II. TINJAUAN PUSTAKA. pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pengertian sempit sumber belajar dapat diartikan seperti buku- buku atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind merupakan gagasan berbagai imajinasi. Mind merupakan suatu keadaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. dan Ely (dalam Arsyad, 2000: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

Penilaian Proses dan Hasil Belajar

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

ARTIKEL ILMIAH UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE QUICK ON THE DRAW

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model dimana para siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Sugeng SD Negeri I Malasan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari Bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik pada saat ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses penyampaian pesan dari guru sebagai sumber pesan kepada siswa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II STUDI LITERATUR. A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom. Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGGUNAAN STRATEGI INDEX CARD MATCH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1. belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran Picture and Picture adalah model pembelajaran yang

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADPEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL EVERYONE IS TEACHER HERE DI SDN 08 KINALI PASAMAN BARAT

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Pencocokan Kartu Indeks Salah satu cara yang pasti untuk membuat pembelajaran tetap melekat dalam pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari. (Silberman,2009: 250-251). Materi yang telah dibahas oleh siswa cenderung lima kali lebih melekat di dalam pikiran ketimbang materi yang tidak. Itu karena pembahasan kembali memungkinkan siswa untuk memikirkan kembali informasi tersebut dan menemukan cara untuk menyimpannya di dalam otak. Salah satu strategi untuk mendukung peninjauan kembali adalah strategi pencocokan kartu indeks. Adapun prosedurnya adalah (Silberman, 2009: 250-251): (a) Pada kartu indeks yang terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun yang di ajarkan dikelas. Buatlah kartu pertanyaan dan beri nomor indeks sesuai dengan jumlah setengah jumlah siswa, (b) Pada kartu yang terpisah, tulislah jawaban atas masing-masing pertanyaanitu, (c) Campurkan dua kumpulan kartu itu dan kocoklah beberapa kali agar benar-benar tercampur aduk, (d) Berikan satu kartu untuk satu siswa. Sebagian siswa mendapatkan pertanyaan tinjauan dan sebagian lain mendapatkan kartu jawabannya, (e) Perintahkan siswa untuk mencari kartu pasangan mereka sesuai nomor indeks. Bila sudah terbentuk

11 pasangan,perintahkan siswa yang berpasangan itu untuk mencari tempat duduk bersama, (f) Bila pasangan telah duduk bersama, suruh siswa mengerjakan soal dengan menuliskan langkah-langkah penyelesaiannya, (g) Pasangan yang paling cepat dan benar penyelesaiannya mendapatkan point, (h) Ulangi langkah awal, kocok kembali kartu. Jangan sampai siswa mendapatkan kartu yang sama. Pada strategi pencocokan kartu indeks siswa harus teliti dan cermat agar dapat menemukan pasangannya dengan cepat. Siswa saling beradu kecepatan untuk dapat menemukan pasangan dan menyelesaikan masalah dengan kreatifitasnya. Pasangan yang paling cepat dan benar akan mendapat kan point dari guru. Jadi, strategi pencocokan kartu indeks memerlukan ketelitian, kecermatan, serta kecepatan Ada banyak strategi pelajaran yang dapat digunakan dalam menerapkan pembelajaran aktif di sekolah. Silberman,(2010:250) mengemukakan 101 bentuk strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa. Salah satu bentuk strategi itu adalah Strategi Pembelajaran pencocokan kartu indeks. Index Card Match adalah salah satu teknik instruksional dari belajar aktif yang termasuk dalam berbagai reviewing strategis (strategi pengulangan) (Silberman, 2010: 250). Tipe pencocokan kartu indeks ini berhubungan dengan cara-cara untuk mengingat kembali apa yang telah mereka pelajari dan menguji pengetahuan serta kemampuan mereka saat ini dengan teknik mencari pasangan kartu yang

12 merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. Biasanya guru dalam kegiatan belajar mengajar memberikan banyak informasi kepada siswa agar materi atau pun topik dalam program pembelajaran dapat terselesaikan tepat waktu, namun guru terkadang lupa bahwa tujuan pembelajaran bukan hanya materi yang selesai tepat waktu tetapi sejauh mana materi telah disampaikan dapat diingat oleh siswa. Karena itu dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan peninjauan ulang atau review untuk mengetahui apakah materi yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Kurniawati (2009) mengatakan bahwa, Strategi pembelajaran pencocokan kartu indeks merupakan suatu strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Berdasarkan pendapat di atas, strategi pembelajaran pencocokan kartu indeks merupakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja sama dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu untuk menyelesaikan pertanyaan dan melemparkan pertanyaan kepada pasangan lain. Kegiatan belajar bersama ini dapat membantu memacu belajar aktif dan kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasama

13 kelompok kecil yang memungkinkan untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi. Dengan demikian strategi belajar aktif pencocokan kartu indeks adalah suatu cara pembelajaran aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran dengan teknik mencari pasangan kartu indeks yang merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. Kurniawati (2009). Strategi pembelajaran pencocokan kartu indeks sebagai salah satu aternatif yang dapat dipakai dalam penyampaian materi pelajaran selama proses belajar mengajar juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Handayani (2009 : 20) menyatakan bahwa terdapat kelebihan dan kelemahan strategi pembelajaran pencocokan kartu indeks: a. Kelebihan dari strategi belajar aktif pencocokan kartu indeks yaitu: 1. Menumbuhkan kegembiraan dalam kegitan belajar mengajar. 2. Materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. 3. Mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. 4. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar. 5. Penilaian dilakukan bersama pengamat dan pemain. b. Kekurangan dari strategi belajar aktif pencocokan kartu indeks yaitu : 1. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk menyelesaikan tugas dan prestasi. 2. Guru harus meluangkan waktu yang lebih.

