KATA PENGANTAR. Diddy Rusdiansyah AD.,SE.,MM NIP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

II. KONDISI SAAT INI. A. Usaha Pertanian Primer

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pe n g e m b a n g a n

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan komoditas buah-buahan merupakan salah satu pilar perdagangan

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

REALISASI INVESTASI DAN REALISASI PENERBITAN IZIN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN II TAHUN 2013

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Transkripsi:

1

2 KATA PENGANTAR Pisang merupakan komoditi pertanian rakyat di Kalimantan Timur (Kaltim) yang pada lima tahun terakhir ini menarik perhatian petani. Pemerintah Provinsi Kaltim bermaksud mendorong pengembangan komoditi pisang menjadi komoditi andalan yang diperdagangkan secara nasional ataupun ekspor, dalam rangka mengembangkan pisang sebagai komoditi andalan Kaltim, perlu dilakukan kajian mendalam tentang potensi dan peluang pengembangan komoditi pisang sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Ketersediaan data dan informasi yang akurat tentang sumberdaya tersebut dapat digunakan sebagai bahan promosi untuk menarik minat para investor dalam bidang agribisnis pisang Laporan Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang aktual dan lengkap mengenai kegiatan budidaya tanaman pisang di Kaltim dan prospek pengembangannya, dalam rangka promosi untuk menarik investor agar tertarik menanamkan modalnya dalam agribisnis pisang di Kaltim. Dengan adanya laporan ini diharapkan para pihak yang berkepentingan dapat memperoleh informasi yang komprehensif mengenai potensi dan peluang investasi di Kalimantan Timur. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Samarinda, Agustus 2013 Kepala Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Diddy Rusdiansyah AD.,SE.,MM NIP. 19640627 199003 1 006 i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Maksud dan Tujuan... 1.3 Kegunaan... 1 1 2 3 BAB II SITUASI PEMASARAN... 2.1 Pasar Dunia... 2.2 Pasar Domestik... 2.3 Pohon Industri Pisang... 4 4 13 16 BAB III POTENSI DAN ARAAH PENGEMBANGAN PISANG DI KALIMANTAN TIMUR... 18 3.1. Usaha Pertanian Primer... 18 3.2. Usaha Agribisnis Hulu... 22 3.3. Usaha Agribisnis Hilir... 23 3.4. Arah Pengembangan... 25 BAB IV ASPEK TEKNIS USAHA... 28 4.1. Potensi Lokasi dan Model Usaha... 28 4.2. Teknik Budidaya... 28 BAB V ANALISIS USAHA...33 5.1 `Usaha Pengembangan Pisang Rakyat... 33 5.2. Produksi dan Penerimaan... 37 5.3 Analisis Sensitivitas... 40 5.4. Usaha Pengembangan Pisang Kemitraan antara Petani dan Perusahaan... 43 5.5. Analisis Pemasaran Pisang... 46 5.6. Analisa Sosial Ekonomi dan Lingkungan... 48 BAB VI PENUTUP... 50 DAFTAR PUSTAKA... 51 ii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Negara-negara Importir Utama Dan Eksportir Utama Pisang Dunia... 6 Tabel 2. Negara Importir Utama Buah Pisang Dunia Tahun 2011... 7 Tabel 3. Negara Produsen Buah Pisang Dunia Tahun 2011... 8 Tabel 4. Negara-negara Eksportir Buah Pisang Dunia Tahun 2011... 11 Tabel 5. Posisi Indonesia di antara beberapa negara penghasil pisang dunia, tahun 2003... 12 Tabel 6. Perkembangan Produksi Buah Pisang di Indonesia dan Dibandingkan dengan Produksi Dunia (%)... 13 Tabel 7. Produksi Buah Pisang oleh Masing-masing Provinsi di Indonesia... 14 Tabel 8. Perkembangan Volume (ton) Pengiriman Buah Pisang dari Kalimantan Timur, Melalui Pelabuhan Semayang Balikpapan... 15 Tabel 9. Jumlah Rumpun, Produktivitas dan Produksi Pisang menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur Tahun 2011... 19 Tabel 10. Perkiraan Nilai Tambah Beberapa Bentuk Pengolahan Pisang (Usaha Agribisnis Sektor Hilir)... 24 Tabel 11. Estimasi Luas Lahan Budidaya Tanaman Pisang di Kaltim Berdasarkan Data Jumlah Rumpun pada Tabel 8... 26 Tabel 12. Asumsi dan Parameter Teknis Perhitungan Finansial Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur... 34 Tabel 13. Biaya Investasi per Hektar Usaha Budidaya Pisang Berdasarkan Sistem penanaman di Kalimantan Timur... 35 Tabel 14. Biaya Operasional per Hektar Usaha Budidaya Pisang Berdasarkan Sistem Penanaman di Kalimantan Timur... 37 Tabel 15 Hasil Perhitungan kriteria investasi UsaHa Budidaya Pisang di Kalimantan Timur... 38 Tabel 16. Switching Value UsaHa Budidaya pisang di Kalimantan Timur... 38 Tabel 17. Hasil Kriteria Investasi dengan Nilai Pengganti Akibat Penurunan Penerimaan pada Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur... 40 iii

Tabel 18. Hasil Kriteria investasi dengan nilai pengganti akibat kenaikan biaya produksi pada Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur... 41 Tabel 19. Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C ratio Usaha Budidaya Pisang Kemitraan... 42 Tabel 20. Hasil Kriteria investasi dengan nilai pengganti akibat kenaikan biaya produksi pada Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur... 43 Tabel 21. Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C ratio Usaha Budidaya Pisang Kemitraan... 45 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkembangan Ekspor Pisang Dunia (Statistik FAO, 2005)... 4 Gambar 2. Kawasan Sentra Produksi Pisang Dunia... 5 Gambar 3. Kawasan Kelompok Negara Pengimpor Pisang Dunia... 5 Gambar 4. Pohon Industri Tanaman Pisang... 17 Gambar 5. Perkembangan Produksi (ton) Pisang di Kalimantan Timur... 21 Gambar 6. Kebun Pisang Rakyat dengan Jarak Tanam 5 x 5 meter; A) Kebun Rakyat di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim (Foto: Suyadi, 2013); B) Kebun Rakyat di India (INIBAP, 2006)... 30 Gambar 7. Kebun Pisang Perusahaan dengan Jarak Tanam 2 x 2 meter (Foto: Suyadi, 2012)... 31 Gambar 8. Kemitraan Operasional Agribisnis... 43 Gambar 9. Saluran Pemasaran Pisang di Kalimantan Timur... 46 Gambar 10. Perencanaan Saluran Pemasaran Pisang melalui STA Kaliorang dalam rangka Pengembangan Pisang di Kalimantan Timur... 47 v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pisang merupakan komoditi pertanian rakyat di Kalimantan Timur (Kaltim) yang pada lima tahun terakhir ini menarik perhatian petani. Oleh karena, komoditi ini harga jualnya meningkat tajam sejak tahun 2005 (dari < Rp.1000,- per sisir menjadi Rp.3500,- per sisir), setelah terjadi ledakan penyakit layu bakteri (PLB) mulai awal tahun 2000an (Suyadi, 2005). Sehingga, petani dapat mengandalkan komoditi ini sebagai penyumbang utama pendapatan keluarga. Sejak awal, pisang merupakan tanaman yang secara tradisional telah dibudidayakan oleh masyarakat Kaltim, baik secara terbatas di areal pekarangan maupun secara luas di kebun. Sebelum tahun 2000, areal tanaman pisang di Kaltim sangat luas dan jenis pisang yang dominan adalah pisang kepok. Sedangkan jenis pisang buah, seperti ambon, raja, susu, barangan, relatif tidak berkembang, karena petani belum menguasai teknologi pengendalian penyakit layu fusarium (PLF) yang menjadi musuh utamanya. Kenyataan naiknya harga pisang mendorong pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, melalui Dinas Pertanian melakukan pengembangan budidaya tanaman pisang untuk mendorong semangat petani. Dorongan tersebut, khususnya kerkaitan dengan budidaya tanaman sehat dan upaya pengendalian penyakit pisang. Meskipun keberhasilan pengendalian penyakit layu bakteri ini belum maksimal, dan tanaman pisang kepok petani masih beresiko terserang bakteri, karena inokulum di lapangan relatif masih tinggi. Kegiatan pengendalian massal untuk penyakit bakteri ini, sebagai upaya pengendalian inokulum secara efektif belum dilakukan oleh pihak-pihak yang bewang, belum dilakukan secara sungguhsungguh sehingga keberadaan penyakit ini di lapangan masih tetap mengancam kebun pisang petani. Lebih jauh pemerintah Provinsi Kaltim bermaksud mendorong pengembangan komoditi pisang menjadi komoditi andalan yang diperdagangkan secara nasional ataupun ekspor. Sehinga, komoditi ini menjadi penghasil PAD bagi Kaltim ataupun devisa bagi negara. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah 1

adalah mendorong pengembangan dan pembangunan kebun pisang dengan pendampingan dan penyuluhan oleh pemerintah. Materi utama dalam penyuluhan adalah budidaya tanaman sehat (GAP = good agricultural practices) dan pengendalian penyakit layu bakteri (PLB) untuk tanaman pisang kepok dan pengendalian penyakit layu fusarium (PLF) untuk jenis pisang buah. Sehingga, produksi pisang yang dihasilkan akan meningkat kuantitas dan kualitasnya, dan dapat dipasarkan secara luas baik pasar lokal, nasional maupun ekspor. Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka mengembangkan pisang sebagai komoditi andalan Kaltim, perlu dilakukan kajian mendalam tentang potensi dan peluang pengembangan komoditi ini sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Ketersediaan data dan informasi yang akurat tentang sumberdaya tersebut dapat digunakan sebagai bahan promosi untuk menarik minat para investor dalam bidang agribisnis pisang. Jika ada investor yang masuk pada agribisnis pisang, diharapkan akan lebih memacu semangat petani pisang. Harapannya, pisang dapat berkembang menjadi komoditi andalan daerah Kaltim, sehingga dapat menjadi sumber PAD dan devisa serta meningkatkan pendapatan petani. Semangat demikian didukung oleh kenyataan bahwa, pisang merupakan komoditi buahbuahan yang produksinya paling besar baik di level Kaltim maupun skala nasional (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2012 dan BPS, 2012). 1.2. Maksud dan Tujuan Pelaksanaan kegiatan kajian dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang aktual dan lengkap mengenai kegiatan budidaya tanaman pisang di Kaltim dan prospek pengembangannya, dalam rangka promosi untuk menarik investor agar tertarik menanamkan modalnya dalam agribisnis pisang di Kaltim. Sedangkan, tujuan kajian ini secara khusus adalah sebagai berikut: 1) Teridentifikasinya potensi komoditi pisang di Kalimantan Timur berdasarkan aspek sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang prosfektif untuk diusahakan oleh calon investor. 2) Menggali peluang investasi pemanfataan pisang yang berpotensi ditumbuhkembangkan berdasarkan ketersediaan bahan baku (local content) dan permintaan (demand) produk. 2

