BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

" {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

2015, No f. bahwa untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, Kement

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam

c. bahwa berdasaarkaan pertimbangan sebagaimana

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 176 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DI BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan bencana wajib memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan agar dapat melindungi dan memenuhi hak-hak warga negara dalam setiap aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana; b. bahwa berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur pengarusutamaan gender telah dibentuk namun peraturan perundang-undangan terkait pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana belum ada; c. bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana yang responsif gender perlu dilaksanakan untuk memastikan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan lakilaki dan perempuan secara adil dan manusiawi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana;

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558); 6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 8. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 254);

3 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 927); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DI BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala BNPB ini yang dimaksud dengan: 1. Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi suatu dimensi terpadu dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian kebijakan dan program pembangunan nasional. 2. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran, atribut, sifat, sikap tindak atau perilaku, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat atau yang dianggap masyarakat pantas untuk lakilaki dan perempuan. 3. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. 4. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. 5. Analisis gender adalah proses analisis data gender secara sistematis tentang kondisi laki-laki dan perempuan khususnya berkaitan dengan tingkat akses, partisipasi, kontrol dan perolehan manfaat dalam proses pembangunan untuk mengungkapkan akar permasalahan terjadinya ketimpangan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. 6. Responsif Gender adalah perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan gender.

4 7. Perencanaan Responsif Gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. 8. Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat PPRG adalah instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan. 9. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalah anggaran yang respons terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. 10. Gender Budget Statement yang selanjutnya disingkat GBS adalah dokumen pertanggungjawaban spesifik gender yang disusun pemerintah yang menunjukkan kesediaan instansi untuk melakukan kegiatan berdasarkan kesetaraan gender dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan-kegiatan tersebut. 11. Focal Point PUG, yang selanjutnya disebut Penggerak PUG, adalah aparatur kementerian/lembaga dan/atau SKPD yang mempunyai kemampuan dan ditunjuk untuk melakukan pengarusutamaan gender di unit kerjanya masing-masing. 12. Kelompok Kerja Pengarustamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalah wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarustamaan gender dari berbagai instansi/lembaga di daerah. 13. Data terpilah adalah nilai hasil pengamatan/pengukuran suatu variabel yang telah dikelompokkan menurut berbagai ciri, seperti jenis kelamin, wilayah, status sosial ekonomi, dan waktu. 14. Kebutuhan khusus gender adalah kebutuhan praktis yang muncul akibat adanya pembedaan peran sosial dan domestik yang diharapkan dari perempuan dan laki-laki. 15. Kekerasan berbasis gender adalah tindakan kekerasan yang ditujukan pada individu atau sekelompok perempuan dan laki-laki akibat kesenjangan dalam relasi gender. 16. Kesenjangan gender adalah suatu kondisi ketika perempuan atau lakilaki tidak dapat menerima akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan secara adil. 17. Penyintas adalah seseorang yang berhasil bertahan hidup setelah mengalami kejadian bencana atau guncangan lainnya.

5 BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN LINGKUP PENGATURAN Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Peraturan Kepala BNPB ini disusun sebagai pedoman bagi Pemerintah, pemerintah daerah dan pihak non-pemerintah dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana. (2) Peraturan Kepala BNPB ini bertujuan untuk: a. melaksanakan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan gender dalam setiap komponen penyelenggaraan penanggulangan bencana; b. mendorong pengarusutamaan gender dengan menyusun perencanaan dan penganggaran responsif gender dalam penanggulangan bencana; c. mendorong terwujudnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan laki-laki dalam penanggulangan bencana. Bagian Kedua Lingkup Pengaturan Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Kepala BNPB ini meliputi pengarusutamaan gender dalam penanggulangan bencana, baik pada saat pra-bencana, tanggap darurat maupun pasca-bencana. BAB III PENYELENGGARAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER Bagian Kesatu Indikator Pasal 4 Pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana dilaksanakan dengan menggunakan indikator dalam empat aspek yaitu: a. akses; b. partisipasi; c. kontrol terhadap sumber daya dan pengambilan keputusan; dan d. manfaat dari kebijakan dan program.

