BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas


BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. utama pada manusia (Dorland, 2006). di negara tropis berkisar antara kejadian tiap penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Wujud

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 diproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

HUBUNGAN DALAM. Skripsi Sarjana Keperawatan. Disusun Oleh: J FAKULTAS

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang menjadi insan yang berkualitas. sebanyak 20 juta anak balita yang mengalami kegemukan. Masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh terdiri dari sel-sel yang selalu tumbuh. Kadang-kadang. pertumbuhan tersebut tidak terkontrol dan membentuk suatu gumpalan.

HUBUNGAN KECEMASAN TENTANG PENULARAN PENYAKIT DENGAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paling. umum di dunia dengan perkiraan sepertiga populasi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aktifitas manusia dalam rumah tangga, industri, traffic accident, maupun

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin atau populasi petani dan pekerja yang berhubungan dengan air dan tanah di negara berkembang. Leptospirosis umumnya terjadi pada petani dan peternak serta para pekerja yang berhubungan dengan hutan dan air, namun dengan meningkatnya populasi global, frekuensi perjalanan dan mudahnya transportasi domestik maupun mancanegara, perubahan teknologi kesehatan dan produksi makanan, perubahan pola hidup dan tingkah laku manusia, pengembangan daerah baru sebagai hunian manusia, maka pola penyebaran leptospirosis dapat lebih luas (Rusmini, 2011). Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. Tingginya angka prevalensi leptospirosis di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dapat dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga memungkinkan lingkungan tersebut menjadi tempat yang baik atau cocok untuk hidup dan berkembang biaknya bakteri leptospira (WHO, 2003). Angka kejadian leptospirosis di seluruh dunia belum diketahui secara pasti. Di daerah tropis, angka kejadian leptospirosis berkisar antara 10-100 per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan di daerah subtropis, angka 1

2 kejadian berkisar antara 0,1-1 per 100.000 penduduk per tahun (Hadisaputro, 2009). International Leptospirosis Society (2001) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kejadian leptospirosis tinggi dan menempati peringkat ke 3 di dunia untuk mortalitas (16,7 %) setelah Uruguay dan India (Ernawati, 2008). Sejak tahun 2007, kasus leptospirosis di Indonesia selalu tinggi. Pada tahun 2007 terdapat 664 kasus dengan 55 orang meninggal (CFR: 8,28%), tahun 2008 terdapat 426 kasus dengan 22 orang meninggal (CFR: 5,16 %), tahun 2009 terdapat 335 kasus dengan 23 orang meninggal (CFR: 6,87 %), dan tahun 2010 ditemukan 409 kasus dengan 43 orang meninggal (CFR: 1,51%). Di Kabupaten Ponorogo menurut Dinas Kesehatan Ponorogo angka kejadian penyakit leptospiroris di Desa Ngrayun Kecamatan Ngrayun pada tahun 2010 dan 2011 sebanyak 6 kasus, dan pada tahun 2012 dengan tahun 2013 sebanyak 33 kasus (Dinkes Ponorogo, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggraini (2013) di Dusun Ngrayun Desa Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga dalam mencegah penyakit leptospirosis tentang definisi, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, cara penularannya adalah 38 responden (66%) berpengetahuan buruk, 20 responden (34%) berpengetahuan baik (Anggraini, 2013). Hasil studi pendahuluan melalui kuesioner dari 10 orang di RW 04 Dusun Nglodo Desa Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo di dapatkan bahwa 7 responden memiliki perilaku negatif dan 3 responden memiliki perilaku positif tentang pencegahan penyakit leptospirosis.

3 Berdasarkan pengamatan peneliti dengan fenomena yang terjadi pada masyarakat di RT 01 dan 02 RW 03 Dusun Nglodo Desa Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo fenomena yang terjadi yaitu banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui tentang penyakit leptospirosis dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat dan juga masyarakat disana kebanyakan mempunyai pekerjaan petani dan mempunyai kandang hewan ternak. Kondisi kandang ternak di daerah Dusun Nglodo kotor dan juga kurangnya perawatan pada setiap kandang ternak dan kurangnya alat pelindung diri ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kotoran. Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) 2003 Leptospirosis menjadi masalah di dunia karena angka kejadian yang dilaporkan rendah disebagian besar negara, oleh karena kesulitan dalam diagnosis klinis dan tidak tersedianya alat diagnosis, sehingga kejadian pasti tidak dapat diketahui. Namun di daerah tropik yang basah diperkirakan terdapat kasus leptospirosis. Menurut Velineni, et al (2007), kendala pelaporan leptospirosis disebabkan oleh kesukaran diagnosis klinis, karena gejala awal penyakit leptospirosis mirip dengan gejala influenza, penyakit kuning, Haemoragic paru-paru, myokarditis dan meningitis serta tidak tersediannya alat deteksi dini (Rusmini, 2011). Menururt Depkes RI, alasan utama sulitnya diagnosis klinis leptospirosis disebabkan oleh gejala leptospirosis yang bervariasi dan mudah dibingungkan dengan banyak penyakit lain yang mewabah pada area dan kondisi yang sama, sehingga sering terjadi misdiagnosis. Di Indonesia kasus berat