3) Kajian ini diharapkan dapat menjelaskan model dan arah pengembangan serta pemanfaatan pisang dalam usaha meningkatkan daya saing. 4) Kajian ini diharapkan dapat memberikan usulan kebijakan yang dapat mendukung pengembangan investasi agribisnis pisang. 5) Disamping itu, kajian ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran peluang dan nilai investasi dalam pengembangan/pemanfaatan pisang, serta permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditi pisang. 1.3. Kegunaan Melalui penerbitan buku tentang Kajian Potensi dan Peluang Investasi Komoditi Pisang di Kalimantan Timur serta Permasalahannya, diharapkan dapat berguna sebagai: 1) Bahan promosi bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, khususnya Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah dalam memberikan informasi peluang investasi kepada calon investor. 2) Bahan informasi secara jelas dan benar bagi investor mengenai peluang investasi dan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di Provinsi Kalimantan Timur. 3

II. SITUASI PEMASARAN 2.1. Pasar Dunia 1) Permintaan dan Penawaran Pisang Dunia Perkembangan perdagangan pisang dunia mulai menunjukkan kecenderungan meningkat sejak tahun 1984 hingga tahun 2005 (Gambar 1), dan kecenderungan tersebut terus bertahan hingga saat ini. Kawasan produksi utama tanaman pisang untuk ekspor adalah Amerika Latin dan Karibia, kemudian diikuti oleh Kawasan Timur Jauh, dan sebagian kecil berasal dari Afrika (Gambar 2). Gambar 1. Perkembangan Ekspor Pisang Dunia (Statistik FAO, 2005) 4

Afrika 4% Timur Jauh 15% Amerika Latin & Karibia 81% Gambar 2. Kawasan Sentra Produksi Pisang Dunia Sedangkan negara-negara pengimpor buah pisang dapat dikelompokan dalam kawasan: Amerika Utara, Uni Eropa, Negara-negara maju lainnya, negaranegara Eropa lainnya, dan bekas Uni Soviet, termasuk berbagai negara yang tidak menyatu dalam kawasan tertentu yang menduduki ranking kedua (Gambar 3). Negara Maju Lainnya 10% Eropa Lainnya 9% Bekas Uni Soviet 8% Amerika Utara 37% Uni Eropa 17% Lainnya 19% Gambar 3. Kawasan Kelopok Negara Pengimpor Pisang Dunia 5

Secara rinci negara-negara importir utama dan eksportir utama buah pisang dunia tertera pada Tabel 1 sebagai berikut. Kecuali Filipina, seluruh negara ekspotir utama pisang berada di kawasan Amerika Latin, dan negara importir utama pada umumnya adalah negara-negara maju yang sudah memahami manfaatkan kesehatan dari mengkonsumsi buah-buahan dan juga memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi. Tabel 1. Negara-negara Importir Utama Dan Eksportir Utama Pisang Dunia. NET EKSPOR (1.000 ton) Negara Rata-rata 2002-2004 NET IMPOR (1.000 ton) Negara Rata-rata 2002 2004 Dunia 12 616 Dunia 12 041 Ekuador 4 490 Amerika Serikat 3 455 Kosta Rika 1 772 Uni Eropa 3 336 Filipina 1 771 Jepang 983 Kolombia 1 455 Beka Uni Soviet 922 Guatemala 992 Kanada 427 Source : FAO, 2005 Berdasarkan data yang dilaporkan oleh FAO, meskipun terjadi kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun, produk buah pisang yang diperdagangkan secara internasional relatif terbatas. Sebagian besar produk buah pisang dikonsumsi sendiri oleh negara-negara produsen. Permintaan buah pisang oleh negara-negara importir pada tahun 2011 menurut catatan Statistik FAO hanya mencapai sekitar 15 juta ton (Tabel 2). Sedangkan, total produksi buah pisang pada tahun yang sama menurut Statistik FAO mencapai 106.541.709 ton (Tabel 3). Kebanyakan negara-negara penghasil pisang bukanlah pengekspor buah pisang, bahkan Cina yang tercatat sebagai negara produsen ranking kedua (Tabel 3) justru masih menjadi pengimpor buah pisang. Negara-negara pengimpor buah pisang, kecuali Cina dan Argentina, pada umumnya memiliki kondisi lingkungan yang kurang cocok untuk budidaya tanaman pisang, terutama ditinjau dari aspek iklim dan lingkungan. 6

Tabel 2. Negara Importir Utama Buah Pisang Dunia Tahun 2011 Ranking Area Produksi (ton) Harga (US $ 1000) Unit Harga (US $/ton) 1 Amerika Serikat 4.114.891 1.974.545 480 2 Belgia 1.351.242 1.532.190 1134 3 Jerman 1.233.712 873.434 708 4 Jepang 1.109.068 842.900 760 5 Inggris Raya 979.397 732.720 748 6 Federasi Rusia 1.068.179 703.536 659 7 Itali 658.391 494.719 751 8 Francis 549.809 414.634 754 9 Iran 661.390 392.402 593 10 Kanada 495.939 353.877 714 11 Cina 665.230 246.819 371 12 Republik Korea 337.910 210.269 622 13 Polandia 245.476 198.150 807 14 Swedia 183.496 178.738 974 15 Saudi Arabia 307.420 176.394 574 16 Belanda 222.327 161.689 727 17 Austria 126.151 127.936 1014 18 Ukraina 151.899 116.162 765 19 Argentina 351.094 114.365 326 20 Republik Cheko 161.505 106.319 658 14.974.526 9.951.798 Jumlah 706,95* Sumber: Statistik FOA (2013), * = nilai rata-rata Berdasarkan data produksi (Tabel 3) dan impor (Tabel 2), kondisinya tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya tentang permintaan dan penawaran dalam pemasaran buah pisang di pasar dunia. Karena pemenuhan permintaan buah pisang untuk negara importir tersebut relatif sulit dilakukan oleh negara produsen, terutama bilamana dikaitkan dengan tuntutan kualitas produk. Negara-negara importir menginginkan produk dengan kualitas yang tinggi dan 7

suplai yang kontinyu. Tuntutan kualitas demikian tidak mungkin dipenuhi oleh buah pisang hasil budidaya tradisional. Seperti kegiatan budidaya tanaman pisang di Kaltim yang masih bersifat tradisional, dan menghadapi kendala yang relatif berat untuk menghasilkan produk buah pisang yang berkualitas tinggi, terutama yang berkaitan dengan kondisi cuaca dan gangguan hama atau penyakit tanaman. Suplai untuk kebutuhan buah pisang ke negara-negara importir pada umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial, yang melakukan sistem budidaya tanaman pisang secara intensif. Tabel 3. Negara Produsen Buah Pisang Dunia Tahun 2011 Ranking Area Produksi (Ton) Harga (US $ 1000) Produksi (%) 1 India 29.667.000 8.355.146 30,9 282 2 Cina 10.705.740 3.015.068 11,2 282 3 Filipina 9.165.040 2.323.043 9,5 253 4 Ekuador 7.427.780 2.091.893 7,7 282 5 Brazil 7.329.470 2.064.205 7,6 282 6 Indonesia 6.132.700 1.727.158 6,4 282 7 Tanzania 3.143.840 885.402 3,3 282 8 Angola 2.646.070 745.215 2,8 282 9 Guatemala 2.680.390 726.717 2,8 271 10 Meksiko 2.138.690 602.321 2,2 282 11 Thailan 2.036.430 573.521 2,1 282 12 Kolombia 2.136.110 541.308 2,2 253 13 Kosta Rica 1.937.120 531.471 2,0 274 14 Burundi 1.848.730 520.659 1,9 282 15 Vietnam 1.523.430 429.045 1,6 282 16 Kamerun 1.376.000 387.524 1,4 282 17 Kenya 1.197.990 337.391 1,2 282 18 Mesir 1.054.240 296.906 1,1 282 19 Papua Nugini 1.000.000 253.467 1,0 253 20 Rev. Dominika 829.827 233.705 0,9 282 106.541.709 95.976.597 Jumlah Sumber: Statistik FOA, 2013 8 Unit Harga ($/ton)

Volume produk buah pisang yang diperdagangkan di pasar dunia relatif terbatas, hanya sekitar 15% dari jumlah produk buah pisang yang dihasilkan oleh negara-negara produsen, dengan nilai sekitar US $ 10 milyar atau setara dengan Rp.100 triliun (Tabel 2 dan 3). Negara importir utama memerlukan yang suplai lebih dari 100 ribu ton buah pisang per tahun (Tabel 2), dan yang menduduki ranking pertama adalah Amerika Serikat dengan volume impor mencapai > 4 juta ton per tahun. Harga jual buah pisang atau nilai pembelian oleh importir sangat bervariasi, berkisar antara US $ 236 per ton (di Argentina) hingga US $ 1.134 per ton (di Belgia) dengan rata-rata mencapai US $ 706,95 per ton. Sehingga, ekspor buah pisang bagi Indonesia atau Kaltim akan memberikan devisa yang cukup menarik untuk diupayakan. 2) Negara Pengekspor dan Pengimpor Pisang merupakan komoditi yang cukup menarik untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya, jika ditinjau dari aspek perdagangan internasional. Namun, Indonesia yang tercatat sebagai negara produsen ranking keenanm dunia Tabel 3), belum tercatat sebagai eksportir buah pisang (Tabel 4). Sedangkan beberapa negara importir justru tercatat juga sebagai negara eksportir, contohnya yang menonjol dari negara-negara importir buah pisang yang juga menjadi eksportir adalah Belgia, Amerika Serikat, Jerman, dan Francis (Tabel 4). Negara-negara pengimpor utama buah pisang yang dicatat oleh FAO berjumlah 20 negara, urutan pertama diduduki oleh Amerika Serikat dan diikuti oleh Belgia, Jerman, Jepang, Federasi Rusia, Inggris, Iran, Itali, Francis dan Kanada, kemudian diikuti oleh sepuluh negara importir lainnya seperti tertera dalam Tabel 2 di atas. Harga pembelian buah pisang oleh masing-masing negara importir tidak standar, berkisar antara US$ 326 per ton (Argentina) hingga US$ 1.134 per ton di Belgia. Negara importir yang membeli dengan harga murah 9

(antara US $ 300 400) adalah Argentina dan Cina, karena kedua negara ini pada dasarnya masih dapat memproduksi pisang di dalam negeri, sehingga impor hanya sebagai tambahan saja. Sedangkan negara importir terbesar, yaitu Amerika Serikat melakukan pembelian buah pisang pada kisaran US $ 400 500. Sedangkan negara importir lainnya melakaukan pembelian dengan harga yang lebih tinggi, dan rekor tertinggi harga pembelian dilakukan oleh Belgia (Tabel 2). Negara-negara importir utama buah pisang yang melakukan reekspor adalah Belgia, Amerika Serikat, Jerman, dan Francis. Berdasarkan volume produk buah yang diperdagangkan, rangking reekspor pisang dengan urutan sebagai berikut: Belgia, Amerika Serikat, Jerman, dan Francis. Sedangkan berdasarkan besarnya persentase buah yang diperdagangkan (reekspor) berdasarkan vulume impornya, rangking reekspor pisang dengan urutan sebagai berikut: Belgia (90%), Francis (59%), Jerman (31%), dan Amerika Serikat (12%). Fakta yang sangat menarik dalam perdagangan internasional buah pisang adalah yang dilakukan oleh Belgia, karena negara ini melakukan impor buah pisang dengan harga yang sangat tinggi dan jauh di atas harga rata-rata. Sedangankan, kegiatan reekspor oleh Amerika Serikat merupakan kondisi yang wajar, karena negara ini melakukan impor dengan harga yang masih di bawah harga rata-rata internasional. Negara produsen utama tidak berarti sebagai negara eksportir, dan jumlah ekspor buah pisang untuk 20 negara produsen yang tertera dalam Tabel 2 tidak dapat diketahui dengan pasti. India merupakan negara penghasil pisang ranking pertama, tetapi ekspornya tidak terlalu besar. Produksinya pada tahun 2011 mencapai 30% dari produksi dunia, kemudian secara beturut-turut diikuti oleh Cina, Filipina, Ekuador, Brazil, dan Indonesia yang berada pada posisi keenam (Tabel 2). Filipina merupakan negara utama pengekspor buah pisang untuk kawasan Asia Tenggara. 10