6 Bagian Kedua Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Paragraf 1 Perencanaan Pasal 5 (1) Perencanaan kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan bencana responsif gender tertuang dalam Rencana Strategis dan Rencana Kerja Pemerintah dan pemerintah daerah serta mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah dan pemerintah daerah. (2) Penyusunan kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan bencana responsif gender dilakukan berdasarkan analisis gender. (3) Analisis gender sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan: a. data terpilah; dan b. Metode Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) atau metode analisis lain yang sesuai. (4) Pelaksanaan analisis gender sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh pihak luar yang berkompeten. Paragraf 2 Penganggaran Pasal 6 (1) Perencanaan responsif gender sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 menghasilkan Anggaran Responsif Gender. (2) Anggaran Responsif Gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat: a. mengatasi masalah kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap sumber daya; b. memperkuat pelembagaan pengarusutamaan gender, baik dalam hal pendataan maupun peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan c. memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan dan/atau kebutuhan dasar khusus laki-laki berdasarkan analisis gender. (3) Anggaran Responsif Gender sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) didokumentasikan dalam bentuk Gender Budget Statement. (4) Gender Budget Statement sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dilampirkan pada saat mengajukan rencana kerja dan anggaran.

7 Bagian Ketiga Pendanaan Pasal 7 (1) Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana dapat bersumber dari pihak lain yang sah dan tidak mengikat. Bagian Keempat Pelaksanaan Paragraf 1 Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender Pasal 8 (1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender, di lingkungan BNPB dan BPBD dibentuk Pokja PUG di lingkungan masing-masing. (2) Struktur, keanggotaan dan masa tugas Pokja PUG di lingkungan BNPB ditetapkan dengan Surat Keputusan Sekretaris Utama. (3) Struktur, keanggotaan dan masa tugas Pokja PUG di lingkungan BPBD ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala BPBD. (4) Pokja PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. mempromosikan dan memfasilitasi PUG di bidang penanggulangan bencana; b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG di bidang penanggulangan bencana; c. mendorong terwujudnya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di bidang penanggulangan bencana; d. menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun; e. merumuskan rekomendasi kebijakan; f. menyusun Profil Gender di bidang penanggulangan bencana; g. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG; dan h. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Penggerak PUG.

8 Paragraf 2 Penggerak PUG di Bidang Penanggulangan Bencana Pasal 9 (1) Penggerak PUG di BNPB adalah pejabat dan/atau staf yang membidangi tugas perencanaan dan/atau program. (2) Penggerak PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjabat sebagai Koordinator Pokja PUG. (3) Penggerak PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Surat Keputusan Sekretaris Utama. (4) Penggerak PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. mengkoordinasikan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender di lingkungan BNPB; b. memfasilitasi pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada masing-masing unit kerja; c. melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan BNPB; d. melaksanakan pelatihan, sosialisasi dan advokasi pengarusutamaan gender kepada seluruh pejabat dan staf di lingkungan BNPB; dan f. memfasilitasi penyusunan data gender pada masing-masing unit kerja. Pasal 10 (1) BNPB bekerjasama dengan Kementerian yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian dan/atau Lembaga negara non-kementerian terkait untuk menyelaraskan rencana dan pelaksanaan program pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana di tingkat nasional. (2) BPBD bekerjasama dengan SKPD yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menyelaraskan rencana dan pelaksanaan program pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana di tingkat daerah. Bagian Kelima Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pasal 11 (1) BNPB bekerjasama dengan kementerian yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melakukan

9 koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Lembaga terkait untuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana. (2) BPBD melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana kepada Gubernur untuk tingkat provinsi dan kepada Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota dengan tembusan kepada BNPB. (3) Laporan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana yang dilakukan organisasi non-pemerintah dan para pihak lainnya dapat disampaikan kepada BNPB di tingkat nasional dan BPBD di tingkat daerah. BAB IV PENGARUSUTAMAAN GENDER SAAT PRA-BENCANA Bagian Kesatu Kajian Risiko Bencana Responsif Gender Pasal 12 Kajian risiko bencana responsif gender dilaksanakan dengan: a. menggunakan data terpilah untuk mengkaji perbedaan dalam tingkat penerimaan risiko antara laki-laki dan perempuan; b. memperhatikan perbedaan risiko yang dihadapi oleh laki-laki dan perempuan di setiap daerah dan/atau komunitas; c. memperhatikan pengetahuan dan persepsi tradisional perempuan; d. memetakan dan melibatkan organisasi-organisasi komunitas untuk memastikan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam konsultasi ancaman dan pengumpulan data serta penyampaian informasi; e. melibatkan perempuan dan laki-laki dalam proses kaji-ulang dan pemutakhiran data risiko tahunan. Pasal 13 Penilaian kerentanan responsif gender dilaksanakan dengan: a. memetakan dan mendokumentasikan perbedaan kerentanan terkait gender dalam aspek fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan, dan lingkungan; b. mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan pengetahuan perempuan dan laki-laki untuk semua jenis ancaman yang relevan; c. mencakup analisis pengalaman dampak bencana yang dialami oleh laki-laki dan perempuan; d. memastikan keterlibatan aktif dan berimbang antara laki-laki dan