14 3. Lama untuk membuat persiapan 4. Guru harus memiliki jiwa demokratis dan ketrampilan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas 5. Menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah 6. Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain. Dilihat dari aktivitas belajar siswa, siswa yang mendapat pelajaran dengan menggunakan pencocokan kartu indeks akan lebih aktif dan bergairah dalam belajar. Hal yang sama terjadi pada indikator bentuk pembelajaran, pencocokan kartu indeks dalam penggunaannya menunjukkan interaksi banyak arah antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam kadar yang intensif serta suasana kelas yang harmonis. B. Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri (Hamalik, 2004: 171). Melalui aktivitas, siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Seseorang dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan terhadap suatu peristiwa yang terjadi dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya. Dengan

15 melakukan banyak aktivitas yang sesuai dengan pembelajaran, maka siswa mampu mengalami, memahami, mengingat dan mengaplikasikan materi yang telah diajarkan. Adanya peningkatan aktivitas belajar maka akan meningkatkan hasil belajar (Hamalik, 2004: 12). Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009: 170). Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Rohani, 2004: 6). Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik

16 (Slameto, 2003: 36). Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian dari proses kegiatan pembelajaran untuk menunjang prestasi belajar. Aktivitas tidak dapat terjadi begitu saja. Ada enam aspek penyebab terjadinya keaktifan siswa yaitu; (1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan pembelajaran; (2) Tekanan pada aspek afektif dalam kegiatan; (3) Partisipasi siswa dalam pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa; (4) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar; (5) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam pembelajaran; (6) Pemberian waktu untuk menaggulangi masalah pribadi siswa, baik berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran (Mc Keadlie dalam Yamin, 2007: 77). Guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat di dalam proses belajar mengajar. Penerimaan pembelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah, kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Aktivitas dapat diamati apabila siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, maupun menimbulkan dikusi dengan guru. Siswa menjadi partisipan aktif, maka ia akan memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 1995: 36). Menurut Djamarah, (2006: 39-40), salah satu ciri dari kegiatan belajar mengajar adalah ditandai dengan aktivitas peserta didik. Sebagai konsekuensi bahwa peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan

17 belajar mengajar. Aktivitas peserta didik dalam hal ini ialah aktif baik secara fisik, maupun mental. Tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar apabila peserta didiknya pasif, sebab peserta didiklah yang belajar maka mereka yang harus melakukannya. Hamalik (2001: 89-90) menyatakan bahwa peserta didik adalah suatu organisme hidup yang di dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang berkembang. Masing-masing siswa mempunyai prinsip aktif di dalam dirinya, yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Pendidikan atau pembelajaran perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas, siswa belajar sambil bekerja karena siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan (aktivitas) dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hamalik, (2001: 172-173), membagi kegiatan belajar dalam delapan kelompok, di antaranya ialah: 1. kegiatan-kegiatan visual, yang di dalamnya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan

18 pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. 3. kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio. 4. kegiatan-kegitan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi,membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. kegiatan-kegitan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6. kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. 7. kegiatan-kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. 8. kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. C. Hasil Belajar Siswa Guru perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar siswa. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain: penguasaan pelajaran serta keterampilan belajar dan bekerja. Pengenalan hal-hal tersebut penting bagi guru karena dapat

19 membantu atau mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan belajar selanjutnya (pada kelas berikutnya), walaupun hasil-hasil tersebut dapat berbeda dan bervariasi sehubungan dengan keadaan motivasi, kematangan, dan penyesuaian sosial (Hamalik, 2001: 103). Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar, sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mujiono, 2002: 3). Berakhirnya suatu proses pembelajaran, maka siswa memperoleh hasil belajar. Harjanto (2008: 91-93) mengungkapkan bahwa secara umum, jenis hasil belajar atau taksonomi tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) ranah kognitif, (2) ranah psikomotor, dan (3) ranah afektif. Secara rinci, uraian masing-masing ranah tersebut ialah: (1)Ranah kognitif, yakni tujuan pendidikan yang sifatnya menambah pengetahuan atau hasil belajar yang berupa pengetahuan, (2) Ranah psikomotor, yakni hasil belajar atau tujuan yang berhubungan dengan keterampilan atau keaktifan fisik (motor skills), dan (3) Ranah afektif, yakni hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Berikut ini struktur dari dimensi proses kognitif menurut taksonomi Anderson dan Krathwohl (2001: 67-68), antara lain: 1. Remember (mengingat), yaitu mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Terdiri dari Recognizing (mengenali) dan Recalling (memanggil/mengingat kembali).