Tabel 4. Negara-negara Eksportir Buah Pisang Dunia Tahun 2011 Ranking Area Volume Ekspor (Ton) Harga (US $ 1000) 1 Ekuador 5.156.477 2.033.794 394 2 Kosta Rika 1.836.206 672.050 366 3 Kolombia 1.691.788 699.891 414 4 Filipina 1.590.066 319.296 201 5 Guatemala 1.387.516 357.403 258 6 Belgia 1.219.139 1.236.919 1015 7 Amerika Serikat 503.489 400.040 795 8 Honduras 488.733 219.344 449 9 Jerman 384.335 380.383 990 10 Côte d'ivoire 335.593 135.492 404 11 Francis 322.479 242.216 751 12 Dominika 306.301 250.456 818 13 Panama 271.468 64.600 238 14 Kamerun 237.942 81.849 344 15 Meksiko 176.152 72.440 411 16 Brazil 139.540 45.269 324 17 Belanda 136.352 127.813 937 18 Lebanon 102.460 17.650 172 19 Pakistan 84.489 12.564 149 20 Bolivia 79.447 12.462 157 16.449.972 7.381.931 Jumlah Sumber: Statistik FOA, 2013 11 Unit Harga ($/ton)

3) Posisi Indonesia di Pasar Dunia Indonesia merupakanan negara produsen pisang utama dunia dan menduduki ranking keenam, tetapi Indonesia tidak tercatat sebagai negara eksportir buah pisang. Bahkan vulume ekspornya pada tahun 2003 jauh di bawah Vietnam, Malaysia, dan Thailan (Tabel 5). Tabel 5. Posisi Indonesia di antara beberapa negara penghasil pisang dunia, tahun 2003 No Negara Produksi (ton) Volume Ekspor (ton) Ratio Ekspor/Produksi Nilai Ekspor (US $) 1 India 29.667.000* 10.877 0,000647 2.517.000 2 Brazil 7.329.470* 139.540* 0,019038* 45.269.000* 3 Cina 10.705.740* 53.019 0,008655 26.362.000 4 Ekuador 7.427.780* 5.156.477* 0,694215* 2.033.794.000* 5 Filipina 9.165.040* 1.590.066* 0,173492* 319.296.000* 6 Indonesia 6.132.700* 27 6,26e-06 8.000 7 Karibia 1.916.556 220.771 0,115192 30.013.000 8 Thailan 2.036.430* 6.338 0,003521 1.776.000 9 Kolombia 2.136.110* 1.691.788* 0,791994* 699.891.000* 10 Vietnam 1.523.430* 81.429 0,066674 3.855.000 11 Malaysia 500.000 24.478 0,048956 6.512.000 Sumber: FAOSTAT, 2005, dan * Data tahun 2011. Tingkat produksi buah pisang Indonesia di level dunia untuk tahun 2011 berada pada posisi keenam, dengan jumlah produksi mencapai 6.132.700 ton (Tabel 3 dan 6). Selama sepuluh tahun terakhir, produksi buah pisang Indonesia cenderung mengalami peningkatan walaupun fluktuatif. Namun secara persentase berdasarkan produksi pisang dunia, tingkat produksi tersebut hanya berfluktuasi antara 5,5% hingga 6,5% dan pada kondisi tahun 2011 mencapai 5,8% (Tabel 6). Berdasarkan sumberdaya yang dimiliki oleh Indonesia, sesungguhnya produksi pisang Indonesia berpotensi untuk ditingkatkan. Sumberdaya lahan tersedia cukup luas di beberapa daerah, khususnya di luar Pulau Jawa. Demikian pula sumberdaya manusia, tersedia cukup banyak dan memiliki keterampilan yang cukup memadai untuk menjadi petani pisang. Kunci keberhasilan untuk 12

meningkatkan produksi adalah pengembangan dan penerapan teknologi, terutama teknologi budidaya dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. Sehingga, produk yang dihasilkan dapat dijual secara luas di pasar lokal maupun pasar dunia. Tabel 6. Perkembangan Produksi (ton) Buah Pisang di Indonesia dan Dibandingkan dengan Produksi Dunia (%) Tahun Indonesia Dunia (%) 2001 4.300.420 67.885.287 6,3 2002 4.384.380 68.495.245 6,4 2003 4.177.160 71.300.458 5,9 2004 4.874.440 75.760.427 6,4 2005 5.177.610 80.107.416 6,5 2006 5.037.470 85.836.322 5,9 2007 5.454.230 91.131.050,5 6,0 2008 6.004.620 95.748.473,9 6,3 2009 6.373.530 99.765.413 6,4 2010 5.755.070 105.213.002,8 5,5 2011 6.132.700 106.541.709 5,8 Sumber: Statistik FOA, 2013. 2.2. Pasar Domestik Daerah penghasil pisang utama di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat, diikuti dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan provinsi di luar Pulau Jawa yang memiliki perkebunan pisang luas adalah Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan, posisi Kalimantan Timur berada pada urutan 10 hingga 12. Sedangkan, Kalimantan Timur hanya menghasilkan buah pisang sekitar 2% dari total produk nasional atau sedikit di atas 100 ribu ton per tahun. Produksi buah pisang Indonesia secara nasional mencapai lebih dari 6 juta ton pada tahun 2012 (Tabel 7). 13

Tabel 7. Produksi (ton) Buah Pisang oleh Masing-masing Provinsi di Indonesia Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia 2009 61.133 335.790 91.938 31.594 35.639 212.718 31.341 681.875 9.060 2.812 1.030 1.415.694 965.389 52.734 1.020.773 194.835 153.540 72.925 294.770 111.728 29.769 91.964 103.099 59.100 26.983 195.973 17.200 7.529 42.873 3.311 2.044 5.501 10.869 6.373.533 2010 70.704 403.391 100.525 25.244 48.443 218.770 17.468 677.781 5.345 2.259 747 1.090.777 854.383 50.829 921.964 234.887 148.845 62.799 187.911 38.230 17.700 77.921 113.113 65.303 48.167 144.667 30.384 4.963 62.438 18.721 2.899 5.042 2.453 5.755.073 2011 68.989 429.629 113.360 26.497 36.942 109.268 25.082 687.761 8.625 4.232 695 1.360.126 750.775 38.976 1.188.926 248.272 163.685 61.883 184.773 46.764 17.405 65.073 122.541 31.195 56.505 153.540 26.190 4.190 52.258 38.059 1.192 2.609 6.678 6.132.695 Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) 14 2012 62.662 363.060 137.348 20.190 37.797 182.959 27.844 696.840 6.769 6.655 2.194 1.191.542 617.455 61.153 1.362.405 257.156 164.700 91.830 148.278 53.454 19.738 69.669 112.918 46.633 47.797 149.061 30.678 4.405 53.816 29.143 265 5.452 12.474 6.071.043

Produksi buah pisang Kaltim pernah dikirim ke Pulau Jawa dan Bali mulai akhir tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an. Jumlah pengiriman terbesar ke Pulau Jawa dan Bali yang tercatat melalui pelabuhan Balikpapan terjadi pada tahun 2004 yang mencapai 4.121, 5 ton (Tabel 8). Pada era pengiriman buah pisang secara besar-besaran ke Pulau Jawa dan Bali tersebut harga buah pisang relatif murah, rata-rata per sisir hanya kurang dari Rp.1000,- Namun akhirnya pengiriman buah pisang dari Kaltim tersebut terhenti pada pertengahan tahun 2000-an, akibat terjadinya ledakan serangan penyakit layu bakteri. Tabel 8. Perkembangan Volume (ton) Pengiriman Buah Pisang dari Kalimantan Timur, Melalui Pelabuhan Semayang Balikpapan. Rata-rata Pengiriman buah pisang (ton) per bulan Pertumbuhan ratarata per tahun (%) No Tahun 1 2000 1.226,0/9 = 136,22 0,00 2 2001 3.407,8/12 = 283,98 108,47 3 2002 4.121,5/12 = 343,46 152,14 4 2003 4.040,0/12 = 336,67 147,15 5 2004 2.985,0/12 = 248,75 82,61 6 2005 1.161,0/10 = 116,10-14,77 Sumber: Suyadi (2007). Hikmah yang terjadi dibalik serangan penyakit layu bakteri adalah terjadinya peningkatan harga buah pisang di Kaltim. Sehingga, harga buah pisang kepok per sisir pada lima tahun terakhir ini mencapai Rp.3.500,- hingga Rp.5.000,- di tingkat petani. Kenyataan ini yang mendorong petani bersemangat melakukan budidaya tanaman pisang kepok, karena petani yang berhasil memelihara kebunnya dengan baik mereka akan memperoleh pendapatan minimal Rp.3.500.000,- per bulan untuk setiap hektar kebun pisang. 15

2.3. Pohon Industri Pisang Tanaman pisang mempunyai manfaat yang banyak, semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan sehingga dapat dilakaukan sistem budidaya tanaman yang zero waste. Bagian tanaman mulai dari bonggol (batang pisang sesungguhnya), batang semu, daun, dan buah secara langsung maupun tidak langsung (Gambar 1). Buahnya dapat dikonsumsi sebagai buah segar atau menjadi berbagai produk pangan olahan dan limbah buah dapat dimanfaatkan untuk produksi biogas, pakan ternak ataupun pupuk organik dan lain-lain. Daunnya untuk pembungkung makanan, bahan produksi kertas, dan pakan ternak. Bagian batang semu dapat digunakan sebagai bahan serat, kertas, pakan ternak, pupuk organik dan lain-lain. Sedangkan bonggol atau batang pisang dapat digunakan untuk chip, dendeng, tepung, kertas, dan bahan obat-obatan. Serta manfaat lain yang belum diketahui. 16

Gambar 4. Pohon Industri Tanaman Pisang 17

III. POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN PISANG DI KALIMANTAN TIMUR 3.1. Usaha Pertanian Primer Semua jenis tanaman pisang, dengan pengelolaan budidaya tanaman yang benar, dapat tumbuh dengan baik di Kaltim. Tetapi untuk jenis yang peka terhadap jamur Fusarium perlu perawatan yang khusus berkaitan dengan pengendalian penyakit, oleh karena jamur tersebut merupakan patogen endemik di daerah ini. Sehingga, pisang kepok yang tahan terhadap jamur ini merupakan jenis yang paling dominan dikembangkan oleh petani. Pusat-pusat pengembangan budidaya tanaman pisang kepok di Kaltim adalah pada daerah aliran sungan dan sepanjang jalan raya antar daerah kabupaten/kota. Adapun daerah pusat pengembangan budidaya tanaman pisang adalah Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Tmur, dan Kota Balikpapan, serta Samarinda (Tabel 9). Sedangkan kabupaten dan kota lainnya mempunyai tanaman kurang dari 100.000 rumpun yang berarti kurang dari 250 Ha. Namun sejak akhir tahun 1990-an budidaya pisang kepok di daerah ini juga menghadapi masalah serius, karena menghadapi ledakan serangan penyakit layu bakteri. 1) Sentra Produksi Pisang di Kaltim. Seluruh daerah kabupaten di Kaltim mempunyai potensi untuk menjadi sentra pengembangan budidaya tanaman pisang. Meskipun, sentra produksi pisang yang aktual pada saat ini baru di empat kabupaten dan dua kota (Tabel 9). Berdasarkan asumsi bahwa tanaman pisang kepok ditanam dengan jarak 4 meter x 5 meter atau 5 meter x 5 meter, maka dalam satu hektar lahan akan terdapat 500 sampai 400 rumpun tanaman pisang. Sehingga, luas areal pertanaman pisang di sentra-sentra produksi adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Paser (739.405 rumpun : 400 rumpun/ha) sekitar 1.849 Ha; 2) Kabupaten Kutai Kartanegara (407.342 rumpun : 400 rumpun/ha) sekitar 1.018 Ha; 3) Kabupaten Kutai Timur (290.911 rumpun : 400 rumpun/ha) 727 Ha; 4) Kabupaten Nunukan sekitar (245.364 rumpun : 400 rumpun/ha) sekitar 613 Ha; 5) Kota Balikpapan (357.573 rumpun : 400 rumpun/ Ha) sekitar 894 Ha; dan 6) Kota Samarinda (245.364 rumpun : 400 rumpun/ Ha) sekitar 613 Ha. 18