10 perempuan berdasarkan wilayah, kelompok usia, disabilitas, akses informasi, mobilitas dan akses pada pendapatan dan sumber daya lain yang menjadi kunci penentu kerentanan. Pasal 14 Identifikasi dan penilaian kapasitas responsif gender dilaksanakan dengan: a. melibatkan laki-laki dalam proses kajian kapasitas pada kelompok, organisasi atau institusi yang berbasis perempuan; b. mengidentifikasi fungsi khusus, peran dan tanggung jawab yang dimiliki perempuan dan laki-laki; c. mengidentifikasi dan menyediakan mekanisme pendukung khusus yang dibutuhkan perempuan untuk dapat terlibat dalam program dan aksi manajemen risiko; dan d. mengidentifikasi mekanisme untuk meningkatkan kapasitas laki-laki dan perempuan, serta memastikan program pengembangan kapasitas melibatkan partisipasi perempuan. Bagian Kedua Peringatan Dini Responsif Gender Pasal 15 Peringatan dini responsif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan: a. menggunakan kemampuan dan pengetahuan lokal perempuan dan laki-laki; b. melibatkan secara aktif kelompok perempuan dengan memanfaatkan praktik-praktik komunikasi tradisional setempat dalam penerimaan dan penyampaian informasi peringatan dini; dan c. mengoptimalkan kemampuan respons perempuan dalam mengambil tindakan tepat dan cepat setelah menerima peringatan. Bagian Ketiga Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Responsif Gender Pasal 16 Mitigasi dan kesiapsiagaan bencana responsif gender dilaksanakan dengan: a. melibatkan perempuan dan laki-laki secara aktif; b. meningkatkan keterampilan perempuan dan laki-laki dalam pengurangan risiko bencana; c. memperhatikan perbedaan cara pandang, pengetahuan dan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki dalam perencanaan dan pelaksanaan.

11 BAB V PENGARUSUTAMAAN GENDER SAAT TANGGAP DARURAT Bagian Kesatu Tanggap Darurat Responsif Gender Pasal 17 Tanggap darurat responsif gender dilaksanakan dengan: a. melibatkan perempuan dan laki-laki secara aktif dalam menyusun rencana tanggap darurat; b. memastikan adanya perwakilan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam tim kaji cepat; c. memprioritaskan kelompok rentan untuk menghindari kekerasan berbasis gender. Bagian Kedua Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasal 18 (1) Pemenuhan kebutuhan dasar pada saat tanggap darurat dilaksanakan dengan melibatkan kelompok perempuan dan laki-laki secara aktif dan seimbang mulai dari pendataan hingga distribusi. (2) Lokasi distribusi bantuan pangan mudah dijangkau oleh penyintas perempuan; (3) Ukuran dan berat paket bantuan pangan dikemas sesuai dengan kemampuan perempuan untuk memindahkanya; (4) Bantuan pangan memperhatikan perbedaan kebutuhan gizi antara perempuan, laki-laki dan anak-anak serta kelompok rentan lainnya; (5) Pemenuhan kebutuhan dasar dapat dilaksanakan melalui pemberian perlakuan khusus. (6) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan kepada: a. perempuan kepala rumah tangga; b. laki-laki kepala rumah tangga tanpa ibu rumah tangga; c. ibu hamil dan menyusui; d. kelompok rentan lainnya.

12 Bagian Keempat Penampungan dan Hunian Sementara Pasal 19 Penyediaan sarana penampungan dan hunian sementara dilaksanakan dengan: a. melibatkan perempuan dan laki-laki secara seimbang dalam hal: 1) perencanaan, pengalokasian dan pembangunan; 2) pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama dalam pelaksanaan konstruksi; 3) pelatihan keterampilan terkait konstruksi; b. memastikan informasi menyangkut pengelolaan fasilitas penampungan dan hunian sementara diterima penyintas laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan mudah; c. memastikan penyediaan kebutuhan khusus laki-laki, perempuan dan anak-anak dalam penampungan dan hunian sementara; d. Memastikan penampungan dan hunian sementara aman bagi perempuan, anak dan kelompok rentan. Bagian Kelima Kebutuhan Air Bersih dan Sanitasi Pasal 20 (1) Penyediaan layanan air bersih dan sarana sanitasi disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan perempuan, laki-laki dan anakanak serta mempertimbangkan nilai sosial-budaya setempat. (2) Lokasi, mekanisme distribusi dan prosedur perawatan layanan air bersih dan sarana sanitasi mudah dijangkau oleh perempuan dan anak-anak. (3) Sarana sanitasi dan mandi-cuci berada di lokasi yang aman terutama bagi perempuan dan anak-anak. Bagian Keenam Layanan Kesehatan Pasal 21 (1) Pemilihan waktu dan lokasi layanan kesehatan mudah diakses oleh perempuan, laki-laki dan anak-anak. (2) Penyediaan layanan kesehatan disesuaikan dengan kebiasaan dan nilai sosial-budaya setempat termasuk kebutuhan layanan spesifik.