20 2. Understand (memahami), yaitu menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis, ataupun grafik. Terdiri atas Interpreting (menginterpretasi), Exemplifying (mencontohkan), Classifying (mengklasifikasi), Summarizing (merangkum), Inferring (menyimpulkan), Comparing (membandingkan), dan Explaining (menjelaskan). 3. Apply (menerapkan), yaitu mengambil atau menggunakan suatu prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi. Terdiri dari Executing (mengeksekusi) dan Implementing (mengimplementasi). 4. Analyze (menganalisis), yaitu memecah-mecah materi hingga ke bagian yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju satu struktur atau maksud tertentu. Mencakup Differentianting (membedakan), Organizing (mengelola), dan Attributing (menghubungkan). 5. Evaluate (Mengevaluasi), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar. Mencakup Checking (memeriksa) dan Critiquing (mengkritisi). 6. Create (menciptakan), yaitu menyusun elemen-elemen untuk membentuk sesuatu yang berbeda atau mempuat produk original. Terbagi atas Generating (menghasilkan), Planning (merencanakan), dan Producing (memproduksi). Menurut Hamalik (2001: 32-33), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah: (1) Faktor kegiatan, penggunaan, dan ulangan, (2) Belajar memerlukan latihan, dengan jalan relearning, recalling, reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali, (3) Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, (4) Faktor asosiasi

21 karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman, (5) Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil, (6) Faktor minat dan usaha, (7) Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah dan lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Oleh karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid yang belajar, dan (8) Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran serta lebih mudah mengingat-ingatnya. Evaluasi belajar dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa serta mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu. Evaluasi tidak mungkin dipisahkan dari belajar karena evaluasi merupakan bagian mutlak dari pengajaran dan sebagai unsur integral di dalam organisasi belajar. Evaluasi sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil pelajaran yang dicapai serta dapat memberikan laporan tentang siswa kepada siswa itu sendiri dan orang tuanya. Selain itu evaluasi dapat dipakai untuk menilai metode mengajar yang digunakan serta untuk mendapatkan gambaran komprehensif tentang siswa sebagai perseorangan, dan dapat juga membawa siswa pada taraf belajar yang lebih baik (Slameto, 1995: 51-52). Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Sudijono (2001: 62) mengatakan bahwa teknik evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai alat yang dapat dipergunakan dalam melakukan evaluasi hasil belajar. Guru mengevaluasi

22 hasil belajar menggunakan alat yang disebut instrumen evaluasi, sebagaimana yang dikatakan Arikunto (2008: 26) bahwa instrumen evaluasi digunakan untuk mempermudah seseorang dalam mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sudjono (2001: 65-107) mengemukakan dua macam teknik dalam evaluasi hasil pembelajaran, yaitu: 1. Teknik Tes Teknik tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dari segi ranah kognitif. Tes adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan yang berbentuk pertanyaan pertanyaan yang harus dijawab atau perintah perintah yang harus dikerjakan oleh peserta tes sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi dari peserta tes. Di bidang pendidikan, tes sebagai alat untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Tes yang digunakan sebagai alat pengukur perkembangan belajar peserta didik dapat dibedakan menjadi enam golongan, antara lain: 1) Tes Seleksi Tes ini sering dikenal dengan istilah ujian saringan masuk atau ujian masuk. Tes seleksi digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes. 2) Tes awal (pre-test)

23 Tes awal merupakan tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. 3) Tes akhir (post-test) Naskah tes akhir dibuat sama dengan tes awal sehingga dapat diketahui apakah hasil tes akhir lebih baik, sama, atau lebih buruk dari tes awal. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dapat dikuasai dengan sebaik baiknya oleh peserta didik. 4) Tes diagnostik Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai pengetahuan sebagai landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya. 5) Tes formatif Tes formatif biasa dikenal dengan istilah ulangan harian. Tes ini dilaksanakan pada setiap kali subpokok materi berakhir. 6) Tes sumatif Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Tes ini dikenal dengan istilah ulangan umum atau UAS. Berdasarkan jenisnya, tes dapat dibedakan menjadi dua yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terbagi atas tes subjektif (uraian) dan tes objektif (tes jawaban pendek). Tes hasil belajar dalam bentuk uraian digunakan untuk

24 mengungkap daya ingat, pemahaman peserta didik dan untuk mengungkap kemampuan peserta didik dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Tes objektif dapat berbentuk benar salah, menjodohkan, melengkapi, isian, dan pilihan jamak. 2. Teknik Nontes Teknik nontes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah afektif dan ranah psikomotor. Teknik nontes dapat digolongkan ke dalam empat jenis, antara lain: 1) Pengamatan (Observation) Observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. 2) Wawancara (Interview) Wawancara adalah cara menghimpun data yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. 3) Angket (Questionnaire) Pengumpulan data bisa lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga dengan menggunakan angket. 4) Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis) Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan, atau keberhasilan belajar peserta didik teknik nontes juga dapat dilengkapi dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dokumen misalnya riwayat hidup. Sudjono (2001: 65-107)