Tabel 9. Jumlah Rumpun, Produktivitas dan Produksi Pisang menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur Tahun 2011. No Kabupaten/Kota Jumlah Rumpun Produktivitas (Kg/Rumpun) Produksi (ton) 739.405 28,61 21.156 29.268 9,09 266 1 Paser 2 Kutai Barat 3 Kutai Kartanegara 407.342 39,20 15.968 4 Kutai Timur 290.911 69,72 20.282 5 Berau 91.857 82,42 7.571 6 Malinau 5.258 18,30 96 7 Bulungan 70.034 131,75 9.227 8 Nunukan 245.364 108,80 26.696 9 Penajam Paser Utara 31.713 36,79 1.167 10 Tana Tidung 6.499 61,09 397 11 Balikpapan 357.573 25,09 8.972 12 Samarinda 162.267 40,63 6.593 13 Tarakan 58.740 65,01 3.819 14 Bontang 4.830 68,61 331 2011 2.183.667 56,12 122.541 2010 2.032.929 55,64 113.113 2009 1.855.893 55,55 103.099 2008 1.729.237 44,58 77.081 2007 1.227.574 60,43 74.179 2006 2.237.771 32,68 73.133 Kalimantan Timur Sumber: BPS Prov. Kaltim (2011). Berdasarkan pengamatan lapangan, areal tanaman pisang di lapangan lebih luas dari laporan resmi dari BPS Provinsi Kaltim (2012), sebagai contoh adalah luas tanaman pisang di Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur saja telah mencapai lebih dari 1.000 Ha. Bilamana dimasukan areal kebun pisang di kecamatan lain, maka kebun pisang di Kabupaten Kutai Timur akan jauh lebih luas lagi. Deviasi luas areal ini menjadi masalah penting dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan kebun pisang. 19

2) Produksi dan Produktivitas Pisang Rata-rata produktivitas tanaman pisang di Kaltim adalah 56,12 Kg/rumpun per tahun (Tabel 9), jika asumsi rata-rata jumlah tanaman yang berbuah adalah lima pohon per rumpun per tahun, maka rata-rata produksi tanaman per pohon (per tandan) adalah sekitar 11 Kg. Berdasarkan konversi produktivitas per rumpun seperti tersebut di atas, maka dengan asumsi jumlah tanaman adalah 400 sampai 500 rumpun per hektar, produktivitas yang dicapai oleh kebun pisang di Kaltim rata-rata adalah 22.448 Kg/Ha atau 28.060 Kg/Ha per tahun. Variasi produktivitas kebun pisang yang sangat besar di daerah sentra produksi, seperti ditunjukkan pada Tabel 9 di atas dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum faktor yang sangat mempengaruhi ekspresi produktivitas tanaman pisang adalah tingkat kesehatan tanaman dan kesuburan lahan. Selanjutnya, tingkat kesuburan lahan dan kesehatan tanaman akan mempengaruhi jumlah pohon per rumpun (karena petani umumnya tidak melakukan pengurangan anggota rumpun) dan berat buah per pohon. Sehingga, semakin banyak jumlah pohon per rumpun, diasumsikan produktivitas tanaman per rumpun juga akan semakin tinggi, demikian pula produktivitas per hektar, meskipun berat buah per sisir menurun. Implementasi budidaya tanaman sehat perlu dilakukan di daerah-daerah yang produktivitasnya rendah (di bawah produktivitas rata-rata yang untuk tahun 2011 mencapai 56,12 Kg/rumpun per tahun), agar produktivitasnya dapat meningkat. Sedangkan untuk kebun yang produktivitasnya sudah di atas rata-rata, perlu dilakukan perawatan kebun yang lebih baik, termasuk mengurangi jumlah anakan per rumpun agar kualitas buahnya dapat ditingkatkan menjadi lebih tinggi. Sejak kasus serangan penyakit layu bakteri pada akhir tahun 1990-an, produksi buah pisang Kaltim mulai mengalami peningkatan sejak tahun 2006 (Gambar 5), kondisi tersebut berkaitan erat dengan perkembangan luas (Tabel 8) kebun pisang. Upaya pengembangan dan rehabilitasi kebun pisang terus dilakukan oleh petani seiring dengan meningkatnya harga buah pisang pada lima tahun terakhir. Peningkatan harga buah pisang merupakan insentif yang sangat menarik bagi petani, sehingga mereka bersemangat membangun atau memelihara kebunnya. 20

140.000 120.000 103.099 100.000 80.000 73.133 74.179 77.081 2006 2007 2008 113.113 122.541 60.000 40.000 20.000 0 2009 2010 2011 Gambar 5. Perkembangan Produksi (ton) Pisang di Kalimantan Timur (Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2012). 3) Perkembangan Harga Buah Pisang Perkembangan harga jual buah pisang di pasar lokal Kaltim pada lima tahun terakhir ini sangat menggembirakan. Harga jual buah pisang kepok per sisir di tingkat petani mencapai Rp 3.500, kecuali di Kecamatan Sebatik dan Nunukan relatif lebih rendah karena orientasi pemasarannya hanya terbatas ke Tawao, Malaysia. Harga eceran pisang kepok di kota-kota di Kaltim Rp 5.000 per sisir, harga tersebut relatif stabil pada saat ini dalam kondisi tahun 2011 tingkat produksi buah pisang di Kaltim mencapai 122.541 ton per tahun yang dihasilkan oleh kebun seluas 5.000 sampai 6.252 Ha, dengan rata-rata produksi > 20 ton/ha, yang berarti produktivitas kebun pisang di Kaltim sudah di atas harapan secara nasional (Anonim, 2008). Kondisi harga tersebut tidak berbeda dengan harga di beberapa daerah di Pulau Jawa seperti dilaporkan oleh Anonim (2008) sebagai berikut: di Pasar Induk Kramajati harga Pisang Ambon berkisar Rp 4.200-5.800/kg; Pasar Senduro, Jawa Timur, harga pisang Tanduk pada saat normal berkisar Rp 8.000 10.000 per tandan yang berisi 1 3 sisir, sedangkan pada saat lebaran meningkat hingga dapat mencapai Rp. 15.000-20.000 per tandan. Harga pisang pada hari-hari biasa di Nusa Tenggara Barat berkisar antara Rp. 1.500-5.000 per sisir, sedangkan pada saat hari Raya Galungan mencapai Rp. 2.500 - Rp. 7.500 per sisir. 21

Harga pisang dari sentra-sentra produksi pisang di Kaltim sampai pada awal tahun 2000-an hanya kurang dari Rp 1.000 per sisir. Pada saat itu produksi pisang kepok di Kaltim sangat melimpah, hingga dikirim ke Pulau Jawa dan Bali, puncaknya terjadi pada tahun 2002, namun kemudian terus menurun dan akhirnya berhenti akibat adanya ledakan serangan penyakit layu bakteri. 3.2. Usaha Agribisnis Hulu Kegiatan budidaya tanaman merupakan usaha agribisnis hulu untuk komoditi tanaman pisang. Agribisnis sektor hulu ini mulai dari persiapan lahan, pengolahan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan lain-lain. Berdasarkan sistem budidaya tradisional, agribisnis sektor hulu untuk tanaman pisang di Kaltim relatif belum berkambang. Petani pada umumnya melakukan persiapan lahan secara manual, tidak memerlukan alat/mesin pertanian seperti yang dilakukan oleh perusahaan besar. Demikian halnya dengan penggunaan bibit, petani pada umumnya menggunakan anakan atau perbanyakan bonggol, sehingga agribisnis produksi bibit (kultur jaringan misalnya) masih belum berkembang. Pemeliharaan tanaman belum dilakukan dengan baik berdasarkan standar GAP, sehingga produktivitas kebun masih bervariasi sangat besar. Sebelum kasus penyakit layu bakteri berkembang di Kaltim, petani pisang relatif tidak melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman. Oleh karena itu, hanya tanaman pisang kepok yang tahan terhadap jamur Fusarium yang dominan dan berkembang, sedangkan pisang buah yang peka terhadap jamur tersebut tidak dapat berkembang. Kegiatan pemeliharaan tanaman pisang baru di lakukan akhir-akhir ini, setelah kasus serangan bakteri layu pada tanaman pisang kepok. Jadi petani harus melakukan pemeliharaan tanaman dengan baik jika ingin menanam pisang, karena semua jenis tanaman pisang telah mempunyai patogen yang sangat merugikan dan dapat menyebabkan gagal panen. Sehingga, hanya tanaman yang dipeliharaan dengan baik yang akan memberikan hasil panen. 22

Semua kegiatan agribisnis sektor hulu seperti diuraikan di atas tidak berlaku untuk sistem budidaya komersial yang dilakukan oleh perusahaan besar swasta. Seluruh agribisnis sektor hulu diperlukan untuk sistem budidaya tanaman pisang secara komersial, mulai industri bibit unggul kultur jaringan, alat dan mesin pertanian mulai dari persiapan dan pengolahan lahan, pemeliharaan tanaman, penanganan panen dan pasca panen, hingga packing dan distribusi buah pisang hingga ke pasar. 3.3. Usaha Agribisnis Hilir Seperti ditunjukkan dalam pohon industri pisang (Gambar 4), cukup banyak usaha agribisnis hilir untuk komoditi pisang. Namun kegiatan agroindustri atau usaha agribisnis sektor hilir untuk komoditi ini belum banyak berkembang di Kaltim, dan untuk pengembangannya masih diperlukan upaya pembinaan dan pendampingan. Agroindustri pengolahan pisang pada saat ini masih terkonsentrasi di daerah-daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan Selatan dengan produk olahan berupa kripik dan pisang sale, yang pada umumnya masih berskala menengah (Tabel 10). Sasaran kebutuhan bahan baku untuk keperluan industri pengolahan pisang diperkirakan sebanyak 30.000 ton pada tahun 2010. Jumlah kebutuhan ini dapat dipenuhi dari areal pertanaman seluas 1.500 Ha di sentra produksi yang telah ada misalnya di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Anonim, 2008). Kepastian dan ketersediaan pasar bagi produk pisang merupakan kunci penentu keberhasilan pengembangan agribisnis pisang, baik untuk baik agribisnis sektor hulu maupun sektor hilir. Harga lokal buah pisang yang relatif tinggi merupakan pendorong berkembangnya agribisnis pisang di daerah ini, baik untuk pemenuhan pasar lokal, pasar nasional (antar pulau), maupun untuk tujuan ekspor. Kondisi aktual yang dihadapi dalam pemasaran buah pisang adalah rendahnya posisi tawar petani, secara individu petani sangat sulit untuk memenuhi prasyarat agribisnis (produk yang dihasilkan harus kontinyu, berkualitas tinggi, dan dapat mencapai kuantitas tertentu). Untuk itu, petani harus berkelompok dan membentuk organisasi agar dapat memiliki nilai tawar yang tinggi. 23

Tabel 10. Perkiraan Nilai Tambah Beberapa Bentuk Pengolahan Pisang (Usaha Agribisnis Sektor Hilir) Produk Olahan Varietas yang digunakan Rendemen (%) Nilai Tambah + 20 100-150 Kripik Ambon Hijau & Kuning, Kepok Kuning & Putih, Cavendish, dll Ledre Raja Bulu 17-20 200-250 Sale Ambon, Kepok Kuning, Lampung, Mas, Mauli, dll 12-17 100-150 Getuk Nangka 20-30 50-100 Jus Raja Bulu 50-60 350-500 Tepung Siem, Nangka, Kepok 29-32 350-450 Tepung MPASI Ambon 9-11,5 600-650 Puree Ambon, Cavendish & Raja Bulu 20-30 150-200 Jam Ambon, Cavendish & Raja Bulu 70-75 200-250 Sumber : Anonim, 2008. Industri pengolahan pisang berskala besar lebih diarahkan pada industri tepung, puree dan jam, karena untuk membuat produk-produk tersebut diperlukan peralatan khusus yang cukup mahal. Kebutuhan bahan baku diperkirakan mencapai 60.000 ton per tahun. Dengan asumsi fokus pengembangan areal tanam varietas pisang olahan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur (banyak yang terserang penyakit layu bakteri), maka masih diperlukan pengembangan areal pertanaman baru dan peremajaan pertanaman lama hingga mencapai sekitar 3.500 Ha. Panen pisang di Indonesia tidak mengenal musiman, karena curah hujan tersebar merata sepanjang tahun. Dengan demikian produksi pisang dapat diatur secara rinci sepanjang tahun sesuai kebutuhan. Hal ini sangat menguntungkan dan berdaya saing terutama untuk tujuan usaha pascapanen buah pisang segar yang melibatkan berbagai tahapan operasional antara lain: panen (kriteria, waktu dan cara pemanenan), pengangkutan ke bangsal pengemasan, operasi bangsal pengemasan (pemotongan sisir, pencucian, pengeringan, pengemasan), transportasi 24

kemasan pisang dan pemuatan ke kontainer berpendingin (cool storage) yang kemudian dimuat ke kapal, kereta api atau truk. Untuk tujuan transportasi jarak jauh, menuju pasar dan kegiatan distribusi. 3.4. Arah Pengembangan Berdasarkan pertimbangan ketersediaan sumberdaya dan permasalahan yang dihadapi, maka pengembangan agribisnis pisang di Kaltim diarahkan pada upaya menjamin ketersediaan dan peluang pasar untuk memberikan insentif kepada petani berupa pendapatan yang tinggi. Ketersediaan dan terbukanya pasar akan mendorong perkembangan sektor hulu, yaitu kegiatan budidaya dan produksi. Perluasan areal penanaman dan rehabilitasi kebun yang rusak akibat serangan penyakit layu yang merupakan sasaran utama arah pengembangan sektor hulu hanya mungkin dilakukan jika ada jaminan pemasaran dan harga yang menarik. Arah pengembangan selanjutnya adalah implementasi GAP, dilakukan dalam kegiatan budidaya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, dengan demikian petani dapat dengan mudah menjual buah pisang segar sebagai produk utamanya ke pasar manapun. Potensi pengembangan budidaya tanaman pisang terdapat di seluruh daerah kabupaten di Kaltim, berdasarkan potensi ketersediaan dan kesesuaian lahan. Namun, prioritas pengembangan sebaiknya dilakukan pada daerah-daerah sentra produksi, seperti Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Berau (Tabel 11), dengan pertimbangan pada kawasan sentra produksi tersebut petani sebagai sumberdaya manusia pelakunya sudah lebih siap. Selain itu, pada lahan eksisting dapat dilakukan usaha itensifikasi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Sebagai langkah awal, untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa agribisnis pisang itu prospektif, agar petani tidak raguragu untuk mengembangkan komoditi ini menjadi andalan sumber pendapatan mereka. Berdasarkan arah pengembangan dan potensi yang tersedia, terbuka peluang yang lebar bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam agribisnis pisang di Kaltim, baik sektor hulu, sektor hilir, maupun pemasaran. Sangat diharapkan, 25

Tabel 11. Estimasi Luas Lahan Budidaya Tanaman Pisang di Kaltim Berdasarkan Data Jumlah Rumpun pada Tabel 8. No Kabupaten/Kota Jumlah Rumpun 739.405 Konversi (Rumpun/Ha) 400 500 Estimasi Luas Kebun Pisang (Ha) 1848,51 1478,81 29.268 400 500 73,17 58,54 1 Paser 2 Kutai Barat 3 Kutai Kartanegara 407.342 400 500 1018,36 814,68 4 Kutai Timur 290.911 400 500 727,28 581,82 5 Berau 91.857 400 500 229,64 183,71 6 Malinau 5.258 400 500 13,15 10,52 7 Bulungan 70.034 400 500 175,09 140,07 8 Nunukan 245.364 400 500 613,41 490,73 9 Penajam Paser Utara 31.713 400 500 79,28 63,43 10 Tana Tidung 6.499 400 500 16,25 12,99 11 Balikpapan 357.573 400 500 893,93 715,15 12 Samarinda 162.267 400 500 405,67 324,53 13 Tarakan 58.740 400 500 146,85 117,48 14 Bontang 4.830 400 500 12,07 9,66 6252,65 5002,12 Total Sumber: Data Tabel 8 diolah investor yang masuk ke Kaltim dapat meningkatkan atau membuka peluang pasar yang lebih baik bagi agribisnis pisang bagi daerah ini. Sehingga, pendapatan petani yang banyak bergerak di sektor hulu dalam agribisnis komoditi pisang dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Keberhasilan investasi dan pengembangan komoditi ini pada akhirnya akan memberikan sumbangan pada PAD dan kegiatan pembangunan di Kaltim. Dukungan kebijakan dan ketersediaan infrastruktur sangat dibutuhkan untuk mewujudkan arah pengembangan seperti diuraikan di atas. Infrastruktur yang baik akan menekan biaya produksi kegiatan agribisnis komoditi pisang dan pertanian pada umumnya. Kebijakan yang terpenting adalah menjamin pemasaran produk komoditi pisang dapat berjalan lancar, agar petani dan para pelaku agribisnis pisang benar-benar mendapat insentif berupa peningkatan pendapatan. 26

Kepastian harga dan peluang pasar dapat dibangun dari jaminan kualitas produk dan kontinyuitas suplai. Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mewujudkan kualitas produk yang prima dan kontinyuitas produksi adalah implementasi GAP, melalui kegiatan pendampingan dan penyuluhan yang intensif dan terus berkembang sesuai dengan tuntutan pasar atau kemajuan iptek. Pengembangan dukungan infrastruktur perhubungan dan kelembagaan petani merupakan dukungan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan implementasi GAP. Oleh karena, produk yang berupa buah pisang segar harus sampai ke pasar/konsumen tepat pada waktunya, keterlambatan transportasi berarti kerugian besar karena produk buah segar pisang bersifat cepat rusak. 27

IV. ASPEK TEKNIS USAHA Berdasarkan kriteria iklim dan jenis tanah, tanaman pisang dapat dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Kaltim. Faktor pembatas untuk kegiatan budidaya tanaman pisang di daerah ini adalah kesuburan tanah, gangguan hama atau penyakit tumbuhan, dan kondisi topografi lahan. Sehingga, sentra-sentra budidaya tanaman pisang secara alamiah/tradisional, khususnya untuk pisang kepok, di daerah ini berada pada daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena, lahan datar dalam skala luas relatif sulit diperoleh di daerah ini. 4.1. Potensi Lokasi dan Model Usaha Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2000), lahan potensial untuk pengembangan budidaya tanaman pisang di Kaltim mencapai sekitar 5 juta Ha (Anonim, 2008). Namun penetapan alokasi lahan untuk pengembangan komoditi pertanian pangan (termasuk pisang) relatif menghadapi hambatan, karena sebagian besar kawasan lahan KBNK (Kawasan Budidaya Non Kehutanan) telah dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit dan kegiatan pertambangan batubara. Oleh karena itu, upaya pengembangan budidaya tanaman pisang di daerah ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) izin lokasi baru, atau (2) bermitra dengan petani yang telah melakukan budidaya tanaman pisang. Prinsip utama untuk kedua cara pengembangan tersebut adalah implementasi GAP, sehingga produk buah segar yang dihasilkan dapat dipasarkan secara kompetitif, baik di pasar domestik, nasional, maupun ekspor. Peran investor pada cara pengembangan (1) dapat melakukan usaha agribisnis sektor hulu hingga sektor hilir, serta pemasaran. Sedangkan untuk cara pengembangan (2) investor diharapkan lebih berperan di sektor pemasaran ataupun pengembangan teknologi dari sektor hulu hingga sektor hilir. 4.2. Teknik Budidaya Kualitas produk yang prima merupakan prasyarat penting untuk memasuki pasar ekspor buah segar, terutama untuk tujuan negara-negara maju yang sangat memperhatikan aspek kesehatan konsumen. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka teknologi budidaya yang dikembangkan adalah budidaya tanaman sehat dan penerapan GAP, untuk menjamin dihasilkannya produk yang berkualitas 28

tinggi. Baik ditinjau dari wujud morfologi maupun kandungan atau cemaran bahan berbahaya, terutama residu pestisida. Faktor utama yang menjadi perhatian dalam penerapan teknologi budidaya tanaman pisang adalah mempertahankan kesuburan tanah dan pengendalian hama atau penyakit tumbuhan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kualitas buah pisang dipengaruhi oleh kegiatan pemupukan sebagai upaya untuk mempertahan kesuburan tanah dan produktivitas kebun. Penggunaan pupuk organik sangat mendukung dalam menghasilkan produk buah pisang yang berkualitas tinggi, sebaliknya penggunaan pupuk anorganik justru dapat menurunkan kualitas produk buah pisang. Oleh karena itu, dalam budidaya tanaman pisang sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan budidaya ternak limbah kebun pisang untuk pakan ternak dan kotoran ternak untuk pupuk organik tanaman pisang. Berkaitan dengan perlindungan tanaman terhadap gangguan penyakit atau hama, penyakit layu tanaman pisang merupakan faktor pembatas utama untuk keberhasilan budidaya tanaman pisang di Kaltim. Penyakit layu tanaman pisang di Kaltim disebabkan oleh dua jenis patogen, yaitu penyakit layu bakteri (PLB) yang disebabkan oleh bakteri, dan panyakit layu fusarium (PLF) yang disebabkan oleh jamur fusarium. Kedua jenis penyakit tersebut memerlukan teknologi pengendalian yang berbeda, PLB umumnya menyerang tanaman pisang kepok dan baru berkembang di Kaltim mulai awal tahun 2000-an, sedangkan PLF adalah penyakit pisang endemik Kaltim dan selalu menimbulkan kerusakan parah pada jenis pisang buah (antara lain pisang susu, ambon, raja, barangan). Sehingga teknik budidaya tanaman pisang harus dikembangkan secara khusus untuk mengendalikan kedua jenis penyakit layu tersebut. 1) Persiapan Lahan dan Pemupukan Memperhatikan karakteristik tanah di Kaltim, maka persiapan lahan untuk budidaya tanaman pisang sebaiknya menerapkan prinsip pengolahan minimal, sehingga kesuburan tanah alami dapat dipertahankan secara maksimal. Kemudian diikuti dengan penggunaan pupuk organik yang mempunyai keunggulan seperti telah dikemukakan di atas dan mempunyai manfaat secara tidak langsung dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti PLF. 29

Dosis aplikasi pupuk organik dapat ditetapkan berdasarkan analisis tanah, tetapi untuk tujuan pemeliharaan kesuburan tanah dan pengendalian penyakit pupuk organik dapat diaplikasikan dengan dosis 5 ton sampai 10 ton per hektar per tahun, dengan cara aplikasi piringan di sekitar rumpun tanaman. 2) Penanaman Mengacu kepada GAP penanaman pisang dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi prasyaratnya harus menggunakan bibit unggul dan yang sehat. Kemudian, pertimbangan yang harus menjadi perhatian adalah jarak tanam, karena akan mempengaruhi jumlah bibit yang dibutuhkan. Penanaman konvensional dengan jarak tanam 4 x 5 meter atau 5 x 5 meter, umumnya dilakukan untuk pisang kepok, sehingga dibutuhkan 400 sampai 500 bibit per hektar (Gambar 6). Sedangkan penananman intensif dapat dilakukan hingga populasi maksimum 2.500 bibit per hektar atau dengan jarak tanam 2 x 2 meter, umumnya untuk jenis pisang kavendis (Gambar 7). Gambar 6. Kebun Pisang Rakyat dengan Jarak Tanam 5 x 5 meter; A) Kebun Rakyat di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim(Foto: Suyadi, 2013); B) Kebun Rakyat di India (INIBAP, 2006). Perbedaan penanaman pisang seperti tersebut di atas mempunyai tujuan yang berbeda, untuk penanaman konvensional biasanya tanaman dipelihara berlanjut hingga anakannya membentuk rumpun dan untuk implementasi GAP anakan dapat dikendalikan hingga maksimum lima anakan per rumpun. Sedangkan untuk penanaman intensif biasanya tanaman ditanam hanya untuk satu kali 30

panen, kemudian tanaman dimatikan, dan dilakukan penanaman baru pada posisi selang-seling tujuan utamanya adalah untuk pengendalian penyakit layu fusarium yang inokulumnya secara endemik selalu terdapat di lahan. Gambar 7. Kebun Pisang Perusahaan dengan Jarak Tanam 2 x 2 meter (Foto: Suyadi, 2012). 3) Pemeliharaan (penjarangan tanaman) Kegiatan pemeliharaan tanaman secara umum merupakan upaya untuk menjaga konsistensi implementasi GAP. Sehingga, tanaman dapat tumbuh subur dan sehat, dengan demikian tanaman akan memberikan hasil yang maksimal dan berkualitas tinggi. Elemen utama pemeliharaan kebun pisang adalah menjaga kesuburan tanah dan kebersihan kebun dengan menggunakan bahan-bahan dan perlatan yang ramah lingkungan untuk menjamin produk yang dihasilkan akan mempunyai kualitas tinggi. Diikuti dengan kegiatan pengendalian hama atau penyakit tanaman, terutama dengan menerapkan pendekatan pengendalian terpadu. Pengendalian 31

hama dan penyakit terpadu teknologinya dirancang dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara lokal. Perlu disadari bahwa, berbagai jenis penyakit yang dapat berkembang di daerah tropik telah ada di Kaltim, oleh karena itu dalam pengembangan budidaya tanaman pisang harus diikuti dengan kesiapan teknologi perlindungan tanaman sejak dini. 32

V. ANALISIS USAHA Arah pengembangan agribisnis pisang di Kaltim dalam jangka pendek dan menengah adalah penguatan sektor hulu, yaitu perluasan budidaya dan penerapan GAP (Good Agricultural Practices) dengan produk utama buah segar. Agroindustri skala kecil dan menengah sebagai usaha sektor hilirnya dapat pula dikembangkan pada tahap ini. Sedangkan, pengembangan usaha sektor hilir skala besar baru akan dikembangkan pada jangka panjang, apabila sektor hulu sudah berkembang pesat dan produk buah segar yang dihasilkan jauh melebihi permintaan pasar yang ada, baik pasar domestik maupun ekspor. Pengembangan budidaya tanaman pisang di Kaltim cukup menjanjikan untuk diusahakan dan mampu memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani. Analisis usaha ini dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi yang terdiri atas: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). Skenario analisa usaha yang dilakukan terdiri atas dua jenis pengelolaan usaha pengembangan pisang yaitu: (1) Usaha Pengembangan Pisang Rakyat skala usaha 1 Ha (2) Usaha pengembangan pisang kemitraan antara petani dan perusahaan dengan skala usaha 20 Ha. Berikut disajikan uraian tentang perhitungan dari masing-masing skenario usaha tersebut di atas. 5.1. Usaha Pengembangan Pisang Rakyat 1) Asumsi Usaha pengembangan pisang rakyat ini dilakukan dengan penanaman intensif dan penanaman konvensional. Asumsi dan parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis finansial pengembangan pisang rakyat (model) skala 1 Ha adalah sebagai tertera dalam Tabel 12. 2) Biaya Investasi Biaya investasi dalam kajian ini terdiri atas biaya pembelian lahan, peralatan, dan pembelian bibit pada penanaman konvensional. 33

Tabel 12. Asumsi dan Parameter Teknis Perhitungan Finansial Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur Penanaman Konvensional Penanaman intensif No Uraian Jumlah Satuan Jumlah Satuan 1 Luas Lahan diusahakan 1 Ha 1 Ha 2 Jarak Tanam 3 Populasi tanaman per Ha Mortalitas bibit Kebutuhan bibit per Ha 4x5 M 2x2 M 500 bibit/ha 2.500 bibit/ha 10 % 10 550 % 2.750 4 Harga Pisang Tingkat Petani 3.500 Rp/Sisir 3.500 Rp/Sisir Tingkat Pengecer 5.000 Rp/Sisir 5.000 Rp/Sisir 5 Produksi Rata-rata produksi/pohon 11 Kg 11 Kg Produksi/pohon 10 Sisir 10 Sisir 500 Tandan Produksi per Ha tahun pertama 6 Jenis bibit 7 Umur Proyek 1. Anakan 2. Kultur Jaringan 2.500 Tandan 1. Anakan 2. Kultur Jaringan 5 Tahun 5 Tahun 14 % 14 % 10 kg/tanaman 10 kg/tanaman -Pupuk Urea 350 kg/ha/thn 350 kg/ha/thn -Pupuk SP 36 150 kg/ha/thn 150 kg/ha/thn -Pupuk KCl 150 kg/ha/thn 150 kg/ha/thn 50 gram/rumpun 50 gram/rumpun 8 Discount Factor (DF) 9 Kebutuhan pupuk -Pupuk kandang 10 Agensia Hayati (Trichoderma sp.) Harga Bibit: 11 - Anakan - Kultur jaringan 5.000 11.000 Rp/bibit Rp/bibit 5.000 11.000 Rp/bibit Rp/bibit Keterangan: - Penentuan beberapa asumsi dan parameter didasarkan pada aspek teknis budidaya pisang yang diterbitkan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2008. - Penentuan harga mengikuti harga yang berlaku dan standarisasi harga tahun 2012 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. - Penentuan Discount factor berdasarkan suku bunga perbankan yang berlaku antara 12%-16% 34

Kebutuhan biaya investasi dalam usaha pengembangan budidaya tanaman pisang rakyat skala 1 Ha, untuk penanaman konvensional dengan bibit yang berasal dari anakan sebesar Rp 56.920.000,- (terdiri atas biaya pembelian lahan Rp 50.000.000,-; biaya peralatan Rp 4.170.000,-; dan biaya bibit anakan Rp 2.750.000,-) dan penanaman intensif dengan bibit yang berasal dari anakan sebesar Rp 54.170.000,- (terdiri atas biaya pembelian lahan Rp 50.000.000,-; biaya peralatan Rp 4.170.000,-). Kebutuhan biaya investasi dalam usaha pengembangan budidaya tanaman pisang rakyat skala 1 Ha untuk penanaman konvensional dengan bibit dari kultur jaringan sebesar Rp 60.220.000,- (terdiri atas biaya pembelian lahan Rp 50.000.000,biaya peralatan Rp 4.170.000,-; dan biaya bibit kultur jaringan Rp 6.050.000,-) dan penanaman intensif dengan bibit dari kultur jaringan sebesar Rp 54.170.000,(terdiri atas biaya pembelian lahan Rp 50.000.000,- dan biaya peralatan Rp 4.170.000,-). Berikut rincian biaya investasi untuk masing-masing sistem penanaman, baik sistem penanaman intensif ataupun sistem penanaman konvensional (Tabel 13). Tabel 13. Biaya Investasi per Hektar Usaha Budidaya Pisang Berdasarkan Sistem penanaman di Kalimantan Timur Uraian 1. Penanaman Konvensional a. Bibit anakan b. Bibit Kultur Jaringan 2. Penanaman Intensif a. Bibit Anakan b. Bibit Kultur Jaringan 35 Rincian biaya investasi Item Biaya Nilai (Rp) - Beli lahan - Peralatan - Beli bibit anakan - Beli lahan - Peralatan - Beli bibit kultur jaringan 50.000.000 4.170.000 2.750.000 50.000.000 4.170.000 6.050.000 - Beli lahan - Peralatan - Beli lahan - Peralatan 50.000.000 4.170.000 50.000.000 4.170.000 Jumlah (Rp/Ha) 56.920.000 60.220.000 54.170.000 54.170.000

3) Biaya Operasional Biaya operasional terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang diperhitungkan terdiri atas biaya penyusutan, biaya gaji pekerja tetap. Biaya variabel terdiri atas biaya bibit pada penanaman intensif, tenaga kerja luar keluarga, pupuk, desinfektan, insektisida, herbisida, trichoderma, BBM dan plastik pembungkus. Trichoderma merupakan agen hayati yang berfungsi untuk mencegah penyakit tular tanah seperti fusarium. Penggunaan Trichoderma adalah sebesar 50 g per rumpun. Brongsong adalah plastik pembungkus buah pisang yang terbuat dari plastik polyethilen berwarna biru, plastik ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas buah dengan cara membuat buah berukuran menjadi lebih optimal dan kulitnya bersih dari serangan hama kudis buah. Pembungkusan atau pembrongsongan dilakukan pada saat seludang pisang pertama belum terbuka dan jantung pisang sudah mulai merunduk. Disinfektan berfungsi untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan untuk budidaya pisang. Pensterilan alat dilakukan sebelum dan sesudah alat tersebut digunakan. Disinfektan yang sering digunakan adalah bahan pemutih pakaian seperti bayclin. Pensterilan dilakukan dengan mencampurkan disinfektan secukupnya kedalam air kemudian alat-alat yang akan dan setelah digunakan dicuci menggunakan air yang telah dicampur dengan disinfektan. Rekapitulasi biaya operasional usaha budidaya pisang disajikan pada Tabel 14. Komponen biaya bibit pada penanaman konvensional masuk dalam biaya investasi sedangkan komponen bibit pada penanaman intensif masuk dalam biaya operasional. Biaya operasional pada sistem penanaman intensif lebih tinggi jika dibandingkan dengan penanaman konvensional. Hal ini disebabkan populasi tanaman per Ha dan sistem tanam intensif dimana sekali panen kemudian dilakukan penanaman kembali serta perbedaan harga per bibit tanaman dari anakan dan kultur jaringan. 36

Tabel 14. Biaya Operasional per Hektar Usaha Budidaya Pisang Berdasarkan Sistem Penanaman di Kalimantan Timur Uraian Jumlah (Rp/Ha) Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Total Penanaman Konvensional a. Bibit anakan 14.209.000 13.609.000 17.109.000 17.109.000 16.809.000 78.845.000 b. Bibit Kultur Jaringan 14.209.000 13.609.000 17.109.000 17.109.000 16.809.000 78.845.000 Penanaman Intensif a. Bibit anakan 50.259.000 50.059.000 50.059.000 50.059.000 50.059.000 250.495.000 b. Bibit Kultur Jaringan 66.459.000 66.259.000 66.259.000 66.259.000 66.259.000 331.495.000 Bibit dari anakan lebih disarankan untuk digunakan dalam usaha budidaya pisang karena relatif lebih murah biayanya, terutama untuk budidaya konvensional. Tetapi untuk budidaya secara intensif, penggunaan anakan relatif sulit untuk memperoleh bibit dalam jumlah besar dalam waktu yang terbatas. 5.2. Produksi dan Penerimaan Produksi diasumsikan tetap setiap tahunnya sesuai dengan jumlah populasi per hektar. Perbedaan jenis bibit diasumsikan tidak mempengaruhi produksi karena dianggap usaha budidaya dilakukan secara baik. Produksi per hektar untuk penanaman konvensional dengan jarak tanam 4 m x 5 m menghasilkan produksi sebanyak 500 tandan pada tahun pertama. Jika diasumsikan dalam satu tandan terdapat 10 sisir maka dihasilkan 5.000 sisir. Jika harga per sisir pisang adalah Rp 3.500,- maka diperoleh produksi pada tahun pertama sebesar Rp 17.500.000,-. Selanjutnya pada tahun kedua dengan mempertahankan 3 anakan maka diperoleh produksi 3 x 500 tandan maka diperoleh produksi sebanyak 1.500 tandan, Tahun ketiga hingga tahun kelima dengan mempertahankan 5 anakan maka akan diperolah produksi 5 x 500 tandan maka diperoleh produksi 2.500 tandan. 37

Tabel 15. Produksi, Harga, dan Penerimaan Usaha Budidaya Pisang pada Penanaman Konvensional di Kalimantan Timur No. Uraian 1 Produksi (tandan/thn) 2 Harga (Rp/tandan) 3 Penerimaan (Rp) 1 2 3 4 5 500 1.500 2.500 2.500 2.500 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 17.500.000 52.500.000 Produksi per hektar untuk penanaman intensif dengan jarak tanam 2 m x 2 m menghasilkan produksi sebanyak 2500 tandan. Jika diasumsikan dalam 1 tandan terdapat 10 sisir maka dihasilkan 25.000 sisir. Jika harga per sisir pisang adalah Rp 3.500,- maka diperoleh produksi per tahun sebesar Rp,-. Tabel 16. Produksi, Harga, dan Penerimaan Usaha Budidaya Pisang pada Penanaman Intensif di Kalimantan Timur No. Uraian 1 Produksi (tandan/thn) 2 Harga (Rp/tandan) 3 Penerimaan (Rp) 1 2 3 4 5 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 Produksi dan penerimaan usaha budidaya pisang ini masing dapat ditingkatkan dengan meningkatkan produktivitas tanaman serta meningkatkan efisiensi pemasaran dengan memasarkan langsung produksi ke konsumen tanpa melalui banyak lembaga pemasaran. 1) Cashflow Aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu aliran masuk (cash inflow) dan aliran keluar (cash outflow). Kas masuk diperoleh dari penjualan produk usaha budidaya pisang selama satu tahun. Kapasitas terpakai usaha ini berpengaruh pada besarnya nilai produksi yang juga akan mempengaruhi nilai penjualan, sehingga kas masuk menjadi optimal. Kas keluar 38

terdiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode produksi. Rincian aliran kas dari masing-masing sistem penanaman disajikan pada Lampiran 2, 3, 4, dan 5. 2) Kriteria Investasi Kriteria investasi yang dipergunakan untuk menilai kelayakan usaha pengembangan budidaya pisang ini terdiri atas: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih benefit dengan cost pada discount factor (DF) tertentu. NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan dengan biaya. Apabila NPV lebih besar dari 0 berarti proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara total cash inflow terhadap total cash outflow. Net B/C rasio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan setelah dikalikan dengan Discount Factor. IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengatakan persentase keuntungan dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. IRR pada dasarnya menunjukkan Discount Factor (DF) dimana NPV = 0. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR, apabila diasumsikan bunga bank yang berlaku adalah 14% maka usaha budidaya pisang tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga pasar. Payback period diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha diperoleh nilai payback period masih dalam umur ekonomis usaha. 39

Tabel 17. Hasil Perhitungan kriteria investasi Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur Penanaman Konvensional Kriteria Bibit Kultur Investasi Bibit anakan Jaringan NPV 101.795.937 98.495.937 Penanaman Intensif Bibit Bibit anakan Kultur Jaringan 74.192.546 18.576.634 B/C Ratio 2,8 2,6 2,4 IRR 55% 53% 63% PP 2 tahun 6 bulan 2 tahun 6 bulan 1 tahun 11 bulan 1,3 27% 3 tahun 4 bulan Justifikasi Kelayakan NPV>0; layak Net B/C > 1; layak IRR > 14% (suku bunga kredit); layak Payback Period <umur usaha; layak Berdasarkan tabel hasil perhitungan kriteria investasi usaha budidaya pisang dengan penanaman konvensional dan penanaman intensif dari bibit anakan maupun kultur jaringan layak untuk diusahakan di Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil tersebut penanaman intensif dari bibit anakan lebih disarankan untuk dikembangkan karena memiliki NPV sebesar Rp 74.192.546,-; B/C ratio 2,4; IRR 63% dan Payback period 1 tahun 11 bulan karena bisa lebih cepat melakukan reinvestasi usaha. 5.3. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruhpengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. TujuanAnalisis Sensitivitas: (1) Menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. (2) Analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksiyang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. (3) Analisis pasca kriteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisa bisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatandalam perhitungan biaya atau manfaat. 40

Usaha sangat sensitif/peka terhadap perubahan akibat beberapa hal, yaitu: (1) Harga, perubahan harga (terutama harga output) dapat disebabkan karena adanya penawaran (supply) yang bertambah atau adanya beberapa bisnis baru dengan umur ekonomi yang panjang (2) Keterlambatan, (3) Kenaikan biaya ("cast over run"), (4) Ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Gittinger (1986) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maximum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi/diperbolehkan agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol (NPV=0). Perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari misal berapa perubahan maksimum dari penurunan harga output yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Hal ini menunjukkan bahwa harga output tidak boleh turun melebihi nilai pengganti tersebut. Bila melebihi nilai pengganti (switching value) tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV<0. Tabel 18. Switching Value Usaha Budidaya pisang di Kalimantan Timur Penanaman konvensional Penanaman Intensif Bibit Kriteria Sensitivitas Bibit Kultur Bibit Anakan Bibit Anakan Kultur Jaringan Jaringan Penurunan 48% 46% 24,5% 6% Penerimaan Kenaikan Biaya 92% 80% 32,5% 6,5% Produksi Tabel diatas menunjukkan hasil yaitu jika penurunan penerimaan maupun kenaikan biaya produksi dibawah nilai pengganti dari masing-masing sistem penanaman maka usaha budidaya pisang masih layak diusahakan, jika penurunan penerimaan maupun kenaikan biaya produksi berada diatas nilai pengganti maka usaha menjadi tidak layak diusahakan. 41

Hasil analisis sensitivitas dengan perubahan maksimum dari input maupun ouput usaha diatas juga menunjukkan bahwa penanaman intensif dengan bibit kultur jaringan paling peka terhadap penurunan penerimaan maupun kenaikan biaya produksi diikuti dengan penanaman intensif dengan bibit anakan. Berikut hasil kriteria investasi dengan menggunakan nilai pengganti sebagai batas maksimum perubahan (Tabel 19). Tabel 19. Hasil Kriteria Investasi dengan Nilai Pengganti Akibat Penurunan Penerimaan pada Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur. Kriteria Investasi NPV B/C Ratio Penanaman konvensional Bibit Bibit Kultur Anakan Jaringan 7.275 948.469 Penanaman Intensif Bibit Bibit Kultur Anakan Jaringan 595.873 552.959 1,00 1,02 1,01 1,01 IRR 14% 14,47% 14% 14% PP 4 tahun 9 bulan 4 tahun 9 bulan 4 tahun 9 bulan 42 4 tahun 11 bulan Justifikasi Kelayakan NPV>0; layak Net B/C>1; layak IRR>14% (suku bunga kredit); layak Payback Period < umur usaha; layak

Tabel 20. Hasil Kriteria investasi dengan nilai pengganti akibat kenaikan biaya produksi pada Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur Penanaman konvensional Penanaman Intensif Kriteria Justifikasi Bibit Bibit Kultur Bibit Bibit Kultur Investasi Kelayakan Anakan Jaringan Anakan Jaringan NPV 353.263 7.644.916 676.883 B/C Ratio 1,00 1,00 1,01 1,00 IRR 14% 16% 14% 14% PP 4 tahun 11 bulan 4 tahun 8 bulan 4 tahun 11 bulan 258.467 4 tahun 10 bulan NPV> 0; layak Net B/C>1; layak IRR>14% (suku bunga kredit); layak Payback Period < umur usaha; layak 5.4. Usaha Pengembangan Pisang Kemitraan antara Petani dan Perusahaan Pola kemitraan yang direncanakan adalah Pola Kemitraan Operasional Agribisnis (KOA). KOA merupakan hubungan kemitraan antara petani/kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya petani/kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan dan membudidayakan suatu komoditi pertanian. Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. KELOMPOK MITRA PERUSAHAAN MITRA LAHAN SARANA TENAGA BIAYA MODAL TEKNOLOGI Gambar 8. Kemitraan Operasional Agribisnis 43

1) Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Pengembangan Pisang Sistem kemitraan yang akan diterapkan adalah petani hanya disyaratkan menyediakan lahan, baik lahan milik sendiri ataupun lahan sewa dan semua peralatan usahatani yang diperlukan. Perusahaan mitra menyediakan seluruh input yang dibutuhkan oleh petani dalam proses budidaya pisang, seperti bibit, pupuk, pestisida dan desinfektan, plastik pembungkus. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara perusahaan mitra dan petani terbagi dua sistem, yaitu sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Sistem bagi hasil adalah sistem kerjasama yang dilakukan dengan kesepakatan pembagian penerimaan sebesar 50 persen-50 persen di mana dari hasil usaha budidaya pisang dihasilkan penerimaan, maka 50 persen menjadi penerimaan petani dan 50 persen menjadi penerimaan perusahaan inti, apabila merugi resiko kerugian ditanggung petani 50 persen dan perusahaan 50 persen. Sistem yang lainnya yaitu sistem kontrak di mana pada sistem ini pembagian penerimaan adalah 25 persen 75 persen, yang artinya dari hasil usaha budidaya pisang dihasilkan penerimaan, maka 25 persen menjadi penerimaan petani dan 75 persen menjadi penerimaan perusahaan inti. Mekanisme sistem bagi hasil, petani menyediakan lahan, peralatan kerja serta tenaga kerja. Pihak inti hanya menyediakan input seperti bibit, pupuk, pestisida dan desinfektan, plastik pembungkus dan kebutuhan operasional usaha, sedangkan pada sistem kontrak petani hanya menyediakan lahan, peralatan serta tenaga kerja, pihak inti menyediakan seluruh kebutuhan dalam usaha budidaya pisang. Pada sistem bagi hasil manajemen usaha diserahkan pada petani namun masih dalam pengawasan pihak inti, baik dari segi manajemen maupun dari segi produksi, sedangkan pada sistem kontrak, seluruh manajemen usaha dilakukan oleh pihak inti, sehingga petani terlihat seperti pegawai yang bekerja pada inti. 2) Penetapan Harga Saprodi dan Hasil Panen Penetapan harga dilakukan dengan sistem kepercayaan, dimana harga yang dipakai adalah harga yang berlaku di pasar pada saat periode produksi, baik untuk harga saprodi maupun harga penjualan hasil panen. Perhitungan harga saprodi yang dibebankan pada petani disesuaikan dengan harga saprodi yang dibeli perusahaan dan kuantitas saprodi yang dipakai oleh petani. Harga jual pisang pun disesuaikan dengan harga yang terjadi saat panen dilakukan. 44

3) Biaya Produksi Komponen biaya yang dikeluarkan petani pada kegiatan budidaya usahatani pisang terbagi atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel untuk petani mitra semua ditanggung oleh perusahaan inti, yang termasuk dalam biaya variabel antara lain bibit, pupuk, insektisida, herbisida, desinfektan, trichoderma, BBM, dan tenaga kerja tambahan. Pada sistem bagi hasil tenaga kerja tambahan tidak masuk dalam biaya variabel yang ditanggung oleh perusahaan inti tetapi dibebankan pada petani, sedangkan pada sistem kontrak, biaya tenaga kerja tambahan dibebankan pada perusahaan inti. Biaya tetap yang ditanggung petani mitra terdiri atas penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa. Berikut gambaran kemitraan usaha budidaya pisang dengan sistem bagi hasil dan sistem kontrak (Tabel 21). Tabel 21. Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C ratio Usaha Budidaya Pisang Kemitraan Uraian I. Biaya Variabel Bibit Pupuk Desinfektan Herbisida Insektisida Trichoderma BBM Plastik pembungkus TKLK Sub total biaya Variabel II. Biaya Tetap Penyusutan peralatan TKLK TKDK Sewa Lahan Sub total biaya tetap Total Biaya Penerimaan Pendapatan R/C ratio 45 Sistem Bagi Hasil (Rp) Sistem Kontrak (Rp) 2.750.000 4.545.000 10.000 150.000 200.000 250.000 2.160.000 1.000.000 0 11.065.000 2.750.000 4.545.000 10.000 150.000 200.000 250.000 2.160.000 1.000.000 3.250.000 14.315.000 964.000 3.250.000 1.500.000 1.500.000 7.214.000 18.279.000 25.000.000 6.721.000 1,37 964.000 0 1.500.000 0 2.464.000 16.779.000 25.000.000 8.221.000 1,49

5.5. Analisis Pemasaran Pisang Pemasaran merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran pertanian dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Faktor penentu dalam pemasaran adalah tingkat harga maupun stabilitas harga itu sendiri, karena tingkat dan stabilitas harga sangat berpengaruh sekali terhadap keputusan petani. Tingkat harga sangat ditentukan oleh saluran dan margin pemasaran komoditas. Saluran pemasaran pisang di Kalimantan Timur berdasarkan hasil penelitian Husinsyah (2005) sebagai berikut: a. Petani Produsen Pengecer Konsumen b. Petani Produsen Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen c. Petani Produsen Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Kaltim Pedagang Besar Luar Kaltim Pengecer- Konsumen PETANI/PRODUSEN PEDAGANG PENGUMPUL PEDAGANG BESAR KALTIM PENGECER PEDAGANG BESAR LUAR KALTIM KONSUMEN LOKAL SEMARANG PENGECER SEMARANG KONSUMEN SURABAYA PENGECER SURABAYA KONSUMEN Gambar 9. Saluran Pemasaran Pisang di Kalimantan Timur 46 BALI PENGECER BALI KONSUMEN

Berdasarkan saluran pemasaran yang sudah diteliti, maka saluran pemasaran yang direncanakan dalam pengembangan pemasaran pisang di Kalimantan Timur dengan adanya Sub Terminal Agribisnis di Kaliorang Kabupaten Kutai Timur sebagai berikut: PETANI/PRODUSEN SUB TERMINAL AGRIBISNIS KALIORANG PEDAGANG PENGUMPUL PEDAGANG BESAR KALTIM PENGECER PEDAGANG BESAR LUAR KALTIM KONSUMEN LOKAL SEMARANG PENGECER SEMARANG KONSUMEN SURABAYA PENGECER SURABAYA KONSUMEN BALI PENGECER BALI KONSUMEN Gambar 10. Perencanaan Saluran Pemasaran Pisang melalui STA Kaliorang dalam rangka Pengembangan Pisang di Kalimantan Timur 47

STA Kaliorang diharapkan mampu berfungsi menjadi sentra pasca panen, pemasaran, pengolahan, dan pusat informasi pasar bagi petani dan pedagang pisang. STA Kaliorang menjadi pusat untuk melakukan sortasi dan grading produk pisang serta melakukan pengemasan terhadap produk pisang yang akan dipasarkan. Pemasaran pisang ini di masing-masing daerah dapat berkembang dengan dukungan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi serta UMKM serta banyaknya UKM-UKM center yang terbentuk di masing-masing sentra produksi kabupaten/kota. 5.6. Analisa Sosial Ekonomi dan Lingkungan 5.6.1. Aspek Sosial Ekonomi Usaha pengembangan budidaya pisang di Kalimantan Timur mampu menyerap tenaga kerja. Dalam skala kecil, usaha pengembangan pisang akan membutuhkan tenaga kerja sekitar 20 orang per hektar per tahun sehingga untuk skala 20 ha dapat menyerap sekitar 400 orang tenaga kerja per tahun. Tenaga kerja ini meliputi tenaga kerja pembersihan lahan, pembuatan lubang tanam, penanaman, pemupukan, penjarangan anakan, panen, dan pembongkaran tanaman. Dengan adanya kegiatan dan pengembangan pisang disuatu sentra juga dapat merangsang masyarakat untuk menciptakan bidang usaha lainnya sebagai pengaruh ganda (multiplier effect) yaitu tumbuhkembangnya industri kecil dan industri rumahtangga pengolahan pisang. Berdasarkan aspek pengembangan wilayah, keberadaan proyek pengembangan pisang akan menjadi salah satu pusat kegiatan perekonomian yang memberikan dampak positif bagi perkembangan kegiatan pembangunan wilayah. Keberhasilan pengembangan pisang akan meningkatkan pendapatan daerah. Pajak yang diperoleh dari usaha setiap tahunnya merupakan konstribusi yang cukup besar bagi usaha menunjang pembangunan daerah pada umumnya. 48

4.1.2. Aspek Lingkungan Keberadaan usaha pengembangan budidaya pisang dalam satu lokasi atau sentra tertentu akan mampu menciptakan penataan lingkungan yang asri dan indah sehingga dapat dijadikan sebagai kawasan sentra agrowisata dan dapat berkontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah. Keberadaan usaha pengembangan pisang juga akan membuat lahan menjadi lebih subur dengan pemanfaatan sisa-sisa bahan tanaman pisang seperti batang, tandanan kosong, daun-daun kering yang dapat dijadikan pupuk organik untuk mampu memperbaiki struktur tanah dan sebagai sumber energi biotik. Selain itu, sisa-sisa bahan tanaman pisang juga dapat dijadikan pakan ternak. 49

VI. PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pada usaha budidaya pisang di Provinsi Kalimantan Timur dinilai layak (feasible) dan menguntungkan untuk diusahakan. Para investor tidak perlu ragu menanamkan modalnya untuk investasi dibidang ini, karena dari aspek teknis maupun ekonomis serta dukungan pemerintah daerah akan memudahkan para investor melakukan investasi. Jika para investor menginginkan informasi lebih lanjut tentang Pengembangan Usaha Budidaya Pisang di Kalimantan Timur dapat melakukan kontak bisnis ke alamat sebagai berikut: 1) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186 Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866 E-mail : sysadm@ bkpm.go.id Website : http://www.bkpm.go.id 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur Jl. Basuki Rahmat Samarinda Kalimantan Timur Telp. 0541-741676 3) Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda Kalimantan Timur 75117 Telp. 62-0541-743235 742487 Fax : 0541-736446 E-mail : Humas@bppmd.kaltimprov.go.id Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id 50

DAFTAR PUSTAKA BPS Prov. Kaltim, 2011. Statistik Sayur-sayuran dan Buah-buahan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. 62 H. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. FAO Statistic, 2005. FAO Statistic, 2013. Husinsyah. 2005. Sistem Tataniaga Pisang Kepok untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Tani di Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan Vol.2 No 1.2005:1-10. INIBAP, 2006. INIBAP Annual Report 2005. International Network for the Inprovement of Banana and Plantain. Montpellier, France. Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, 2012. Penetapan Standarisasi Harga dan Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2012. Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. LPFE-UI, Jakarta. Suyadi, 2005. Determinasi Penyakit Utama Tanaman Pisang di Kalimantan Timur. Kerjasama Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur dengan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda. 43 h. Suyadi, 2007. Studi kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Pisang di Kalimantan Timur, Tanitrop 22 (1) : 15 18. 51

Lampiran 1. Diagram Alur Perizinan 1. P E R M O H O N A N 2. PERSETUJUAN PENANAMAN Model 1 / PMDN Kelengkapan Akte perusahaan atau KTP bagi perorangan Copy NPWP Proses dan flowchart Uraian produksi / kegiatan usaha Surat kuasa, apabila bukan ditandatangani Direksi Surat Persetujuan untuk PMDN Model 1 / Foreigen Capital Investment (PMA) Peserta Indonesia - Akta perusahaan - Copy KTP apabila perorangan - Copy NPWP untuk PMA peserta asing - Akte perusahaan - Copy paspor apabila perorangan - Copy NPWP untuk PT PMA - Proses dan flowchart - Uraian produksi kegiatan Surat Persetujuan untuk PMA RENCANA PERUBAHAN - PerubaHan bidang usaha atau produksi - PerubaHan investasi - PerubaHan/pertambaHan TKA - PerubaHan kepemilikan saham - Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP - PerubaHan status - Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya 3. PERIZINAN PELAKSANAAN 4. REALISASI IZIN USAHA 52 - API-P, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan - RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA - Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA bagi TKA - IKTA, untuk memperkerjakan TKA - SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong =========================================== Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah Copy akta pendirian dan pengesahan Kelengkapan - Copy akte perusahaan - Copy IMB - Copy izin UUG/HO - Copy sertifikat Hak atas tanah - LKPM - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy IU P PMDN atau SP PMA dan perubahannya Sebagai dasar untuk - Melakukan produksi komersil - Pengajuan rencana peluasan investasi - Pengajuan restrukturisasi - Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong

Lampiran 2. Alur Proses Perizinan di PDPPM & PDKPM 53

lampiran 3. Skema Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) 54