13 (3) Jumlah petugas penyedia layanan kesehatan berimbang antara lakilaki dan perempuan untuk kebutuhan layanan kesehatan spesifik. (4) Penyediaan layanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam untuk penyintas akibat kekerasan seksual, psikologis dan kekerasan berbasis gender. Bagian Ketujuh Layanan Pendidikan Pasal 22 (1) Perempuan dilibatkan secara aktif dalam mengidentifikasi kebutuhan, menganalisis, merancang, melaksanakan dan memantau layanan pendidikan dalam situasi bencana. (2) Penyediaan layanan pendidikan memastikan lingkungan belajar aman, terlindungi, mudah diakses dan memperhatikan kondisi psikososial peserta didik, guru dan tenaga pendidikan lainnya. Bagian Kedelapan Layanan Psikososial Pasal 23 (1) Pendampingan psikososial melibatkan perempuan dan laki-laki dalam pengumpulan data, perencanaan dan pelaksanaan. (2) Pendampingan psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan perempuan, laki-laki, dan anak-anak serta kelompok rentan lainnya. (3) Pendampingan psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan nilai sosial-budaya setempat. Bagian Kesembilan Keamanan Pasal 24 (1) Upaya-upaya sistematis dan optimal dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan fisik serta verbal pada perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya. (2) Upaya sistematis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan perempuan dan laki-laki. BAB VI PENGARUSUTAMAAN GENDER SAAT PASCA BENCANA Bagian Kesatu Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasal 25 (1) Perempuan dan laki-laki berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan rehabilitasi dan rekonstruksi.

14 (2) Kebutuhan khusus perempuan dan laki-laki dipertimbangkan dalam proses perencanaan dan alokasi sumber daya rehabilitasi dan rekonstruksi. Pasal 26 (1) Upaya pemulihan dan peningkatan fisik, sosial dan ekonomi melibatkan perempuan dan laki-laki dalam proses konsultasi dan dialog. (2) Pemulihan dan penguatan ekonomi masyarakat terdampak diarahkan untuk membangun keamanan pangan dan keberlanjutan ekonomi keluarga. (3) Pemulihan dan penguatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan peluang bagi penyintas laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh keterampilan tambahan. (4) Pemulihan dan penguatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan prioritas kepada perempuan kepala rumah tangga, rumah tangga tanpa ibu dan rumah tangga rentan lainnya. (5) Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa kepemilikan rumah dan lahan maupun bantuan khusus lainnya sesuai kondisi penyintas. (6) Perlakuan khusus diberikan kepada laki-laki kepala keluarga yang memiliki balita berupa bantuan dalam pengasuhan anak. BAB VII KERJASAMA PARA PIHAK DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS Pasal 27 (1) BNPB/BPBD bekerjasama dan berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga dan SKPD terkait dalam penyusunan regulasi dan pengembangan kapasitas dalam penanggulangan bencana responsif gender. (2) BNPB/BPBD bekerjasama dengan universitas, lembaga penelitian, lembaga usaha, organisasi non-pemerintah dan para pihak lainnya dalam mendorong penelitian-penelitian dalam penanggulangan bencana responsif gender. (3) BNPB/BPBD bekerjasama dengan universitas, lembaga penelitian, lembaga usaha, organisasi non-pemerintah, media masa dan jejaring sosial mempromosikan dan melaksanakan program penanggulangan bencana responsif gender. Pasal 28 (1) BPNB/BPBD mengidentifikasi secara berkala kebutuhan pengembangan kapasitas dalam penanggulangan bencana responsif gender.

15 (2) Identifikasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BNPB/BPBD merancang dan menyelenggarakan program-program pengembangan kapasitas dalam rangka penanggulangan bencana responsif gender. (3) Dalam menyelenggarakan berbagai program pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) BNPB/BPBD bekerjasama dengan kementerian/lembaga dan SKPD terkait serta pihak-pihak lain sesuai kebutuhan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Dengan ditetapkannya peraturan Kepala BNPB ini, maka peraturanperaturan lain yang mengatur pengarusutamaan gender di bidang penanggulangan bencana menyesuaikan dengan peraturan ini. Pasal 30 Peraturan Kepala BNPB ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala BNPB ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal, 16 Oktober 2014 KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, SYAMSUL MAARIF Diundangkan di Jakarta pada tanggal, 16 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN