiga instansi yang berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertanyaan yang timbul adalah kapan kasus korupsi dapat disidik oleh Kejaksaan, kepolisian atau KPK? Apakah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya? Permasalahan Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan adalah mengambil alih wewenang dari instansi lain, adapun pengambilalihan tersebut didasarkan pada alasan-alasan tertentu yang diatur pada Pasal 9 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, antara lain : 2

a. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak lanjuti; b. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertundatunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; c. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya; d. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; e. Hambatan penangan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, dan legislativ; f. Keadaan lain yang menurut petimbangan Kepolisian atau Kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan adanya pasal tersebut maka tidak ada masalah terhadap kewenangan KPK dalam hal penyidikan korupsi, karena tidak mungkin terjadi timpang tindih kewenangan dengan instansi lain. Namun, yang menjadi masalah adalah kewenangan penyidikan dari kedua instansi lainnya, yaitu Kejaksaan dan Kepolisian, karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang membagi kewenangan kedua instansi tersebut dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, sehingga menimbulkan timpang tindih kewenangan antara kedua instansi ini. Lebih jelasnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada Pasal 1 ayat (1) Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 3

Sangat jelas disebutkan bahwa polisi memiliki wewenang melakukan penyidikan, dalam hal ini penyidikan terhadap setiap tindak pidana yang terjadi, termasuk tindak pidana korupsi, padahal Jaksa juga memiliki wewenang penyidikan terhadap tindak pidana korupsi tersebut. Kewenangan Jaksa tersebut ditunjukkan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yaitu di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang. Penjelasan pasal tersebut Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketentuan mengenai kewenangan Jaksa di atas sebenarnya sekaligus memperkuat Pasal 284 ayat (2) KUHAP yang mendasari kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, yaitu Dalam dua tahun setelah undang-undang ini (KUHAP) diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut dalam undangundang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam penjelasan Pasal diatas disebutkan : 4

a. Yang dimaksud dengan semua perkara adalah perkara yang telah dilimpahkan ke Pengadilan. b. Yang dimaksud dengan ketentuan khusus acara pidana sebagaiman tersebut dalam undang-undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain : 1. Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi (UU No. 7 Drt. Tahun 1955). 2. Undang-undang tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi (UU No. 3 Tahun 1971). Masih mengenai ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP di atas setelah diundangkannya KUHAP, khususnya mengenai jangka waktu dua tahun, antara Instansi Kejaksaan dan Kepolisian berbeda dalam mengartikannya. Bagi Kejaksaan jangka waktu dua tahun hanyalah penanganan perkara-perkara tindak pidana umum saja, dimana pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sajalah yang menjadi kewenangan Polisi untuk menyidik, sehingga walaupun pasal tersebut dicabut maupun tidak, Jaksa tetap berperan sebagai penyidik tunggal untuk perkara-perakara tindak pidana khusus, yaitu perkara tindak pidana subversi, ekonomi, dan korupsi. Sedangkan lembaga Kepolisian sendiri berpendapat bahwa apabila jangka waktu dua tahun tersebut sudah lewat, maka polisi memiliki wewenang melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk tindak pidana khusus. 5

Bukti tersebut menjelaskan sudah adanya tumpang tindih kewenangan antara dua Instansi ini, namun dalam realitanya seakan tidak ada masalah dengan adanya ketumpang tindihan tersebut. Pada prakteknya hubungan antara kedua Instansi tersebut baik-baik saja, namun sebenarnya ada background perselisihan antara kedua instansi tersebut setelah diundangkannya KUHAP, khususnya mengenai Pasal 284 ayat (2). Sebenarnya dengan adanya kewenangan yang melekat pada kedua instansi tersebut untuk menyidik tindak pidana korupsi memiliki kelebihan maupun kelemahan, kelebihan kewenangan menyidik pada Kejaksaan sendiri yaitu mengingat bahwa ketentuan Pasal 25 UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Berkaitan dengan pasal tersebut khususnya guna penyelesaian secepatnya dari perkara-perkara korupsi sendiri, dengan adanya kewenangan penyidikan yang melekat pada kejaksaan diharapkan dapat mempercepat penanganan perkara korupsi, karena Jaksa sebagai Penuntut umum tentunya mengerti benar tentang perkara yang ditanganinya langsung mulai dari penyidikan, sehingga dia juga paham apa saja yang dibutuhkan dalam penuntutan nantinya berdasarkan penyidikan yang dilakuakan, dimana hal ini juga untuk menyikapi Pasal 110 ayat (1) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, yaitu : 6

a. Pasal 110 ayat (1) KUHAP Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. b. Pasal 138 ayat (2) KUHAP Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kemnbali berkas perkara itu kepada penuntut umum. Kedua Pasal di atas, tentunya bukan masalah jika kewenangan penyidikan ada pada satu atap Kejaksaan, sehingga berkas perkara tidak perlu mondar-mandir dari penyidik dan penuntut umum, karena kekhawatiran mengenai kurang lengkapnya hasil penyidikan dapat teratasi. Namun terdapat kelemahan yang sangat membahayakan jika kewenangan tersebut terdapat pada satu atap karena sering terjadi, bisa saja Jaksa yang melakukan penyidikan dan penuntutan adalah Jaksa yang sama, sehingga fungsi pengawasan antara penuntut umum terhadap penyidik secara prosedur hukum acara tidak berjalan. Hal ini dapat memicu terjadinya penyelewengan terhadap kewenangan tersebut, sangat rentan terjadi suap dalam suatu penanganan suatu perkara korupsi, seperti yang dapat kita lihat sekarang ini mengenai penghentian penyelidikan kasus BLBI, diduga terjadi suap yang melibatkan petinggi-petinggi Jaksa di Kejaksaan Agung. Begitu juga dengan Kepolisian, terdapat kelebihan maupun kelemahan pada kewenangan penyidikan perkara korupsi. Sebaliknya, jika penyidikan dilakukan oleh Polisi maka cenderung fungsi pengawasan dari penuntut umum 7

terhadap penyidik lebih terealisasi, karena tidak mungkin penuntut umum begitu saja menerima berkas hasil penyidikan dari penyidik, pasti penuntut umum dalam pra-penuntutan mempertimbangkan secara seksama kelengkapan dari hasil penyidikan, sesuai dengan ketentuan kedua Pasal 110 ayat (1) dan 138 ayat (2) KUHAP di atas, karena sejak dimulainya penyidikan, penyidik sudah harus memberitahukan kepada penuntut umum, dan sejak itu pula penanganan perkara sudah dinyatakan pro-justicia, sehingga penuntut umum harus dengan teliti dalam mengawasi kinerja penyidikan oleh penyidik, sebab setelah berkas diterima oleh penuntut umum dan dinyatakan lengkap dan semuanya terpenuhi, tanggung jawab seluruhnya mengenai perkara tersebut sudah beralih dari penyidik ke penuntut umum sampai tahap persidangan. Namun terdapat juga kelemahan jika penyidikan perkara korupsi disidik oleh pihak Kepolisian. Mengingat bukan hanya tindak pidana khusus yang dapat disidik oleh Kepolisian, tapi juga semua bentuk tindak pidana umum (tindak pidana yang diatur KUHP) disidik oleh Kepolisian, sehingga tentunya perkara yang disidik menumpuk di Kepolisian. Perkara korupsi merupakan ekstra ordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga dalam penangananya harus dilakukan secepatnya, sesuai yang diatur dalam Pasal 25 UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dikhawatirkan jika Kepolisian menyidik perkara korupsi maka akan memakan waktu yang sangat lama, karena Kepolisian sendiri juga harus menangani penyidikan perkara-perkara pidana umum yang sangat banyak masuk ke instansi tersebut. Selain itu proses pelimpahan berkas pinyidikan ke penuntut umum juga akan memakan waktu yang 8

lama pula untuk memperoleh P-21 (kode yang menunjukkan dinyatakan lengkap dan dapat diterimanya hasil penyidikan oleh penuntut umum), karena dalam prakteknya sekarang ini penuntut umum sering mengembalikan berkas penyidikan kepada penyidik Polisi karena dianggap kurang lengkap, sehingga berkas penyidikan akan mondar-mandir diantara dua instansi tersebut, hal ini sangat menghambat sekali penanganan perkara korupsi secepatnya. Memang sangat membingungkan untuk menentukan kewenangan penyidikan perkara korupsi di salah satu saja instansi, karena masing-masing instansi yang berwenang menyidik pastilah memiliki kelebihan dan kekurangannya, namun mengingat bahwa negara ini juga sangat memperhatikan kepastian peraturan perundang-undangan, tentunya kebiasan mengenai kewenangan penyidikan perkara korupsi ini perlu diatasi, karena bisa kapan saja terjadi rebutan antara Kejaksaan dan Kepolisian untuk menangani penyidikan suatu perkara korupsi, atau malah sebaliknya, keduanya saling menyodorkan penanganan perkara tersebut, jika terjadi demikian bukan menyelesaikan masalah, tapi justru akan menghambat penanganan. Kita ketahui bahwa korupsi bukanlah perkara yang sepele, korupsi dapat menjegal, mempengaruhi, serta merugikan sendi-sendi perekonomian negara, tapi masih ada kebiasan pengaturan seperti yang kita temui seperti di atas. Tentunya perlu ada kepastian pada kewenangan penyidikannya, seperti kepastian kewenangan penyidikan yang melekat pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana ada kepastian kualifikasi kewenangan untuk menyidik maupun tahapan penanganan perkara korupsi lainnya. Begitu juga mengenai kewenangan penyidikan yang ada pada Kejaksaan 9

dan Kepolisisan, sebaiknya jangan sampai ada ketimpangtindihan kewenangan seperti sekarang ini, mengingat kembali bahwa negara ini merupakan negara yang tidak mengabaikan suatu kepastian hukum. Kesimpulan Tumpang tindih dalam penyelidikan korupsi telah membuat kegamangan dan kebingungan dalam pelaksanaannya penyelidikan tersebut. Korupsi adalah sesuatu yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Tetapi memang dalam pelaksanaannya tidak semudah yang diharapkan. Korupsi adalah sesuatu yang sudah mendarah daging, mengakar sehingga untuk menghilangkan di rasa sangat sulit. Tumpang tindih yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan akan menghambat pelaksanaan penyidikan terhadap Korupsi. Tumpang tindih memang harus segera di carikan penyelesian supaya ada kepastian hukum yang tetap sehingga korupsi di Indonesia bisa di hilangkan dari bumi Indonesia.. 10