4 leptospirosis belum dilaporkan secara benar dari laporan rumah sakit, sedangkan kasus ringan sering terlewatkan diagnosisnya (Rusmini, 2011). Faktor perilaku sangat berperan dalam penularan penyakit seperti aktivitas bekerja, kebersihan, kebiasaan berobat dan mobilitas. Perilaku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan. Apabila pengetahuan tentang Leptospirosis kurang maka perilaku dalam sehari-hari seperti upaya pencegahan atau usaha agar tidak terserang serta upaya berobat juga kurang karena tidak tahu. Pengetahuan diperoleh dari hasil interaksi indrawi manusia baik melalui melihat langsung, lewat media gambar, maupun mendengar langsung dan media (Isnani, 2011). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh bakteri leptospirosis yaitu gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis, kerusakan endotel, dan infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma, histosit, neutrofil. Adanya kerusakan hati akibat nekrosis sentibular yang disertai sel kapiler, kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati, kerusakan pada jantung, dan kerusakan pada paru (Bramantyo, 2013). Dinas Kesehatan Ponorogo menghimbau warga menghindari kontak dengan air kotor untuk menekan peluang leptospirosis. Kita harus rajin menutup rapat makanan agar terhindar dari pencemaran air kencing tikus, serta rajin membersihkan lantai atau dinding rumah yang terendam banjir dengan desinfektan (Nurcholis, 2013). Sanitasi lingkungan harus diperhatikan terutama di daerah peternakan, pemotongan hewan, atau di kolam renang. Kampanye rumah yang anti tikus (Rat Proof) perlu dilakukan, perlindungan

5 bagi pekerja peternakan yang harus diberikan adalah sepatu bot, sarung tangan, masker dan baju pelindung. Imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular juga perlu dilakukan. Penyuluhan tentang hygiene pribadi dan penularan penyakit ini akan membantu untuk mencegah KLB (Kejadian Luar Biasa). Kewaspadaan petugas kesehatan dapat berupa pengawasan situasi pasca banjir mengisolasi hewan (Kunoli, 2013). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Bantul (Zainab, 2011) juga menjelaskan, untuk pencegahan terhadap penyakit leptospirosis ini masyarakat memang harus membiasakan hidup bersih. Hindari tikus yang bersarang di rumah, di gudang bahkan di sawah atau tempat yang sering dipergunakan untuk aktivitas. Pencegahan lebih baik daripada mengobati, karena usaha pencegahan lebih mudah dilakukan dan hanya membutuhkan biaya yang relatif murah, sedangkan pengobatan membutuhkan biaya mahal dan bila penyakit parah, tindakan pengobatan tidak memberikan hasil positif. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di dapat Bagaimana perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit leptospirosis? 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Leptospirosis.

6 1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut dan memberikan masukan positif untuk pengembangan ilmu keperawatan serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang Perilaku Masyarakat Dalam Mencegah Penyakit Leptospirosis. 1.4.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut dan dapat dimanfaatkan oleh petugas-petugas kesehatan serta memberikan konstribusi data yang obyektif tentang Perilaku Masyarakat Dalam Mencegah Penyakit Leptospirosis sehingga pihak terkait dapat termotivasi untuk mempertahankan mutu pelayanan kesehatan berdasarkan data tersebut. 1. Bagi Masyarakat/Keluarga Memberikan informasi tentang pentingnya perilaku, untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit Leptospirosis. 2. Bagi Pihak Institusi Kesehatan Sebagai sumber penelitian selanjutnya dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. 3. Bagi Profesi Keperawatan Untuk menambah pengetahuan tentang penelitian dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan penyuluhan penyakit Leptospirosis.

7 1.5. Keaslian Penelitian 1. Okatini, Mari (2005) yang meneliti tentang Hubungan Faktor Lingkungan dan Karakteristik Individu terhadap Kejadian Penyakit Leptospirosis di Jakarta. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara dan kuesioner. Desain penelitian yang dilakukan adalah Korelasi. Data yang didapatkan penulis diperoleh dari hasil data sekunder yang diperoleh dari Bagian Program Pendidikan dan latihan RSUD Tarakan Jakarta. Subyek berjumlah 190 orang, dimana responden yang positif leptospira sebagai kelompok kasus dan reponden yang negatif leptospira sebagai kontrol, dengan perbandingan 1:1. Perbedaannya pada penelitian ini adalah variabel perilaku masyarakat dalam pencegahan leptospirosis, pada lokasi penelitian, serta desain pada penelitian ini adalah Deskriptif. 2. Kurnia, Handy, (2012), yang meneliti tentang Tingkat Pengetahuan Dokter Umum Mengenai Leptospirosis dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah semua dokter umum fungsional yang berpraktik di puskesmas di kota Semarang berusia 60 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner. Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel perilaku masyarakat dalam pencegahan leptospirosis, serta respondennya adalah masyarakat. 3. Isnani, Tri, (2008), yang meneliti tentang Leptospirosis Dalam Pandangan Masyarakat Daerah Endemis. Metode yang dilakukan pada

8 penelitian ini adalah menggunakan teknik kualitatif. Dan pengambilan data dilakukan observasi dan wawancara. Desain Penelitian cross sectional.sample penelitiannya adalah masyarakat. Perbedaan pada penelitian ini di desain penelitian yaitu Deskriptif serta Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner.